DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. H. AHMAD SYUKRI SALEH, MA
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD SUBHAN (804202003)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat,
taufik dan hidayah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hermeneutika Al- Qur’an Pemikiran Hasan Hanafi” dengan baik tanpa suatu
kendala apapun. Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal dengan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.
Meski saya telah menyusun makalah ini dengan maksimal, namun tidak
menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat
dibutuhkan kritik dan saran yang konstruktif dari segenap pihak agar saya dapat
memperbaiki makalah selanjutnya. Demikian apa yang bisa dapat saya sampaikan,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun yang mendengarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Sejarah Hidup Hasan Hanafi ................................................................ 3
B. Karya-Karya Hasan Hanafi...................................................................
6
C. Pemikiran Hasan Hanafi ...................................................................... 7
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perluasan wilayah dan perkembangannya, umat Islam
selalu dihadapkan pada sebuah persoalan kondisi, situasi, masa dan keadaan
yang berbeda, seperti yang pernah ada dimasa Nabi Muhammad saw.
Anggapan mereka terhadap keadaan saat ini sudah tidak bisa selalu dikaitkan
dengan keadaan di masa Nabi Muhammad.
Dimulai dari masa sahabat sampai sekarang, usaha pencarian suatu
metode yang bisa selaras dengan terhadap
pemahaman suatu teks masih terus diupayakan sampai saat ini. Dengan kata
lain, upaya untuk membumikan nilai-nilai al-Qur’an itu sudah menjadi
sebuah keniscayaan bagi umat Islam. Sebab, jika tidak, maka kedua pusaka
yang telah diwariskan ini akan menjadi “sebuah permata di atas singgasana
langit” yang tidak akan pernah bisa mewarnai dan menghiasi peradaban
dunia.
Semua umat Islam pun percaya bahwa ajaran yang ada dalam Islam itu
merupakan norma ideal yang dapat ditempatkan oleh berbagai bangsa
dikarenakan ajaran Islam yang bersifat universal dan tidak bertentangan
dengan rasio. Ajaran Islam yang terbilang netral untuk agama apapun, karena
saat ajaran Islam diaplikasikan sesuai dengan apa yang ada dalam nilai-nilai
al-Qur’an maka siapa saja dapat mengakui dengan adanya kebenaran itu.
Namun, yang terjadi tidaklah demikian, kebanyakan dari kalangan umat Islam
sendiri enggan untuk membumikan nilai al-Qur’an di saat itu bertentangan
dengan dirinya atau berlawanan dengan apa yang sedang dirinya inginkan.
Hal tersebut juga merupakan salah satu sebab Islam menjadi terbelakang.
Seperti yang terjadi saat ini.
Sehingga sampai Dewasa ini perbincangan tentang al-Qur’an sangat
ramai dibicarakan. Teori penafsiran yang sudah ada berabad-abad lamanya itu
permasalahkan dan diragukan oleh sebagian pemikir kontemporer,
dikarenakan tafsir klasik sudah dianggap tidak relevan lagi dengan kebutuhan
1
2
umat Islam pada saat ini. Dari situlah dibutuhkan metode penafsiran baru
yang mampu memberikan respon terhadap kebutuhan zaman. Metode ini
disebut dengan hermeneutika.
Hermeneutika yang digunakan sebagai metode penafsiran itu dibagi
atas tiga bentuk; Pertama, hermeneutika yang dikembangkan tokoh klasik
yaitu Friedrich Schleirmacher (1768-834), Emillo Betti (1890-1968) dan
Wilhelm Dilthey (1833-1911) yang dikenal dengan hermeneutika objektif.
Dalam pandangan tokoh klasik ini, penafsiran diartikan dengan memahami
teks sebagaimana yang dimaksudkan atau dipahami oleh pengarangnya,
dikarenakan teks itu merupakan wujud lain dari sang pengarangnya atau
ungkapan jiwa dari sang pengarang.
Kedua, hermeneutika yang dipelopori oleh tokoh modern yang
mengembangkan metode hermenutika yaitu; Jacques Derrida (1. 1930), Hans-
Georg Gadamer (1900-2002). Menurut tokoh modern ini, metode ini
digunakan bukan mencari apa yang dipahami pengarang, melainkan
memahami apa yang sudah tertera di dalam teks itu sendiri. Inilah perbedaan
yang sangat mendasar di antara hermeneutika objektif dan subjektif. Untuk
mereka yang menggunakan hermeneutika subjektif mengangap bahwa teks
itu bersifat luas dan dapat ditafsirkan oleh siapapun. Sebuah teks dilepas dan
dipublikasikan maka teks telah dianggap berdiri sendiri dan tidak mempunyai
keterkaitan dengan si pengarang. Berangkat dari pemahaman seperti itu, teks
tidak harus ditafsirkan atau dipahami seperti apa yang dimaksud oleh sang
pengarang itu sendiri.
Ketiga, hermeneutika yang dikembangkan oleh tokoh muslim
kontemporer di antaranya Farid Esack (1. 1959) dan Hassan Hanafi (1. 1935).
Metode yang mereka gunakan dewasa ini dikenal dengan hermeneutika
pembebasan. Dalam pandangan mereka metode hermeneutika bukan sekadar
teori penafsiran ataupun pemahaman. Namun, lebih pada aksinya. Hanafi
mendefinisikan hermeneutika adalah suatu ilmu tentang prosesnya wahyu
dari logos hingga praktek, dari huruf sampai kenyataan dan dari fikiran Tuhan
kepada realitas kehidupan manusia.
3
Hanafi; salah satu pemikir muslim kontemporer dan saat ini unggul
dengan hermeneutikanya dalam menafsirkan al-quran. Hanafi merupakan
salah satu doktor yang handal dalam bidang filsafat di sebuah universitas
Kairo. Sedangkan tentang pemikirannya Hanafi sepadan dengan pemikir
kontemporer lainya seperti Fazlur Rahman, Nasr Hamid abu Zaid, Abid al-
Jabiri, Muhammad Arkoun.
Usaha Hanafi dalam pemikirannya yang hendak menjadikan Islam
dapat bergerak menuju pencerahan yang mendunia, sehingga Hanafi disebut
dengan seorang pemikir yang menarik atau unik. Namun, Hanafi tidak bisa
dikatakan sebagai pemikir yang tradisional karena dia membongkar adanya
pemikiran tradisional. Akan tetapi, Hanafi lebih pantas disebut sebagai
pemikir modernitas. Hanafi mengkritik adanya modernitas dan menjadikan
tradisional itu sebagai proyek pada era ini.
Dalam menafsirkan al-Qur’an Hanafi menawarkan sebuah metode yang
menggunakan pendekatan sosial. Menurutnya seorang mufasir tugasnya tidak
hanya mengambil kesimpulan dari teks, melainkan mufasir dapat
menginduksikan suatu makna dari realitas menuju ke dalam teks. Lanjutanya,
sorang penafsir tidak hanya sebagai penerima melainkan juga harus memberi
makna. Jadi, seorang mufasir itu ada hak meletakkan makna dalam struktural
realitas dan rasional.
Sebagai salah satu pemikir kontemporer yang cukup banyak menekuni
tentang perumusan isi hermeneutika al-Qur’an, juga sudah tak asing lagi
dengan penindasan, buta huruf, keterbelakangan sampai penjajahan
multidimensi, yang merupakan salah satu alasan untuk merumuskan suatu
metode pembacaan teks yang membahas tentang kenyataan riil dan aktual
yang disebut dengan hermeneutika empiris.
Hanafi juga mengkritik adanya penafsiran klasik yang menurutnya
sudah tidak relavan lagi pada saat ini. Namun, Hanafi tidak hanya mengkritik
saja melainkan juga menawarkan suatu metode dalam menafsirkan al-Qur’an
sehingga penafsiran yang dihasilkan itu bisa menjadi sebuah solusi untuk
setiap persoalan yang terjadi di era kontemporer saat ini yang dikenal dengan
4
5
6
keislaman dengan cara melalui ushuluddin, ushul fiqh, filsafat dan seperti apa
pembaharuannya. al-Din wa al-Thaurah fi Misr (1989) dalam karyanya ini
Hanafi membicarakan tentang gerakan keagamaan di era kontemporer serta
membahas integritas umat Islam, seperti halnya dalam tarik menarik masalah
ideologi Barat dan yang bertujuan untuk mengkotomi keilmuan.6
C. Pemikiran Hasan Hanafi
1. Pandangan Hassan Hanafi terhadap al-Qur’an
Menurut Hasan Hanafi, al-Qur’an mempunyai tiga keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab lainnya. Pertama, al-Qur’an
merupakan fase akhir dari perkembangan wahyu sejak Nabi Adam as
sampai Nabi Muhammad saw. dikarenakan al-Qur’an merupakan bentuk
wahyu terakhir yang bisa dijadikan pedoman tanpa adanya pertimbangan,
atau pembatalan dan penghapusan. Kedua, al-Qur’an terjaga dan bebas
dari berbagai bahaya sebagaimana kitab-kitab suci lainnya. Ketiga, al-
Qur’an merupakan wahyu yang turunnya tidak sekaligus melainkan
diturunkan disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan manusia dan
kondisinya. Sehingga, seluruh ayat tadi terukumulasi selama dua puluh
tiga tahun dan menjadi al-Qur’an seperti yang saat ini.7
2. Kritikan Hassan Hanafi terhadap tafsir klasik
Hassan Hanafi mengkritik adanya tafsir klasik yang menurutnya
tidak memiliki teori solid dan tidak memiliki prinsip yang terseleksi dan
teruji, dikarenakan penafsiran klasik tidak melampui fase syarah, tafs{i>l
dan pengulangan. Menurut Hanafi penafsiran klasik tidak bisa
memberikan solusi yang solid tentang problematika yang ada di
masyarakat, penafsiran klasik hanya cenderung mengabaikan kehidupan
yang terjadi di sekitarnya. Sehingga berakibat pada teks agama yang
berkutat pada dirinya sendiri, karena terlalu fokus pada makna tekstual
ayat. 8
6
Ibid., hal. 8-9
7
Devi Muharrom Sholahuddin, “Studi Metodologi Tafsir Hasan Hanafi,” dalam jurnal, Vol. 1,
No. 1 (Juli 2016), hal. 62-63.
8
Hassan Hanafi, Membumikan Tafsir Revolusioner (Yogyakarta; Titian Ilahi Pers, t. th.), hal. 2.
8
melakukan telaah dari segi askiologi etis dalam ranah produk pemikiran
dan epistemik.
Secara keseluruhan, apa yang telah dilakukan oleh Hanafi,
merupakan bagian dari upaya untuk membangkitkan rasionalisme guna
menghidupkan kembali wajah klasik Islam, seperti melakukan sebuah
perlawanan terhadap dominasi Barat dan memelajari kembali realitas
yang ada di dunia. Hal itu telah Hanafi buktikan dengan sebuah
pernyataannya saat Hanafi mensosialisasikan makna oksidentalisme
sebagai ajang perlawanan pada orientalisme. Oleh karena itu, Hanafi
meniscayakan dengan adanya pemahaman pada al-Qur’an yang aktual
dan progresif dengan teori yang ditawarkan yaitu teori tafsir tematiknya.
Ini merupakan agenda pertama Hanafi yang diharapakan mampu
mencapai suatu proyek besar yang telah dicita-citakan. Dalam karyanya
yang berjudul Islam in The Modern World inilah pokok dari pemikirannya
tertuang.11
Terdapat dua piranti besar dalam membangun hermeneutika Hanafi
yakni ushul fiqh, marxis, fenomenologi dan hermeneutika itu sendiri.
Dengan adanya piranti tersebut, Hanafi mampu membangun hermenutika
yang telah mampu menjadi sebuah wadah dalam gagasan pembebasan
dalam islam; bukunya yang berjudul tafsir revolusioner yang menjadi
landasan ideologis-normatif untuk umat Islam dalam menghadapi
berbagai bentuk ketidakadilan, eksploitasi, dan represi, baik dari luar
maupun dalam. Ia lebih mengutamakan hermeneutika yang mampu
menyelesaikan pelbagai permasalahan kronis yang dialami oleh umat
Islam.12
Dalam mengembangkan teori hermeneutikanya Hanafi
menggunakan pendekatan fenomenologi yang diambil dari teorinya
Edmund Husserl. Melalui pendekatan itulah Hanafi menetapkan lima
tahapan yang harus dilakukan oleh seorang mufasir dalam menafsirkan al-
11
Zuhry, “Tawaran Metode...,” hal. 11.
12
Muhammad Aji Nugroho, “Hermeneutika Al-Quran Hasan Hanafi (Dari Teks Ke Aksi;
Merekomendasikan Tefsir Tematik/ Mawdu`i),” dalam Pdf Proposional, Hl. 7.
11
13
Sholahuddin, “Studi Metodologi...,” hal. 59-60.
14
Prasetya, “Model Penafsiran...,” hal. 372.
12
15
Sholahuddin, “Studi Metodologi...,” hal. 69-70.
13
kepunyaan setiap individu. Ada satu kata yang berhubungan dengan al-
Ard yang menunjukkan bahwa al-Ard itu berhubungan dengan orang
pertama, dan itu adalah Tuhan. Artinya, Tuhan adalah salah satu yang
berhak dikatakan sebagai pemilik al-Ard.
Setelah Hanafi melakukan analisa terhadap susunan makna, Hanafi
menyimpulkan ada lima orientasi yang terkandung dalam kata al-
ard{ yaitu; Pertama, al-Ard yang diartikan bumi yang saat ini dipijaki.
Menurut Hanafi orang yang berhak menjadi pemilik al-Ard itu adalah
Tuhan dan berhak mewarisinya. Seseorang tak berhak untuk menuntut
bahwa al-Ard itu miliknya sendiri. Kedua, al-Ard sebagai sesuatu yang
indah dan subur. al-Ard juga merupakan tempat yang ditempati oleh
setiap makhluk yang hidup. Sebagai tempat saat perang atau al-Ard
merupakan di mana tempat mereka mengukir sejarah. Ketiga, sebagai
tempat aksi bagi para kholifah Tuhan yang ada di muka bumi. Keempat,
al-ard sebagai sesuatu yang harus manusia lindungi bukan malah merusak
dengan tangan manusia sendiri. Kelima, yang terakhir itu termasuk
sebuah kata perjanjian yang menyeluruh dan diberikan pada setiap
perorangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasan Hanafi dilahirkan di al-Azhar Kairo Mesir pada tanggal 13
Februari 1935. Nama lengkap adalah Hassan Hanafi Hassanaein. Selain
aktif sebagai cendikiawan muslim di Mesir, Hanafi juga aktif dalam
media cetak pada saat itu sehingga tulisannya banyak dibaca oleh para
intelektual Eropa, Barat, Arab bahkan orang Indonesia sendiri.
Penafsiran al-Qur’an yang menggunakan hermeneutika itu bersifat
parsial, yang hanya mengkaji suatu hajat dari kehidupan manusia di era
ini. Metode yang ditawarkan oleh Hanafi yaitu metode mawdu`i.
Dalam pemikirannya, Hanafi menekannya pentingnya seorang
mufasir dalam memahami Bahasa Arab, tetap mematuhi tata cara
menafsirkan dengan menggunakan metode tematik yang sudah ada dan
adanya rasa empati pada orang-orang yang tertindas, dan lemah, serta
mampu membawa suatu perubahan bagi masyarakat, serta mampu
menganalisa keadaan disekitar dengan pendekatan ilmu sosial modern.
B. Saran
1. Bagi mahasiawa pascasarjana UIN STS Jambi
Diharapkan bagi mahasiawa pascasarjana UIN STS Jambi untuk
dapat memberikan kritik dan saran kepada penulis agar bisa
memperbaiki makalah ini kedepannya.
2. Bagi Perapustakaan UIN STS Jambi
Diharapkan agar dapat menambah lebih banyak referensi atau
sumber bacaan mengenai Hermeneutika Al Qur’an Pemikiran Hasan
Hanafi
14
DAFTAR PUSTAKA
Falah, Riza Zahriyal Dan Irzum Farihah. 2015. “Pemikiran Teologi Hassan
Hanafi.” dalam Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah Dan Studi Keagamaan. Vol. 3.
No. 1.
Hanafi, Hasan. 2014. Membumikan Tafsir Revolusioner. Yogyakarta; Titian Ilahi
Perss.
Nogroho, Muhammad Aji. 2016. Hermeneutika Al-Qur’an Hasan Hanafi;
Merefleksikan Teks pada Realitas Sosial dalam Konteks Kekinian.” Millati;
Jurnal Of Islamc Studies And Hemanities. Vol. 1. No. 2. Desember.
__________________________. “Hermeneutika Al-Quran Hassan Hanafi (Dari
Teks ke Aksi; Merekomendasikan Tefsir Tematik/ Mawadu`i).” Makalah
Proposional.
Prasetya, Marzuki Agung. 2013. Model Penafsiran Hasan Hanafi, dalam Jurnal
Penelitian. Vol. 7. No. 2. Agustus.
Sholahuddin, Devi Muahammad. 2016. Studi Metodologi Tafsir Hassan Hanafi.
Jurnal. Vol. I. No. 1. Juli.
ii