Anda di halaman 1dari 18

RUANG LINGKUP DAN URGENSI MEMPELAJARI

METODOLOGI STUDI ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu :
Ahmad Asrin, S. A.g MA

DISUSUN OLEH

Kelompok 1
1. Abdul Fatah
2. Ayman Albayquni
3. Siti Sarah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
T.A.2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta
alam.Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa penulis bersyukur atas tersusunnya
makalah ini.
Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu
yang telah memberikan kami kesempatan untuk membahas Makalah yang
berjudul Ruang Lingkup dan Urgensi Mempelajari Metodologi Studi Islam.
Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya
ilmu pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan pihak-pihak yang membutuhkan untuk dijadikan literatur. Apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Panyabungan, 26 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam 2
B. Ruang Lingkup Studi Islam 3
C. Urgensi Mempelajari Metodologi Studi Islam 6
D. Aspek-Aspek Sasaran Studi Islam 8
E. Pertumbuhan studi islam dulu dan sekarang 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latara Belakang
Kajian tentang Islam bukan hanya dilakukan oleh orang-orang Islam,
namun juga dilakukan oleh orang-orang diluar Islam. Di Barat kajian Islam
dikenai dengan istilah islamic Studies, secara mendalam dapat dikatakan sebagai
usaha untuk mempelajari hal-hal yang berkiatan dengan agama islam. Agama
islam merupakan agama yang terakhir atau sebagai agama penutup dari agama-
agama sebelumnya. Untuk mengetahui islam lebih dalam maka munculah studi
islam akan tetapi studi islam merupakan kajian yang cukup lama. Ia telah ada
bersama bersama dengan adannya agama islam maka studi islam menimbulkan
berbagai permasalahan yang umum diantaranya : apa definisi studi islam, apa
ruang lingkup studi islam, apa tujuan dalam studi islam, apa tujuan studi islam,
bagaimana pendekatan dalam studi islam.
Seiring dengan perkembangan zaman, kesempetan untuk mempelajari
studi islam dapat melalui berbagai hal, mulai dari persoalan yang muncul pada
kalangan Rasullullah Saw, para sahabat bahkan sampai saat ini.
Metodologi Studi Islam merupakan sebuah mata kuliah yang
berupayamengkaji Islam dengan wilayah tentang materi ajaran agama dan
fenomena yang terjadi pada agama Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Studi Islam?
2. Bagaimana Ruang Lingkup Studi Islam?
3. Bagaimana Urgensi Mempelajari Metodologi Studi Islam?
4. Apa saja Aspek-Aspek Sasaran Studi Islam?
5. Bagaimana Pertumbuhan studi islam dulu dan sekarang?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui Pengertian Studi Islam
2. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Studi Islam
3. Untuk mengetahui Urgensi Mempelajari Metodologi Studi Islam
4. Untuk mengetahui Aspek-Aspek Sasaran Studi Islam
5. Untuk mengetahui Pertumbuhan studi islam dulu dan sekarang

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Studi Islam


Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa
Arab Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan
istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum
sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam
dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi
Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami
serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran,
sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.1
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada
tiga hal: 1) Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2)
Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat,
sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat
kebajikan dan menjauhi semua larangan, 3) Islam bermuara pada
kedamaian.2
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya
bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga
dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi
keislaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan
dam motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar
kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan
untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar
mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar.
Sedangkan di luar kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan
untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan

1
Said Sa’ad Marthon, Metodologi Pemahaman islam, Jakarta, 2007, hal.76
2
Ibid, hal.77-79

2
yang berlaku di kalangan mat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu
pengetahuan (Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu
pengetahuan pada umumnya, maka

3
ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik
keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-
tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negative.
Para ahli studi keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut
dikenal dengan kaum orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang
mengadakan studi tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia orang
Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang dilaukan oleh mereka, terutama
pada masa-masa awal mereka melakukan studi tentang dunia Timur, lebih
mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan tentang kekurangan-
kekurangandan kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan praktik-
praktik pemgalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari
uamat Islam. Nmaun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para
orientalis yang memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan
bersifat ilmiah terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-
pandangan yang demikian itu kan bisa bermanfaat bagi pengembangan
studi-studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan (terutama setelah masa keemasan
Islam dan umat Islam sudah memasuki masa kemundurannya) bahwa
pendekatan studi Islam yang mendominasi kalangan umat Islam lebih
cenderung bersifat subjektif, apologi, dan doktriner, serta menutup diri
terhadap pendekatan yang dilakukan orang luar yang bersifat objektif dan
rasional. Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan doktriner
tersebut, ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits –
yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan
perkembangan zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku
dan kaku serta tabu terhadap sentuhan-sebtuhan rasional, tuntutan
perubahan, dan perkembangan zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan
serta budaya umat Islam terkesan mandek, membeku dan ketinggalan
zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran
objek studi dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.

B. Ruang Lingkup Studi Islam

4
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari tiga sisi:
1. Sebagai doktrin dari tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah
final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia
dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap
doktrin agamanya.
3. Sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam
dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan
suatu kenyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak
memerlukan penelitian didalamnya
1. Islam Normatif
Islam normatif adalah islam pada dimensi sakral yang diakui
adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui
ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an.3
Kajian islam normatif Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf,
filsafat.
Tafsir : tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci
Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan
Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan
Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan
2. Islam Historis
Islam historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari
kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu.
Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh
karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah realitas ke-Tuhan-
an.
Dalam pemahaman kajian Islam historis, tidak ada konsep atau
hukum Islam yang bersifat tetap. Semua bisa berubah. Mereka berprinsip:
bahwa pemahaman hukum Islam adalah produk pemikiran para ulama
3
Muhammad, Prinsip – prinsip metodologi studi islam, jogjakarta, pustaka pelajar, 2005,
hal.5

5
yang muncul karena konstruk sosial tertentu. Mereka menolak
universalitas hukum Islam. Akan tetapi, ironisnya pada saat yang sama,
kaum gender ini justru menjadikan konsep kesetaraan gender sebagai
pemahaman yang universal, abadi, dan tidak berubah. Paham inilah yang
dijadikan sebagai parameter dalam menilai segala jenis hukum Islam, baik
dalam hal ibadah, maupun muamalah.4
Islam historis merupakan unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh
setiap pemikiran manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap
teks, maka islam pada tahap ini terpengaruh bahkan menjadi sebuah
kebudayaan. Dengan semakin adanya problematika yang semakin
kompleks, maka kita yang hidup pada era saat ini harus terus berjuang
untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran untuk mengatasi problematika
kehidupan yang semakin kompleks sesuai dengan latar belakang kultur
dan sosial yang melingkupi kita, yaitu Indonesia saat ini. Kita perlu
pemahaman kontemporer yang terkait erat dengan sisi-sisi kemanusiaan-
sosial-budaya yang melingkupi kita.
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat
menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika
Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam merupakan agama yang di
dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan
mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut histories atau
sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil sebagai
sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
Kajian islam historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris:
antropologi agama, sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya.
a. Antropologi agama : disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia
beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan.
b. Sosiologi agama : disiplin yang mempelajari sistem relasi sosial
masyarakat dalam hubungannya dengan agama.
c. Psikologi agama : disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan
manusia dalam hubungannya dengan agama
4
Khairul umam, dkk, ajaran islam modern, jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008,
hal.10-12

6
3. Hubungan antara keduanya
Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis
dan ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik
yang saling menerangi antara teks dan konteks. sebaliknya akan terjadi
hubungan ketegangan jika salah satu menganggap yang lain sebagai
ancaman.
Menentukan bentuk hubungan yang pas antara keduanya adalah
merupakan separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara kedua
corak pendekatan tersebut. Ketegangan bisa terjadi, jika masing-masing
pendekatan saling menegaskan eksistensi dan menghilangkan manfaat
nilai yang melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki oleh masing-
masing tradisi keilmuan.
Menurut ijtihad, Amin Abdullah, hubungan antara keduanya adalah
ibarat sebuah koin dengangan dua permukaan. Hubungan antara keduanya
tidak dapat dipisahkan, tetapi secara tegas dan jelas dapat dibedakan.
Hubungan keduanya tidak berdiri sendiri-sendiri dan berhadap-hadapan,
tetapi keduanya teranyam, terjalin dan terajut sedemikian rupa sehingga
keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang kokoh dan kompak. Makna
terdalam dan moralitaskeagamaan tetap ada, tetap dikedepankan dan
digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena keberagaman
manusia, maka ia secara otomatis tidak bisa terhindar dari belenggu dan
jebakan ruang dan waktu.

C. Urgensi Mempelajari Metodologi Studi Islam


a. Munculnya Perbedaan Pandangan Antara Insider (Muslim) dan
Outsider (Non Muslim)
Sebelum lebih jauh membahas problem insider dan outsider maka
akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian insider dan outsider.
Insider adalah para pengkaji agama yang berasal dari agamanya sendiri
(orang dalam). Sedangkan outsider adalah para pengkaji non Muslim yang
mempelajari Islam dan menafsirkannya dalam berbagai analisis dan
pembacaan dengan metodologi tertentu (orang luar). Problem insider dan

7
outsider muncul pasca jatuhnya kejayaan Islam, lalu ilmu pengetahuan
pindah ke Barat. Dari sini orang-orang Barat kemudian mulai mempelajari
Islam yang pada akhirnya muncul kajian orientalisme. Pada saat itu studi
Islam di Barat didorong oleh kebutuhan akan kekuasaan koloni untuk
belajar dan memahami masyarakat yang mereka kuasai. Sehingga studi
Islam di Barat juga perlu diuji.

b. Umat Islam Saat ini Berada dalam Kondisi Problematik


Seperti yang kita ketahui, saat ini umat Islam berada dalam posisi
yang terpinggirkan dan lemah dalam berbagai aspek kehidupan, sementara
di sisi lain dunia terus berkembang dengan modernisasinya. Di satu sisi,
jika umat Islam hanya berpegang pada ajaran-ajaran Islam hasil penafsiran
ulama terdahulu yang dianggap sebagaia ajaran yang sudah mapan,
sempurna, dan paten, serta tidak ada keberanian untuk melakukan kajian
ulang, berarti umat Islam mengalami kemandegan intelektual dan akan
berdampak pada masa depan yang suram. Sementara jika mereka bersikap
kritis dan berani melakukan pembaharuan rasional guna menyesuaikan
dengan tuntutan perkembangan zaman, mereka akan dituduh sebagai umat
yang tidak lagi setia dengan ajaran Islam dari pendahulunya.
Melalui pendekatan yang bersifat objektif rasional, studi Islam
diharapkan mampu memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan
keluar dari kondisi yang problematik tersebut. Studi Islam diharapkan
dapat mengarah dan bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha
pembaharuan dan pemikiran kembali ajaran-ajaran Islam, agar mampu
beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan zaman, dengan tetap
berpegang teguh pada sumber dasar ajaran Islam yaitu Al-Quran dan As-
Sunnah.

D. Aspek-Aspek Sasaran Studi Islam


Aspek aspek sasaran studi Islam yaitu aspek keagamaan dan
aspek sasaran keilmuan.Kerangka ajaran yang terdapat dalam Alquran

8
dan hadis tetap dijadikan sandaran sentral agar kajian keislaman tidak
keluar dan tercerabul dari dan konteks.5

1. Aspek sasaran keagamaan


Kerangka ajaran yang terdapat dalam Alquran dan hadis tetap
dijadikan sandaran Central agar kajian keislaman tidak keluar dan
tercerabul dari dan konteks. dari aspek sasaran tersebut, wacana
keagamaan dapat ditransformasikan secara baik dan menjadikan landasan
kehidupan dalam berperilaku tanpa melepaskan kerangka normatif.
elemen dasar keislaman yang harus dijadikan pegangan titik2 pertama
Islam sebagai dogma juga merupakan pegangan universal dari
kemanusiaan. Oleh karena itu sasaran studi Islam diarahkan pada aspek-
aspek praktik dan empirik yang memuat nilai-nilai keagamaan agar
dijadikan pijakan titik kedua Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan
setelah mati, tapi orientasi utama adalah dunia sekarang titik Dengan
demikian sasaran studi Islam diarahkan pada pemahaman terhadap
sumber-sumber ajaran Islam, sejarah Islam dan aplikasinya dalam
kehidupan titik oleh karena itu studi Islam dapat mempertegas dan
memperjelas wilayah agama yang tidak bisa dianalisis dengan kajian
empirik yang kebenarannya relatif.

2. Aspek sasaran keilmuwan

Studi keilmuan memerlukan pendekatan kritis analitis metodologis,empiris


dan historis. dengan demikian studi Islam sebagai aspek sasaran keilmuan
membutuhkan berbagai pendekatan . Selain itu, ilmu pengetahuan tidak kenal dan
tidak terikat kepada Wahyu. ilmu pengetahuan beranjak dan terikat pada
pemikiran rasional. Oleh karena itu kajian keislaman yang bernuansa ilmiah
meliputi aspek kepercayaan normatif dogmatik yang bersumber dari Wahyu dan
aspek perilaku manusia yang lahir dari dorongankepercayaan.

E. Pertumbuhan studi islam dulu dan sekarang

5
Hakim, Muhammad Atang Adbul, 2012, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

9
1. Massa Rasulullah
a. Transformasi ilmu dilakukan secara lisan.
b. Rasul telah mengembangkan bibit pengembangan studi islam terutama
tafsir dan ushul fiqih. Hadis adalah penafsiran Rasul tarhadap Al-qur’an
yang didalamnya terdapat metode penerapan hukum.
2. Masa Pasca Rasulullah
a. Mulai muncul tradisi literer dimulai dengan pengumpulan Al-qur’an (masa
khulafaur rasyidin).
b. Hadis juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah kitab (masa
dinasti Abasiyyah). Para muhaddisin juga menyusun kriteria ilmiah bagi
penerimaan Hadis dengan kategori shahih, hasan dan dha’if.
c. Perkembanggan studi islam mencapai puncaknya pada masa Abasiyyah.
Studi islam yang dikembangkan hanya meliputi ilmu normatif islam yang
bersumber pada teks agama.6
3. Studi Islam di Dunia Barat
a. Kajian barat terhadap islam memunculkan orientalisme, yaitu kajian
tentang ketimuran. Kajian awal yang dilakukan orientalisme yang
diselenggarakan diperguruan tinggi dibarat memandang umat islam
sebagai bangsa primitif.
b. Kajiannya difokuskan pada Al-qur’an dan pribadi nabi Muhammad secara
ilmiah yang hasilnya menyudutkan ajaran dan umat islam.
c. Pendekatan yang digunakan para orientalis bersifat lahiriah
(eksternalisasi). Agama islam hanya dipandang dari sisi luarnya saja
menurut sudut pandang barat.
d. Pada masa selanjutnya muncul karya-karya yang mengoreksi dan
merekonstruksi kajian orientalis lama, Karen adanya anomali
(ketidaktepatan) dalam studi islam. Tokohnya antara lain:Louis
Massingnon, w. Montgomery Watt, dan Wilfred Cantwell Smith.
e. Pendukung yang lengkap. Pendekatan yang digunakan antara lain: filologi,
antropologi, sejarah, sosiologi, psikologi, dan sebagainya. Islamic Studies

6
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, sekolah, danMasyarakat,
(Jakarta:GemaInsani Press,1995), hal:25-26

10
menjadi salah satu kajian yang dibuka di universitas barat dengan sarana.7
4. Studi Islam di Indonesia
a. Masa klasik (abad 7-15M)
a) Melalui kontak informal, saluran perdagangan, perkawinan, dan tasawuf
b) Para pedagang (arab, ppersia dan india) beberapa sebagai mubalighoh
c) Materi pengajaran: kalimat syahadat, rukun iman, rukun islam
d) Abad 13 muncul pendidikan langgar dan pesantren
b. Masa pra kemerdekaan
a) Tahun 1909 muncul pendidikan madrasah yang didirikan oleh Syekh
Abdullah Ahmad di Palembang
b) Tahun 1910, Syekh Tholib Umar mendirikan madrasah schoot di Batu
Sangkar tahun1923 diganti dengan dini’yah school dan tahun 1931 diganti
menjadi al-jam’iah al-islamiah
c) Tahun 1915, Zainuddin Labib Al-Yunusi mendirikan madrasah diniyah di
Padang Panjang
d) Muhammadiyah (berdiri tahun 1912) mendirikan HIS, sekolah guru, SD 5
tahun, dan madrasah.
e) Al-irsyad (berdiri di Jakarta tahun 1913) mendirikan madrasah awaliyah
(3th), ibtidaiyah (4th), tajhizyah (2th), mualimmin (2th), dan takhassus
(2th).
f) Al-jami’ah Al-Wasliyah (berdiri tahun 1930 di Medan), mendirikan:
madrasah tajhiziyah (2th), ibtidaiyah (4th), tsanawiyah (2 th), qismul ali (3
th), dan takhassus (2th)
g) Nidhamul ulama (didirikan tahun 1926). Mendirikan: madrasah awaliyah (
2th), ibtidaiyah (3th), tsanawiyah (3th), mu’alimmin wstha (2 th),
mu’alimmin ulya (2 th).
c. Pasca kemerdekaan
a) Tahun 1952 studi islam pada tingkat dasar sampai menengah
diseragamkan melalui jenjang: MI (6 th), MTS 93 Th), dan MA (3 th).
b) Pada tahun 1951 didirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negri (PTAIN)
yang kemudian menjadi Institute Agama Islam Negeri (IAIN) tahun 1960.

7
Ibid, hal. 26-27

11
Selama penggal sejarah timbulnya Islam, peradaban dunia meliputi
dua kerajaan: yaitu Sasanid Persia dan Bizanti Roma yang bersuku Badui
dan pengembala unta yang hidupnya dengan cara berkabila-kabila dan
berdagang. Suku Quraisy yang hidup berdagang, yang mendominasi kota
perdagangan Mekkah dimana Muhammad juga memulai aktifitasnya dan
di tempat itu pula islam pertama kali diproklamirkan. Pendidikan Islam
pada zaman awal dilaksanakan di masjid- masjid. Mahmud Yunus
menjelaskan bahwa pusat-pusat studi Islam klasik adalah Mekkah dan
Madinah (Hijaz), Bashrah dan Kufah (Irak), Damaskus dan Palestina
(Syam), dan Fistat (Mesir). Madrasah Mekkah dipelopori oleh Mu’adz bin
Jabal; madrasah Madinah dipelopori oleh Abu Bakar, Umar dan Ustman;
madrasah Bashrah dipelopori oleh Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin
Malik; madrasah Kuffah dipelopori oleh Ali bin Abi Thalib dan Abdullah
bin Mas’ud; madrasah Damaskus (Syiria) dipelopori oleh Ubadah dan Abu
Darda; sedangkan madrasah Fistat (Mesir) dipelopori oleh Abdullah bin
Amr bin Ash’.
Pada zaman kejayaan Islam, studi Islam dipusatkan di ibukota negara, yaitu
Bagdad. Di Istana Dinasti Bani Abbas pada zaman al-Makmun (813-833), putra
Harun al-Rasyid, didirikan Bait al-Hikmah, yang dipelopori oleh khalifah sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan wajah ganda; sebagai
perpustakaan serta sebagai lembaga pendidikan (sekolah) dan penerjemahan
karya-karya Yunani kuno ke dalam bahasa Arab untuk melakukan akselerasi
pengembangan ilmu pengetahuan. Di samping itu, di Eropa terdapat pusat
kebudayaan yang merupakan tandingan Bagdad, yaitu Universitas Cordova yang
didirikan oleh Abdurrahman III (929-961 M) dari Dinasti Umayah di Spanyol. Di
Timur Islam, Bagdad, juga didirikan Madrasah Nizhamiah yang didirikan oleh
Perdana Menteri Nizham al- Muluk; dan di Kairo, Mesir, didirikan Universitas
Al-Azhar yang didirikan oleh Dinasti Fatimiah dari kalangan Syiah.
Asal-Usul dan Pertumbuhan Studi Islam, Pendidikan Islam di
Indonesia tidak pernah lepas dari semangat penyebaran Islam yang
dilakukan secara intensif oleh para pendahulu dalam kerangka perpaduan

12
antara konteks keindonesiaan dengan keislaman. 8 Pada awalnya
pendidikan Islam, dalam bentuk halaqah-halaqah, kemudian bentuk
madrasah. Selain pesantren pendidikan Islam di Indonesia diharapkan
pada tantangan semakin berkembangnya model-model pendidikan.
Pertumbuhan minat untuk memahami Islam lebih sebagai tradisi
keagamaan yang hidup, yang historis. Ketimbang “kumpulan tatanan
doktrin” yang terdapat dalam Al-qur'an dan Hadis. Studi Islam
kontenporer di Barat, berusaha keras menampilkan citra yang lebih adil
dengan mengandalkan berbagai pendekatan dan metode yang lebih
canggih dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan.

8
Ibid, hal. 29

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai
dimensi. Jika kita meninjau Islam dari satu sudut pandangan saja, maka yang
akan terlihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang bersegi banyak.
Mungkin kita berhasil melihatnya secara tepat, namun tidak cukup bila kita ingin
memahaminya secara keseluruhan. Buktinya ialah Al-quran sendiri. Kitab ini
memiliki banyak dimensi, sebagiannya telah dipelajari oleh sarjana-sarjana besar
sepanjang sejarah. Satu dimensi, misalnya, mengandung aspek-aspek linguistik
dan sastra Al-quran. Para sarjana sastra telah mempelajarinya secara terperinci.
Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan Alquran yang
menjadi bahan pemikiran hagi para filosof serta para teolog hari ini. Dimensi al-
quran lainnya lagi yang belum dikenal ialah dimensi manusiawinya, yang
mengandung persoalan historis, sosiofogis, dan psikologis. Dimensi ini belum
banyak dikenal, karena sosiologi, psikologi ilmu-ilmu manusia memang jauh
lebih muda dibandingkan ilmu-ilmu alam. Apalagi ilmu sejarah yang merupakan
ilmu termuda di dunia. Namun yang dimaksudkan dengan ilmu sejarah di sini
tidaklah identik dengan data historis ataupun buku-buku sejarah yang tergolong
dalam buku-buku tertua yang pernah ada.
Studi Islam sangat dibutuhkan pada masa sekarang. Tujuan studi Islam
adalah untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam
sebagai wacana ilmiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan. Aspek-aspek
sasaran studi Islam yaitu aspek keagamaan dan aspek sasarankeilmuwan.

B. Saran
Demikianlah uraian yang dapat kami sampaikan. Mudah-mudahan dengan
uraian yang ini dapat menambah pengetahuan kita dan berguna dalam kehidupan
kita. Makanya saya mengharap kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, sekolah, dan Masyarakat,


(Jakarta:GemaInsani Press,1995)

Abjadiyatu al-Bahs fi al-Ulum al-Syar’iyyah, Dr. Farid al-Anshari, (al-Dar al-


Baidha), cet. 1, th. 1997 M/1417 H

Hakim, Muhammad Atang Adbul, 2012, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Khairul umam, dkk, ajaran islam modern, jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2008

Muhammad, Prinsip – prinsip metodologi studi islam, jogjakarta, pustaka pelajar,


2005

Said Sa’ad Marthon, Metodologi Pemahaman islam, Jakarta, 2007

Anda mungkin juga menyukai