Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AL-GHAZALI IBNU RUSYD SERTA AVEROISME DAN ANALISIS


PERBANDINGAN PEMIKIRAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
RENAESANCE

TUGAS MATA KULIAH


PEMIKIRAN ISLAM KLASIK DAN MODERN

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Dr. ABDUL HALIM, M.Ag
Dr. EDY KUSNADI, M.Phil

DISUSUN OLEH :
FENNY WULAN SARI
NIM : 801210069

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak
nikmat, taufik dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Al-Ghazali Ibnu Rusyd Serta Averoisme Dan Analisis Perbandingan
Pemikiran Serta Pengaruhnya Terhadap Renaesance” dengan baik tanpa halangan
yang berarti. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerja
sama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian
makalah ini.
Meski kami telah menyusun makalah ini dengan maksimal,namun tidak
menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat dibutuh
kan kritik dan saran yang konstruktif dari segenap pihak agar kami dapat
memperbaiki makalah kami selanjut nya. Demikian apa yang bisa dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun yang
mendengarnya.

Jambi, 01 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................. 3
A. Konsep Ilmu Pengetahuan Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd 3
B. Perbandingan Pemikiran Antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
Terhadap Renaissance............................................................... 6
C. Pengaruh Pemikiran Antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd Terhadap
Renaissance ............................................................................. 7
BAB III PENUTUP ......................................................................... 9
A. Kesimpulan .............................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-ghazali dan Ibnu Rusyd selalu menjadi perhatian dunia intelektual baik di
belahan timur dan di barat. Karena kedua tokoh ini merupakan pemikir brilian
dimasanya dan pemikirannya mempunyai pengaruh besar baik dibarat dan
ditimur. Karya pemikirannya dituangkan dalam kitab-kitab mereka yang
membuatnya selalu terukir dalam peradaban. Secara khusus Ibnu Rusyd dibarat
terkenal dengan integritas agama dan filsafatnya dan Al-ghazali terkenal dengan
sufistiknya dan filsafat metafisika yunani.
Diantara karya Al-ghazali yang menggemparkan dunia mengenai pemikiran
ilmu pengetahuan adalah Tahafutul Falasifah (Kerancuan Pemikiran Para
Filosof), Al-Munqidz Min Ad-Dhalal (Penyelamat Kesesatan Berpikir), Maqasidul
Falasifah (Tujuan-Tujuan Para Filosof), Ihya Ulumiddin (Menghidupkan Ilmu-
Ilmu Agama). Ada beberapa karya dari Ibnu Rusyd yang secara khusus yang
banyak menggugat pemikiran Al-ghazali yaitu Fashl Al-Maqal Fima Bain Al-
Hikmati Wal Asyari Ati Min Al-Itthisal (Harmoninasi Filsafat dan Syariat),
Tafsiru Ma Ba’da At-Tabiah (Interpretasi Metafisika), dan Biyadul Mujtahid. Dan
disisi lain ada asumsi kuat pengembangan pendidikan islam dan peradaban eropa
khususnya di spanyol tidak lepas dari pengaruh Averroisme. Konsep pemikiran
Al-ghazali dan Ibnu Rusyd dengan lahirnya Averroisme di Eropa telah
berimplikasi pada perubahan pemikiran Islam di Spanyol ke arah yang lebih
progresif dan lebih maju di akhir abad keemasan Islam dalam aspek peradaban
fisik.

1
1
B. Rumusan Masalah
Mengacu dan merujuk pada latar belakang di atas, maka dapat
ditetapkan rumusan-rumusan masalah dalam pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimakah konsep ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam berdasarkan
konsep ilmu pengetahuan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd?
2. Bagaiamanakah perbandingan pemikiran antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
terhadap Renaisance?
3. Bagaimana pengaruh pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd terhadap
Renaisance?
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui konsep ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam berdasarkan
konsep ilmu pengetahuan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
2. Mengetahui perbandingan pemikiran antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
terhadap Renaisance.
3. Mengetahui pengaruh pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd terhadap
Renaisance.

2
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Ilmu Pengetahuan Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
1. Konsep Ilmu Pengetahuan Menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali memiliki nama lengkap ialah Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn
Ahmad Al-Ghazali, dia lahir di kota kecil yang terletak didekat Thus provinsi
Khurasan Republik Islam Irak pada tahun 450 H (1058 M). Walaupun Al-
Ghazali skeptis dengan filsafat, khususnya filsafat Aristoteles, namun beliau
tetap menyukai epistemologi filsafat. Sehingga konsep Al-Ghazali tentang ilmu
pengetahuan sangat kental dengan pengaruh filsafat yang digandrunginya.
Setelah sekian lama mencari hakikat ilmu pengetahuan, beliau menyatakan
pendapat tentang definisi ilmu pengetahuan yang sejati sebagai berikut ini:

…(setelah sekian lama saya mencari hakikat ilmu pengetahuan terhadap suatu
objek), maka tampaklah bagi saya, bahwa ilmu pengetahuan yang sejati adalah
pengetahuan yang sampai membuka data-data (objek yang diketahui) dengan
yakin sampai tidak ada keraguan sama sekali. Sampai tidak ada kemungkinan
salah, praduga salah sedikitpun, dan tidak sedikit pun di hati yang bersangkutan
memprediksi akan terjadi kesalahan. Dengan kata lain, pengetahuan yang
diperolehnya aman dari kekeliruan, tidak sampai merubah pendiriannya
andaikan dibantah orang lain, tidak membuat dirinya ragu atas apa yang
diketahuinya. Misalnya, saya setelah mengetahui bahwa angka 10 lebih banyak
daripada 3, maka andaikan ada orang yang berpendapat bahwa angka 3 lebih

3
banyak daripada 10. Orang tersebut membuat bukti dengan merubah tongkat jadi
ular, dan bukti

3
4

tersebut saya lihat dengan mata kepala sendiri. Maka fenomena tongkat dibalik
jadi ulara tidak akan pernah merubah keyakinan pengetahuanku (10 lebih
banyak dari 3). Hanya saja saya kagum dengan kemampuan orang tersebut.
Dari pernyataan tersebut terlihat jelas Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan hakiki adalah ilmu pengetahuan yang memberi keyakinan dan
kemantapan kepada ilmuwan yang bersangkutan, tidak menimbulkan keraguan
ketika konsep dan teori-teori yang ditawarkan dibantah atau dipertanyakan
kebenarannya. Inilah yang banyak diakui kalangan, bahwa Al-Ghazali selalu
bersikap skeptis terhadap objek pengetahuan dari semua sudut pandang1.
Pelajaran penting dari kelanjutan pernyataan ini, bahwa seseorang menurut
Al-Ghazali tidak akan mengetahui kelemahan dan kelebihan suatu disiplin ilmu
pengetahuan, sebelum ia betul-betul mendalaminya sampai pada akar-akar yang
paling dasar. Jadi, ilmu pengetahuan yang harus diperoleh menurut Al-Ghazali
adalah ilmu pengetahuan yang tidak sekedar kulit luar; tetapi sampai pada
hakikat yang paling dalam dan mencapai puncaknya. Sehingga optimalisasi
pendayagunaan akal dan hati manusia dapat tercapai secara efektif. Proses
pencarian ilmu pengetahuan dalam perspektif Al-Ghazali dapat diartikan sebagai
manifestasi dari tujuan Islam menggerakan umatnya untuk mencari ilmu
pengetahuan. Yaitu untuk membangun kehidupan yang baik di dunia sebagai
tabungan kehidupan setelah mati. Yang pada puncaknya paling tinggi, ilmu
pengetahuan dapat mengarahkan manusia untuk melaksanakan amanahnya di
bumi ini dengan menyebarkan kebenaran, menegakkan keadilan, dan berbuat
kebaikan2.
Ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk amanah ini masuk sebagai
kewajiban suci yang diperintahkan agama. Islam tidak memisahkan agama dan
ilmu. Sejauh ilmu pengetahuan itu bertujuan untuk kebenaran, keadilan dan amal
kebaikan, maka di atas tujuan inilah ilmu pengetahuan harus dibangun. Karena
ilmu pengetahuan adalah cahaya ketuhanan yang dipancarkan Allah SWT ke
dalam pikiran dan hati manusia. Jadi ilmu pengetahuan apa paun tidak boleh

1
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Konsep Filsuf dan Ajarannya, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2013), h. 170.
2
Mulla Sadra, Manifestasi-Manifestasi Illahi, Terjemahan: Irawan Kurniawan, (Jakarta: Sadra
Press, 2011), h. 21.
4

mengarah
5

kepada tujuan-tujuan yang tidak sesuai dengan perintah Allah SWT, atau
menjauhkan diri dari-Nya. Upaya penelitian dan penelurusan ilmu pengetahuan
secara tersurat dan tersirat telah digambarkan Al-Quran dengan perintah
membaca “bacalah hai Muhammad” dalam arti yang umum dan universal. Allah
menjelaskan bahwa Dia telah mengajarkan sesuatu yang tidak diketahui dengan
pena (QS. Al-Alaq 1-5). Belajar dari ayat ini jelas sekali, bahwa ilmu pengetahuan
adalah bagian penting yang tidak boleh terlewatkan sebagai sarana untuk
menjalankan kehidupannya di bumi ini, dan mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
2. Konsep Ilmu Pengetahuan Menurut Ibnu Rusyd
Ibn Rusyd memiliki nama lengkap ialah Muhammad Ibnu Rusyd, ia terlahir di
Cordova dan keluarganya terkenal ahli Fiqh. Latar belakang keagamaan inilah
yang memberinya kesempatan untuk meraih kedudukan yang tinggi dalam studi-
studi keislaman seperti Al-Quran, Hadist, Ilmu Fiqh, Bahasa dan Sastra Arab.
Ernest Renan seorang peneliti sarjana Perancis menemukan karya Ibnu Rusyd
sebanyak 78 judul baik didalam bidang filsafat, kedokteran, fiqh, maupun teologi.
Ibnu Ruyd juga mendefinisikan ilmu pengetahuan dalam kitabnya sebagai berikut:

Artinya: “ilmu pengetahuan yang sejati adalah pengetahuan dan


pengenalan (ma’rifat) kepada Allah dan pengetahuan terhadap seluruh ciptaan-
Nya sesaui dengan sebenar-benarnya, sesuai dengan ciri-cirinya yang istimewa,
pengetahuan tentang ilmu untuk kebahagiaan akhirat dan kesengseraan di
akhirat.”
Menurut Ibnu Rusyd ilmu pengetahuan dianggap sebagai “ilmu
pengetahuan sejati” apabila sudah mencapai tingkat ma‟rifat (pengetahuan dan
pengenalan) kepada Allah SWT dan seluruh ciptaannya yang ada di alam
semesta secara esensial. Menurut Ibnu Rusyd ilmu pengetahuan sejati ini adalah
tujuan utama syariat, yang tentunya disertai dan diiringi dengan pengamalanan
5

yang benar. Adapun pengamalan ilmu pengetahuan adalah melakukan amal-amal


perbuatan
6

yang dapat mengantarkan seseorang pada kebahagiaan, dan menjauhi perbuatan-


perbuatan yang mengantarkan pelakunya pada kesengsaraan. Dengan kata lain,
menurut Ibnu Rusyd, ilmu pengetahuan harus disertai amal perbuatan kebaikan
yang mengantarkan seseorang pada kebahagiaan yang sejati3.
B. Perbandingan Pemikiran Antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd Terhadap
Renaissance
Pemikiran Al-Ghazali terhadap Renaissance berisi tentang Wujud Tuhan yaitu
Dalil Naqli (al-Qur’an) dan Dalil Aqli (Akal), dalil Naqli ialah dalil yang
berdasarkan pemahamaan terhadap kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Sedangkan
Dalil Aqli dalil yang berdasarkan akal, Al-Ghazali mengemukakan dalil akal
dalam masalah ini. Ia membedakan Allah dengan alam sebagai yang qadim dan
yang baharu. Wujud yang qadim merupakan sebab bagi adanya yang baharu.
Sedangkan untuk menyatakan zat dan sifat Tuhan Al-Ghazali lebih berpihak
kepada Ahlussunnah dibanding Mu’tazilah, bahwa sifat itu bukan zat dan bukan
pula lain dari zat, yakni tidak dapat dipisahkan dari-Nya4.
Sedangkan pemikiran Ibnu Rusyd terhadap Renaissance berisi untuk
membuktikan wujud Tuhan, dengan mengemukakan tiga dalil, Pertama: Dalil
Inayah (Pemeliharaan), dalil ini menunjukan bahwa keberadaan alam semesta ini
sesuai dengan keberadaan manusia. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk
tujuan kelangsungan manusia. Kedua: Dalil Ikhtira’ (Penciptaan), dalil ini
berdasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan kehidupan
pada benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
Ketiga: Dalil Gerak, dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu
keadaan, tapi selalu berubah-ubah. Dan semua jenis gerak berakhir kepada gerak
pada ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada yang bergerak dari zatnya dengan
sebab Penggerak Pertama yang tidak bergerak sama sekali, baik pada dzat
maupun pada sifat-Nya. Penggerak Pertama yang azali ini adalah Allah SWT.

3
Mustafa, Filsafat Islam, untuk Fakultas Tarbiyah, Syaria’ah, Dakwah, Adab, dan Ushuluddin,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2004). h. 296.
4
Imam Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Terjemahan: Ahmad Maimun (Bandung: MARJA,
2012), h. 56.
7

Sedangkan mengenai zat dan sifat Tuhan Ibnu Rusyd berpendapat bahwa sifat
merupakan sesuatu kesempurnaan bagi-Nya. Adapun masalah hubungan zat dan
sifat Tuhan Ibnu Rusyd lebih berpihak kepada Penafsiran Mu’tazilah dari pada
Asy’ariyyah. Yaitu menafsirkan sifat-sifat Tuhan sebagai i’tibarat dzihniyyah
(pandangan akal) terhadap zat Allah yang Esa. Adapun yang menjadi
perbandingan antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd terhadap Renaissance yang berisi
tentang ketuhanan yaitu:
1. Hubungan Tuhan dengan Alam
Menurut Al-Ghazali bahwasanya, alam itu baharu bukan Qadim dan
diciptakan oleh Tuhan, Tuhan menciptakan alam dari ketiadaan menjadi ada maka
alam ada di samping adanya Tuhan. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd berpendapat
bahwa Tuhan menciptakan alam bukanlah dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah
ada. Tuhan dan alam tidak sama karena Tuhan qadim Pencipta, sedangkan alam
adalah qadim yang dicipta.
2. Hubungan Tuhan dengan Ilmu Pengetahuan
Menurut Al-Ghazali Tuhan Maha Segala Tahu, baik besar maupun kecil tidak
ada sebesar zarrah atom pun di bumi atau di langit yang lepas dari pengetahuann-
Nya. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd Tuhan hanya mengetahui yang universal
bukan perkara yang kecil. Tuhan mengetahui sesuatu dengan zat-Nya.
Pengetahuan Tuhan tidak bersifat global (kulli) maupun temporal (juz’i) karena
pengetahuan Tuhan berbeda dengan pengetahuan Manusia, pengetahuan Tuhan
merupakan sebab dari wujud, sedangkan pengetahuan manusia adalah akibat.
C. Pengaruh Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd Terhadap Renaissance
1. Pengaruh Pemikiran Al-Ghazali Terhadap Renaissance
Al-Ghazali adalah sumber inspirasi kegelisahan nalar. Integritasnya sebagai
seorang praktisi pendidikan telah mendorong banyak kalangan mengkaji
pemikirannya tentang pendidikan salah satunya adalah bangsa eropa. Maka
menggali pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan dalam kerangka menyusun
sebuah konsepsi pendidikan secara sistematik adalah langkah yang tepat. Hal ini
semakin menemukan korelasinya ketika konsep pendidikan hingga saat ini masih
bersifat ideal. Bangsa eropa telah menghasilkan banyak konsep dan teori yang
8

terinspirasi oleh pengaruh pemikiran Al-Ghazali. Hal yang menarik dan tidak
pernah kering untuk dibahas adalah pandangan al-Ghazali tentang pendidikan,
khususnya tentang sistem dan metodologi pengajaran serta relevansinya dengan
konteks kekinian. Sebagai asumsi dasar bahwa ada kesamaan kondisi sosial
zaman Al-Ghazali dalam beberapa aspek dengan saat ini.
Al-Ghazali secara eksplisit menempatkan dua hal penting sebagai orientasi
pendidikan; pertama, mencapai kesempurnaan manusia untuk secara kualitatif
mendekatkan diri kepada Allah SWT; kedua, mencapai kesempurnaan manusia
untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menurut Al-Ghazali kebahagiaan
dunia dan akhirat merupakan sesuatu yang paling esensi bagi manusia.
Kebahagiaan dunia dan akhirat memiliki nilai universal, abadi, dan lebih hakiki.
Sehingga pada akhirnya orientasi kedua akan sinergis bahkan menyatu dengan
orientasi yang pertama.
Konsep al-Ghazali ini menarik jika dikaitkan dengan konsepsi pendidikan
mutakhir. Al-Ghazali merumuskan orientasi pendidikan secara makro dan
berupaya menghindar dari problematika yang bersifat situasional. Sehingga
konsepsi Al-Ghazali tersebut dapat dikatakan sebagai “ujung orientasi” (al-ahdâf
al-‘ulya) yang dapat dijabarkan ke dalam orientasi-orientasi yang lebih spesifik,
yakni orientasi (intruksional) umum dan orientasi khusus5.
2. Pengaruh Pemikiran Ibnu Rusyd Terhadap Renaissance
Pengaruh konsep pemikiran Ibnu Rusyd memiliki pola filosofis ilmiah. Pola
pemikiran ini memiliki kemiripan atau sejalan dengan pola pemikiran masyarakat
Barat pada saat kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa. Pola pemikiran Ibnu
Rusyd yang filosofis ilmiah menekankan pada akal pemikiran yang (rasional)
untuk menjelaskan berbagai hal. Hasil karya dari Ibnu Rusyd berdampak pada
pemikiran ilmiah di Eropa yang sedang bangkit dalam ilmu pengetahuan. Ibnu
Rusyd berperan sebagai penafsir (penjelas) karya-karya Aristoteles. Karya
Aristoteles yang menekankan ilmu pengetahuan empiris sehingga dapat dipahami
orang-orang Eropa setelah dijelaskan Ibnu Rushd lewat buku-buku
terjemahannya.

5
Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam, (Jakarta: Narasi, 2008), h. 71.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu pengetahuan hakiki adalah ilmu pengetahuan
yang memberi keyakinan dan kemantapan kepada ilmuwan yang bersangkutan, tidak
menimbulkan keraguan ketika konsep dan teori-teori yang ditawarkan dibantah atau
dipertanyakan kebenarannya. Inilah yang banyak diakui kalangan, bahwa Al-Ghazali
selalu bersikap skeptis terhadap objek pengetahuan dari semua sudut pandang. Menurut
Ibnu Rusyd ilmu pengetahuan sejati ini adalah tujuan utama syariat, yang tentunya
disertai dan diiringi dengan pengamalanan yang benar. Adapun pengamalan ilmu
pengetahuan adalah melakukan amal-amal perbuatan yang dapat mengantarkan seseorang
pada kebahagiaan, dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang mengantarkan pelakunya
pada kesengsaraan.
. Adapun yang menjadi perbandingan antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd
terhadap Renaissance yang berisi tentang ketuhanan yaitu:
1. Hubungan Tuhan dengan Alam
Menurut Al-Ghazali bahwasannya, alam itu baharu bukan Qadim dan
diciptakan oleh Tuhan, Tuhan menciptakan alam dari ketiadaan menjadi ada maka
alam ada di samping adanya Tuhan. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd berpendapat
bahwa Tuhan menciptakan alam bukanlah dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah
ada. Tuhan dan alam tidak sama karena Tuhan qadim Pencipta, sedangkan alam
adalah qadim yang dicipta.
2. Hubungan Tuhan dengan Ilmu Pengetahuan
Menurut Al-Ghazali Tuhan Maha Segala Tahu, baik besar maupun kecil tidak
ada sebesar zarrah atom pun di bumi atau di langit yang lepas dari pengetahuann-
Nya. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd Tuhan hanya mengetahui yang universal
bukan perkara yang kecil. Tuhan mengetahui sesuatu dengan zat-Nya.
Pengetahuan Tuhan tidak bersifat global (kulli) maupun temporal (juz’i) karena
pengetahuan Tuhan berbeda dengan pengetahuan Manusia, pengetahuan Tuhan
merupakan sebab dari wujud, sedangkan pengetahuan manusia adalah akibat.
Al-Ghazali adalah sumber inspirasi kegelisahan nalar. Integritasnya sebagai
seorang praktisi pendidikan telah mendorong banyak kalangan mengkaji

9
pemikirannya tentang pendidikan salah satunya adalah bangsa eropa. Maka
menggali pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan dalam kerangka menyusun
sebuah konsepsi pendidikan secara sistematik adalah langkah yang tepat. Hal ini
semakin menemukan korelasinya ketika konsep pendidikan hingga saat ini masih
bersifat ideal. Bangsa eropa telah menghasilkan banyak konsep dan teori yang
terinspirasi oleh pengaruh pemikiran Al-Ghazali. Hal yang menarik dan tidak
pernah kering untuk dibahas adalah pandangan al-Ghazali tentang pendidikan,
khususnya tentang sistem dan metodologi pengajaran serta relevansinya dengan
konteks kekinian. Sebagai asumsi dasar bahwa ada kesamaan kondisi sosial
zaman Al-Ghazali dalam beberapa aspek dengan saat ini.
Pengaruh konsep pemikiran Ibnu Rusyd memiliki pola filosofis ilmiah. Pola
pemikiran ini memiliki kemiripan atau sejalan dengan pola pemikiran masyarakat
Barat pada saat kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa. Pola pemikiran Ibnu
Rusyd yang filosofis ilmiah menekankan pada akal pemikiran yang (rasional)
untuk menjelaskan berbagai hal. Hasil karya dari Ibnu Rusyd berdampak pada
pemikiran ilmiah di Eropa yang sedang bangkit dalam ilmu pengetahuan.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber -
sumber yang lebih banyak . Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap
penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah
yang telah di jelaskan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Imam Al-Ghazali. 2012. Tahafut al-Falasifah, Terjemahan: Ahmad Maimun.
Bandung: MARJA.
Mustafa. 2004. Filsafat Islam, untuk Fakultas Tarbiyah, Syaria’ah, Dakwah,
Adab, dan Ushuluddin. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sadra, Mulla. 2011. Manifestasi-Manifestasi Illahi, Terjemahan: Irawan
Kurniawan. Jakarta: Sadra Press.
Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika dalam Islam. Jakarta:
Narasi.
Supriyadi, Dedi. 2013. Pengantar Filsafat Islam: Konsep Filsuf dan Ajarannya.
Bandung: CV Pustaka Setia.

11

Anda mungkin juga menyukai