Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

ARTI DAN ASAL USUL STUDI KAWASAN ISLAM

Disusun Oleh :
 RISKI NOVALIA WATI : 12070320799
 NIDA AULIA : 12070327090

Dosen Pembimbing : Deprizon,M.Pd.I


Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah, puja dan puji syukur kita haturkan keha dirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga kita dapat menyusun makalah yang berjudul
Studi Kawasan Islam.
Shalawat serta salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang  benderang
semilir keimanan. Tujuan pembuatan makalah ini adalah tidak lain dan tidak bukan untuk
lebih mengkaji dan memperdalam pengetahuan kita .Disini kami dari kelompok tiga akan
membahas tentang Studi Kawasan Islam. Meskipun demikian kami mengakui bahwa apa
yang kami sajikan ke dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari para pembaca dan audien yang budiman
sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya, jikalau di dalam makalah ini terdapat
kebenaran dan kegunaan, semua itu berasal dari Allah SWT sebaliknya, kalau di dalamnya
terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan semua itu karna kekurangan dan keterbatasan
kami sendiri. Akhirnya, kami ucapkan kepada Bapak DeprizonM.Pd,I, yang telah
memberikan kesempatan bagi kami untuk mengkaji materi ini, semoga kesediaan tersebut
mendapat berkah dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, aamiin.
Wassalamuualaikum wr.wb
Daftar Isi
Kata pengantar ........................................................................................................
Daftar isi ..................................................................................................................
Bab I : PENDAHULUAN........................................................................................
a. Latar Belakang Masalah .......................................................................
b. Rumusan Masalah ..................................................................................
c. Tujuan .....................................................................................................
Bab II : PEMBAHASAN ........................................................................................
a. Pengertian dan Asal usul pengertian islam .........................................
b. Orientalisme ............................................................................................
c. Oksdidentalisme .....................................................................................
d. Dunia islam sebagai objek studi antara timur ke barat .....................
e. Problem dan prospek pendekatan MSI ..............................................
Bab III : PENUTUP ................................................................................................
a. Kesimpulan .............................................................................................
b. Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSAKA .................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Satu hal yang sangat menarik seperti apa yang digambarkan selama ini, yakni Islam
memiliki karekteristik global, bisa diterima dalam setiap ruang dan waktu. Namun pada sisi
yang lain, saat ia memasuki berbagai kawasan wilayah, karekteristik global seolah-olah
hilang melebur ke dalam berbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Satu kecenderungan
dimana biasa Islam mengadaptasi terhadap kepentingan mereka. 
Persoalannya adalah apakah fenomena seperti ini bisa dipandang sebagai sebuahkeberhasilan
Islam dalam menembus medan dakwah hingga bisa diterima dalam berbagai lapisan
masyarakat lokal, sekalipun warna dan ciri keglobalannya sedikit pudar atau fenomena
seperti ini justru sebagai sebuah reduksi terhadap universalitas Islam, di mana lokalisme
mampu “menjinakkan” universalitas Islam sebagai satu kekuatan global.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan bagaimana asal-usul Studi Kawasan Islam ?
2. Apa pengertian Orientalisme?
3. Apa pengertian Oksidentalisme?
4. Apa maksud Dunia Islam sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat?
5. Apa saja Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan asal-usul dari Studi Kawasan Islam.
2. Untuk mengetahui tentang orientalisme.
3. Untuk mengetahui arti dari Oksidentalisme.
4. Untuk mengetahui maksud dunia islam sebagai objek studi antara Timur dan Barat.
5. Untuk mengetahui Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Asal Usul Studi Kawasan Islam


Secara Etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam kajian Islam
di Barat disebut Islamic Studies secara harfiyah adalah kajian tentang hal-hal yang berkaitan
dengan keislaman. Secara terminologis adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk
mengetahui, memakai dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan
agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya
dalam kehidupan. 
Pengertian Studi Kawasan Islam adalah kajiaan yang tampaknya bisa menjelaskan
bagaimana situasi sekarang ini terjadi, karena, fokus materi kajiannya tentang berbagai area
mengenai kawasan dunia Islam dan lingkup pranata yang ada dicoba diurai didalamnya.
Mulai dari pertumbuhan, perkembangan, serta ciri-ciri karekteristik sosial budaya yang ada
didalamnya, termasuk  juga tentang faktor-faktor pendukung bagi munculnya berbagai ciri
dan karakter serta pertumbuhan kebudayaan dimasing-masing dunia kawasan Islam. Dengan
demikian,  secara formal objek studinya harus meliputi aspek-aspek geografis, demografis,
historis, bahasa serta berbagai perkembangan sosial dan budaya, yang merupakan ciri-ciri
umum dari keseluruhan perkembangan yang ada pada setiap kawasan budaya. 
Dalam sejarahnya, persoalan hubungan antar batas-batas wilayah sebuah negara
sebenarnya sudah sekian lama telah menjadi perhatian para ahli kegenaraan sejak jaman
Yunani sekitar tahun 450-an SM. Ptolemy, Thucydidas, Hecataeus, dan Herodotus
merupakan sejarawan Yunani yang cukup intens dengan kajian-kajian wilayah yang ia kenal,
baik melalui cerita orang maupun dari hasil pengamatan terhadap wilayah-wilayah yang ia
kunjungi. Mereka selain seorang sejarawan juga seorang pengelana.1.300  tahun kemudian,
Kaum Muslimin memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengembangkan studi kawasan
ini dengan berbagai  corak yang ragam yang lebih dinamis lagi. Karya-karya mereka telah
melampaui sejarawan Yunani, di mana pembahasannya bukan lagi berbicara tentang realits
sejarah, tetapi lebih maju lagi yakni bagaimana cara-cara menanganinya. Munculnya berbagai
karya sejarah  dengan tema-tema kajian wilayah dimulai dari awal penciptaan sampai mulai
dihuni umat manusia, merupakan kajian-kajian yang sangat populer dan hampir bisa
ditemukan dalam karya-karya sejarah klasik Islam. Sekalipun kajian geografi sebagai disiplin
ilmu agak berbeda dengan sejarah, namun dikalangan sejarawan muslim hal ini tidak bisa
dipisahkan begitu saja, karena objek pembahasan antara keduanya  saling melengkapi.
Karena kajian sejarah, sangat membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu sebagai aktivitas
pelakunya. Oleh karena itu, karya-karya tentang geografi dan sejarah telah menjadi bagian
penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi Islam secara umum.
Karya al-Baladzuri, Futuh al-Buldan wa Ahkamuha merupakan kajian sejarah yang
sangat mementingkaan tinjauan wilayah Baladzuri wafat tahun 892 M, semasa hidupnya ia
menjadi penasihat para Khalifan Abbasiyah, Al-Mutawakkil ‘Alallah dan Al-Musta’in Billah,
bahkan ia mendidik Al-Mu’taz. Karya monumental ini merekam seluruh proses penaklukan
dan bagaimana penanganan terhadap wilayah-wilayah baru kaum muslimin, seperti Syam,
Irak, Mesir, Maroko, Armenia, serta wilayah-wilayah Persia lainnya. Secara metodologis dia
tidak hanya mengandalalkan fakta tulis atau riwayat pengalaman pelaku, tetapi ia juga
berhasil melihat dimana wilayah-wilayah yang dijelaskannya hampir seluruhnya sudah ia
kunjungi.
Al-Ya’qubi seagai Pegawai di kekhalifahan Abbasiah dan diperkirakan meninggal
tahun 292 H, telah menulis karya al-Buldan (jama’ dari balad; negara-negara) membicarakan
bukan hanya cara-cara penaklukkan dan penanganan wilayah-wilayah Islam, tetapi juga
berbaai potensi sumber daya alam dan ekonomi tiap-tiap wilayah ia gambarkan secara jelas.
Sebagai penulis ia telah mengunjungi semananjung India, Arab, Syam, Palestina, Libya,
Aljazair, dan Sebagainya. Ia mencari sumber-sumber otoritatif dalam aspek-aspek geografi
wilayah-wilayah Islam. Sebagai seorang pengelana dan Sejarawan ia telah mengunjungi dan
mengamati lebih dari 70 kota dan wilayah Islam baik di Afrika Utara, Asia maupun Spanyol.
Al-mas’udy, penulis Maruj al-Dzahab ini mengawali pengetahuaan tentang heografi dan
sejarah dari hasil pengembaraan nya ke berbagai wilayah, bailk wilayah muslim maupun
wilayah non muslim, ia banyak menerima berbagai informasi sehingga penjelasannya tentang
keberadaan dan sejarah wilayah sangat kaya. Ia sangat menguasai adat istiadat dan
pembangunan, pola kehidupan setiap masyarakat yang dikunjunginya, termasuk bahasa dan
punya keakraban dengan tokoh lokal. Karya ini ditulis tauhun 947 M, ia meninggal tahun 956
M di Fusthath.
Al-Birruny, penulis kitab al-Hind merupakan sejarawan yang ahli dalam kajian
wilayah India. Bukan hanya sebagai sejarawan tetapi ia juga ahli dalam penelitian dan
observasi dalam ilmu-ilmu lainnya. Sebagai seoarang penasihat dinasti Ghaznawy, Sultan
Mahmud Ghazna ia bekerja bukan hanya untuk kepentingan pemerintahan, tetapi juga
menjelaskan secara objektif keberadaan wilayah, keagamaan, mentalitas penduduk,
pemeikiran India dan bagaimana semestinya harus ditangani oleh para penguasa muslim.
Kitab al-Hind ini ditulis tahun 1017 M.
Sebenarnya banyak sekali berbagai studi yang telah dilakukan oleh para sarjna
muslim klasik dan pertengahan dan melihat berbagai kawasan dan kantong-kantong kaum
muslimin di bebagai wilayahnya. Perhatian mereka terhadap potensi-potensi wilayah,  baik
Desa, Kota maupun berbagai kegiatan kependudukannya, jelas membuktikan bahwa studi
kawasan-kawasan Islam sepanjang sejarahnya selalu menarik perhatian. Sejarah wilayah
seperti Halb, Mesir, dan sebagainya yang menjadi objek studi, telah ditulis Bughyat al-Thalib
fi Tarikh al-Halab.
Begitu banyak orang mengkaji wilayah dengan berbagai variasinya, dan setiap
periode menunjukkan trend yang berbeda-beda. Namun, dalam perkembangan sejarahnya,
istilah geopolitik baru lahir sebagai istilah baru abad ke-19, sebagai bagian dari konsep “geo-
strategy” bangsa Jerman yang dikembangkan oleh Otto van Bismarck, dengan “unification of
the German States.” Teori ini pada akhirnya menjadi suatu bagian yang lebih luas lagi dari
kajian Geografi secara umum. Tahun 1890 Alferd Thayer menulis tentang  “The Influence of
Sea Power Upon History.” Rudolf Kjellen ahli geografi politik Swedia kemudian
memunculkan istilah kekuatan wilayah (the power of area) di akhir abad ke-19. Tulisannya
ini kemudian mengilhami Friedrich Ratzel seorang ahli Ilmu alam, untuk merumuskan teori
“geopolitik” secara utuh dalam bukunya “politische Georaphie” tahun 1879. Dalam teorinya
ia menyatakan bahwa setiap negara selalu mengupayakan wilayah kesatuaanya dan
membentenginya terhadap upaya-upaya negara lain untuk merebut tanah wilayah
kekuasaannya. Oleh karena itu, semua negara (Nasionalisme) ingin hidup dalam wadah
wilayah kesatuan bagi kehidupannya. 

B. Orientalisme.
Oriental artinya ‘timur’. Orientalisme adalah paham mengenai masalah-masalah
Timur, khususnya tentang negeri Arab dan Islam. Kaum orientalis adalah para terpelajar yang
menjadikan “agama islam, kebudayaan Islam, negeri dan bahasa Arab” sebagai objek materi
studi mereka. Lawan dari orientalisme adalah occidentalisme, yaitu penelitiandan pengertian
mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat. 
Salah satu tujuan orientalis adalah mengkolonialisasi dunia Islam dari segala aspek, agama,
ekonomi, budaya dan kekuasaan.Orientalis dan tujuan Barat mempelajari islam, bukan untuk
mencari keimanan yang benar. Menurut Syamsuddin, ada empat alasan mengapa Barat
mempelajari Islam. Pertama, terpesona terhadap studi Islam (facsination), Kedua ingin tahu
(curiosity). Ketiga agama (missionary). Keempat karena God (tuhan/agama), gold
(kekayaan/imprealisme), dan glory (kekuasaan) atau sering diistilahkan 3G.
C. Oksdidentalisme
Lawan dari orientalisme adalah occidentalisme, yaitu penelitiandan pengertian
mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat.  Jadi secara harfiah berarti hal-hal yang
berhubungan dengan barat, adalah kajian tentang Barat dari prespektif non-barat. Kelahiran
oksidentalisme emosional atas kesalahan-kesalahan dari Barat yang dialami dunia Timur
pada umumnya dan dunia islam khususnya. Barat dengan segala implikasinya telah berjaya
menguasai Timur. Penguasaan, atau lebih tepatnya kolonialisme Barat atas Timur ini dalam
perjalanan sejarahnya tidak bisa dipisahkan dari orientalisme. Dengan demikian,
terbentuknya oksidentalisme adalah sebagai upaya untuk mengikis serangan Barat yang
sudah semakin meluas wilayah jangkauannya. 

D. Dunia Islam Sebagai Objek Studi Antara Timur dan Barat


Menurut Taufik Abdullah, agama sebagai sasaran kajian dapat di kategorikan menjadi
tiga, yakni agama sebagai doktrin, dinamika dan struktur masyarakat  yang dibentuk oleh
agama,dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin. Kategori pertama mempersoalkan
substansi ajaran agama.namun yang menjadi sasaran penelitian agama sebagai doktrin adalah
pemahaman agama terhadap doktrin-doktrin tersebut. Kategori kedua, meninjau agama dalam
kehidupan sosial dan dinamika sejarah. Sementara kategori ketiga merupakan usaha untuk
mengetahui corak penghadapan masyarakat terhadap simbol dan ajaran islam. Secara
terperinci dalam mempelajari agama, ada lima bentuk fenomena agama sebagai bentuk
kebudayaan yang perlu diperhatikan, lima ha tersebut adalah:
1) Naskah-naskah (scripture) atau simbol-simbol agama.
2) Sikap, perilaku,dan penghayatan para penganut tokoh-tokoh agama.
3) Ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat agama, seperti shalat, haji, puasa, zakat,
nikah, dan lain sebagainya.
4) Alat-alat atau sarana peribadatan.
5) Lembaga atau organisasi keagamaan tempat para penganut agama bergumul berperan.
a. Studi Islam di Barat
Ditinjau dari prespektif sejarah, studi yang dilakukan orang Indonesia di Barat
berlangsung cukup lama. Namun demikian fokus studi yang dilakukan belum menyentuh
secara menyeluruh dalam bidang kajian islam. Fokus kajian islam baru dilakukan setelah
Indonesia merdeka. Dan orang Indonesia pertama kali yang melakukan Studi Islam di Barat
adalah M. Rasijidi. Menteri pertama indonesia ini menanamkan program doctor di universitas
Sorbone, Perancis. Para alumni barat memiliki pengaruh dalam kontribusi besar dalam Studi
Islam di Indonesia.
b. Studi Islam di Timur
Hampir sama  yang terjadi di Barat, studi islam di Timur Tengah juga bervariasi. Ini
merupakan hal yang wajar karena karakteristik studi Islam dipengaruhi oleh berbagai faktor,
misalnya kebijakan politik, dinamika sosial budaya latar belakang pemegang kebijakan
pendidikan perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya.

E. Problem dan Prospek Pendekatan Studi Islam


Dalam dunia ilmu pengetahuan, menurut Parsudi Suparlan makna dari istilah
“pendekatan” adalah sama dengan “metodologi” yaitu “sudut pandang atau cara melihat dan
memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji”.  Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat di
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam
hubungan ini, Jalaluddin Rahmat sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa
agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.  Untuk
dapat hidup dan berkembang serta lestari dalam masyarakat, agama harus menjadi
kebudayaan bagi masyarakat. Karena setiap masyarakat mememiliki kebudayaan yang
digunakan sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan hidupnya guna kelangsungan
hidupnya yang mencakup kebutuhan biologi, kebutuhan sosial dan kebutuhan adab yang
integratif. Jadi pendekatan studi area merupakan pendekatan yang meliputi bidang
kesejarahan, linguistik, dan semua cabang ilmu serta pengetahuan yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap keadaan masyarakat di
suatu wilayah atau kawasan. Problematika yang dihadapi pada penelitian dengan
menggunakan pendekatan studi area dalam Studi Islam dan Komunitas Muslim., berbanding
lurus besarnya dengan objek dan luas wilayah yang akan diselidiki. Semakin kompleks objek
yang menjadi sasaran penyelidikan dan semakin luas wilayah yang dijangkaunya, maka
segala persiapan yang diperlukan untuk menerapkan studi area, juga semakin besar. 
A. Prospek pendekatan studi area, sebenarnya boleh dikatakan sangat baik. Hal ini
mengingat perlunya dibangun saling pengertian dan kerjasama antar komunitas muslim dunia
yang meliputi luas wilayah mencapai 31,8 juta km2 atau sebanding dengan 25 % dai seluruh
wilayah dunia, memanjang mulai dari Indonesia di sebelah timur hingga Senegal di sebelah
barat, serta dari utara Turkistan hingga ke selatan Mozambik, dengan jumlah populasi umat
Islamnya 1.334.000.000 jiwa, mayoritas hidup di dunia Islam (± 1 miliar) dan selebihnya
hidup sebagai minoritas muslim (± 334.000.000). Minoritas muslim tersebut yang terbanyak
berada di India dan Cina. 
B. Pada penelitian kasus Islam dan budaya lokal, persoalan akulturasi timbal balik
antara lingkungan budaya dan ekspresi keagamaan seseorang, maka ada perbedaan
yang menarik antara corak penyebaran Islam di Indonesia dan di Maroko. Kalau di
Indonesia penyebaran Islam dilakukan oleh para penyebar Islam cenderung damai dan
akomodatif, sedangkan di Maroko lebih bersifat oposisional, tegas, dan agresif. Seperti kata
Geertz, “in Marocco civilization was built on nerve; in Indonesia, on diligence” (Di Maroko,
peradaban Islam dibangun di atas saraf, di Indonesia, di atas ketekunan). Hal ini dapat kita
lihat pada tokoh penyebar Islam di Indonsia dan di Maroko. Sunan Giri atau Sunan Kalijaga
di Indonesia, cenderung damai, rukun, tekun, dan sinkretis, sementara Sidi Lahsen Lyusi atau
Ali Hasan ibn Mas’ud al-Yusi di Maroko menyebarkan Islam dengan pemahaman yang
murni dan cenderung tidak kompromistis. Namun mereka semua diakui oleh masyarakatnya
masing-masing sebagai wakil yang sah bagi corak keislaman di masing-masing wilayah
tersebut. Di Indonesia pengakuan tersebut tercermin pada pemberian gelar kehormatan Wali
Songo, sedangkan di Maroko dengan gelar Sidi. Kedua gelar kehormatan tersebut
mengandung penghargaan sebagai Wali Allah yang sangat kental dan dipercayai memiliki
karomah (orang jawa abangan menyebutnya: keramat).
C. Dari kasus yang telah dikemukakan di atas, ternyata perbedaan area dan lingkunan
sosio-kultural saling terkait erat dalam wujud dan semangat keberagamaan yang
berbeda antara di Indonesia dan di Maroko. Maroko yang merupakan negeri padang pasir
yang tandus dan keras dengan pola kehidupan sosial kesukuan yang kuat (tribalisme).
Berbeda di Indonesia dengan Pulau Jawa-nya yang merupakan daerah pertanian yang subur,
damai, dan rukun. Fakta adanya kaitan antara keadaan geografis, klimatologis, kesuburan
tanah, kemelimpahan sumber daya alam suatu daerah dengan watak penduduknya, telah lama
menjadi kajian para sarjana muslim, seperti Ibn Khaldun, dalam karyanya yang termasyhur,
Muqaddimah, di situ Ibn Khaldun membagi bola bumi menjadi tujuh daerah klimatologis
dengan pengaruhnya masing-masing terhadap watak penduduknya. Ia bahkan
mengemukakan teorinya tentang pengaruh keadaan suhu suatu daerah terhadap akhlaq serta
perilaku orang-orang setempat. Syahristani, dalam kitabnya yang juga amat terkenal, al-Milal
wa an-Nihal, mengupas tentang teori peradaban manusia yang dipengaruhi oleh letak
geografisnya, menjadi Timur, Barat, Utara, dan Selatan. Bangsa-bangsa Barat berbeda
dengan bangsa-bangsa Timur, dan bangsa-bangsa yang berada di belahan bumi utara berbeda
dengan bangsa-bangsa yang berada di belahan bumi selatan. Ia juga menyebutkan empat
bangsa induk di dunia, yaitu Arab, Persia, India, dan Roma (Barat), menurutnya Bangsa Arab
dan India, keduanya memiliki kemiripan, yaitu keduanya cenderung pada pengamatan ciri-
ciri khusus dari suatu kenyataan dan membuat penilaian berdasarkan pandangan mengenai
substansi dan hakikat kenyataan itu melalui pertimbangan keruhanian. Sedangkan Bangsa
Persia dan Roma mempunyai kesamaan dalam kecenderungan melihat suatu kenyataan dari
tabiat luarnya, kemudian memberikan penilaian menurut ketentuan-ketentuan kualitatif dan
kuantitatif dengan pertimbangan berdasarkan keadaan secara fisik. 
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Islam  berkembang melalui  proses perjalanan sejarah yang panjang dan kultur yang
berbeda melihat dimana Islam itu berkembang. Perbedaan latarbelakang sejarah dan budaya
mempunyai ukuran yang sama tentang ke-Islaman.
Pandangan agama dapat berubah dan dibenarkan berbeda karena perbedaan waktu,
zaman, lingkungan, stuasi dan sasaran serta tradisi yang sesuai dengan suatu kaidah.
Maka studi ke-Islaman di wilayah-wilayah secara objektiv akan berhasilkan
pandangan dan aplikasi Islam yang benar dan tidak harus sama dengan apa yang dilakukan
dan diterapkan di wilayah lainnya. Oleh karena itu, sangat didambakan untuk munculnya
pusat-pusat studi Islam untuk dapat menyahuti persoalan yang terus berkembang di masa
mendatang.

B.SARAN
Dalam penyusunan atau penyampaian makalah kami (MSI) Arti dan asal usul studi
kawasan islam. tentunya materi kami jauh dari kata kesempurnaan baik dari kata-kata nya
penyampaiannya, serta analisis yang kami buat serta kritik dari pembaca sangat kami
butuhkan demi kesempurnaan makalah kami kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Penerbit Akbar, 2004.


Anshari, Endang Saifuddin. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Tentang Paradigma dan
Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani,  2004
Azra, Azyumardi. Studi Kawasan Dunia Islam. Jakarta : Rajawali Pers
Clifford Geertz, Islam Observed .Chicago: Chicago University Press, 1975
Khaldun,Ibn. Muqaddimah .Beirut: Dar al-Fikr, 1981. dikutip dari Nurcholish Madjid,
Islam, Doktrin, dan Peradaban
Nasution, Harun.Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspek.Jakarta: Bulan Bintang
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, Cet. VI,
2001.
Ridwan, Ahmad Hasan. 2010. Oksidentalisme. URL :www.knowledge-
leader.net/2010/07/oksidentalisme/
Ridwan, M. Deden. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin.
Bandung: Nuansa Ilmu, 2001.
Suparlan , Parsudi, “Kata Pengantar” dalam Roland Robrtson, Agama Dalam Analisis
Dan Interpretasi Sosiologis Jakarta: Rajawali Press, 1988
Syahristani. al-Milal wa an-Nihal. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.dikutip dari Nurcholish
Madjid, Islam, Doktrin, dan Peradaban.

Anda mungkin juga menyukai