Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

STUDI KAWASAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam

Oleh:

Fahmi Arif B
Shelvy H
Showan H
Winda Agisni M

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji mari senantiasa Kita panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
memeberikan segala nikmatnya kepada Kita semua, sehingga Alhamdulillah kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Shalawat beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada nabi Kita
semua, yang banyak berjasa dalam hidup Kita yakni nabi Muhammad SAW.

Kami menyadari bahwa tuntasnya tugas makalah ini tidak terlepas dari beberapa
pihak yang senantiasa membantu menuntaskanya. Oleh karena itu kami ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak tersebut yang tidak bisa kami
sebutkan satu-satu.

Dan kami menyadari bahwa makalah ini juga masih sangat jauh dikatakan
sempurna, karena mungkin keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami dalam
membuat makalah yang baik dan benar. Oleh karena itu, kami sangat menunggu
sekali koreksi, kritik dan saran dari siapapun yang mungkin lebih mengerti
akan pembuatan makalah yang lebih benar dan baik.

Walaupun makalah ini belum sepenuhnya benar kami berharap semoga makalah
yang Kami buat ini dapat bermanfaat bagi siapaun yang membaca dan memahaminya.

Cipasung, 27 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

B.Rumusan Masalah.......................................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................................1

BAB II EMBAHASAN ............................................................................................................

A. Arti dan Asal Usul Studi Kawasan Isalam.............................................................

B. Orientalisme: Melihat Islam Kritis..............

C. Oksidentalisme: Menjawab Islam Sejati......................

D. Dunia Islam Sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat

E. Problem dan Prospek Pendekatan Studi Kawasan Islam

BAB III PENUTUPAN..............................................................

A. Kesimpulan......

B. Saran.......

DAFTAR PUSTAKA.............................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Satu hal yang sangat menarik seperti apa yang digambarkan selama ini, yakni Islam
memiliki karekteristik global, bisa diterima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi
yang lain, saat ia memasuki berbagai kawasan wilayah, karekteristik global seolah-olah
hilang melebur ke dalam berbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Satu kecenderungan
dimana biasa Islam mengadaptasi terhadap kepentingan mereka.

Persoalannya adalah apakah fenomena seperti ini bisa dipandang sebagai sebuah
keberhasilan Islam dalam menembus medan dakwah hingga bisa diterima dalam berbagai
lapisan masyarakat lokal, sekalipun warna dan ciri keglobalannya sedikit pudar atau
fenomena seperti ini justru sebagai sebuah reduksi terhadap kampus yang bernuansa Islam, di
mana lokalisme mampu “menjinakkan” kampus yang bernuansa Islam sebagai satu kekuatan
global.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan bagaimana asal-usul Studi Kawasan Islam ?

2. Apa pengertian Orientalisme?

3. Apa pengertian Oksidentalisme?

4. Apa maksud Dunia Islam sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat?

5. Apa saja Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian dan asal-usul dari Studi Kawasan Islam.

2. Untuk mengetahui tentang orientalisme.

3. Untuk mengetahui arti dari Oksidentalisme.


4. Untuk mengetahui maksud dunia islam sebagai objek studi antara Timur dan Barat.

5. Untuk mengetahui Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Asal Usul Studi Kawasan Islam

Secara Etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam kajian Islam
di Barat disebut Islamic Studies secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keislaman. Secara terminologis adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk
mengetahui, memakai dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan
agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya
dalam kehidupan.

Pengertian Studi Kawasan Islam adalah kajiaan yang tampaknya bisa menjelaskan
bagaimana situasi sekarang ini terjadi, karena, fokus materi kajiannya tentang berbagai area
mengenai kawasan dunia Islam dan lingkup pranata yang ada dicoba diurai didalamnya.
Mulai dari pertumbuhan, perkembangan, serta ciri-ciri karekteristik sosial budaya yang ada
didalamnya, termasuk juga tentang faktor-faktor pendukung bagi munculnya berbagai ciri
dan karakter serta pertumbuhan kebudayaan dimasing-masing dunia kawasan Islam. Dengan
demikian, secara formal objek studinya harus meliputi aspek-aspek geografis, demografis,
historis, bahasa serta berbagai perkembangan sosial dan budaya, yang merupakan ciri-ciri
umum dari keseluruhan perkembangan yang ada pada setiap kawasan budaya.

Dalam sejarahnya, persoalan hubungan antar batas-batas wilayah sebuah negara


sebenarnya sudah sekian lama telah menjadi perhatian para ahli kenegenaraan sejak jaman
Yunani sekitar tahun 450-an SM. Ptolemy, Thucydidas, Hecataeus, dan Herodotus
merupakan sejarawan Yunani yang cukup intens dengan kajian-kajian wilayah yang ia kenal,
baik melalui cerita orang maupun dari hasil pengamatan terhadap wilayah-wilayah yang ia
kunjungi. Mereka selain seorang sejarawan juga seorang pengelana.1.300 tahun kemudian,
Kaum Muslimin memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengembangkan studi kawasan
ini dengan berbagai corak yang ragam yang lebih dinamis lagi. Karya-karya mereka telah
melampaui sejarawan Yunani, di mana pembahasannya bukan lagi berbicara tentang realits
sejarah, tetapi lebih maju lagi yakni bagaimana cara-cara menanganinya. Munculnya berbagai
karya sejarah dengan tema-tema kajian wilayah dimulai dari awal penciptaan sampai mulai
dihuni umat manusia, merupakan kajian-kajian yang sangat populer dan hampir bisa
ditemukan dalam karya-karya sejarah klasik Islam. Sekalipun kajian geografi sebagai disiplin

3
ilmu agak berbeda dengan sejarah, namun dikalangan sejarawan muslim hal ini tidak bisa
dipisahkan begitu saja, karena objek pembahasan antara keduanya saling melengkapi.
Karena kajian sejarah, sangat membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu sebagai aktivitas
pelakunya. Oleh karena itu, karya-karya tentang geografi dan sejarah telah menjadi bagian
penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi Islam secara umum.

Karya al-Baladzuri, Futuh al-Buldan wa Ahkamuha merupakan kajian sejarah yang


sangat mementingkaan tinjauan wilayah Baladzuri wafat tahun 892 M, semasa hidupnya ia
menjadi penasihat para Khalifan Abbasiyah, Al-Mutawakkil ‘Alallah dan Al-Musta’in Billah,
bahkan ia mendidik Al-Mu’taz. Karya monumental ini merekam seluruh proses penaklukan
dan bagaimana penanganan terhadap wilayah-wilayah baru kaum muslimin, seperti Syam,
Irak, Mesir, Maroko, Armenia, serta wilayah-wilayah Persia lainnya. Secara metodologis dia
tidak hanya mengandalalkan fakta tulis atau riwayat pengalaman pelaku, tetapi ia juga
berhasil melihat dimana wilayah-wilayah yang dijelaskannya hampir seluruhnya sudah ia
kunjungi.

Al-Ya’qubi seagai Pegawai di kekhalifahan Abbasiah dan diperkirakan meninggal


tahun 292 H, telah menulis karya al-Buldan (jama’ dari balad; negara-negara) membicarakan
bukan hanya cara-cara penaklukkan dan penanganan wilayah-wilayah Islam, tetapi juga
berbaai potensi sumber daya alam dan ekonomi tiap-tiap wilayah ia gambarkan secara jelas.
Sebagai penulis ia telah mengunjungi semananjung India, Arab, Syam, Palestina, Libya,
Aljazair, dan Sebagainya. Ia mencari sumber-sumber otoritatif dalam aspek-aspek geografi
wilayah-wilayah Islam. Sebagai seorang pengelana dan Sejarawan ia telah mengunjungi dan
mengamati lebih dari 70 kota dan wilayah Islam baik di Afrika Utara, Asia maupun Spanyol.

Al-mas’udy, penulis Maruj al-Dzahab ini mengawali pengetahuaan tentang heografi


dan sejarah dari hasil pengembaraan nya ke berbagai wilayah, bailk wilayah muslim maupun
wilayah non muslim, ia banyak menerima berbagai informasi sehingga penjelasannya tentang
keberadaan dan sejarah wilayah sangat kaya. Ia sangat menguasai adat istiadat dan
pembangunan, pola kehidupan setiap masyarakat yang dikunjunginya, termasuk bahasa dan
punya keakraban dengan tokoh lokal. Karya ini ditulis tauhun 947 M, ia meninggal tahun 956
M di Fusthath.

Al-Birruny, penulis kitab al-Hind merupakan sejarawan yang ahli dalam kajian
wilayah India. Bukan hanya sebagai sejarawan tetapi ia juga ahli dalam penelitian dan
observasi dalam ilmu-ilmu lainnya. Sebagai seoarang penasihat dinasti Ghaznawy, Sultan

4
Mahmud Ghazna ia bekerja bukan hanya untuk kepentingan pemerintahan, tetapi juga
menjelaskan secara objektif keberadaan wilayah, keagamaan, mentalitas penduduk,
pemeikiran India dan bagaimana semestinya harus ditangani oleh para penguasa muslim.
Kitab al-Hind ini ditulis tahun 1017 M.

Sebenarnya banyak sekali berbagai studi yang telah dilakukan oleh para sarjna
muslim klasik dan pertengahan dan melihat berbagai kawasan dan kantong-kantong kaum
muslimin di bebagai wilayahnya. Perhatian mereka terhadap potensi-potensi wilayah, baik
Desa, Kota maupun berbagai kegiatan kependudukannya, jelas membuktikan bahwa studi
kawasan-kawasan Islam sepanjang sejarahnya selalu menarik perhatian. Sejarah wilayah
seperti Halb, Mesir, dan sebagainya yang menjadi objek studi, telah ditulis Bughyat al-Thalib
fi Tarikh al-Halab.

Begitu banyak orang mengkaji wilayah dengan berbagai variasinya, dan setiap
periode menunjukkan trend yang berbeda-beda. Namun, dalam perkembangan sejarahnya,
istilah geopolitik baru lahir sebagai istilah baru abad ke-19, sebagai bagian dari konsep “geo-
strategy” bangsa Jerman yang dikembangkan oleh Otto van Bismarck, dengan “unification of
the German States.” Teori ini pada akhirnya menjadi suatu bagian yang lebih luas lagi dari
kajian Geografi secara umum. Tahun 1890 Alferd Thayer menulis tentang “The Influence of
Sea Power Upon History.” Rudolf Kjellen ahli geografi politik Swedia kemudian
memunculkan istilah kekuatan wilayah (the power of area) di akhir abad ke-19. Tulisannya
ini kemudian mengilhami Friedrich Ratzel seorang ahli Ilmu alam, untuk merumuskan teori
“geopolitik” secara utuh dalam bukunya “politische Georaphie” tahun 1879. Dalam teorinya
ia menyatakan bahwa setiap negara selalu mengupayakan wilayah kesatuaanya dan
membentenginya terhadap upaya-upaya negara lain untuk merebut tanah wilayah
kekuasaannya. Oleh karena itu, semua negara (Nasionalisme) ingin hidup dalam wadah
wilayah kesatuan bagi kehidupannya.

B. Orientalisme

Oriental artinya ‘timur’. Orientalisme adalah paham mengenai masalah-masalah


Timur, khususnya tentang negeri Arab dan Islam. Kaum orientalis adalah para terpelajar yang
menjadikan “agama islam, kebudayaan Islam, negeri dan bahasa Arab” sebagai objek materi

5
studi mereka. Lawan dari orientalisme adalah occidentalisme, yaitu penelitiandan pengertian
mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat.

Salah satu tujuan orientalis adalah mengkolonialisasi dunia Islam dari segala aspek,
agama, ekonomi, budaya dan kekuasaan. Orientalis dan tujuan Barat mempelajari islam,
bukan untuk mencari keimanan yang benar. Menurut Syamsuddin, ada empat alasan mengapa
Barat mempelajari Islam. Pertama, terpesona terhadap studi Islam (facsination), Kedua ingin
tahu (curiosity). Ketiga agama (missionary). Keempat karena God (tuhan/agama), gold
(kekayaan/imprealisme), dan glory (kekuasaan) atau sering diistilahkan 3G.

C. Oksidentalisme

Lawan dari orientalisme adalah occidentalisme, yaitu penelitiandan pengertian


mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat. Jadi secara harfiah berarti hal-hal yang
berhubungan dengan barat, adalah kajian tentang Barat dari prespektif non-barat. Kelahiran
oksidentalisme emosional atas kesalahan-kesalahan dari Barat yang dialami dunia Timur
pada umumnya dan dunia islam khususnya. Barat dengan segala implikasinya telah berjaya
menguasai Timur. Penguasaan, atau lebih tepatnya kolonialisme Barat atas Timur ini dalam
perjalanan sejarahnya tidak bisa dipisahkan dari orientalisme. Dengan demikian,
terbentuknya oksidentalisme adalah sebagai upaya untuk mengikis serangan Barat yang
sudah semakin meluas wilayah jangkauannya.

D. Dunia Islam Sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat

Menurut Taufik Abdullah, agama sebagai sasaran kajian dapat di kategorikan menjadi
tiga, yakni agama sebagai doktrin, dinamika dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh
agama,dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin. Kategori pertama mempersoalkan
substansi ajaran agama, namun yang menjadi sasaran penelitian agama sebagai doktrin adalah
pemahaman agama terhadap doktrin-doktrin tersebut. Kategori kedua, meninjau agama dalam
kehidupan sosial dan dinamika sejarah. Sementara kategori ketiga merupakan usaha untuk
mengetahui corak penghadapan masyarakat terhadap simbol dan ajaran islam. Secara
terperinci dalam mempelajari agama, ada lima bentuk fenomena agama sebagai bentuk
kebudayaan yang perlu diperhatikan, lima ha tersebut adalah:

6
1) Naskah-naskah (scripture) atau simbol-simbol agama.

2) Sikap, perilaku,dan penghayatan para penganut tokoh-tokoh agama.

3) Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat agama, seperti shalat, haji, puasa, zakat,
nikah, dan lain sebagainya.

4) Alat-alat atau sarana peribadatan.

5) Lembaga atau organisasi keagamaan tempat para penganut agama bergumul berperan:

a. Studi Islam di Barat

Ditinjau dari prespektif sejarah, studi yang dilakukan orang Indonesia di Barat
berlangsung cukup lama. Namun demikian fokus studi yang dilakukan belum menyentuh
secara menyeluruh dalam bidang kajian islam. Fokus kajian islam baru dilakukan setelah
Indonesia merdeka. Dan orang Indonesia pertama kali yang melakukan Studi Islam di Barat
adalah M. Rasijidi. Menteri pertama indonesia ini menanamkan program doctor di universitas
Sorbone, Perancis. Para alumni barat memiliki pengaruh dalam kontribusi besar dalam Studi
Islam di Indonesia.

b. Studi Islam di Timur

Hampir sama yang terjadi di Barat, studi islam di Timur Tengah juga bervariasi. Ini
merupakan hal yang wajar karena karakteristik studi Islam dipengaruhi oleh berbagai faktor,
misalnya kebijakan politik, dinamika sosial budaya latar belakang pemegang kebijakan
pendidikan perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya.

E. Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam

Dalam dunia ilmu pengetahuan, menurut Parsudi Suparlan makna dari istilah
“pendekatan” adalah sama dengan “metodologi” yaitu “sudut pandang atau cara melihat dan
memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji”. Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat di

7
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam
hubungan ini, Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa
agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Untuk
dapat hidup dan berkembang serta lestari dalam masyarakat, agama harus menjadi
kebudayaan bagi masyarakat. Karena setiap masyarakat mememiliki kebudayaan yang
digunakan sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan hidupnya guna kelangsungan
hidupnya yang mencakup kebutuhan biologi, kebutuhan sosial dan kebutuhan adab yang
integratif. Jadi pendekatan studi area merupakan pendekatan yang meliputi bidang
kesejarahan, linguistik, dan semua cabang ilmu serta pengetahuan yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap keadaan masyarakat di
suatu wilayah atau kawasan. Problematika yang dihadapi pada penelitian dengan
menggunakan pendekatan studi area dalam Studi Islam dan Komunitas Muslim., berbanding
lurus besarnya dengan objek dan luas wilayah yang akan diselidiki. Semakin kompleks objek
yang menjadi sasaran penyelidikan dan semakin luas wilayah yang dijangkaunya, maka
segala persiapan yang diperlukan untuk menerapkan studi area, juga semakin besar.

A. Prospek pendekatan studi area, sebenarnya boleh dikatakan sangat baik. Hal ini
mengingat perlunya dibangun saling pengertian dan kerjasama antar komunitas
muslim dunia yang meliputi luas wilayah mencapai 31,8 juta km2 atau sebanding
dengan 25 % dai seluruh wilayah dunia, memanjang mulai dari Indonesia di sebelah
timur hingga Senegal di sebelah barat, serta dari utara Turkistan hingga ke selatan
Mozambik, dengan jumlah populasi umat Islamnya 1.334.000.000 jiwa, mayoritas
hidup di dunia Islam (± 1 miliar) dan selebihnya hidup sebagai minoritas muslim (±
334.000.000). Minoritas muslim tersebut yang terbanyak berada di India dan Cina.

B. Pada penelitian kasus Islam dan budaya lokal, persoalan akulturasi timbal balik antara
lingkungan budaya dan ekspresi keagamaan seseorang, maka ada perbedaan yang
menarik antara corak penyebaran Islam di Indonesia dan di Maroko. Kalau di
Indonesia penyebaran Islam dilakukan oleh para penyebar Islam cenderung damai dan
akomodatif, sedangkan di Maroko lebih bersifat oposisional, tegas, dan agresif.
Seperti kata Geertz, “in Marocco civilization was built on nerve; in Indonesia, on
diligence” (Di Maroko, peradaban Islam dibangun di atas saraf, di Indonesia, di atas
ketekunan). Hal ini dapat kita lihat pada tokoh penyebar Islam di Indonsia dan di

8
Maroko. Sunan Giri atau Sunan Kalijaga di Indonesia, cenderung damai, rukun,
tekun, dan sinkretis, sementara Sidi Lahsen Lyusi atau Ali Hasan ibn Mas’ud al-Yusi
di Maroko menyebarkan Islam dengan pemahaman yang murni dan cenderung tidak
kompromistis. Namun mereka semua diakui oleh masyarakatnya masing-masing
sebagai wakil yang sah bagi corak keislaman di masing-masing wilayah tersebut. Di
Indonesia pengakuan tersebut tercermin pada pemberian gelar kehormatan Wali
Songo, sedangkan di Maroko dengan gelar Sidi. Kedua gelar kehormatan tersebut
mengandung penghargaan sebagai Wali Allah yang sangat kental dan dipercayai
memiliki karomah (orang jawa abangan menyebutnya: keramat).

C. Dari kasus yang telah dikemukakan di atas, ternyata perbedaan area dan lingkunan
sosio-kultural saling terkait erat dalam wujud dan semangat keberagamaan yang
berbeda antara di Indonesia dan di Maroko. Maroko yang merupakan negeri padang
pasir yang tandus dan keras dengan pola kehidupan sosial kesukuan yang kuat
(tribalisme). Berbeda di Indonesia dengan Pulau Jawa-nya yang merupakan daerah
pertanian yang subur, damai, dan rukun. Fakta adanya kaitan antara keadaan
geografis, klimatologis, kesuburan tanah, kemelimpahan sumber daya alam suatu
daerah dengan watak penduduknya, telah lama menjadi kajian para sarjana muslim,
seperti Ibn Khaldun, dalam karyanya yang termasyhur, Muqaddimah, di situ Ibn
Khaldun membagi bola bumi menjadi tujuh daerah klimatologis dengan pengaruhnya
masing-masing terhadap watak penduduknya. Ia bahkan mengemukakan teorinya
tentang pengaruh keadaan suhu suatu daerah terhadap akhlaq serta perilaku orang-
orang setempat. Syahristani, dalam kitabnya yang juga amat terkenal, al-Milal wa an-
Nihal, mengupas tentang teori peradaban manusia yang dipengaruhi oleh letak
geografisnya, menjadi Timur, Barat, Utara, dan Selatan. Bangsa-bangsa Barat berbeda
dengan bangsa-bangsa Timur, dan bangsa-bangsa yang berada di belahan bumi utara
berbeda dengan bangsa-bangsa yang berada di belahan bumi selatan. Ia juga
menyebutkan empat bangsa induk di dunia, yaitu Arab, Persia, India, dan Roma
(Barat), menurutnya Bangsa Arab dan India, keduanya memiliki kemiripan, yaitu
keduanya cenderung pada pengamatan ciri-ciri khusus dari suatu kenyataan dan
membuat penilaian berdasarkan pandangan mengenai substansi dan hakikat kenyataan
itu melalui pertimbangan keruhanian. Sedangkan Bangsa Persia dan Roma
mempunyai kesamaan dalam kecenderungan melihat suatu kenyataan dari tabiat

9
luarnya, kemudian memberikan penilaian menurut ketentuan-ketentuan kualitatif dan
kuantitatif dengan pertimbangan berdasarkan keadaan secara fisik.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Islam berkembang melalui proses perjalanan sejarah yang panjang dan kultur yang
berbeda melihat dimana Islam itu berkembang. Perbedaan latarbelakang sejarah dan budaya
mempunyai ukuran yang sama tentang ke-Islaman.

Pandangan agama dapat berubah dan dibenarkan berbeda karena perbedaan waktu,
zaman, lingkungan, stuasi dan sasaran serta tradisi yang sesuai dengan suatu kaidah.

Maka studi ke-Islaman di wilayah-wilayah secara objektiv akan berhasilkan


pandangan dan aplikasi Islam yang benar dan tidak harus sama dengan apa yang dilakukan
dan diterapkan di wilayah lainnya. Oleh karena itu, sangat didambakan untuk munculnya
pusat-pusat studi Islam untuk dapat menyahuti persoalan yang terus berkembang di masa
mendatang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Penerbit Akbar, 2004.

Anshari, Endang Saifuddin. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Tentang Paradigma dan Sistem
Islam. Jakarta: Gema Insani, 2004

[ CITATION Hud14 \l 1057 ]

Huda. (2014, Desember 12). Contoh Makalah Asal-usul Studi Kawasan Islam . Dipetik Oktober 10,
2021, dari uinkediri.blogspot.com: http://uinkediri.blogspot.com/2014/12/makalah-asal-usul-studi-
kawasan-islam.html#

12

Anda mungkin juga menyukai