Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

METODOLOGI STUDI ISLAM


“STUDI ISLAM KAWASAN”

Disusun Oleh :
Kelompok I

1. Fawaz Tantommy Harahap (2110102030)


2. Dion (2110102014)
3. Aura Sabrina Kusuma (2110102023)
4. Nazifa Ulfa Septiani (2110102017)

Dosen Pengampu :

Yudy Hudaeby, S.Pd.I., M.Pd

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) KERINCI

1
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. atas rahmat dan karunia-
nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini pada mata kuliah “Metodologi
Studi Islam” yang berjudul : “Studi islam kawasan”.

Sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah
membimbing umat manusia dari kejahilan kepada alam kebenaran, dan Semoga isi dan makna
yang terkandung dalam Makalah ini dapat membantu proses perkuliahan kita pada mata kuliah
ini.

Dan juga dalam menyelesaikan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing atau dosen yang mengajar mata kuliah , karena berkat bimbingan beliau lah
penulis bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Studi islam kawasan”

Demikian lah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis juga menyadari bahwa Makalah ini tidak luput dari segala kekurangan, untuk itu kritik
dan saran dari Dosen Pembimbing demi kesempurnaaan Makalah ini dan menjadi pedoman
selanjutnya bagi penulis.

Sungai Penuh, 21 September 2021


Penulis,

Kelompok 1
Daftar Isi

KATA PENGANTAR....................................................................................................................................... 3
Daftar Isi...................................................................................................................................................... 4
BAB I......................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN......................................................................................................................5
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................... 5
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................5
C. TUJUAN 5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................ 6
A. PENGERTIAN DAN ASAL-USUL STUDI ISLAM....................................................6
B. ORIENTALISME DAN OKSDIDENTALISME........................................................................8
C. ISLAM DI TIMUR DAN BARAT..........................................................................................8
D.PROMBLEM DAN PROSPEK PENDEKATAN STUDI ISLAM......................................................9
BAB III....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Satu hal yang sangat menarik seperti apa yang digambarkan selama ini, yakni Islam memiliki
karekteristik global, bisa diterima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi yang lain,
saat ia memasuki berbagai kawasan wilayah, karekteristik global seolah-olah hilang melebur
ke dalam berbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Satu kecenderungan dimana biasa Islam
mengadaptasi terhadap kepentingan mereka.

Persoalannya adalah apakah fenomena seperti ini bisa dipandang sebagai


sebuahkeberhasilan Islam dalam menembus medan dakwah hingga bisa diterima dalam
berbagai lapisan masyarakat lokal, sekalipun warna dan ciri keglobalannya sedikit pudar atau
fenomena seperti ini justru sebagai sebuah reduksi terhadap universalitas Islam, di mana
lokalisme mampu “menjinakkan” universalitas Islam sebagai satu kekuatan global.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan bagaimana asal-usul Studi Kawasan Islam ?
2. Apa pengertian Orientalisme?
3. Apa pengertian Oksidentalisme?
4. Apa maksud Dunia Islam sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat?
5. Apa saja Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam ?

C.Tujuan
1.untuk mengetahui pemgertian dan asal-usul dari studi kawasam islam.
2.untuk mengetahui tentang orientalisme dan oksidentalisme.
3.untuk mengetahui maksud dunia islam timur dan barat
4.untuk mengetahui problem dan prospek pendekatan studi islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Asal Usul Studi Kawasan Islam

Secara Etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam kajian Islam di
Barat disebut Islamic Studies secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keislaman. Secara terminologis adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk
mengetahui, memakai dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan
agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya dalam
kehidupan.

Pengertian Studi Kawasan Islam adalah kajiaan yang tampaknya bisa menjelaskan
bagaimana situasi sekarang ini terjadi, karena, fokus materi kajiannya tentang berbagai area
mengenai kawasan dunia Islam dan lingkup pranata yang ada dicoba diurai didalamnya. Mulai
dari pertumbuhan, perkembangan, serta ciri-ciri karekteristik sosial budaya yang ada
didalamnya, termasuk juga tentang faktor-faktor pendukung bagi munculnya berbagai ciri
dan karakter serta pertumbuhan kebudayaan dimasing-masing dunia kawasan Islam. Dengan
demikian, secara formal objek studinya harus meliputi aspek-aspek geografis, demografis,
historis, bahasa serta berbagai perkembangan sosial dan budaya, yang merupakan ciri-ciri
umum dari keseluruhan perkembangan yang ada pada setiap kawasan budaya.

Dalam sejarahnya, persoalan hubungan antar batas-batas wilayah sebuah negara


sebenarnya sudah sekian lama telah menjadi perhatian para ahli kegenaraan sejak jaman
Yunani sekitar tahun 450-an SM. Ptolemy, Thucydidas,e Hecataeus, dan Herodotus
merupakan sejarawan Yunani yang cukup intens dengan kajian-kajian wilayah yang ia kenal,
baik melalui cerita orang maupun dari hasil pengamatan terhadap wilayah-wilayah yang ia
kunjungi. Mereka selain seorang sejarawan juga seorang pengelana.1.300 tahun kemudian,
Kaum Muslimin memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengembangkan studi kawasan
ini dengan berbagai corak yang ragam yang lebih dinamis lagi. Karya-karya mereka telah
melampaui sejarawan Yunani, di mana pembahasannya bukan lagi berbicara tentang realits
sejarah, tetapi lebih maju lagi yakni bagaimana cara-cara menanganinya. Munculnya berbagai
karya sejarah dengan tema-tema kajian wilayah dimulai dari awal penciptaan sampai mulai
dihuni umat manusia, merupakan kajian-kajian yang sangat populer dan hampir bisa
ditemukan dalam karya-karya sejarah klasik Islam. Sekalipun kajian geografi sebagai disiplin
ilmu agak berbeda dengan sejarah, namun dikalangan sejarawan muslim hal ini tidak bisa
dipisahkan begitu saja, karena objek pembahasan antara keduanya saling melengkapi. Karena
kajian sejarah, sangat membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu sebagai aktivitas
pelakunya. Oleh karena itu,karya-karya tentang geografi dan sejarah telah menjadi bagian
penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi Islam secara umum.

Karya al-Baladzuri, Futuh al-Buldan wa Ahkamuha merupakan kajian sejarah yang sangat
mementingkaan tinjauan wilayah Baladzuri wafat tahun 892 M, semasa hidupnya ia menjadi
penasihat para Khalifan Abbasiyah, Al-Mutawakkil ‘Alallah dan Al-Musta’in Billah, bahkan ia
mendidik Al-Mu’taz. Karya monumental ini merekam seluruh proses penaklukan dan
bagaimana penanganan terhadap wilayah-wilayah baru kaum muslimin, seperti Syam, Irak,
Mesir, Maroko, Armenia, serta wilayah-wilayah Persia lainnya. Secara metodologis dia tidak
hanya mengandalalkan fakta tulis atau riwayat pengalaman pelaku, tetapi ia juga berhasil
melihat dimana wilayah-wilayah yang dijelaskannya hampir seluruhnya sudah ia kunjungi.

Al-Ya’qubi seagai Pegawai di kekhalifahan Abbasiah dan diperkirakan meninggal tahun


292 H, telah menulis karya al-Buldan (jama’ dari balad; negara-negara) membicarakan bukan
hanya cara-cara penaklukkan dan penanganan wilayah-wilayah Islam, tetapi juga berbaai
potensi sumber daya alam dan ekonomi tiap-tiap wilayah ia gambarkan secara jelas. Sebagai
penulis ia telah mengunjungi semananjung India, Arab, Syam, Palestina, Libya, Aljazair, dan
Sebagainya. Ia mencari sumber-sumber otoritatif dalam aspek-aspek geografi wilayah-
wilayah Islam. Sebagai seorang pengelana dan Sejarawan ia telah mengunjungi dan
mengamati lebih dari 70 kota dan wilayah Islam baik di Afrika Utara, Asia maupun Spanyol.

Al-mas’udy, penulis Maruj al-Dzahab ini mengawali pengetahuaan tentang heografi dan
sejarah dari hasil pengembaraan nya ke berbagai wilayah, bailk wilayah muslim maupun
wilayah non muslim, ia banyak menerima berbagai informasi sehingga penjelasannya tentang
keberadaan dan sejarah wilayah sangat kaya. Ia sangat menguasai adat istiadat dan
pembangunan, pola kehidupan setiap masyarakat yang dikunjunginya, termasuk bahasa dan
punya keakraban dengan tokoh lokal. Karya ini ditulis tauhun 947 M, ia meninggal tahun 956
M di Fusthath.

Al-Birruny, penulis kitab al-Hind merupakan sejarawan yang ahli dalam kajian wilayah
India. Bukan hanya sebagai sejarawan tetapi ia juga ahli dalam penelitian dan observasi dalam
ilmu- ilmu lainnya. Sebagai seoarang penasihat dinasti Ghaznawy, Sultan Mahmud Ghazna ia
bekerja bukan hanya untuk kepentingan pemerintahan, tetapi juga menjelaskan secara
objektif keberadaan wilayah, keagamaan, mentalitas penduduk, pemeikiran India dan
bagaimana semestinya harus ditangani oleh para penguasa muslim. Kitab al-Hind ini ditulis
tahun 1017 M.

B. ORIENTALISME DAN OKSDIDENTALISME

a. Orientalisme.
Oriental artinya ‘timur’. Orientalisme adalah paham mengenai masalah-masalah Timur,
khususnya tentang negeri Arab dan Islam. Kaum orientalis adalah para terpelajar yang
menjadikan “agama islam, kebudayaan Islam, negeri dan bahasa Arab” sebagai objek
materi studi mereka. Lawan dari orientalisme adalah occidentalisme, yaitu penelitiandan
pengertian mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat.

Salah satu tujuan orientalis adalah mengkolonialisasi dunia Islam dari segala aspek, agama,
ekonomi, budaya dan kekuasaan.Orientalis dan tujuan Barat mempelajari islam, bukan
untuk mencari keimanan yang benar. Menurut Syamsuddin, ada empat alasan mengapa
Barat mempelajari Islam. Pertama, terpesona terhadap studi Islam (facsination), Kedua
ingin tahu (curiosity). Ketiga agama (missionary). Keempat karena God (tuhan/agama), gold
(kekayaan/imprealisme), dan glory (kekuasaan) atau sering diistilahkan 3G.

b. Oksdidentalisme

Lawan dari orientalisme adalah occidentalisme, yaitu penelitiandan pengertian


mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat. Jadi secara harfiah berarti hal-hal yang
berhubungan dengan barat, adalah kajian tentang Barat dari prespektif non-barat.
Kelahiran oksidentalisme emosional atas kesalahan-kesalahan dari Barat yang dialami
dunia Timur pada umumnya dan dunia islam khususnya. Barat dengan segala implikasinya
telah berjaya menguasai Timur. Penguasaan, atau lebih tepatnya kolonialisme Barat atas
Timur ini dalam perjalanan sejarahnya tidak bisa dipisahkan dari orientalisme. Dengan
demikian, terbentuknya oksidentalisme adalah sebagai upaya untuk mengikis serangan
Barat yang sudstrukturs semakin meluas wilayah jangkauannya.

C. ISLAM DI BARAT DAN TIMUR

Menurut Taufik Abdullah, agama sebagai sasaran kajian dapat di kategorikan menjadi
tiga, yakni agama sebagai doktrin, dinamika dan st masyarakat yang dibentuk oleh
agama,dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin. Kategori pertama mempersoalkan
substansi ajaran
agama.namun yang menjadi sasaran penelitian agama sebagai doktrin adalah pemahaman
agama terhadap doktrin-doktrin tersebut. Kategori kedua, meninjau agama dalam
kehidupan sosial dan dinamika sejarah. Sementara kategori ketiga merupakan usaha untuk
mengetahui corak penghadapan masyarakat terhadap simbol dan ajaran islam. Secara
terperinci dalam mempelajari agama, ada lima bentuk fenomena agama sebagai bentuk
kebudayaan yang perlu diperhatikan, lima ha tersebut adalah:

1. Naskah-naskah (scripture) atau simbol-simbol agama.


2. Sikap, perilaku,dan penghayatan para penganut tokoh-tokoh agama.
3. Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat agama, seperti shalat, haji, puasa,
zakat, nikah, dan lain sebagainya.
4. Alat-alat atau sarana peribadatan.
5. Lembaga atau organisasi keagamaan tempat para penganut agama bergumul
berperan.

a. Studi Islam di Barat

Ditinjau dari prespektif sejarah, studi yang dilakukan orang Indonesia di Barat
berlangsung cukup lama. Namun demikian fokus studi yang dilakukan belum menyentuh
secara menyeluruh dalam bidang kajian islam. Fokus kajian islam baru dilakukan setelah
Indonesia merdeka. Dan orang Indonesia pertama kali yang melakukan Studi Islam di Barat
adalah M. Rasijidi. Menteri pertama indonesia ini menanamkan program doctor di
universitas Sorbone, Perancis. Para alumni barat memiliki pengaruh dalam kontribusi besar
dalam Studi Islam di Indonesia.

b. Studi Islam di Timur

Hampir sama yang terjadi di Barat, studi islam di Timur Tengah juga bervariasi. Ini
merupakan hal yang wajar karena karakteristik studi Islam dipengaruhi oleh berbagai
faktor, misalnya kebijakan politik, dinamika sosial budaya latar belakang pemegang
kebijakan pendidikan perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya.

D. PROBLEM DAN PROSPEK PENDEKATAN STUDI ISLAM

Dalam dunia ilmu pengetahuan, menurut Parsudi Suparlan makna dari istilah
“pendekatan” adalah sama dengan “metodologi” yaitu “sudut pandang atau cara melihat
dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yangxx dikaji”. Adapun
yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat di dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata
mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma.
Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka
paradigmanya. Untuk dapat hidup dan berkembang serta lestari dalam masyarakat, agama
harus menjadi kebudayaan bagi masyarakat. Karena setiap masyarakat mememiliki
kebudayaan yang digunakan sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan hidupnya
guna kelangsungan hidupnya yang mencakup kebutuhan biologi, kebutuhan sosial dan
kebutuhan adab yang integratif. Jadi pendekatan studi area merupakan pendekatan yang
meliputi bidang kesejarahan, linguistik, dan semua cabang ilmu serta pengetahuan yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap
keadaan masyarakat di suatu wilayah atau kawasan. Problematika yang dihadapi pada
penelitian dengan menggunakan pendekatan studi area dalam Studi Islam dan Komunitas
Muslim., berbanding lurus besarnya dengan objek dan luas wilayah yang akan diselidiki.
Semakin kompleks objek yang menjadi sasaran penyelidikan dan semakin luas wilayah yang
dijangkaunya, maka segala persiapan yang diperlukan untuk menerapkan studi area.

1. Prospek pendekatan studi area, sebenarnya boleh dikatakan sangat baik. Hal ini
mengingat perlunya dibangun saling pengertian dan kerjasama antar komunitas muslim
dunia yang meliputi luas wilayah mencapai 31,8 juta km2 atau sebanding dengan 25 %
dai seluruh wilayah dunia, memanjang mulai dari Indonesia di sebelah timur hingga
Senegal di sebelah barat, serta dari utara Turkistan hingga ke selatan Mozambik, dengan
jumlah populasi umat Islamnya 1.334.000.000 jiwa, mayoritas hidup di dunia Islam (± 1
miliar) dan selebihnya hidup sebagai minoritas muslim (± 334.000.000). Minoritas
muslim tersebut yang terbanyak berada di India dan Cina.

2. Pada penelitian kasus Islam dan budaya lokal, persoalan akulturasi timbal balik antara
lingkungan budaya dan ekspresi keagamaan seseorang, maka ada perbedaan yang
menarik antara corak penyebaran Islam di Indonesia dan di Maroko. Kalau di Indonesia
penyebaran Islam dilakukan oleh para penyebar Islam cenderung damai dan akomodatif,
sedangkan di Maroko lebih bersifat oposisional, tegas, dan agresif. Seperti kata Geertz,
“in Marocco civilization was built on nerve; in Indonesia, on diligence” (Di Maroko,
peradaban Islam dibangun di atas saraf, di Indonesia, di atas ketekunan). Hal ini dapat
kita lihat pada tokoh penyebar Islam di Indonsia dan di Maroko. Sunan Giri atau Sunan
Kalijaga di Indonesia, cenderung damai, rukun, tekun, dan sinkretis, sementara Sidi
Lahsen Lyusi atau Ali Hasan ibn Mas’ud al-Yusi di Maroko menyebarkan Islam dengan
pemahaman yang murni dan cenderung tidak kompromistis. Namun mereka semua
diakui oleh masyarakatnya masing-masing sebagai wakil yang sah bagi corak keislaman
di masing-masing wilayah tersebut. Di Indonesia pengakuan tersebut tercermin pada
pemberian gelar kehormatan Wali Songo, sedangkan di Maroko dengan gelar Sidi.Kedua
gelar kehormatan tersebut mengandung penghargaan sebagai Wali Allah yang sangat kental dan
dipercayai memiliki karomah (orang jawa abangan menyebutnya: keramat).
3. Dari kasus yang telah dikemukakan di atas, ternyata perbedaan area dan lingkunan
sosio-kultural saling terkait erat dalam wujud dan semangat keberagamaan yang
berbeda antara di Indonesia dan di Maroko. Maroko yang merupakan negeri padang
pasir yang tandus dan keras dengan pola kehidupan sosial kesukuan yang kuat
(tribalisme). Berbeda di Indonesia dengan Pulau Jawa-nya yang merupakan daerah
pertanian yang subur, damai, dan rukun. Fakta adanya kaitan antara keadaan geografis,
klimatologis, kesuburan tanah, kemelimpahan sumber daya alam suatu daerah dengan
watak penduduknya, telah lama menjadi kajian para sarjana muslim, seperti Ibn Khaldun,
dalam karyanya yang termasyhur, Muqaddimah, di situ Ibn Khaldun membagi bola bumi
menjadi tujuh daerah klimatologis dengan pengaruhnya masing-masing terhadap watak
penduduknya. Ia bahkan mengemukakan teorinya tentang pengaruh keadaan suhu
suatu daerah terhadap akhlaq serta perilaku orang-orang setempat.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Islam berkembang melalui proses perjalanan sejarah yang panjang dan kultur yang
berbeda melihat dimana Islam itu berkembang. Perbedaan latarbelakang sejarah dan budaya
mempunyai ukuran yang sama tentang ke-Islaman.

Pandangan agama dapat berubah dan dibenarkan berbeda karena perbedaan waktu,
zaman, lingkungan, stuasi dan sasaran serta tradisi yang sesuai dengan suatu kaidah.

Maka studi ke-Islaman di wilayah-wilayah secara objektiv akan berhasilkan pandangan dan
aplikasi Islam yang benar dan tidak harus sama dengan apa yang dilakukan dan diterapkan
diwilayah lainnya. Oleh karena itu, sangat didambakan untuk munculnya pusat-pusat studi
Islam untuk dapat menyahuti persoalan yang terus berkembang di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Penerbit Akbar, 2004.


Anshari, Endang Saifuddin. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Tentang Paradigma dan Sistem Islam.
Jakarta: Gema Insani, 2004
Azra, Azyumardi. Studi Kawasan Dunia Islam. Jakarta : Rajawali Pers
Clifford Geertz, Islam Observed .Chicago: Chicago University Press, 1975
Khaldun,Ibn. Muqaddimah .Beirut: Dar al-Fikr, 1981. dikutip dari Nurcholish Madjid, Islam,
Doktrin, dan Peradaban
Nasution, Harun.Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspek.Jakarta: Bulan Bintang
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, Cet. VI, 2001.
Ridwan, Ahmad Hasan. 2010. Oksidentalisme. URL :www.knowledge-
leader.net/2010/07/oksidentalisme/
Ridwan, M. Deden. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin. Bandung:
Nuansa Ilmu, 2001.
Suparlan , Parsudi, “Kata Pengantar” dalam Roland Robrtson, Agama Dalam Analisis Dan
Interpretasi Sosiologis Jakarta: Rajawali Press, 1988

Anda mungkin juga menyukai