Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Ilmu, Filsafat dan Agama

Nur arifi kamali

Abstrak : Pengertian ilmu berasal dari kata bahasa Arab ‘ilmu, Inggris
science, Belanda watenchap, dan Jerman wissenchap. Pengetahuan dapat
menjadi ilmu apabila mempunyai karakteristik khusus, disusun secara metodis,
sistematis, kohern (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dan kenyataan
(realitas). Klasifikasi penggolongan ilmu mengalami perkembangan sesuai
zamannya. Filsafat merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji cara
berpikir secara mendalam tentang sesuatu. dan agama yang merupakan
istilah Indonesia. Religion (bahasa Inggris), religi (bahasa Belanda), dan din
(bahasa Arab). Ada kata antara agama dengan kehidupan. Dalam agama
Islam ada agama langit (samawi) atau “agama wahyu” dan ada “agama bumi”
(ardhi) atau “agama non wahyu”. Menurut Max Weber, tidak ada masyarakat
tanpa agama. Ilmu, filsafat, dan agama punya fungsi masing-masing dan
mempunyai perbedaan dan pesamaan.

Kata kunci: Ilmu, Filsafat dan Agama.

Abstract : The meaning of science comes from the Arabic word 'science,
English science, Dutch watenchap, and German wissenchap. Knowledge can
become science if it has special characteristics, is structured methodically,
systematically, coherently (related) about a particular field and reality
(reality). Classification of science has developed according to its time.
Philosophy is a field of science that examines how to think deeply about
something. and religion which is an Indonesian term. Religion (English
language), religion (Dutch language), and din (Arabic). There is a word
between religion and life. In Islam there is a heavenly religion (heavenly) or
"religious revelation" and there is an "earth religion" (ardhi) or "non-
revelation religion". According to Max Weber, there is no society without
religion. Science, philosophy, and religion have their respective functions and
have differences and similarities.
Keywords: Science, Philosophy and Religion.
Pendahuluan
Manusia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan apa-apa
yang ada disekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia mulai
mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia
adalah sesuatu yang berpikir, maka Ketika itu mulailah ia memikirkan dari
mana asal sesuatu, bagaimana sesuatu, untuk apa sesuatu, kemudian apa
manfaatnya sesuatu itu. Sebenarnya pada ketika manusia telah mulai tahu
dari mana asalnya, bagaimana proses terjadinya, siapa dia, untuk apa dia,
pada ketika itu ia telah berfilsafat. Karena filsafat itu pada intinya adalah
berusaha mencari kebenaran tentang segala sesuatu, baik yang ada maupun
yang mungkin tidak ada, dari mana asal sesuatu, bagiamana sesuatu itu
muncul dan untuk apa sesuatu itu ada, dari pemikiran seperti itu, maka
muncullah beraneka macam pandangan, pendapat dan pemikran serta
tanggapan, yang akhirnya menjadi suatu kesepakatan untuk diketahui secara
bersama-sama dan berlaku dilingkunganya. Kesepakatan tentang sesuatu itu
dan berlaku untuk umum serta menjadi kebiasaan pada komunitasnya secara
turun temurun hal itulah yang dinamakan tradisi, dari tradisi itulah
berkembang menjadi suatu ilmu. Seperti contoh menanam padi di sawah
harus ada air, kemudian harus dipikirkan dari mana mengambil air,
bagaimana menyupaikan air ke sawah, akhirnya memunculkan ide untuk
membuat kincir air atau membuat saluran air ke sawah (irigasi), hal-hal yang
seperti itulah yang akhirnya menjadi suatu ilmu.

jika disepakati dengan suatu konsep bahwa filsafat adalah induk dari
segala ilmu pengetahuan, maka oleh karena itu setiap metode, objek, dan
sistematika filsafat itu harus mempunyai arti fungsional bagi setiap
pengembangan ilmu pengetahuan yang lainnya. Dengan berdasarkan atas
konsep yang telah dikemukakan dan dipaparkan di atas, maka dengan jelas
dapat dipahami bahwa setiap ilmu pengetahuan yang lain yang bersifat
terapan merupakan pengembangan dari metode dan sistematika yang ada di
dalam disiplin filsafat.

Berdasarkan dari pengertian dan kedudukan filsafat yang telah


dikemukakan dan dipaparkan di atas haruslah disadari dan dipahami bahwa
telah terjadi hubungan yang sangat signifikan antara filsafat dengan ilmu
pengetahuan-ilmu pengetahuan yang lainnya, demikian pula halnya terjadi
adanya hubungan antara filsafat dengan agama dan hubungan antara agama
dengan ilmu pengetahuan, sehingga terjadi hubungan yang saling terkait
(tasalsul) satu sama lainnya. Maka oleh karena itulah jika dikatakan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
(mawjud) dan yang mungkin ada (mumkin al-wujud) serta sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat pengetahuan manusia, oleh karena
itu, maka dapat dikatakan bahwa seluruh ilmu pengetahuan itu harus
mempunyai hubungan yang erat secara struktural dan fungsional dengan
filsafat.

Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, dimana


perbincangan dan pembahasan mengenai ilmu pengetahuan mulai mencari
titik perbedaan antara berbagai hal, termasuk diantaranya mencari
persekutuan-persekutuan di dalam penyelidikan perbedaan tersebut.
kemudian orang mulai dapat membedakan antara filsafat dengan ilmu
pengetahuan, demikian pula halnya dapat membedakan antara filsafat
dengan agama, dan antara agama dengan ilmu pengetahuan. Penempatan
kedudukan yang berbeda, demikian pula perbedaan pengertian fungsional
dari ketiga masalah yang telah disebutkan di atas seringkali menimbulkan
berbagai macam sikap yang kurang atau bahkan tidak menguntungkan bagi
manusia itu sendiri, karena terjadi kesalahan pahaman tentang perbedaan
itu.

Dari persoalan-persoalan yang telah dikemukakan dan dipaparkan di


atas tadi, maka penulis ingin mencoba untuk membahas bagaimana
hubungan Ilmu, Filsafat dan Agama.

Ilmu
Kata ilmu adalah berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari akar
kata ‘alima-yua‘limu- ‘ilman/ilmun, yang berarti pengetahuan. Pemakaian
kata ilmu itu di dalam bahasa Indonesia dapat disejajarkan dengan istilah
science. Science adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin: Scio, cire, yang
berarti pengetahuan.

Ilmu merupakan hal yang urgen dalam kehidupan manusia di dunia


agar manusia meningkat kualitas dan kemampuan diri serta mengangkat
eksistensinya. Definisi ilmu yang dikemukakan oleh pakar luar negeri salah
satunya yaitu R. Harre. Ilmu menurut Harre, yaitu: a collection of well a sested
theoris which explain the patterns regulaties and irregulaties among carefully
studied fenomeno.

Definisi ilmu menurut Harre adalah kumpulan teori-teori yang sudah


diuji coba yang menjelaskan pola teratur ataupun tidak teratur diantara
fenomena yang dipelajari secara hati-hati. Definisi pemikir Marxis bangsa
Rusia bernama Alfensyef menjelaskan ilmu pengetahuan: Science is the
society and thought, if reflect the word corecctness, categories and laus the
recivied by proctical experince. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan
konsep-konsep, kategori-kategori, dan kebenarannya diuji dengan praktis.

Salah satu pakar Indonesia yang mendefinisikan ilmu pengetahuan


adalah A. Baiquni, Guru Besar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Menurut
A. Baiquni: Science merupakan general consensus dari masyarakat yang
terdiri dari para scientific. Para ahli baik pakar luar negeri maupun pakar
Indonesia yang telah dipaparkan di atas tidak ada yang sama dalam
mendefinisikan ilmu pengetahuan. Menurut pendapat penulis disebabkan
luasnya obyek kajian ilmu pengetahuan.
Dikalangan masyarakat umum Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu
adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
tertentu di bidang pengetahuan itu, dan yang lebih awam lagi mengartikan
ilmu itu dengan pengetahuan dan kepandaian tentang sesuatu persoalan,
baik itu persoalan sosial kemasyarakatan maupun persoalan ekonomi,
persoalan agama dan lain-lain sebagainya, seperti soal pergaulan, soal
pertukangan, soal duniawi, soal akhirat, soal lahir, soal batin, soal dagang,
soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali sumur dan lain-lain sebagainya.
Ilmu itu juga dapat dikatakan dengan sekumpulan pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang dilalui atau yang diterima, baik
itu pengetahuan lewat pengalaman mimpi, lewat pengalaman perjalanan,
lewat pengalaman spritual, lewat pengalaman bekerja dan lain-lain
sebagainya, kemudian pengetahuan itu disusun secara sistematis, dengan
memiliki metode, kemudian harus bersifat atau berlaku untuk umum dan
tidak boleh memihak kepada sesuatu serta berdiri sendiri atau otonom.

Menurut Slamet Ibrahim. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-
Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada.
Seorang filosof (ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan.
Perkembangan daya berpikir manusia yang mengembangkan filsafat pada
tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu yang didukung oleh
teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan
wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi.
Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan lebih
praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang
luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia
tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.

Definisi ilmu pengetahuan secara umum adalah suatu pengetahuan


tentang objek tertentu yang disusun secara sistematis objektif rasional dan
empiris sebagai hasil.

Filsafat
Kata filsafat untuk pertama kali diperkenalkan oleh salah seorang
filosof Yunani yang sangat terkenal, Pythagoras. Dimana kata filsafat adalah
kata yang berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu kata
philos yang berarti cinta dan kata shopos yang berarti bijaksana. Maka oleh
karena itu kata filsafat kadang kala sering juga diartikan dengan cinta
kebijaksanaan. Filsafat juga bisa diartikan sebagai rasa ingin tahu secara
mendalam tentang asal muasal sesuatu, bagaimana sesuatu dan untuk apa
sesuatu. Filsafat bisa juga diartikan dengan cinta kebenaran, karena inti dari
filsafat itu adalah berusaha untuk mencari kebenaran dari sesuatu.
Sepintas, antara ilmu dan filsafat terlihat sama saja. Tetapi bila
ditelaah lebih jauh, akan terlihat perbedaan yang nyata antara keduanya.
Namun demikian, tentu ada sisi-sisi persamaan dan juga perbedaan-
perbedaan. “Walaupun filsafat muncul sebagai salah satu ilmu pengetahuan,
akan tetapi ia mempunyai struktur tersendiri dan tidak dapat begitu saja
dianggap sebagai ilmu pengetahuan”.

Tentu saja sedikit banyak bagi setiap ilmu pengetahuan berlaku,


bahwa ilmu itu mempunyai struktur dan karakteristik tersendiri. Studi
tentang ilmu kedokteran adalah sesuatu yang berbeda sekali dengan sejarah
kesenian, dan ilmu pasti/matematika sesuatu yang berlainan sekali dengan
ilmu pendidikan. Akan tetapi untuk filsafat, hal yang “tersendiri” ini berlaku
dengan cara yang dasarnya lain. Ini menunjukkan bahwa filsafat memiliki
akar lebih dalam daripada ilmu pengetahuan. Bahkan, ada yang mengatakan
bahwa filsafat adalah dasar-dasar ilmu pengetahuan itu sendiri.

Henrich Rombach, menyebutkan satu persatu sejumlah titik


perbedaan antara ilmu dan filsafat. Pertama-tama, melalui filsafat kita dapat
menanyakan mengenai sifat dan eksistensi dari suatu ilmu dan pengetahuan,
akan tetapi “tidak ada suatu bidang di luar filsafat, yang kiranya dapat
mengajukan pertanyaan yang menyangkut filsafat secara keseluruhan”. Fakta
ini saja, secara fundamental sudah membedakan filsafat dari setiap ilmu
pengetahuan yang lain. Bagi Plato, objek filsafat adalah penemuan kenyataan
atau kebenaran mutlak, lewat dialektika.

Barangkali tempat tersendiri yang diduduki filsafat, lebih jelas lagi


terlihat dari hal yang berikut. Begitu suatu ilmu pengetahuan menyadari
tujuannya sendiri dan batas-batas ruang lingkup kerjanya, ilmu itu
menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang cukup merata dan logis.
Setiap ilmu pengetahuan –keturunan demi keturunan – terus membangun
berdasarkan asasnya semula dan dengan demikian berkembang secara
berkesinambungan. Bahkan krisis-krisis dari apa yang dinamakan penelitian
dasar pun hanya menyebabkan kerusuhan saja – bagaimanapun dahsyatnya
kadang-kadang kerusuhan itu akan tetapi tidak ada yang musnah. Akan
tetapi mengenai filsafat tidak ada “pembangunan yang logis”. Filsafat tidak
mengenal pembangunan yang tenang dan merata, yang tadinya merupakan
persoalan. Filsafat pasti mengenal sesuatu seperti per-kembangan, dan
mempunyai kontinyuitasnya sendiri. Jika tidak demikian halnya, bagaimana
orang dapat berbicara tentang suatu “sejarah filsafat”? akan tetapi ini semua
secara fundamental berbeda dengan pada ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.

Fungsi Filsafat Ilmu


Salah satu pakar yang berpendapat tentang fungsi filsafat ilmu ialah
Ismaun. Menurut Ismaun, fungsi filsafat ilmu memberi landasan filosofis
untuk memahami berbagai konsep dan teori disiplin ilmu maupun
membekali kemampuan membangun teori ilmiah.28 Menurut Frans Magnis
Suseno, fungsi filsafat ilmu sangat luas dan mendalam, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk membantu mendalami petanyaan-pertanyaan tentang ilmu
atau asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung
jawabnya secara sistematis dan historis. Secara sistematis, filsafat
menawarkan metode-metode mutakhir untuk mendalami masalah-
masalah ilmu, manusia, tentang hakikat kebenaran secara mendalam
dan ilmiah. Secara historis, di sini kita belajar untuk mendalami dan
menanggapi serta belajar dari jawaban-jawabanh filosof terkemuka.
b. Sebagai kritik ideology artinya kemampuan menganalisis secara
terbuka dan kritis arguementasi-argumentasi agama, ideology, dan
pandangan dunia.
c. Sebagai dasar metode dan wawasan lebih mendalam dan kritis dalam
mempelajari studi-studi ilmu khusus.
d. Merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam
kehidupan intelektual pada umumnya dan khususnya di lingkungan
akademis.
e. Memberikan wawasan lebih luas dan kemampuan analisis dan kritis
tajam untuk bergulat dengan masalah-masalah intelektual, spiritual,
dan ideologis.

Agama
Agama merupakan istilah bahasa Indonesia secara etimologi selain
bahasa Indonesia berbeda-beda istilah. Religion (bahasa Inggris), religic
(bahasa Belanda), dan din (bahasa Arab). Tidak mudah untuk membuat
definitive agama. Menurut penulis definitive agama adalah kepecayaan
seseorang terhadap sesuatu yang bersifat spiritual dan hal-hal yang ghaib
(tidak dapat dilihat oleh mata), dalam agama Islam disebut keimanan.
Pengertian agama menunjukkan kepada jalan atau cara yang
ditempuh untuk mencari keridhaan tuhan. Dalam agama ada suatu yang
dianggap berkuasa yaitu tuhan, zat yang memiliki segala yang ada, yang
berkuasa, yang mengatur seluruh alam beserta isinya.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pokok dan dasar dari
agama adalah keyakinan sekelompok manusia terhadap suatu zat (Tuhan).
Keyakinan dapat dimaknai dengan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan
yang memiliki sifat agung dan berkuasa secara mutlak tanpa ada yang dapat
membatasinya. Dari pengakuan tentang eksistensi Tuhan tersebut,
menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga manusia mengekpresikan
pemujaan (penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan oleh suatu agama.
Makna lainnya dari agama bila dirujuk dalam bahasa Inggris Relegion
(yang diambil dari bahasa Latin: Religio). Ada yang berpendapat berasal dari
kata Relegere (kata kerja) yang berarti “membaca kembali” atau “membaca
berulang-ulang”. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan berasal dari kata
Religare yang berarti mengikat dengan kencang. Dalam makna tersebut
penekanannya ada dua, yaitu pada adanya ikatan antara manusia dengan
Tuhan, dan makna membaca, dalam arti adanya ayat-ayat tertentu yang
harus menjadi bacaan bagi penganut suatu agama.
Esensi agama adalah untuk pembebasan diri manusia dari
penderitaan, penindasan kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup.
Islam, seperti juga Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia
(pemeluknya) agar dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar
yang diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling
menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari perbuatan
yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar penegasan moral
keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral. Dalam
implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika agama
sejatinya menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman, ketidak-adilan,
dan sebagainya.
Dari ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa agama juga
mengandung pemahaman tentang adanya unsur agama yang memiliki peran
penting untuk mengharmoniskan kehidupan manusia. Dengan agama, suatu
komunitas menjadi saling menyayangi sesama manusia walaupun memeluk
agama yang saling berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa agama tidak semata-
mata interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi juga menuntut sikap yang
saling menyayangi sesama manusia, walaupun berbeda agama sekalipun.
Untuk itu makna agama dapat dikatakan sangat luas, termasuk juga sebagai
wadah membina sikap saling saying menyayangi sesama manusia. Dengan
kata lain, agama bukan hanya mengatur urusan penyembahan manusia
terhadap Tuhannya, tetapi juga mengatur pola hidup manusia yang lebih baik
melalui sikap saling kasih mengasihi sesama mereka.

Selanjutnya, agama juga didefinisikan sebagai suatu keyakinan (iman)


kepada sesuatu yang tidak terbatas (muthlak). Hal ini seperti dikatakan oleh
Herbert Spencer bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya
kekuasaan tak terbatas, atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas
waktu atau tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu unsur
terpenting dalam pemahaman tentang agama adalah adanya kekuasaan
muthlak dari dzat yang dianggap pokok segala sesuatu, yaitu Tuhan. Dalam
konsep ini, agama identik dengan pemahaman bahwa manusia memiliki
keterbatasan dalam segala hal. Karena itu agama merupakan sebagai central
dari segala sesuatu tersebut untuk dikembalikan dan diserahkan segala
urusan. Kadar penyerahan segala urusan ini, memiliki tingkat yang berbeda
bagi agama tertentu dan aliran tertentu.
Penutup
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara filsafat dengan
ilmu serta dengan agama, memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini
didasarkan pada tujuan ketiganya, yaitu mencari kebenaran. Namun
demikian, ketiga aspek dimaksud secara horizontal saling berhubungan,
namun secara vertikal, menurut penulis, hanya agama saja yang memilikinya.
Agama selain memiliki hubungan horizontal dengan filsafat dan ilmu, juga
memiliki hubungan vertikal dengan Tuhan sebagai sembahan manusia itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai