Anda di halaman 1dari 14

TEOLOGI HASAN HANAFI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teosofi

Dosen Pengampu : Dr. Anwar Firdausi, M.Ag

Disusun oleh:

Ariq Najmi Rihandy 220301110056


Muhammad Izzuddin 220301110060
Aminuddin Yasykur 220301110064
M. Syamsidh Dhuha 220301110061
Hasan Fahri Bin Salim A. 220301110150
M. Farhan Pradana 220301110066

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teosofi dengan judul “Teologi Menurut Pemikiran Hasan Hanafi”.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. Anwar Firdausi M.Ag.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Teosofi yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Malang, 14 Mei 2023

Penyusun Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah .....................................................................................1
1.3 Tujuan masalah .........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Riwayat Hidup Hassan Hanafi...................................................................2
2.2 Karya-karya Hassan Hanafi………………...............................................4
2.3 Kunci Keilmuan Hassan Hanafi…….........................................................5
2.4 Pemikiran Hassan Hanafi………………...................................................6

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ..................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu


serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Teologi membahas tentang sesuatu
yang fundamental dalam pembangunan ke-Islaman. Karena teologi islam sangat
bersentuhan dengan aspek-aspek Aqidah atau pokok pokok ke-Imanan manusia.
Teologi juga merupakan aspek penting karena dapat berfungsi sebagai refleksi
kritis bagi tindakan manusia. Teologi menjadi dasar perilaku kehidupan seseorang,
teologi berhubungan erat dengan sikap atau perilaku seseorang yang meyakininya.
Dengan demikian Hassan Hanafi menganalisis tentang bagaimana tauhid dalam
pemikiran islam. Pemikiran Hassan Hanafi hendak membawa dunia menuju
pencerahan yang menyeluruh.
Pada zaman ini sangat penting untuk kita mengetahui dan mempelajari ilmu
teologi islam yang benar. Karena teologi akan menjadi penentu bagaimana sifat dan
perilaku kita di kehidupan. Dengan mengetahui pemikiran Hassan Hanafi yang
berkaitan dengan Teologi Islam, maka kita akan bisa menentukan arah kehidupan
yang baik dan benar begitu juga dengan sifat dan perilaku kehidupan kita saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup dan pendidikan Hassan Hanafi ?


2. Apa saja karya-karya Hassan Hanafi ?
3. Bagaimana perkembangan teologi islam Hassan Hanafi di Mesir ?
4. Bagaimana pola pemikiran Hassan Hanafi ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui bagaimana riwayat hidup dan pendidikan Hassan Hanafi.


2. Untuk mengetahui apa saja karya-karya Hassan Hanafi.
3. Untuk mengetahui perkembangan teologi islam Hassan Hanafi di Mesir.
4. Untuk mengetahui bagaimana pola pemikiran Hassan Hanafi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Riwayat Hidup Hassan Hanafi

Pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo, Mesir terlahir seorang tokoh pembaharu
Islam yang memiliki nama lengkap Hassan Hanafi Hassanain (Aisyah, 2011). Ia
merupakan keturunan dari Bani Swaif yang berasal dari Mesir Selatan yang kemudian
pindah ke Kairo. Sejak kecil, ia telah dihadapkan dengan kondisi wilayahnya yang
sedang dijajah dan dikuasai oleh orang-orang asing (Gufron, 2018). Pada akhirnya,
fenomena-fenomena yang ia lihat telah melahirkan sikap nasionalismenya. Ketika ia
menginjak umur belasan tahun, ia mengenyam pendidikan yang mendorongnya
mengenal filsafat dan mendalaminya (Badruzaman, 2005). Kemudian, ia melanjutkan
pendidikannya di Universitas Kairo, setelah Hanafi lulus disana, ia melanjutkan
pendidikannya di Perancis. Hal ini yang mendorongnya menjadi seorang intelektual
modern dengan gagasan-gagasannya yang membumi, namun tidak sedikit
gagasangagasannya ditolak oleh beberapa kalangan. Sikap nasionalisme yang terdapat
dalam diri Hanafi tumbuh karena dipengaruhi oleh berbagai fenomena yang menimpa
wilayahnya, sehingga dirinya masuk ke salah satu organisasi yang bernama Al-Syubban
Al-Muslimin. Ketika ia berada dalam organisasi tersebut, ia telah banyak mempelajari
segala sesuatu dan ia juga sangat menyukai kerukunan kalangan sekretarianarian dalam
menghadapi persoalan-persoalan sosial yang sedang terjadi di wilayahnya. Oleh karena
itu, situasi sosial dan pendidikannya telah mengantarkan Hanafi sebagai seorang
pembaharu Islam dengan gagasannya yang dikenal dengan sebutan Kiri Islam
(Yusdani, 2002).

Perubahan posisi dari akademisi menjadi pengkaji sosial dialami oleh Hanafi
ketika kalahnya Mesir dalam perang melawan Israel yang terjadi pada tahun 1967.
Perubahan posisi tersebut ia lakukan guna menelusuri penyebab kalahnya Mesir.
Kemudian, lahirnya sikap kritis dalam diri Hanafi disebabkan oleh berubahnya situasi
sosial dan politik di wilayah Mesir. Keberanian Hanafi untuk mengkritisi teologi klasik
telah melahirkan kemarahan dari kalangan Islam yang berasal dari al-Azhar. Menurut

2
kalangan ulama al-Azhar, Hanafi merupakan tokoh intelektual muslim yang telah
menyimpang dari ajaran Islam. Bahkan mereka mendorong kepada pihak Universitas
Kairo untuk memecat Hanafi dari pekerjaannya sebagai pengajar di sana, hal ini mereka
lakukan agar Hanafi tidak menyebarkan ajarannya yang telah menyimpang (Nanda,
2020). Tempat kelahiran Hanafi yakni Mesir merupakan suatu wilayah yang memikat
banyaknya perhatian atas keragaman yang dimilikinya. Secara sosial, Mesir adalah
negara yang selalu terlibat dalam sejarah peradaban dunia. Pada zaman klasik, Mesir
adalah pusat perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan wilayah tersebut menjadi objek
yang mengundang banyak perhatian para intelektual dunia. secara politik, pada saat itu
Mesir memiliki dua golongan ekstim yang berusaha untuk menarik perhatian
masyarakat, hal ini dilakukan agar wilayah Mesir dikuasai oleh salah satu golongan
ekstim tersebut (Manijo, 2013).

Pada abad ke-20, paham liberalisme muncul di Mesir yang diadopsi dari budaya
Barat (Gufron, 2018). Akibat dari munculnya paham ini adalah melahirkan dua
golongan yang berbeda dalam memandang politik di wilayah Mesir. Golongan pertama
merupakan suatu kumpulan para intelektual yang dilatarbelakangi dengan pendidikan
Barat, golongan ini merupakan golongan yang berpihak kepada paham liberalisme
bahkan golongan ini berupaya untuk mengaplikasikan paham tersebut di Mesir.
Golongan kedua, golongan ini merupakan suatu kumpulan para ulama yang masih
memegang tradisi klasik, golongan ini tidak menyepakati atas munculnya paham
tersebut. Situasi seperti ini yang menjadikan para penguasa dan golongan pertama
memandang bahwa para ulama merupakan penghambat dari modernisasi Islam, bahkan
para ulama yang menjadi penyebab atas ketertinggalan Islam dalam bidang ekonomi,
sosial, dan politik (Ridwan, 1998). Fenomena-fenomena seperti inilah yang
menyadarkan Hanafi terhadap realitas yang ia alami sejak kecil hingga dewasa. Hanafi
menyadari bahwa peran pemerintah sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan
hidup rakyat. Ketika ia bergabung dengan kelompok Ikhwanul Muslimin, Hanafi
menyadari betul bahwa pentingnya kesadaran dalam beragama dan kesadaran atas
realitas (Hanafi, 2015). Pemikirannya terbentuk dari situasi sosial yang bergejolak pada
saat itu. Kemudian, Hanafi juga kecewa kepada situasi umat terutama dalam cara
berpikirnya para pemuda Islam yang terpisah-pisah atau berkelompok. Situasi ini juga
yang mengantarkannya mengkaji dan mendalami pemikiran Sayyid Qutub mengenai

3
keadilan sosial (Nurhakim, 2003). Sejak saat itu, Hanafi berusaha menemukan ciri
perubahan sosial yang dapat menjawab persoalan sosial.

Memahami riwayat hidup Hanafi dan situasi sosialnya pada saat itu, Hanafi
merasakan harus adanya suatu pembaharuan yakni pembaharuan dalam pemikiran yang
menyesuaikan dengan realitas yang sedang terjadi. Kemudian, dengan melihat umat
Islam yang banyak dipengaruhi oleh Barat, hal ini menjadikan Hanafi untuk
menyelesaikan persoalan tersebut. Pertemuan Hanafi dengan para pemikir besar dalam
suatu kunjungan di berbagai wilayah seperti Asia, Amerika, dan Eropa menjadikan
Hanafi sadar dan memahami banyaknya tantangan yang sedang dialami oleh umat Islam
di berbagai wilayah khususnya, dan dunia umumnya (Nurhakim, 2003).

2.2 Karya-karya Hassan Hanafi

a. Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir, diterbitkan pada tahun 1976.


Tulisan ini merupakan akumulasi tulisan Hanafi yang pernah diterbitkan
dibeberapa jurnal, khususnya Jurnal Al Katib, Al-Adab, Al-Fikr al-Mu’ashir,
dan Mimbar Al-Islam.
b. Dirasat Islamiyyah, ditulis sejak tahun 1978 dan terbit tahun 1981, memuat
deskripsi dan analisis pembaruan terhadap ilmu-ilmu keislaman klasik,
seperti ushul fikih, ilmu-ilmu ushuluddin dan filsafat.
c. Al-Turats wa al-Tajdid, yang terbit pertama kali tahun 1980. Tulisannya ini
memuat ini landasan teoritis ide-ide pembaharuan dan langkah-langkahnya.
d. Al-Yasar al-Islamiyah, yang kemudian dikenal secara populer hingga hari ini
dengan istilah Kiri Islam. Sebuah tulisan yang memuat manifesto politik
yang berbau ideologis.
e. Min al-Aqidah ila Al-Tsaurah, (dari Akidah Menuju Revolusi) yang terdiri
dari 5 jilid, ditulis selama hampir sepuluh tahun dan baru terbit pada tahun
1988. Buku ini memuat uraian rinci tentang pokok-pokok pembaruan yang ia
canangkan, sebagaimana yang termuat dalam karyanya yang terdahulu.
f. Religion, Ideologi and Development, yang terbit pada tahun 1993. Muatan
tulisan ini banyak-banyak dipresentasikan dalam berbagai seminar
dibeberapa Negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Timor
Tengah, Jepang dan termasuk Indonesia.

4
g. Islam in the Modern World, terdiri dari dua jilid. Tulisan ini juga merupakan
susunan dari beberapa tulisannya yang pernah dimuat dibeberapa artikel.

2.3 Kunci Keilmuan Hassan Hanafi

a. Syuru' (kesadaran)

Istilah yang paling sentral dan penting dalam membaca karya- karya hasan Hanafi
adalah konsep kesadaran. Dalam bukunya, Hasan Hanafi menuliskan konsep ini dengan
istilah Arabnya As Syu`ur ‫ الشعور‬dan al-Wa`u ‫الوعي‬. Konsep al-Syu`ur dan al-Wa`yu dapat
diartikan dengan kesadaran dalam bahasa Indonesia, dan dalam bahasa Ingris padanannya
“Consciousness”. Sama dengan Hanafi, konsep kesadaran atau consciousness adalah konsep
sangat utama dalam filsafat Karl Marx. Konsep kesadaran menjadi kalimat kunci bagi semua
konstruk filsafat sosialisme dan revolusi. Hakikatnya, Karl Marx adalah orang yang pertama
memperkenal konsep kesadaran kolektif (collective consciousness) dan Sigmund Freud yang
pertama memperkernalkan kesadaran individu (individual consciousness). Menurut Karl
Marx suatu kelompok masyarakat (class) akan bertahan dengan identitas dan serta akan dapat
berevolusi menjadi lebih tinggi jika mereka memiliki kesadaran kolektif yang benar (true),
namun jika kesadaran mereka palsu (false), maka keutuhan mereka akan sirna dan mereka
akan ditindas. Untuk menjaga kesadaran mereka akan tetap benar, maka diperlukan ideologi
dan revolusi, sebagai jalan pembebasan.Maka dari itu, menurut Karl max dan pengikutnya
kesadaran adalah kunci terpenting dan utama dalam menentukan perubahan dan revolusi.
(Dhuhri S. , 2021)

b. Turats wa tajdid

Turats sendiri dalam bahasa arab berarti warisan, maksudnya adalah warisan berupa
buku buku serta pemahaman dari ulama terdahulu.Turats juga dapat diartikan sebagai jalan
pehaman yang diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi sekarang. Hasan Hanafi
memaknai turats berbeda dengan kebanyakan yang didefinisikan oleh kalangan pemikir Islam
lainnya, yang dimana turats hanya dipahami berupa manuskrip-manuskrip yang mengandung
ilmu-ilmu pengetahuan masa lalu. Maka Hasan Hanafi tidak menerima sepenuhnya definisi
demikian. Menurut Hasan Hanafi turats ada dua bentuk; ada turats berbentuk benda dan ada
turats berbentuk mental. Jika turats berbentuk benda wujudnya bisa berupa tulisan dalam

5
bentuk manuskrip, buku-buku, kitab-kitab, tulisan-tulisan di batu nisan dan dalam bentuk
kayu dan lainnya, maka turats dalam bentuk mental adalah pemaknaan dan pemahaman dari
turats itu yang tersimpan dalam memori kolektif masyarakat. Memori yang ia maksudkan
adalah bentuk interaksi antara kenyataan sehari-hari dengan kesadaran mereka sebagai
sebuah eksistensi sosial. Sedangkan tajdid dalam bahasa Arab yang berakar dari kata
jaddada-yujaddidu-tajdiidan yang artinya "menjadi baru". Maka dari itu tajdid dapat diartikan
sebagai pembaruan dalam ajaran Islam. Hasan Hanafi berargumen bahwa Orang Islam
harusnya tidak menjiplak dari Barat, tetapi mestinya melakukan kreasisasi dan filterisasi ide-
ide, ilmu pengetahuan modern dan pemikiran mereka. (Munir, 2020) Karenanya gerakan
seleksi dan dialog dengan peradaban Barat hal yang wajib dilakukan sehingga tidak mengerus
indentitas Arab dan Islam, juga dapat memahami Barat secara tepat dan benar.Maka dari itu
salah satu tujuan dari tajdid Hasan Hanafi adalah untuk merekonstruksi ilmu-ilmu Islam,
seperti konsep ketuhanan misalnya, karena selama ini ilmu itu telah ketinggalan dan tidak
lagi sepenuhnya mampu merespon dan memberi solusi dari krisis-krisis yang dihadapi
masyarakat Islam. (Arifin, 2017)

2.4 Pemikiran Hassan Hanafi

Pada awal dasawarsa 1960-an pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh paham-paham


dominan yang berkembang di Mesir, yaitu nasionalistik sosialistik populistik yang juga
dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabisme, karena situasi nasional yang kurang
menguntungkan setelah kekalahan Mesir dalam perang melawan Israel pada tahun
1967. Pada awal dasawarsa ini 1956-1966 sebagaimana telah dikemukakan, Hanafi
sedang berada dalam masa-masa belajar di Perancis. Di Perancis inilah, Hanafi lebih
banyak lagi menekuni bidang-bidang filsafat dan ilmu sosial dalam kaitannya dengan
hasrat dan usahanya untuk melakukan rekonstruksi pemikiran Islam. Untuk tujuan
rekonstruksi itu, selama berada di Perancis ia mengadakan penelitian tentang metode
interpretasi sebagai upaya pembaharuan bidang ushul fiqih (teori hukum Islam, Islamie
legal the ondan tentang fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam
konteks realitas kontemporer. Karya setebal 900 halaman itu memperoleh penghargaan
sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961. (Dr. Hamzah, 2012)

A. Kiri Islam dalam pemikiran Hassan Hanafi

6
Pengertian Kiri Islam Ketika mendengar kata kiri, akan ada muncul lawan dari
katanya yaitu kanan. Kiri dan Kanan daam kehidupan merupakan kenyataan yang tidak
bisa di nafikan. Jadi Kiri ini merupakan penerus gagasan atau seruan untuk melawan
penjajahan, keterbelakangan, dan seruan untuk menegakkan kebebasan, keadilan sosial
serta mempersatukan umat Islam dalam suatu kesatuan yang dinamai dengan Al-
Jami‟ah al Islamiyah atau al-Jami‟ah al-Syarqiyah (kesatuan bangsa-bangsa timur).
Dengan demikian Kiri Islam merupakan penyempurnaan (takmiah) atas pembaharuan
yang muncul dalam sejarah Islam modern. Kiri Islam memihak kepada kaum yang
dikuasai, tertindas, yang miskin dan menderita. Sebenarnya kiri dan kanan tidak ada
dalam Islam itu sendiri, melainkan terdapat pada tatanan sosial, politik, ekonomi dan
sejarah. Karena sepanjang manusia terlibat dalam gerak sejarah dan zaman, maka
manusia akan berada dan terbit dalam pertentangan-pertentangan antara kekuatan-
kekuatan dan perbedaan-perbedaan kepentingan. Dari dasar itulah terdapat kiri dan
kanan. Dalam Islam dikenal Golongan Kanan (Ashabul-yamin) dan Golongan Kiri
(Ashabul-Syimal) yang mengarah kepada pelaksanaan Agama, bukan politik dan sosial.
(Riza Zahriyal Falah, 2015)

Kiri Islam lahir setelah terinspirasi atas kemenangan revolusi Islam di Iran pada
tahun 1979. Akan tetapi hal tersebut bukan satu-satunya penyebab bagi gerakan kiri
Islam. Banyak faktor lain yang mempengaruhinya, yaitu adanya gerakan-gerakan Islam
Modern dan lingkungan Islam-Arab, yang tidak berhasil dalam mengentaskan masalah
keterbelakangan dan penindasan. Kegagalan tersebut menurut Hasan Hanafi
disebabkan:

1. Terkooptasinya agama oleh kekuasaan, dan praktik-praktik keagamaan diubah


menjadi ritus belaka, kecenderungan tersebut merupakan topeng untuk
menyembunyikan feodalisme dan kapitalisme kesukuan.
2. Meskipun liberalisme secara retorik anti kolonial, namun liberalisme tersebut
merupakan produk kolonialisme Barat. Karena kenyataannya liberalisme didukung
oleh kelas atas yang mengatur kekayaan nasional. Akibatnya, rakyat muslim menjadi
korban eksploitasi ekonomi.
3. Marxisme yang berpretasi mewujudkan keadilan sosial dan menentang kolonialisme,
ternyata tidak dengan pembebasan rakyat dan berkembangnya khazanah umat.

7
4. Kecenderungan revolusi nasional, sekarang telah melahirkan perubahan fundamental
dalam struktur sosio-kultural dunia Islam-Arab, tetapi perubahan tersebut tidak dapat
mempengaruhi kesadaran massa muslim. (Riza Zahriyal Falah, 2015)

Setelah meliihat kecenderungan-kecenderungan dalam realita dunia Islam, maka


tugas Kiri Islam menurut Hanafi adalah mengatasi kecenderungankecenderungan
tersebut dan mewujudkan cita-cita yang meliputi revolusi rasional, yang didasarkan
pada prinsip-prinsip revolusi sosialis melalui pengembangan khazanah intelektual dan
berpijak pada kesadaran umat. Adapun misi Kiri Islam adalah: (1) mewujudkan
keadilan sosial dalam umat melalui nash al-Qur’an, (2) membangun masyarakat yang
bebas dan demokratis, bahwa setiap individu berhak mengungkapkan pendapatnya; (3)
membebaskan Palestina dan mengusir kolonialisme dari dunia Islam; (4) membangun
paham Islamisme, yang dimulai dari Mesir, lalu sungai Nil, Suriah, Maroko, Arab, dan
akhirnya terjadi kesatuan umat Islam; (5) membangun sistem politik nasional yang
independen, memperkuat jalinan persahabatan dengan bangsa-bangsa Islam Asia Afrika
dan dunia ketiga; (6) mendukung revolusi kaum tertindas, karena revolusi mereka
adalah revolusi Islam. (Yusdani, 2002)

B. Teologi Hassan Hanafi

Teologi merupakan refleksi dari wahyu yang memanfaatkan kosakata zamannya


dan didorong oleh kebutuhan dan tujuan masyarakat, apakah kebutuhan dan tujuan itu
merupakan keinginan obyektif atau semata-mata manusiawi atau barangkali hanya
merupakan cita-cita dan nilai atau pernyataan egoisme murni. Dalam konteks ini,
teologi merupakan hasil proyeksi kebutuhan dan tujuan masyarakat manusia ke dalam
teks-teks kitab suci. Sejarah teologi, kata Hanafi adalah sejarah proyeksi keinginan
manusia ke dalam kitab suci itu. Setiap ahli teologi atau penafsir melihat dalam kitab
suci itu sesuatu yang ingin mereka lihat. Ini menunjukkan bagaimana manusia
menggangtungkan kebutuhan dan tujuannya pada naskah-naskah itu. Teologi dapat
berperan sebagai suatu ideology pembebasan bagi yang tertindas atau sebagai suatu
pembenaran penjajahan oleh para penindas. Teologi memberikan fungsi legitimatif bagi
setiap perjuangan kepentingan dari masing-masing lapisan masyarakat yang berbeda.
Karena itu, Hanafi menyimpulkan bahwa tidak ada kebenaran obyektif atau arti yang
berdiri sendiri, terlepas dari keinginan manusiawi. Kebenaran teologi, dengan demikian
adalah kebenaran korelasional atau dalam bahasa Hanafi, persesuaian antara arti naskah

8
asli yang berdiri sendiri dengan kenyataan obyektif yang selalu berupa nilai-nilai
manusiawi yang universal.

Hassan Hanafi banyak menyerap dan mengonsentrasikan diri pada kajian


pemikir Barat pra modern dan modern. OLeh karena itu, Kazuo Shimogaki
mengkategorikan Hassan Hanafi sebagai seorang modernis-liberal karena ide-ide
liberalism Barat, demokrasi, rasionalisme, dan pencerahan telah banyak
memengaruhinya. Banyak hal yang oleh Hassan Hanafi diklaim telah “stagnan” dan
dicarikan ruh yang baru. Salah satunya adalah tentang teologi tradisional bahwa teologi
bukanlah ilmu murni yang hadir dari kehampaan sejarah, melainkan merefleksikan
konflik-konflik sosial politik. (Sipahutar, 2021)

Oleh karena itu, kritik kepada teologi menjadi keniscayaan. “Teologi bukanlah
ilmu tentang Tuhan (seperti arti secara epistemology dari kata theose dan logos),
melainkan theology adalah ilmu tentang kata (kalam) Tuhan karena Tuhan tidak tunduk
kepada ilmu. Tuhan mengungkapkan diri dalam firman-Nya yang berupa wahyu. Dalam
gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya
mengubah orientasi perangkat konseptual kepercayaan (teologi) sesuai dengan
perubahan konteks politik yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
teologi tradisional lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang bertujuan
untuk memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda dengan kenyataan sekarang bahwa
Islam mengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga perubahan kerangka
konseptual lama pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik
menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari kebudayaan modern harus
dilakukan. Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir
dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik.
Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena
sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik. Hal ini sesuai dengan
pendefinisian beliau tentang definisi teologi itu sendiri. (Sipahutar, 2021)

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Hasan Hanafi adalah guru besar Fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia lahir pada
tanggal 13 Februari 1935 di Kairo dekat Benteng Salahuddin di kawasan desa Al-Azhar.
Kota ini merupakan tempat bertemunya mahasiswa muslim dari seluruh dunia yang ingin
menuntut ilmu, khususnya di Universitas Al-Azhar. Meski lingkungan sosialnya tidak
terlalu menggembirakan, namun tradisi keilmuan di sana telah berkembang dalam kurun
waktu yang lama. Masa kecil Hanafi menghadapi kenyataan hidup di bawah penjajahan
dan pengaruh asing. Fakta ini mengilhami patriotisme dan nasionalisme yang besar di
kalangan Hanafi.

Hasan Hanafi merupakan sosok tokoh yang seringkali mencetuskan karya-karya


yang hingga saat ini sangat berpengaruh terhadap kebangkitan Islam. Diantara karyanya
yang sangat berpengaruh adalah al-Yasar al-Islami : Kitabat fi an-Nahdah al-Islamiyyah
(Kiri Islam : Beberapa Esai tentang Kebangkitan Islam). Esai pertama jurnal itu berjudul
Maza Ya’ini al-Yasar al-Islami (Apa Arti Kiri Islam) yang memuat pemikiran Hassan
Hanafi tentang beberapa isu penting yang berkaitan dengan kebangkitan islam.

Terdapat dua hal penting yang menjadi kunci dalam membaca karya karya hasan
hanafi, yaitu kesadaran diri dan warisan pemahaman dari ulama terdahulu. Konsep
kesadaran menjadi kalimat kunci bagi semua konstruksi filsafat sosialisme dan revolusi.
Dan warisan pemahaman terhadap ulama-ulama terdahulu dapat menjadi kunci
pemahaman yang dalam mengenai karya-karya Hassan Hanafi.

Hassan Hanafi percaya bahwa Islam, sebagai ideologi dan sumber motivasi,
telah terbukti menjadi senjata ampuh untuk setiap gerakan massa. Realitas ini juga
menjadi bukti bahwa dunia Timur (Islam) memiliki tradisi kuno yang dapat memberikan
semangat bagi perubahan sosial dan politik. Teologi pembebasan Hanafi membawa
perspektif baru yang lebih manusiawi terhadap realitas kehidupan manusia. Hassan
Hanafi ingin mengembalikan Islam pada fitrahnya yang sejati, yaitu agama pembebasan
yang peduli dan tanggap terhadap persoalan kemanusiaan.

10
DAFTAR PUSTAKA

AL-RASYID, M.A., D. (2012, february 2). KARYA-KARYA HASAN HANAFI. Retrieved


from blogspot.com: http://hamzah-harun.blogspot.com/2012/02/karya-karya-hasan-
hanafi.html?m=1
Arifin, M. P. (2017). HERMENEUTIKA FENOMENOLOGIS HASAN HANAFI. 4-6.
Dhuhri, S. (2021). Kontribusi Hassan Hanafi Dalam Rekontruuksi Ushul Fiqh. Pendekatan
Filsafat Ilmu, 54-58.
Dr. Hamzah, M. (2012). TEOLOGI SOSIAL : Telaah Pemikiran Hassan Hanafi. Pekanbaru:
Graha Ilmu.
Faiz M.Ag., D. (2020, Juny 10). Teologi Pembebasan Islam. Retrieved may 15, 2023, from
youtube.com: https://youtu.be/cgbCwd2S-KA
Khudhori, S. (2004). Wacana Baru Filsafat Islam . Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Munir, H. A. (2020). HASSAN HANAFI : KIRI ISLAM DAN PROYEK AL TURATS WA
AL TAJDID. 251-260.
Prawira Negara, M. (2022). Reformulasi Konsep Tauhid : Studi Analisis Pemikiran Hassan
Hanafi. Jurna Pemikiran Islam, 134-137.
Riza Zahriyal Falah, I. F. (2015). PEMIKIRAN TEOLOGI HASSAN HANAFI. Jurnal ilmu
Aqidah dan Studi Keagamaan, 205-219.
Sipahutar, S. K. (2021). PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MENURUT HASSAN HANAFI.
41-44.
Yusdani. (2002). Gerakan Pemikiran "Kiri" Islam. 81-89.
Hamzah, Harun. (2012). Karya-Karya Hasan Hanafi. Diakses pada 14 Mei 2023 dari
http://hamzah-harun.blogspot.com/2012/02/karya-karya-hasan-hanafi.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai