Anda di halaman 1dari 24

LANDASAN FILOSOFI DALAM TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Teknologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Nurul Malikah, M.Pd.

Disusun oleh :

1. Muhammad Andiyan Arifai (201210271)


2. Muhammad Ibnu Shena (201210277)
3. Muhammad Shodiq Nur Ngaini (201210282)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul "Landasan".

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Ponorogo, 28 September 2022

Penyusun

Kelompok 5/PAI.I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 2

C. Tujuan Pembahasan ............................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Filosofi dalam Teknologi Pendidikan . 3

B. Komponen Landasan Filosofi ............................................... 6

C. Landasan Ontologi Teknologi Pendidikan ............................ 7

D. Landasan Epistemologi Teknologi Pendidikan ..................... 10

E. Landasan Aksiologi Teknologi Pendidikan .......................... 16

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 20

B. Saran ...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan perkembangan teknologi pendidikan beserta
infratrstruktur penunjangnya, upaya peningkatan mutu pendidikan antara lain
dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi pendidikan dalam kegiatan
pembelajaran. Teknologi pendidikan merupakan suatu sistem yang dapat
memfasilitasi pendidik dan peserta didik untuk belajar secara lebih luas, lebih
banyak, dan juga lebih bervariasi. Melalui fasilitas-fasilitas yang disediakan
oleh sistem tersebut siswa dapat belajar secara mandiri, kapan dan dimana
saja tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Bahan yang mereka pelajari juga
lebih bervariasi, tidak hanya dalam bentuk sajian kata, tetapi dapat lebih kaya
dengan variasi teks, visual, audio, dan animasi.1
Adapun filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum dari
pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat
dikatakan sebagai teori yang dipakai sebagai dasar bagaimana pendidikan itu
dilaksanakan sehingga mencapai tujuan. Oleh karena itu, sebuah ilmu
teknologi pendidikan harus memiliki landasan, salah satunya adalah landasan
filosofi.2
Berdasarkan uraian di atas, maka pemahaman terhadap sebuah landasan
filossofi sangat penting. Oleh karena itu, makalah ini akan mengajak kita
untuk membahas tentang “Landasan Filosofi dalam Teknologi Pendidikan”
yang di dalamnya akan dijelaskan tentang landasan ontologi, epistemologi,
dan aksiologi dalam teknologi pendidikan.

1
Nasruddin Hasibuan, Pengembangan Pendidikan Islam dengan Implikasi Teknologi
Pendidikan, Jurnal Fitrah, Vol. 01 No. 02(2015): 190.
2
Herman dkk, Teknologi Pendidikan (Padang: PT Global Eksekutif Teknologi, 2022), 16-
17.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan landasan filosofi dalam teknologi
pendidikan?
2. Bagaimana komponen-komponen yang ada dalam landasan filosofi?
3. Bagaimana landasan ontologi teknologi pendidikan?
4. Bagaimana landasan epistemologi teknologi pendidikan?
5. Bagaimana landasan aksiologi teknologi pendidikan?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian landasan filosofi dalam teknologi
pendidikan.
2. Untuk mengetahui komponen-komponen yang ada dalam landasan
filosofi.
3. Untuk mengetahui landasan ontologi teknologi pendidikan.
4. Untuk mengetahui landasan epistemologi teknologi pendidikan.
5. Untuk mengetahui landasan aksiologi teknologi pendidikan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Filosofi dalam Teknologi Pendidikan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah landasan diartikan


sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan sebagai dasar
dikenal pula sebagai fondasi. Berdasarkan pengertian ini kita dapat
memahami bahwa landasan adalah suatu titik tumpu atau titik tolak dalam
melakukan sesuatu atau dasar dari segala hal yang dilakukan. Berdasarkan
sifat wujudnya, ada dua jenis landasan, yaitu:
1. Landasan yang bersifat material
Contoh dari landasan yang bersifat material antara lain berupa
landasan yang berbentuk benda nyata yang bisa dipegang dan diraba,
seperti landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung.
2. Landasan yang bersifat konseptual
Contoh dari landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa
asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat, atau
pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam
rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak
(melakukan suatu praktik).3
Filosofi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata
philein/philos yang artinya cinta dan sophos/sophia yang artinya
kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Filsafat dimaknai sebagai suatu
pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk
mencari kebenaran atau kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang dimaksud harus
benar, tepat, dan bijaksana sesuai logika berpikir dan bernalar. Untuk
mencapai dan menemukan kebenaran yang bersifat mutlak, masing-masing

3
Miftahus Surur dkk, Landasan Pendidikan (Bandung:CV Media Sains Indonesia, 2022),
53-54.

3
filosofi memiliki karakteristik dan objek yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, sehingga tujuan dari sesuatu tersebut dapat tercapai. 4
Nikunja berpendapat bahwa filosofi secara umum adalah jumlah dari
dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan seseorang. Setiap manusia memiliki
perbedaan ide atau gagasan dan pendapat terhadap suatu hal, misalnya bentuk
benda, arti kehidupan, kematian, Tuhan, cantik dan buruk, bagus dan jelek,
baik dan jahat, suka dan tidak suka. Tentu saja ide-ide tersebut diperoleh
dengan berbgai cara sehingga menimbulkan perbedaan dalam menarik
kesimpulan yang menyebabkan ketidakjelasan dan kebingungan. Akan tetapi,
filosofi adalah panduan untuk hidup karena masalah yang dituju bersifat
mendasar dan menentukan arah yang akan diambil utnuk hidup.
Para filsuf selalu menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini: Siapa kita?
Apakah ada eksistensi yang lebih tinggi dan menentukan keberadaan kita?
Apa hubungan antara alam dan manusia? Apa arti hidup? Apakah indra kita
dapat diandalkan untuk memberitahu kita tentang kebenaran alam semesta?
Bagaimana kita tahu tentang dunia? Apa hubungan antara pikiran dan tubuh?
Mereka lebih lanjut menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apa itu
kebahagiaan? Apa itu kebajikan? Apa hubungan antara individu dan kolektif?
Bagaimana kita bisa mengatur masyarakat dan ekonomi yang
mempromosikan keuntungan bersama? Metode apa yang harus kita terapkan
untuk menemukan kebenaran dari pernyataan yang salah? Bisakah kita
berharap menemukan kebenaran keberadaan kita?
Filsafat adalah refleksi dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Oleh karena
itu, Nikunja menyatakan:
Philosophy is the study of general and fundamental problem concerning
matters such as existence, knowledge, truth, beauty, law, justice, validity,
mind, and language. Moreover, philosophy is rationally thinking of a more or
less systematic kind about the general nature of the world -metaphysics or
theory of existence, the justification of belief -epistemology or theory of
knowledge, and the conduct of life- ethics of theory of value.

4
Miftahus Surur dkk, Landasan Pendidikan, 57.

4
Filsafat adalah studi umum dan masalah mendasar mengenai hal-hal
seperti keberadaan, pengetahuan, kebenaran, keindahan, hukum, keadilan,
validitas, pikiran, dan bahasa. Lebih dari itu, filsafat adalah pemikiran
rasional tentang sifat-sifat umum dunia –metafisika atau teori eksistensi,
pembenaran keyakinan- -epistemologi atau teori pengetahuan, dan perilaku
hidup- etika atau teori nilai.
Adapun ciri-ciri filsafat menurut Nikunja adalah sebagai berikut:
1. Filosofi adalah seperangkat pandangan atau keyakinan tentang kehidupan
dan alam semesta yang sering diadakan tidak kritis.
2. Filosofi adalah proses merenungkan dan mengkritik konsepsi dan
keyakinan kita paling mendalam.
3. Filosofi adalah upaya rasional untuk melihat dunia secara keseluruhan
dan keyakinan.
4. Filosofi adalah analisis logis bahasa dan klarifikasi makna kata dan
konsep.
5. Filosofi adalah sekelompok masalah abadi yang menarik minat orang
kemudian filsuf selalu mencari jawaban.
Berdasarkan uraian di atas, maka filosofi mencakup sesuatu dari segala
aspeknya yang mendalam. Oleh sebab itu, kebenaran filosofi adalah
kebenaran yang menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran
ilmu yang sifatnya relatif. Hal tersebut dikarenakan kebenaran ilmu hanya
ditinjau dari segi yang dapat diamati oleh manusia saja, sedangkan filosofi
mencoba mengkaji lebih dalam.5
Jika kita korelasikan dengan landasan filosofi dalam teknologi
pendidikan itu dapat diartikan sebagai asas atau dasar dalam pengembangan,
penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik, dan alat bantu untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses pendidikan yang bersumber dalam
filsafat pendidikan yang mana melihat teknologi ini dari segi kebenaran
logika atau akal.

5
Ali Mustadi dkk, Landasan Pendidikan Sekolah Dasar (Yogyakarta: UNY Press, 2020),
7-9.

5
B. Komponen Landasan Filosofi

Secara operasional, teknologi pendidikan dapat dikatakan sebagai


proses yang bersistem dalam membantu memecahkan masalah belajar pada
manusia. Kegiatan yang bersistem mengandung dua arti, yaitu pertama, yang
isitemik atau beraturan, kedua, yang sistemik atau beracuan pada konsep
sistem. Kegiatan yang beraturan adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
yang dilakukan dengan langkah-langkah mengkaji kebutuhan itu sendiri
terlebih dahulu, kemudian merumuskan tujuan, mengidentifikasikan
kemungkinan pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan kendala yang
ada, menentukan kriteria pemilihan kemungkinan, memilih kemungkinan
yang terbaik, megembangkan dan mengujicobakan kemungkinan yang
dipilih, melaksanakan hasil pengembangan, dan mengevaluasi keseluruhan
kegiatan maupun hasilnya.
Pendekatan sistematik adalah yang memandang segala sesuatu sebagai
sesuatu yang menyeluruh (komprehensif) dengan segala komponen yang
saling terintegrasi. Keseluruhan itu lebih bermakna dari sekedar penjumlahan
komponen-komponen. Tiap komponen mempunyai fungsi sendiri, dan
perubahan pada tiap komponen akan mempengaruhi komponen lain serta
sistem sebagai keseluruhan. Pembelajaran sebagai suatu sistem, terdiri dari
komponen-komponen yang saling terkait dan terintegrasi dalam fungsi yang
sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.6
Setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang
penyanggah tubuh pengetahuan yang disusun. Komponen tersebut adalah
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi merupakan asas dalam
menetapkan ruang lingkup yang menjadi objek penelaahan (objek ontologi
atau objek formal pengetahuan) dan penafsiran tentang hakekat realitas
(metafisika) dari objek ontologi atau objek formal tersebut. Epistemologi
merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan
disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan, Aksiologi merupakan asas dalam

6
Aliwar, Pembelajaran Dalam Konsep Teknologi Pendidikan, Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 6 No.
1 (2013): 24-25.

6
menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan disusun dalam tubuh
pengetahuan tersebut.

C. Landasan Ontologi Teknologi Pendidikan

Kata ontologi berasal dari perkataan yunani, yaitu Ontos dan Logos.
Jadi, ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan
sebagai keberadaan) atau ilmu tentang yang ada. Ontologi diartikan sebagai
suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan kajian mengenai
eksistensi itu sendiri. Teknologi merupakan persoalan ontologis. Teknologi
dalam arti ontologis merupakan suatu cara kebenaran mengungkapkan dirinya
atau latar belakang di dalam benda-benda atau peristiwa memunculkan diri
dengan cara tertentu. Entitas-entitas dalam teknologi, yakni instrumen-
instrumen dan aktivitas subjek yang mengerjakannya, muncul dalam suatu
struktur ataupun latar belakang yang mendasarinya. Teknologi dalam arti
ontologi bukan hanya sekumpulan instrumen atau aktivitas teknologis,
melainkan juga suatu cara pengungkapan kebenaran atau suatu wilayah pada
entitas dan aktivitas muncul seperti apa adanya.
Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu ada.
Komponen ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang
dipikirkan dan menjadi objek filsafat. Komponen ini menyelidiki tentang
hakikat sesuatu. Pendekatan ontologi ini dijadikan sebagai acuan untuk
menentukan hakikat dari ilmu filsafat. Secara ontologi ilmu membatasi
lingkup penelaahan keilmuannya hanya berada pada daerah-daerah dalam
jangkauan pengalaman manusia. 7
Objek penelaahan yang berada dalam batas pra pengalaman (penciptaan
manusia) dan pasca pengalaman (surga dan neraka) diserahkan ilmunya
kepengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari
sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas-
batas ontologis tertentu yaitu penemuan dan penyusunan pernyataan yang

7
Muslimin, Filsafat Hukum (Tangerang: CV Pustakapedia, 2014), 69.

7
bersifat benar secara ilmiah. Aspek kedua dari pendekatan ontologis adalah
penafsiran hakekat realitas dari objek ontologis pengetahuan Penafsiran
metafisik keilmuan harus didasarkan pada karakteristik objek ontologis
sebagaimana adanya dengan deduksi-deduksi yang dapat diverifikasi secara
fisik yaitu suatu penyataan dapat dapat diterima sebagai premis dalam
argumentasi ilmiah setelah melalui pengkajian atau penelitian berdasarkan
epistemologis keilmuan.
Untuk memulai pembahasan tentang ontologi teknologi pendidikan,
Prof. Dr. Yusufhadi Miarso mengungkapkan beberapa asumsi dasar sekaligus
sebagai postulat cabang ilmu teknologi pendidikan, diantaranya:
1. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat, membawa implikasi
bagi kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangan itu.
2. Pertumbuhan penduduk akan senantiasa terjadi meskipun dengan derajat
perbandingan yang kian mengecil. Perkembangan penduduk ini
membawa implikasi semakin banyaknya mereka yang perlu memperoleh
pendidikan.
3. Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dan bersifat menetap di
bidang sosial, politik, ekonomi, industri atau secara luas kebudayaan
yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus menerus bagi semua
orang.
4. Penyebaran teknologi kedalam kehidupan masyarakat yang makin luas.
Masyarakat mengandung budaya teknologi yang mempengaruhi segenap
bidang kehidupan termasuk didalamnya bidang pendidikan. Makin
terbatasnya sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber-sumber
baru dan sementara itu memanfaatkan sumber yang semakin terbatas
secara lebih berdaya guna dan berhasil guna. Termasuk dalam sumber
tradisional ini adalah sumber insani untuk keperluan pendidikan.
Dari dasar asumsi dan postulat diatas yang kebenarannya relatif tidak
perlu diragukan atau minimal tidak perlu di kritisi kebenarannya, maka objek
telaah cabang ilmu teknologi pendidikan menurut Prof. Dr. Yusufhadi Miarso
diantaranya adalah :

8
1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis
buku, produser media dan lain-lain), pesan (yang tertulis dalam buku atau
tersaji lewat media), media (buku, program televisi, radio dan lain-lain),
alat (jaringan televisi, radio dan lain-lain) cara-cara tertentu dalam
mengolah atau menyajikan pesan serta lingkungan dimana proses
pendidikan itu berlangsung.
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan baik secara konseptual
maupun faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber
untuk belajar itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna
keperluan belajar.8
Chaeruman secara tersusun dalam tulisannya mengutip tulisan Prof.
Yusuf Hadi Miarso bahwa ontologi teknologi pendidikan adalah:
1. Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya,
baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat
diperoleh secara mandiri.
2. Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat
direkayasa, tapi belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
3. Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana
untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat
belajar setiap orang dan lembaga.
4. Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam
mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara
efektif, efisien, dan selaras.
Penyebab revolusi ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah
mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan
karena itu yang lebih penting adalah mengajarkan kepada anak didik tentang
bagaimana belajar. Ajaran selanjutnya akan diperoleh
si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui berbagai sumber dan saluran.

8
Nurul Mukhlisah dkk, Teknologi Pendidikan (Makassar: Rizmedia, 2022), 35-36.

9
Berdasarkan penyebab dan kondisi perkembangan keempat revolusi
yang terjadi di dunia pendidikan diatas dimana difokuskan pada masalah
utama yaitu "belajar" dapat disederhanakan yaitu pada awalnya guru
menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan guru
bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan
berikutnya guru menggunakan sumber lain berupa buku yang ditulis orang
lain, atau dapat dikatakan bahwa guru membagi perannya dalam menyajikan
pesan melalui buku.
Dalam keadaan ini guru masih mungkin melaksanakan tugasnya
menyeleksi buku dan mengawasi kegiatan belajar secara ketat. Dalam
perkembangan selanjutnya media komunikasi mampu menyalurkan pesan
yang dirancang oleh suatu tim yang terpisah dari guru, langsung kepada anak
didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru. Perkembangan revolusi terjadi
bahwa tujuan pendidikanlah yang harus menentukan sarana apa saja yang
dipergunakan atau dengan kata lain media komunikasi menentukan pesan
yang perlu dikuasai.9
Dari beberapa objek telaah diatas, bisa disimpulkan bahwa ontologi dari
filsafat ilmu teknologi pendidikan adalah masalah masalah yang ada dalam
pendidikan dan pembelajaran, fenomena-fenomena dan hal-hal yang penting
namun belum menjadi perhatian dari bidang ilmu yang lain. Karena pada
dasarnya teknologi pendidikan memiliki kawasan tersendiri yang khas dan
unik, yakni perancangan (desain), pengembangan, pemanfaatan, penilaian dan
pengelolaan (manajemen) sumber, bahan, media, alat, sarana dan lingkungan
belajar. Itulah inti dari objek telaah (ontologi) filsafat ilmu teknologi
pendidikan.

D. Landasan Epistemologi Teknologi Pendidikan


Komponen epistemologi adalah teori pengetahuan atau nadzariyyah al-
ma'rifah. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yang membahas tentang
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin diketahui

9
Herman dkk, Teknologi Pengajaran, 30-32.

10
atau difikirkan. Epistemologi jika diterapkan pada kajian pendidikan maka
pembahasan dalam epistemologi pendidikan meliputi: seluk beluk
pengetahuan pendidikan mulai dari asal-usul atau sumber pendidikan, metode
membangun pendidikan, unsur-unsur pendidikan, sasaran pendidikan,
macam-macam pendidikan dan sebagainya. Metodologi dalam konteks ini
bermakna sebagai bentuk epistemologis untuk memproduksi ilmu (mode of
production). Area ini merupakan tahapan ilmiah-sistematis untuk
mendapatkan pengetahuan (knowledge) untuk kemudian menjadi ilmu
(science).
Pendekatan epistemologi tercermin secara operasional dalam metode
ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan
menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan kerangka pemikiran yang
bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan
pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun. Kerangka pemikiran
yang bersifat logis adalah bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan
terhadap fenomena alam.
Adapun bagaimana teknologi pendidikan itu dikembangkan, dikaji dan
ditelaah dengan cara filsafati, Prof. Dr. Yusufhadi membaginya kedalam tiga
pendekatan baru, yaitu teknik intelektual yang unik yang tidak dilakukan oleh
disiplin keilmuan yang lain yang telah ada sebelumnya. Adapun yang
merupakan epistemologi teknologi pendidikan, diantaranya:
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara
simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling
keterkaitannya (sistemik) dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah
(parsial).
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses
kompleks secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dilaksanakan,
dinilai, dikelola sebagai suatu kesatuan dan ditujukan untuk memecahkan
masalah.

11
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala
secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme,
berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri.
Pada dasamya terdapat kemiripan objek telaah, antara ontologi dan
epistemologi, hanya yang membedakannya adalah ontologi menitikberatkan
pada objek telaah, sementara epistemologi lebih kepada prosesnya.
Contohnya pada dasarnya masalah belajar itu bisa dipandang sebagai objek
kajian filsafat namun juga bisa menjadi cara dan usaha untuk memperoleh
ilmu dari cabang ilmu teknologi pendidikan. Masalah belajar dipandang
sebagai objek manakala masalah belajar hanya dilihat sebagai fenomena unik
yang harus ditemukan solusinya. Karena apabila dibiarkan saja, hal itu akan
mendatangkan masalah yang baru yang lebih komplek, namun masalah akan
menjadi bagian dari usaha epistemologi, karena pada dasarnya masalah
adalah proses yang paling dasar untuk melakukan sebuah pengkajian,
penelitian, guna menemukan cara, model, metode, strategi baru dalam telaah
ilmu teknologi pendidikan.10
Epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab,apakah ilmu
itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana
membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah
mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat diketahui, dan sampai dimanakah
batasannya. Semua pertanyaan itu dapat disingkat menjadi dua masalah
pokok masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Pendapat M Arif bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas
mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi
suatu tubuh pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan epistimologi teknologi
pendidikan yaitu:
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara
simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji antar kaitannya
dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah.

10
Nurul Mukhlisah dkk, Teknologi Pendidikan, 35-36.

12
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses
kompleks secara sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan
dikelola sebagai suatu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan
masalah.
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala
secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme,
berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-
sendiri.
Sedangkan menurut Abdul Gafur (2007) bagaimana untuk mendapatkan
teknologi pendidikan adalah dengan cara:
1. Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar
2. Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi,
pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
3. Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses
pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis
antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari
epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya
terfokus pada metode atau teknik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem
dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat.
Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan
metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi,
metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi
merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun
epistemologi merupakan bagian dari filsafat. Hakikat Epistemologi berusaha
memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang
pokok, mengidentifikasikan sumber sumbernya dan menetapkan batas-
batasnya. "Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui" adalah
masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah
semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim lagi
tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak berhubungan dengan pekerjaan

13
pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan
pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah landasan dalam
menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu berhubungan
dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama pada saat proses aplikasi metode
deduktif yang penuh penjelasan dari hasil pemikiran yang dapat diterima akal
sehat. Ini berarti tidak ada disiplin ilmu lain, kecuali psikologi, padahal
realitasnya banyak sekali.
Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun
objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi
menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi
terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan
mengembangkannya. Aktivitas aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-
perenungan secara filosofi dan analitis.
Perbedaaan padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa
dijadikan pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas
CHunt yang menilai, epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh
kontroversi. Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari
filsafat sistematik yang paling sulit, sebab epistemologi menjangkau
permasalahan permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika
sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya.
Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang
dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja, maka minat untuk
membicarakan dasar-dasar pertanggungjawaban terhadap pengetahuan
dirasakan sebagai upaya untuk melebihi takaran minat kita. Epistemologi atau
teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan
dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan
apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin
diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik
tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui.
Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter

14
terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh
pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan
madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun
memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan
misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui. Epistemologi ini juga bisa
menentukan cara dan arah berpikir manusia.
Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan
bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail detailnya, berarti dia
menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak
dari gejala-gejala yang sama, baru ditarik kesimpulan secara umum, berarti
dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu
mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya
berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula
seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu
masa lampau yang telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi
terhadap corak sikap seseorang. Terkadang menemukan seseorang
beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa
depan. Tetapi terkadang dijumpai seseorang dalam melakukan sesuatu
sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika
dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru
merugikan.
Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada
hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir
secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari
gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu
memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni
pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir
dan membuktikan keyakinan bahwa mengetahuan kenyataan yang lain dari
diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan
usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa
dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan

15
usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram
cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.
Jadi hakikat epistemologi teknologi, adalah pemahaman yang timbul di
satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang
sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme,
atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi
teknologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi
dari epistemologi.11

E. Landasan Aksiologis Teknologi Pendidikan


Aksiologi berasal dari bahasa Yunani "axios" yaitu nilai dan "logos"
yang berarti teori. Dengan demikian, maka aksiologi adalah teori tentang
nilai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-
nilai khususnya etika. Menurut Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Bramel, Aksiologi terbagi tiga bagian:
1. Moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang melahirkan disiplin khusus
yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan.
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik. Bidang ini melahirkan
filsafat sosial politik.
Aksiologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
meneliti hakikat nilai dari perspektif kajian filsafat. Aksiologi sebagai teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi
mengandung nilai-nilai sebagai dasar normatif untuk penggunaan atau
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai bagian dari cabang
filsafat, aksiologi dalam kajian bidang pendidikan merupakan upaya menguji
dan mengintegrasikan nilai dalam kehidupan manusia dan membinakannya

11
Herman dkk, Teknologi Pengajaran), 32-36.

16
dalam kepribadian peserta didik. Namun demikian, bukan merupakan hal
yang mudah untuk menjelaskan tentang apakah yang baik itu, benar atau
buruk.12
Komponen aksiologi adalah suatu upaya untuk menyelidiki nilai-nilai
(value) yang dijalankan dengan kriteria atau prinsip tertentu. Aksiologi
diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ini dalam menyelesaikan
berbagai persoalan yang dihadapi manusia sehari-hari. Aksiologi merupakan
asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun
dalam tubuh pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran atau landasan
aksiologis teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus
karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika. Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yakni:
1. Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa
latin “mores”, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Etika
adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas masalah-masalah moral,
perilaku, norma, dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu.
2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan
tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri
segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan
harmonis dalam suatu hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya

12
Ahmad Muhibbin, Filsafat Pendidikan (Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2021), 74.

17
adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta
berpola baik, melainkan harus juga mempunyai keindahan.13
Aksiologi bisa berupa produk material maupun non material, misalnya
produk material berupa media pembelajaran material, bahan ajar, sumber
belajar, sarana, alat dan lingkungan tempat belajar, sementara produk non
material diantaranya metode pembelajaran baru, model penilaian baru,
strategi pencapaian tujuan pembelajaran baru dan lain sebagainya. 14
Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai nilai (value).
Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai atau
manfaat pengkajian teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa
hal, diantaranya:
1. Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan).
2. Penyempurnaan sistem pendidikan.
3. Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan
4. Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran
5. Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
6. Peningkatan partisipasi masyarakat
Sedangkan menurut M. Arif menyatakan bahwa Aksiologi (untuk apa)
yaitu merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh
dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran atau
landasan aksiologis teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus
menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurutnya, landasan aksiologis teknologi pendidikan
saat ini adalah;
1. Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa,antara lain;
a. Penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan,
dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk
pendidikan serta latihan.
13
Firdausi Nuzulah dkk, Aksiologi Pendidikan Menurut Macam-Macam Filsafat Dunia
(Sidoarjo: Umsida, 2017), 1-2.
14
Ibid, 37-38.

18
b. Penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan
pengembangan sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan
pembangunan.
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan
pemanfaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan. 15
Jadi dapat disimpulkan aksiologi teknologi adalah bagaimana caranya
kita menguji dan menggabungkan teknologi yang ada tersebut ke dalam
kehidupan kita sehari-hari dan menanamkannya ke dalam pembiasaan
seseorang. Menjelaskan mengenai pemahaman mana yang baik dan mana
yang buruk pun kepada seseorang merupakan tugas pendidikan. Sehingga
pendidikan dalam proses pembelajaran harus menjelaskan secara
komperehensif dalam arti dilihat dari segi etika, estetika, dan nilai sosial.

15
Herman dkk, Teknologi Pengajaran, 32-36.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Landasan filosofi dalam teknologi pendidikan itu dapat diartikan
sebagai asas atau dasar dalam pengembangan, penerapan, dan penilaian
sistem-sistem, teknik, dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan
proses pendidikan yang bersumber dalam filsafat pendidikan yang mana
melihat teknologi ini dari segi kebenaran logika atau akal. Di dalamnya
terdapat tiga komponen, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi dari filsafat ilmu teknologi pendidikan adalah masalah
masalah yang ada dalam pendidikan dan pembelajaran, fenomena-fenomena
dan hal-hal yang penting namun belum menjadi perhatian dari bidang ilmu
yang lain. Sedangkan epistemology dalam teknologi pendidikan adalah
pemahaman yang timbul di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan
landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan
rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif) dan di sisi
lain berarti hakikat epistemologi teknologi itu bertumpu pada landasannya,
karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Adapun aksiologi
teknologi pendidikan adalah bagaimana caranya kita menguji dan
menggabungkan teknologi yang ada tersebut ke dalam kehidupan kita sehari-
hari dan menanamkannya ke dalam pembiasaan seseorang. Menjelaskan
mengenai pemahaman mana yang baik dan mana yang buruk pun kepada
seseorang merupakan tugas pendidikan.

B. Saran
Dalam penggunaan teknologi di bidang pendidikan itu sebaiknya harus
memperhatikan aspek-aspek filosofi di dalamnya. Sehingga nantinya
penggunaan teknologi tersebut dapat efektif dan efisien serta mampu untuk
mengatasi berbagai problematika pendidikan yang terjadi yang pada akhirnya
dapat tercapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aliwar. 2013. Pembelajaran Dalam Konsep Teknologi Pendidikan. Jurnal Al-


Ta’dib. 6 (1): 19-30.

Hasibuan, Nasruddin. 2015. Pengembangan Pendidikan Islam dengan Implikasi


Teknologi Pendidikan. Jurnal Fitrah. 01 (02): 189-206.

Herman, dkk. 2022. Teknologi Pendidikan. Padang. PT Global Eksekutif


Teknologi.

Muhibbin, Ahmad. 2021. Filsafat Pendidikan. Surakarta. Muhammadiyah


University Press.

Mukhlisah, Nurul dkk. 2022. Teknologi Pendidikan. Makassar. Rizmedia.

Muslimin. 2014. Filsafat Hukum. Tangerang. CV Pustakapedia.

Mustadi, Ali dkk. 2020. Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Yogyakarta. UNY
Press.

Nuzulah, Firdausi dkk. 2017. Aksiologi Pendidikan Menurut Macam-Macam


Filsafat Dunia. Sidoarjo. Umsida.

Surur, Miftahus dkk. 2022. Landasan Pendidikan. Bandung. CV Media Sains


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai