Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

“SEJARAH PERKEMBANGAN METODOLOGI ISLAM”


DOSEN PENGAMPU : DRA. MISRAH, MA

Disusun oleh:
 PUTRI NABILA 0101232116
 MHD.FARHAN AZIZ 0101232169
 RIVALDY ALBREGI SIANTURI 0101232150

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TAHUN 2024-2025
1
KATA PENGANTAR

Puji ahmat kami haturkan kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan ahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Sejarah
Perkembangan metodologi islam “.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusanan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah kami ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami buat ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Medan,03 Maret 2024

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. Latar belakang ....................................................................................................................... 4
B. Rumusan makalah ..................................................................................................................... 4
C.Tujuan makalah........................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 5
1.Aspek aspek studi islam .............................................................................................................. 5
2.Tujuan sasaran studi islam........................................................................................................... 7
3 .Perkembangan studi islam ......................................................................................................... 8
4.Perkembangan islam di Indonesia ............................................................................................. 12
BAB III ............................................................................................................................................. 16
KESIMPULAN ............................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 18

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Studi berasal dari bahasa Inggris, study, artinya mempelajari atau mengkaji. Dalam hal
ini berarti pengkajian terhadap Islam secara ilmiah, baik Islam sebagai sumber ajaran,
pemahaman, maupun pengamalan.

Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata salima dan aslama. Salima mengandung arti selamat,
tunduk, dan berserah. Aslama juga mengandung arti kepatuhan, ketundukan, dan berserah.
Orang yang tunduk, patuh, dan berserah diri kepada ajaran Islam disebut muslim, dan akan
selamat dunia akhirat. Secara istilah, Islam adalah nama sebuah agama samawi yang
disampaikan melalui para Rasul Allah, khususnya Rasulullah Muhammad Saw., untuk menjadi
pedoman hidup manusia.

Di Barat, kajian Islam terkenal dengan Islamic Studies, yaitu usaha mendasar dan sistematis
untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk-beluk yang
berhubungan dengan Agama Islam, baik ajaran-ajarannya, sejarahnya, maupun praktik-praktik
pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya
(Djamaluddin, 1999:127). Metodologi studi Islam adalah prosedur yang ditempuh secara
ilmiah, cepat, dan tepat dalam mempelajari Islam secara luas dalam berbagai aspeknya, baik
dari segi sumber ajaran, pemahaman terhadap sumber ajaran maupun sejarahnya

B. Rumusan makalah
1.Apa apa aja aspek studi islam

2. Apa tujuan studi islam

3.Bagaimana sejarah oerkembangan islam

C.Tujuan makalah
1.mengetahui aspek aspek studi islam

2.mengetahui studi islam

3.Dapat menjadikan sejarah studi islam ini sebagai motivator yg membangun semangat
kita untuk melanjutkan studi islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

1.Aspek aspek studi islam

Studi Islam merupakan suatu disiplin ilmu yang ruang lingkup stu- di kelslaman dalam
tradisi sarjana barat meliputi pembahasan tentang ajaran, pemikiran, teks, sejarah dan
institusi kelslaman. Dalam proses nya, usaha studi Islam mencerminkan suatu transmisi
doktrin-doktrin keagamaan dari generasi ke generasi, dengan menjadikan tokoh-tokoh agama
mulai dari Nabi Muhammad SAW sampai ke ustat dan para dai sebagai sentral yang hidup.
Secara kelembagaan, proses ini berlangsung diberbagai institusi, mulai dari keluarga,
masyarakat, masjid, madrasah, dan pesantren. Di samping proses transmisi, studi Islam juga
merupa kan usaha bagi para pemeluk agama untuk memberikan respons, baik terhadap
ajaran, ideologi, atau pemikiran dari luar agama yang diya- kininya."

Studi Islam tidak hanya melibatkan aspek kognitif (pengetahuan tentang ajaran-ajaran
Islam), tetapi juga aspek afektik dan psikomotorik (menyangkut atas bagaimana sikap dan
pengamalan atas ajaran Islam). Studi Islam sekarang cenderung berkembang di berbagai
wilayah, tidak saja di kalangan dunia Islam, tetapi juga dikalangan sarjana non Muslim.
Menurut sarjana barat, studi Islam adalah tradisi barat dalam mengkaji dan meneliti Islam,
sehingga menghasilkan pemikiran dan pemahaman tentang Islam.

Studi Islam yang dilakukan oleh para sarjana barat lebih mengarah pada sikap kritis
terhadap Islam dan peradabannya. Mereka menyadari akan pentingnya menatap dunia Islam.
Mereka melihat Islam lebih di dasari atas pencarian kelemahan Islam dan sebaliknya mereka
ingin menonjolkan Kristen sebagai agama mereka yang paling absah menurut keyakinan
mereka. Tidak mengherankan jika hasilnya sangat subjektif dan melukai perasaan umat Islam.

Sejalan dengan majunya perkembangan ilmu, berkembang pula pendekatan yang


digunakan di kalangan para sarjana terhadap Islam. Perkembangan ini berdampak pada makin
luasnya ruang lingkup studi Islam dilihat dari berbagai disiplin ilmu, seperti munculnya
antropologi. sosiologi, psikologi, dan ilmu sosial lainnya menambah khazanah studi Islam. Di
samping itu, studi islam tidak lagi terfokus pada wilayah Timur Tengah, tetapi berkembang
merambah pada wilayah Asia Tenggara, se- perti: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura,
dll.

Antara agama dan ilmu pengetahuan masih dirasakan adanya hubungan yang
belum serasi. Dalam bidang agama terdapat sifat dog- matis, sedangkan dalam
bidang ilmiah terdapat sikap rasional dan ter- buka. Oleh karena itu, aspek sasaran
studi Islam meliputi dua hal yaitu:"

1. Aspek Sasaran Keagamaan

5
Kerangka ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan Hadits tetap dijadikan
sandaran sentral agar kajian keislaman tidak ke luar dan tercerai dari teks dan
konteks. Dari aspek sasaran terse- but, wacana keagamaan dapat
ditransformasikan secara baik dan menjadikan landasan kehidupan dalam
berperilaku tanpa mele- paskan kerangka normatif, Elemen dasar keislaman yang
harus di- jadikan pegangan: Pertama, Islam sebagai dogma juga merupakan
pengalaman universal dan kemanusiaan. Oleh karena itu, sasaran studi Islam
diarahkan pada aspek-aspek praktik dan empirik yang menuat nilai-nilai
keagamaan agar dijadikan pijakan. Kedua, Is- lam tidak hanya terbatas pada
kehidupan setelah mati, tetapi orientasi utama adalah sekarang. Dengan demikian,
sasaran studi is- lam diarahkan pada pemahaman terhadap sumber-sumber ajaran.
Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam, dan aplikasinya dalam kehidupan.
Oleh karena itu, studi Islam dapat mempertegas dan memperjelas wilayah agama
yang tidak bisa dianalisis dengan kajian empiris yang kebenarannya relatif..

2. Aspek Sasaran Keilmuan


Studi keilmuan memerlukan pendekatan kritis, analitis, metodologis, empiris dan
historis. Dengan demikian, studi Islam sebagai aspek sasaran keilmuan
membutuhkan berbagai pendekatan. Selain itu, ilmu pengetahuan tidak kenal dan
tidak terikat kepada wahyu. Ilmu pengetahuan beranjak dan terikat pada pemikiran
rasional. Oleh karena itu, kajian keislaman yang bernuansa Islamiah meliputi aspek
kepercayaan normatif dogmatis yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku
manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.

Dalam studi Islam, kerangka pemikiran ilmiah di atas ditarik dalam konteks
keislaman. Pengkajian terhadap Islam yang bernu ansa ilmiah tidak hanya terbatas
pada aspek-aspek yang normatif dan dogmatis, tetapi juga pengkajian yang
menyangkut aspek so siologis dan empiris. Pengkajian Islam ini dapat dilakukan
secara paripurna dengan pengujian secara terus-menerus atas fakta-fak- ta empirik
dalam masyarakat yang dinilai sebagai kebenaran nisbi dengan mempertemukan
pada nilai agama yang bersumber dari wahyu sebagai kebenaran absolut. Dengan
demikian, kajian keislaman yang bernuansa ilmiah meliputi aspek kepercayaan
normative dogmatif yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku manusia
Dengan demikian, kajian keis- laman yang bernuansa ilmiah meliputi aspek
kepercayaan normative dogmatif yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku
manusia yang lahir dari dorongan kepercayaan.

6
2.Tujuan sasaran studi islam

Di kalangan para ahli masih terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah


studi islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan,
mengingat sifat dan karakteristik- nya antara ilmu pengetahuan dan agama
berbeda. Pada dataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani
oleh misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis dan apologis sehingga
kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris terutama dalam
menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu
kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang
masih sangat terbatas. Bagi umat Islam, mempelajari Islam mungkin untuk
memantapkan keimanan dan mengamalkan ajaran Islam, sedangkan bagi non
Muslim hanya sekadar diskursus ilmiah, bahkan mungkin mencari kelemahan umat
Islam dengan demikian tujuan sasaran studi islam adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar
mereka dapat melaksanakan dan mengamalkan secara benar, serta menjadikannya sebagai
pegangan dan pedoman hidup. Memahami dan mengkaji Islam direfleksikan dalam konteks
pemaknaan yang sebenarnya bahwa Islam adalah agama yang mengarahkan pada
pemeluknya sebagai hamba yang berdimensi teologis, humanis, dan keselamatan di dunia dan
akhirat. Dengan studi Islam, diharapkan tujuan di atas dapat tercapai.
Kedua, untuk menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai wacana ilmiah secara transparan
yang dapat diterima oleh berbagai kala- ngan. Dalam hal ini, seluk-beluk agama dan praktik-
praktik keagamaan yang berlaku bagi umat Islam dijadikan dasar ilmu penge tahuan, Dengan
kerangka ini, dimensi-dimensi Islam tidak hanya sekadar dogmatis, teologis. Tetapi ada aspek
empirik sosiologis. Ajaran Islam yang diklaim sebagai ajaran universal betul-betul mampu
menjawab tantangan zaman, tidak sebagaimana diasumsi kan sebagian orientalis yang
berasumsi bahwa Islam adalah ajaran yang menghendaki ketidakmajuan dan tidak mampu
menyesuai kan diri dengan perubahan zaman. Dalam memahami agama, Abuddin Nata
menjelaskan bahwa pendekatan teologis normatif lebih menggunakan kerangka ilmu
ketuhanan yang bertolak dari keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap
suatu yang benar dibandingkan dengan yang lainnya, Islam adalah nama suatu agama yang
berasal dari Allah SWT. Nama Islam demikian itu memiliki perbedaan yang luar biasa dengan
nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari
golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Tuhan
sendiri."

Dengan demikian, dapat disimpulkan sasaran studi Islam adalah untuk memahami dan
mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam sebagai wacana ilmiah yang dapat diterima
oleh berbagai kalangan. Aspek-aspek sasaran studi Islam yaitu aspek keagamaan dan aspek
sasaran keilmuwan,

7
3 .Perkembangan studi islam

a. Studi Islam pada Masa Rasulullah

Salah satu upaya pembelajaran Islam secara sistematis kepada ma- syarakat Kota
Makkah pada masa Rasulullah adalah melalui pen didikan di Dar al-Arqam. Di tempat inilah
Islam dikembangkan mela. lui kegiatan pengajaran secara kelompok kepada mereka yang baru
masuk Islam maupun yang sudah lama menyatakan sebagai muslim. Berawal dari kegiatan
pengajaran inilah nantinya Umar bin Khattab masuk Islam. Sebagaimana yang diungkapkan
Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthy bahwa ketika orang-orang yang menganut Islam telah
lebih dari tiga puluh laki-laki dan wanita, Rasulullah memilih rumah salah seorang dari mereka,
yaitu rumah Arqam bin Abi Arqam sebagai tempat pertama untuk mengadakan pembinaan
dan peng- ajaran. Dakwah pada tahap ini menghasilkan sekitar empat puluh laki-laki dan
wanita penganut Islam. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak, dan
orang-orang dari kaum Quraisy yang tidak memiliki kedudukan."

Pembelajaran Islam pada zaman awal juga dilaksanakan di mas- jid. Setibanya di
Madinah, Nabi membangun sebuah masjid. Masjid pertama dibangun di Quba pada sebuah
tanah yang dibeli oleh Nabi dari dua anak yatim, yakni Sahl dan Suhail yang merupakan anak
dari Nafi bin Umar bin Tsa'labah dari Bani Najjar dan diasuh oleh As'ad bin Zurarah.
Sebelumnya, di pekarangan tanah tersebut terda- pat pohon kurma dan pemakaman tua yang
kemudian ditebang dan dipindahkan sebagaimana perintah Rasulullah untuk keperluan
pembangunan masjid. Pohon kurma kemudian ditanam kembali ber-jajar mengarah ke
Baitulmaqdis sebagai arah kiblat pertama dalam salat. Selanjutnya, Ka'bah yang terdapat di
Kota Makkah menjadi arah kiblat umat Islam dalam melaksanakan ibadah salat. Spirit mem
bangun Masjid Quba didasarı takwa dan keinginan menyucikan diri sebagaimana yang
diungkapkan dalam ayat Al-Qur'an berikut.

ِ ‫ّللا يُح‬
‫ب‬ َِ ُ‫ق أ َ ْنِ تَق‬
َُِّ ‫وم فيه فيهِ رجالِ يُحبون أن يتط َّه ُروا َو‬ ِ ‫ل َي ْو ِم أ َ َح‬
ِ ‫ال هلل فيه ابنا المسجد أنس على التقوى من َّأو‬
) ۱۰۸( َِ‫طهرين‬ َ ‫ْال ُم‬

"Janganlah engkau melaksanakan salat di dalamnya (masjid itu selama lamanya. Sungguh,
masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari perta ma lebih berhak engkau melaksanakan
salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah
menyukai orang-orang yang membersihkan diri." (Q.S. At-Taubah [9]: 108)

Selain membangun Masjid Quba, Nabi dan beberapa sahabat- nya juga membangun Masjid
Nabawi yang pada masa itu memiliki beberapa fungsi, yakni 1) sebagai tempat Rasulullah
menyampaikan wahyu, nasihat, larangan, anjuran, dan tuntunan Islam; 2) sebagai tempat
bermusyawah guna mencari solusi dari persoalan yang dihadapi bersama; 3) sebagai tempat

8
konsolidasi mempersiapkan pertahanan dari serangan lawan; dan 4) sebagai tempat para
sahabat mendiskusi- kan urusan bisnis dan perniagaan di antara mereka.

Berdirinya masjid tersebut bukan saja merupakan tonggak berdirinya masyarakat Islam,
melainkan juga merupakan titik awal pem- bangunan kota. Jalan-jalan raya di sekitar masjid
dengan sendirinya tertata rapi sehingga lama-kelamaan tempat itu menjadi pusat kota, pusat
perdagangan, serta pemukiman. Nabi sendiri sangat besar perhatiannya terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan pembangunan sarana, seperti jalan dan jembatan. Beliau bersama-
sama dengan umat Islam membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan antara satu
lembah dengan lembah lain sehingga masyarakat setempat dapat berhubungan dengan
masyarakat lainnya. Ramainya pembangunan di Kota Madinah menyebabkan masyarakat yang
berasal dari wilayah lain berdatangan ke kota baru ını, baik untuk bertujuan perdagangan
maupun tujuan-tujuan lainnya. Hal ini menyebabkan Madinah men jadi kota terbesar di
Jazirah Arab ketika itu

Studi Islam pada masa Rasulullah ini juga ditandai dengan ter jadinya transformasi ilmu yang
dilakukan melalui tradisi lisan dan to lisan Rasulullah sa telah meletakkan cıkal bakal
pengembangan studi Islam, terutama pada tafsir dan usul fikih. Hadis adalah penafsiran
Rasulullah terhadap Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat metode penetapan hukum Kajian
awal fase Makkah menitikberatkan pada masalah-masalah yang memperkuat ketakwaan dan
keimanan kepada Allah, sedangkan periode berikutnya, fase Madinah, lebih ditekan kan pada
penataan sistem sosial masyarakat

b. Studi Islam Setelah Rasulullah Wafat

Setelah Rasulullah wafat, wilayah kekuasaan Islam terus bertambah luas dan pusat-pusat studi
Islam juga bertambah banyak. Pusat-pusat studi Islam klasik berada di Makkah, Madinah
(Hijaz), Basrah, Kufah (Irak), Damaskus, Palestina (Syami, dan Fistat (Mesiri Madrasah Mak kah
dipelopori oleh Muadz bin Jabal yang memiliki keistimewaan dalam bidang fikih dan hukum.

Madrasah Madinah dipelopori oleh Abu Bakar al-Shiddiq Umar bin Khattab, dan Usman bin
Affan Abu Bakar al-Shid diq dikenal sahabat dekat Nabi yang menghafal seluruh isi Al- Qur'an
dan memiliki pemahaman yang baik tentang Al-Qur'an. Umar bin Khattab dikenal orang
pertama yang mengusulkan pembuku- an Al-Qur'an. Umar juga menjadikan Madinah sebagai
pusat kajian Al-Qur'an dan fikih. Usman bin Affan adalah orang pertama yang memperluas
Masjidilharam dan Masjid Nabawi, membangun pang- kalan angkatan laut, membangun
gedung peradilan, dan meriwayat- kan 146 hadis darı Rasululla Madrasah Basrah dipelopori
oleh Abu Musa al-Asyari dem Anas bin Malik. Abu Musa dikenal sebagai pakar Al-Quran yang
menghafal, memahami, mendalami, dan mengamalkan kandungan Al-Qur'an. Anas bin Malik

9
dikenal sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, yakni sebanyak 2.286 hadis yang
diriwayatkan Anas bin Malik.

Madrasah Kufah (Irak) dipelopori oleh Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas'ud. Ali bin Abi
Thalib termasuk penulis wahvu yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya.
Abdullah bin Mas'ud ditunjuk bertugas di Kufah oleh Khalifah Umar bin Khattab untuk
mengajar tentang Al-Quran dan ajaran Islam. Oleh karena itu. Abdullah bin Mas'ud dikenal
sebagai pakar tafsir Al-Qur'an dan meriwayatkan 840 hadis.

Madrasah Damaskus (Syria) dipelopori oleh Abu Darda Pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Khattab, Abu Darda di- tunjuk mengajar Al-Qur'an dan ajaran Islam di Masjid
Damaskus. Se- dangkan Madrasah Fistat (Mesir) dipelopori oleh Abdullah bin Amr bin 'Ash.

Masa ini ditandai dengan mulai munculnya tradisi literasi Al- Qur'an, dimulai dari masa
khulafaurasyidin yang melakukan pengum- pulan dan penulisan Al-Qur'an. Pada masa Dinasti
Umayyah, hadis juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah kitab. Para pakar hadis
menyusun kriteria ilmiah bagi hadis yang ditinjau dari kuantitas perawi, yakni mutawatir dan
ahad. Hadis ditinjau dari kualitas sanad dan matan dengan kategori sahih, hasan, dan daif. Lalu
mulai labırlah pusat-pusat kajian intelektual Islam, seperti Hijaz di Makkah dan Ma dinah, Iraq
di Kufah dan Basrah, dan Syria. Perkembangan studi Islar mencapai puncaknya pada masa
Dinasti Abbasiyah dan Umayvah Am dalusia H. PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI BARAT

c. Kontak Islam dengan Barat

Pada masa Dinasti Abbasiyah, perpustakaan yang dirintis Harun al- Rasyid kemudian
dikembangkan pada masa pemerintahan al-Ma'mun dan terjadi gerakan penerjemahan buku-
buku Yunani, Persia, dan In- dia ke dalam bahasa Arab secara besar-besaran. Gerakan
intelektual ini menimbulkan adanya kreasi, adaptasi, dan inovasi ilmu pengeta- huan dari
peradaban Barat ke dunia Islam. Kebudayaan Islam menjadi jembatan ilmiah antara
kebudayaan Yunani kuno dengan peradaban ilmu pengetahuan dan sains modern. Bahkan,
Dinasti Umayyah yang berpusat di Cordova menjadi media transformasi ilmu pengetahuan
dan sains dari Islam ke Eropa. Maka pantas saja kalau terdapat sejum- lah ilmuwan Eropa yang
belajar ilmu pengetahuan di Cordova.

Filosof Pemikir Islam yang meninggalkan jejak paling penting pada studi Islam dan teologi di
Barat adalah Ibnu Rusyd. Komentar-komentarnya atas Aristoteles yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin telah menimbulkan kegaduhan intelektual pada kelompok-ke lompok
kajian filsafat dan teologi di sana. Banyak teolog yang dikenal sebagai pengikut Averroisme

10
Latin dengan Siger de Brabant (wafat tahun 1281) sebagai pemimpinnya menemukan adanya
prinsip kebe- naran ganda pada pemikir Arab ini, yakni suatu proposisi bisa saja benar dalam
filsafat, tetapi tidak benar dalam teologi, dan begitu seba- liknya. Ajaran ini membantu mereka
memecahkan persoalan perenial mengenai konflik filsafat dan teologi, akal, dan iman.
Gerakan Aver- roisme Latin lainnya yang diketuai oleh St. Thomas Aquinas (wafat tahun 1274)
menolak sejumlah proposisi Ibnu Rusyd dengan berbagai alasan. Namun, terjemahan-
terjemahan Latin atas karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan filosof-filosof muslim lainnya tetap
menjadi alat untuk membangkitkan kembali studi Aristotelianisme yang telah terlupakan sejak
era Boethius (wafat tahun 525).

Pada tataran teologis, pengaruh kalam memang agak terbatas. Se- jumlah teolog Skolastik,
seperti Raymond Martin (wafat tahun 1286) dan Raymond Lull (wafat tahun 1315), mengaku
bahagia berkenalan dengan teologi Islam. Namun, perhatian mereka sebenarnya lebih fokus
pada hal-hal yang bersifat polemis seperti yang diilustrasikan oleh karya Raymond Martin dan
Pugio Fidei. Teolog Skolastik yang pengetahuannya tentang kalam lebih mendalam adalah St.
Thomas Aquinas yang umumnya dipandang sebagai teolog Katolik terbesar sepanjang masa .
Dengan merujuk pada kesimpulan Maimonides ten- tang proposisi-proposisi kalam dalam
karyanya Guide of the Perplexed, semula ditulis dalam bahasa Arab dan dikenal dalam bahasa
Latin se- bagai Dux Perplexorum.24

d.Studi Islam di Barat

Kajian Barat terhadap studi Islam memunculkan istilah orientalisme. yaitu kajian tentang
ketimuran. Kajian awal orientalisme yang dise lenggarakan di perguruan tinggi di Barat
memandang umat Islam se-bagai bangsa terbelakang dan primitif. Kajiannya difokuskan pada
Al- Qur'an dan pribadi Nabi Muhammad yang hasilnya menyudutkan ajaran dan umat Islam.
Pendekatan yang digunakan para orientalis bersifat lahiriah semata. Agama Islam hanya
dipandang dari sisi luar- nya saja menurut sudut pandang Barat. Namun, generasi belakangan
dari para orientalis lebih objektif dan ilmiah dalam mempelajari Islam, seperti Julius Germanus
yang dikenal orientalis pembela Islam. Pada tahun 1912 Masehi, Julius diangkat sebagai
profesor bahasa Arab, Per- sia, dan Turki di Hungarian Royal Academy di Budapest. Selain
Julius, terdapat tokoh lainnya, yaitu Louis Massignon, W. Montgomery Watt, dan Wilfred
Cantwell Smith.

Saat ini, hampir semua universitas terkemuka di wilayah Amerika Utara dan Eropa Barat mulai
memperkenalkan studi Islam, walaupun di antara mereka ada yang lebih tertarik
menggunakan istilah Middle Eastern studies yang di dalamnya terdapat studi keislaman.
Mereka mengkaji Islam karena Islam dipandang sebagai fenomena budaya dan fenomena
sejarah. Untuk itu, Islam menjadi objek kajian ilmiah yang dapat dipelajari oleh siapa saja,
sekalipun bukan orang Islam. Oleh karena itu, banyak buku tentang Islam yang ditulis oleh

11
para ilmuwar Barat yang secara akademis memiliki kualitas validitas tinggi. Stud Islam menjadi
salah satu kajian yang dibuka di universitas Barat de ngan sarana dan fasilitas pendukung yang
memadai dan lengkap. Per dekatan yang digunakan di antaranya filosofi, teologi, filologi, antre
pologi, psikologi, sejarah, sosiologi, komunikasi, dan sebagainya.2.

4.Perkembangan islam di Indonesia

Sebelum Kemerdekaan (Abad ke-16 hingga 19 M)

Pada kurun abad ke-16 hingga abad ke-17. studi Islam ditandai de ngan banyak sekali
bermunculan tulisan-tulisan para cendekiawan Is lam di Indonesia. Majid Fakhry menjelaskan
bahwa dunia Islam dike jutkan dengan banyaknya tulisan tentang fikih, teologi, dan tasawuf
vang bermunculan di daerah Melayu. Karya-karya Hamzah Fansuri Nuruddin al-Raniri,
Syamsuddin al-Sumathrani, dan Abdur Rauf al- Singkeli pantas untuk diapresiasi dan
disejajarkan dengan pemikir- pemikir besar Islam lainnya. Ilmuwan terkenal pertama di
Indonesia adalah Hamzah Fansuri, seorang tokoh sufi terkemuka yang berasal dari Fansur
(Barus), Sumatera Utara. Karyanya yang terkenal berjudul Asrarul Arifin fi Bayan ila Sulük wa
al-Tauhid merupakan suatu uraian singkat tentang sifat-sifat dan inti ilmu kalam menurut
teologi Islam. Karyanya yang bersifat mistik adalah Syair Perahu. Karya-karya lain- nya di
antaranya adalah Syair Burung Pingai, Syair Dagang. Svair Jawi, dan Syarab al-Asyikin.
Pemikiran tasawufnya dipengaruhi oleh pema- haman wahdat al-wujüd Ibnu Arabi dan juga
pemikiran tasawuf al- Hallaj.

Ulama lainnya yang banyak menulis buku adalah Nuruddin al- Raniri yang berasal dari India
dan keturunan Arab Quraisy Hadra- maut. Dia tiba di Aceh pada tahun 1637 Al-Raniri dikenal
sebagai orang yang sangat giat membela ajaran ahlusunah waljamaah. Karva- nya yang sudah
diketahui berjumlah 29 buah vang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fikih,
hadis, akidah, sejarah, tasa- wuf, dan sekte-sekte agama. Penulis lainnya yang juga berasal dari
Ke- rajaan Aceh adalah Abdurrauf Singkel yang mendalami ilmu penge- tahuan Islam di
Makkah dan Madinah. Dia menghidupkan kembali ajaran tasawuf yang sebelumnya
dikembangkan oleh Hamzah Fansuri melalui tarekat Syattariah yang diajarkannya, walaupun
dengan ung- kapan dan metafora yang berbeda Nuruddin al-Raniri adalah sufi yang pernah
menjabat syekh al Islam atau mufti di Kerajaan Aceh pada zaman Sultan Iskandar Tsanı dan
Sultanah Shafiatu al-Din. Dia tinggal menetap di Aceh selama tujuh tahun (1637-1644) sebagai
alim, mufti, dan penulis produktif yang menentang doktrin wujudiyyah. Dia mengeluarkan
fatwa untuk memburu orang yang dianggap sesat, membunuh orang yang menolak bertobat
dari kesesatan, serta membakar buku-buku yang berisi ajaran sesat. Sekitar tahun 1054
H/1644 M, al-Raniri meninggalkan Aceh dan kembali ke Ranir karena mendapatkan serangan
balik dari lawan- lawan polemiknya yang tajam dari murid Syamsuddin yang dituduh
menganut paham panteisme. Sebagaimana yang sudah disampaikan di atas bahwa al-Raniri

12
memiliki banyak keahlian sebagai sufi, teolog, ahli fikih, ahli hadis, sejarawan, ahli
perbandingan, dan politisi. Dia seorang khalifah tarekat Rifa'iyyah dan menyebarkan ajaran
tarekat inı ke wilayah Melayu. Di samping itu, dia juga menganut tarekat Aydarusiyyah dan
Qadiriyyah. Dia banyak menulis masalah kalam dan tasawuf, menganut aliran Asy'ariyah, dan
menganut paham wahdat al- wujud yang moderat.

Pada abad ke-17 hingga 18 Masehi, Kesultanan Palembang Darus- salam mencapai masa
puncak keemasannya dan menjadi salah satu dari empat pusat pengkajian Islam terbesar di
Nusantara setelah Aceh mengalami kemunduran pada akhir abad ke-17 dan Palembang
mengambil alih sebagai pusat studi Islam sekitar tahun 1750-1820. lalu masing-masing
berpindah ke Banjarmasin dan Padang." Pada era ini, lahirlah Abdul Shamad al-Palimbani yang
merupakan putra Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahab bin Syekh Ahmad al-Mahdani dari
Yaman, seorang Arab yang setelah tahun 1112 H/1700 M diangkat menjadi mufti Negeri Kedah
dengan istrinya, Radin Ranti, di Palem bang. Al-Palimbanı lahir di Palembang sekitar tiga atau
empat tahun setelah tahun 1112 H Al-Palımbanı dalam kitabnya. Sair al Salikin yang baru
ditulisnya tahun 1192 H/1779 M, yakni ketika dia berusia sekitar 75 tahun, menyebut nama-
nama ulama Islam, seperti Syam- suddin al-Sumatrani dan Syekh Abdur Rauf al-Singkel dengan
nama- nama kitabnya. Sepertinya, kitab-kitab para sufi Aceh itu telah dipela- jarinya sebelum
dia meneruskan studinya ke Makkah, tetapi tidak ada informasi berapa lama dia belajar di
Masjidilharam Tampaknya, waktu dia menulis karya terbesarnya Sair al-Salikin, dia telah
termasuk golongan mampu di negeri itu yang setiap musim panas beristirahat di Taif, sebuah
kota kecil di sebelah tenggara Makkah yang suhunya kurang nyaman. Oleh karena itu, jilid
pertama dan ketiga dari kitab tersebut diselesaikan di Makkah, sedangkan jilid kedua dan
keempat diselesaikan di Taif. Namun sampai sekarang belum diperoleh kete- rangan yang pasti
apakah al-Palimbani meninggalkan keturunan di Makkah, dan tidak terdapat pula keterangan
tentang letak kuburan- nya, apakah di Hijaz atau di Palembang.

Sedangkan pada permulaan abad ke-20, studi Islam dilakukan dan dikembangkan di antaranya
oleh Muhammadiyah yang berdiri tahun 1912. Steenbrink mengungkapkan bahwa selain
mendirikan se- kolah yang mengikuti model gubernemen (pemerintah), Muhammadi- yah
juga mendirikan sekolah yang bersifat agama. Sekolah agama model Muhammadiyah, seperti
Madrasah Diniyah di Minangkabau, dimaksudkan untuk mengganti dan memperbaiki
pengajian Al- Qur'an tradisional. Sekolah agama model Muhammadiyah ini umum- nya dibuka
pada siang atau sore hari sebagai tambahan pendidikan gubernemen pagi harinya."

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan tahun 1926. NU memiliki sistem pesantren, NU juga membuka
madrasah dengan sistem klasikal dan memasukkan pelajaran umum. Persatuan Umat Islam
(PUI) pimpin- an K.H. Abdul Halim Majalengka membuat madrasah dengan model santri
asrama. Al-Jamiatul Washliyah didirikan tahun 1930 d sistem sekolah gubernemen
(pemerintah) yang mengajarkan pria an agama dan sistem madrasah yang memasukkan
pelajaran um Berbagai madrasah tersebut bertujuan untuk memberikan penge huan agama

13
bagi para generasi Islam. Sejumlah materi pelajaran madrasah-madrasah tersebut lebih
banyak muatan agamanya de pada pelajaran umum. Madrasah-madrasah ini difungsikan sebu
transfer pengetahuan agama sekaligus internalisası nilai-nilai mong dan norma-norma agama.

e. Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Kementerian Agama Republik


Indonesia, persoalan pendidikan agama Islammulai memperoleh perhatian lebih serius.
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada bulan Desember 1945 menganjurkan agar
pendidikan madrasah diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah memberikan bantuan
kepada madrasah. Kementerian Agama Republik Indonesia dengan segera membentuk seksi
khusus yang bertugamenyusun pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen
untukmengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Kementerian AgamaRepublik
Indonesia mengadakan latihan untuk 90 guru agama yang45 orang di antaranya kemudian
diangkat sebagai guru agama. Padatahun 1948, didirikan sekolah guru dan hakim di Solo
Universitas Islam Indonesia (UII) adalah perguruan tinggi Islam pertama yang memiliki
fakultas-fakultas nonagama sehingga dapat memberi contoh tentang perkembangan
universitas-universitas Islam di Indonesia." Universitas Islam Indonesia didirikan pada tanggal
Rajab 1364 H/8 Juli 1945 M dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STU di Jakarta. STI adalah cita-
cita mulia tokoh-tokoh nasional Indonesia yang menyaksikan kenyataan bahwa saat itu
pendidikan tinggi yang berlangsung adalah milik pemerintah kolonial Belanda. STI lahir un tuk
menjadi bukti adanya kesadaran berpendidikan pada masyarakat pribumi."

Universitas Islam Indonesia (UII) bermula di awal tahun 1945. saat Masyumi memutuskan
untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta Panitia persiapan di bawah pimpinan
Mohammad Hatta. wakil presiden RI pertama, mengerjakan rencana pelaksanaannya. Pa- da
mulanya, lembaga ini didirikan untuk melatih ulama-ulama yang berpendidikan baik atas
tuntutan masyarakat. Studi di lembaga ini. pada awalnya berlangsung selama dua tahun
sampai mencapai gelar sarjana. Adapun kurikulumya mengikuti Fakultas Teologi tingkat tinggi)
Universitas Al-Azhar Kairo, yang dirancang tahun 1936. Per- guruan tinggi Islam yang khusus
terdiri dari fakultas-fakultas keaga- maan mulai mendapat perhatian kementrian agama pada
tahun 1950 Pada tanggal 12 Agustus 1950, Fakultas Agama di UII dipisahkan dan diambil alih
oleh pemerintah, dan pada tanggal 26 September 1951, secara resmi dibuka perguruan tinggi
baru dengan nama Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di bawah pengawasan
kemente- rian agama. Pada tahun 1957, didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di
Jakarta. Akademi ini dimaksudkan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas
dalam pemerintahan dan untuk peng- ajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960. PTAIN dan
ADIA disatu- kan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang juga berada di bawah
kementerian agama.

14
Kemudian, dalam perjalanannya, beberapa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) berkembang
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), di antaranya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2002),
UIN Sunan Ka lijaga Yogyakarta (2004), UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (2004), UIN Sunan
Gunung Djati Bandung (2005), UIN Alauddin Makassar (2005), UIN Sultan Syarif Kasim
Pekanbaru (2005), UIN Ar-Raniry Banda Aceh (2013), UIN Sunan Ampel Surabaya (2013), UIN
Raden Fatah Palembang (2014), dan lain-lain.

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi menjadi UIN Syarif Hida- yatullah Jakarta dengan
Keputusan Presiden No. 031 pada tanggal 20 Mei 2002. Keputusan tersebut menjadi landasan
legalitas IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidaya- tullah
Jakarta yang saat itu terdiri dari sembilan fakultas, yaitu Fakul tas Tarbiyah dan Keguruan,
Fakultas Adab dan Humaniora, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Fakultas Syariat dan Hukum,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas Psiko- logi, Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial, dan Fakultas Sains dan Tek- nologi. Dengan demikian, jumlah jurusan
bertambah menjadi 41. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi kampus yang pertama mela-
kukan transformasi dari IAIN menjadi UIN. Setelah dua tahun, baru- lah kampus-kampus lain
mengikuti langkah UIN Syarif Hidayatullah, yakni bertransformasi menjadi Universitas Islam
Negeri (UIN).

15
BAB III
KESIMPULAN

Studi Islam pada dasarnya telah dimulai sejak masa pembentukan pribadi Nabi
Muhammad SAW dalam menyampaikan misi dakwah, memperkenalkan dasar-dasar
tauhid dan akhlak kepada manusia. Amanah pendidikan yang di embannya diteruskan
walaupun mendapat berbagai penentangan kaum Quraish, sampai akhirnya harus hijrah
ke Madinah. Corak pendidikan di Madinah lebih ditekankan pada pembinaan sosial
dalam arti yang luas dan cara berpolitik secara Islami.

Pendidikan Islam pada zaman Raulullah SAW dan Khulafaurra- syidin


dilaksanakan di masjid-masjid. Lembaga pendidikan dan peng- ajaran pada saat itu
dinamakan Kuttab, disamping masjid, rumah, istana, dan perpustakaan. Kuttab adalah
suatu lembaga pengajaran yang khusus sebagai tempat belajar membaca dan menulis.
Pada mulanya guru-guru kuttah tersebut adalah orang-orang non-Muslim, terutama
orang-orang Kristen dan Yahudi. Oleh karenanya pada awal Islam, kuttab dijadikan
tempat belajar membaca dan menulis saja, sedangkan pengajaran Al-Qur'an dan dasar-
dasar agama diberikan di masjid oleh guru-guru khusus. Kemudian untuk kepentingan
pengajaran menulis dan membaca bagi anak-anak, yang sekaligus juga memberikan
pelajaran Al-Qur'an dan dasar-dasar agama, diselenggarakan kuttab- kuttab yang
terpisah dari masjid. 56

Madrasah telah ada pada zaman klasik. Madrasah di Mekah dipe- lopori oleh
Mu'adz bin Jabal, madrasah Madinah dipelopori oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Madrasah Fistat di Mesir dipelopori oleh Abbdullah bin Amru bin 'Ash. Pada zaman
kerajaan Islam studi Islam dipusatkan di ibukota negara, yaitu Baghdad. Di Istana Dinasti
Bani Abbas pada zaman Al-Makmun (813-833 M), putra Harun Ar-Rasyid, mendirikan
Bait al-Hikmah, yang dipelopori oleh khalifah sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dengan fungsi ganda yaitu sebagai pusat perpustakaan serta sebagai
lembaga pendidikan (Madrasah),57
Di samping itu, di Eropa terdapat Universitas Cordova yang didiri- kan oleh Abdurrahman
III (929-961 M) sebagai pusat kebudayaan yang megah pada masa Dinasti Ummayyah di
Spanyol.
Studi Islam sekarang ini berkembang hampir di seluruh negara di du- nia, baik di dunia
Islam maupun non negara Islam. Dalam dunia Islam telah terdapat pusat-pusat studi
Islam, seperti Universitas Al-Azhar di Mesir, Uni- versitas Ummul Qura di Arab Saudi,
Universitas Damaskus di Syiria dan Universitas Taheran di Iran. Di universitas ini, studi
Islam dilakukan dalam satu fakultas yang disebut Fakultas Agama (Kulliyat Illahiyyat).

berapa negara, antara lain di India, Chicago, London dan Amerika. Di India terdapat
Aligarch University, pada universitas ini studi Islam dibagi dua. Pertama Islam sebagai
doktrin di kaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan

16
Mazhab Ahli Sunnah dan Jurus- an Mazhab Syi'ah. Kedua, Islam dari aspek sejarah dikaji
pada Fakultas Humaniora dalam Jurusan Islamic Studies, 58

Di Chicago, kajian Islam diselenggarakan di Chicago University.. Studi Islam di Universitas


ini lebih mengutamakan kajian tentang pe- mikiran Islam, bahasa Arab, naskah-naskah
klasik, dan bahasa-bahasa Islam non-Arab. Di London, studi Islam digabungkan dalam
School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang
memiliki berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan di Asia dan Afrika.50 Di Amerika
terdapat University of California Los Angeles (UCLA). Stu- di Islam pada universitas ini
dibagi menjadi empat komponen. Perta- ma, doktrin dan sejarah Islam; kedua, bahasa
Arab; ketiga, bahasa-ba- hasa non-Arab; dan keempat, ilmu-ilmu sosial, sejarah dan
sosiologi.

Di Indonesia, studi Islam (pendidikan Islam tinggi) dilaksanakan di 14 Institut Agama


Islam Negeri (IAIN). Secara berurutan pendirian IAIN- IAIN itu adalah sebagai berikut:
IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1960), IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1963), IAIN Ar-
Raniry, Banda Aceh (1963), IAIN Raden Fatah, Palembang (1964), IAIN Antasari,
Banjarmasin (1964), IAIN Sunan Ampel, Surabaya (1965), IAIN Alauddin, Ujung Pandang
(1965), IAIN Imam Bonjol, Padang (1966), IAIN Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi (1967),
IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung (1968), IAIN Raden Intan Tanjung Karang, (Bandar
Lampung) (1968), IAIN Walisongo, Semarang (1970), IAIN Sultan Syarif Qosim,
Pekanbaru (1970), dan terakhir IAIN Sumatera Utara, Medan (1973). Jumlah fakultas
seluruhnya ketika pada pembentukan-pembentukan itu adalah 84 buah termasuk 32
fakultas cabang.

17
DAFTAR PUSTAKA
 Metodologi studi islam (Atang abd.Hakim,jaih mubarok dr rosda)

 Handbook Metodologi islam (Prof.dr.k.h.saidurrahman,m.ag.)

 Metodologi Studi Islam (Dr.Nuraida,m.ag.Muslimin ,M.kom.I)

18

Anda mungkin juga menyukai