Anda di halaman 1dari 4

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Pengembangan


Kelas : IAT-II
Tanggal : 4 Agustus 2022
Waktu : 07:30-09:00

Nama : Ahmad Zaeni Mubarok


NIM : 21011365

1. Apa perbedaan wahyu menurut Nasr Hamid dengan ulama klasik?


Adakah dampak positif atau negatif dari perbedaan konsep wahyu,
sebutkan?
2. Apa yang anda pahami dengan Tafsir Maqashidi dan Nizham al-
Qur’an? Apakah wawasan terhadap Tafsir Maqashidi dan Nizham al-
Qur’an tersebut pengaruh besar terhadap ilmu tafsir? Mengapa?
3. Apa pendapat anda tentang konsep nasikh mansukhnya Nasr Hamid
dan Abdullah Saeed? Narasikan jawaban anda minimal dalam 2
paragraf!
4. Bisakah hermeneutika diintegrasikan kedalam ulumul Qur’an?
Bagaimana tanggapan anda terhadap pihak yang pro atau kontra
terhadap hermeneutika?

Jawaban :
1. Nasr Hamid mengkaji wahyu dengan analisis unsur budaya sehingga
yang membedakannya dengan penafsir lainnya adalah antara wahyu
dan budaya, yang menurutnya bahwa budaya-sosial sangat berperan
dan berpengaruh penting terhadap munculnya sebuah teks. Nasr
Hamid menjelaskan proses pewahyuan Alquran dengan meminjam
teori model komunikasi Roman Jakobson, meskipun tidak sama
persis. “Proses pewahyuan tidak lain sebuah tindak komunikasi yang
secara natural terdiri dari pembicara, yaitu Allah, seorang penerima,
yakni nabi Muhammad, sebuah kode komunikasi, yakni bahasa Arab,
dan sebuah canel, yakni Ruh Suci (Jibril), sedangkan menurut
pendapat ulama klasik akal tanpa bimbingan wahyu tidak dapat
mengetahui sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui
kewajiban mengerjakan yang baik dan menjahui yang buruk adalah
wajib bagi manusia. Meskipun akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi
wahyulah yang mewajibkan orang mengetahuiNya dan berterima
kasih kepadaNya, dampak positif daripada perbedaan konsep wahyu
menurut Nasr Hamid yaitu untuk kemajuan zaman saat ini dimana
pola pikir orang – orang pada umumnya lebih mudah memahami
konsep suatu permasalahan dengan budaya yang sudah ada sejak lama
dan juga sudah melekat, maka dengan begitu akan lebih mudah
memahami konsep wahyu dengan dibumbui komunikasi langsung
bukan dengan memahami suatu konsep dengan mengkaji ulang suatu
permasalahan berdasarkan konsep naqliyah dan terlalu berpatokan
terhadap tekstual itu sendiri, Mengingat, baik wahyu maupun akal
sama-sama bersumber dari Allah, seperti yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad ataupun yang tercermin pada diri Nabi Muhammad,
maka al – quran dan Sunnah sama-sama memberikan apresiasi yang
sangat tinggi kepada akal, yang kemudian dapat dipahami kalau
kemudian akal diakui sebagai sumber hukum Islam yang ketiga
setelah Sunnah. Dampak Negatif nya yaitu, adalah Ketika terlalu
bertumpu pada akal sehingga tuntunan – tuntunan dari Al – qur’an
dan sunnah pun bisa dilupakan dengan begitu mudah, terlalu
menggunakan akal pula dapat menyebabkan kesalahpahaman antar
masing – masing manusia tentang perspektif memandang wahyu yang
kemudian disalah artikan karena tidak cukup dasar pemahaman
tentang wahyu itu sendiri.
2. Tafsir Maqashidi memiliki kedudukan yang penting yang menengahi
dua aliran mainstream penafsiran, yaitu Tafsir dengan pandangan
literalis (tekstual) dan Tafsir yang kontekstulis. Dengan keistimewaan
tersebut, dapat diharapkan Tafsir Maqashidi benar-benar bisa
mewujudkan tujuan utama dari ajaran Islam secara umum, dan
syari’ah Islam secara khusus. Sedangkan Nizham al-Qur’an
menjadikan keteraturan dan pertalian antar ayat menjadi tema pokok,
di mana akan menjadi‘amud dan menampakan kesatuan surat.
Kemudian memiliki wawasan antara Tafsir Maqashidi dan juga
Nizham al-Qur’an berpengaruh besar dalam ilmu tafsir itu sendiri
karena Tafsir Maqashidi sendiri merupakan pendekatan penafsiran al-
Quran yang diadopsi dari disiplin ilmu Ushul Fiqh dan Nizham al-
Qur’an yaitu sebagai ilmu yang mengungkap pesan-pesan al-Quran
dimana pesan – pesan tersebut tidak boleh terlalu disepelekan dan
juga mengungkapkan makna dari proses turunnya al-Quran secara
bertahap. Hal itu tidak lain untuk menstabilkan keimanan umat
muslim pada waktu itu. Maka dari itu peran antara Tafsir Maqashidi
dan Nizham al-Qur’an sangatlah penting terutama bagi orang – orang
yang masih awam mengenai Ilmu Tafsir al-Qur’an begitupun untuk
mengingat kan Kembali para mufassir terhadap detail – detail kecil
dalam memahami dan memaknai ayat al-Qur’an.
3. Menurut pendapat saya konsep nasikh mansukhnya Nasr Hamid dan
Abdullah Saeed, nasikh mansukh menurut Abdullah Saeed dalam
penafsiran adalah gagasan pencabutan hukum lewat nasikh dapat
menjadi pijakan untuk menafsiri ulang Alquran yang sudah tidak
relevan agar bisa memenuhi kebutuhan umat yang sesuai dengan
kondisi dan situasi. Sedangkan menurut Nasr Hamid al-Qur’an
muncuk tidak terlepas dialetikanya dengan realitas masyarakat yang
berbudaya , yang kemudian dapat disimpulkan bahwasanya konsep
nasikh mansukh yang mereka bawa sangatlah cocok untuk
perkembangan zaman dimana sudah terlalu banyak orang – orang
muslim yang menyalah artikan mengenai ayat - ayat al-Qur’an yang
kemudian terjebak menjadi mansukhan, yaitu orang – orang yang
terjebak dengan kebiasaan dan budaya – budaya pada zaman dimana
umumnya apa yang ada pada zaman sekarang tidak ada pada zaman
nabi, seperti teknologi, kemajuan ilmu sains, dan juga cara manusia
berbudaya yang terbilang juga cukup berbeda jauh dengan saat pada
zaman nya nabi, seperti hal nya, hukum mengenai yang mewajibkan
bertamu terhadap seorang ulama membawa sesuatu, yang dimana
kemudian allah ganti ketentuan tersebut menjadi semampunya, hal –
hal yang berkaitan seperti itu mungkin terlihat sepele apabila
dipandang melalui kacamata orang - orang yang mampu, tapi begitu
murah kasih dan sayang nya allah pada mahkluk nya menandakan
bahwasanya orang – orang yang kurang mampu pun dapat bertamu
terhadap seorang ulama cukup dengan seadanya, sadar tanpa sadar hal
tersebut dapat membuat orang – orang yang kurang mampu diluar
sana memiliki keinginan kuat supaya dapat bertamu dan mengambil
hikmah maupun ilmu bagi dirinya masing – masing dikemudian hari,
tanpa adanya konsep pemikiran nasikh mansukh yang dapat
diterangkan dengan mudah dipahami oleh kaum awam begitu pula
orang orang yang mengerti agama agar dapat lebih berhati – hati lagi
Ketika mengkaji ilmu al-Qur’an tidak hanya sekedar mencuil ayat –
ayat quran yang kemudian dijadikan senjata untuk melerai bukan
sebagai tameng untuk merangkul.
4. Hermeneutika tidak bisa digunakan untuk menafsirkan Al-qur’an,
karena hermeneutika lahir dan berkembang dari suatu peradaban dan
pandangan hidup masyarakat penemunya. Dalam metode tafsir
hermeneutika Al-qur’an khususnya keilmuan islam, perdebatan
hermeneutika bukan terletak pada ke otentikan Al-qur’an tetapi
tentang pencarian kebenaran dalam lingkup penafsiran. Sehingga
yang menjadi pro-kontra dalam hermeneutika di kalangan muslim
umumnya adalah penerapannya sebagai pencari kebenaran atau
memahami Al-qur’an dalam bingkai studi tafsir. Begitula pro dan
kontra terkait pengaplikasian hermeneutika dalam penafsiran al-Quran
ini harus disikapi dengan bijak. Karena di balik problematikanya,
metodologi ini juga memiliki sisi positifnya. Doktrin kritisisme yang
dibangun dalam metodologi ini adalah kritikan bagi umat muslim
yang selama ini terlalu terbuai pada kemapanan ilmu pengetahuan,
terkhusus tafsir. Juga agar dapat menjembatani antara kelompok
penerima dan penolak metodologi hermeneutika ini haruslah
memahami, bahwa operasionalisasi hermeneutika tidak merambah
pada Al Quran sebagai teks suci keagamaan yang sakral. Tetapi, dia
bekerja dalam lingkup studi tafsir dan ilmu tafsir kontemporer.
Hermeneutika juga tidak serta merta menggantikan ilmu tafsir yang
sudah berkembang lebih dulu. Tetapi, juga dapat dijadikan sebagai
alternatif bagi ilmu dan metode tafsir yang sudah mapan. Terkhusus
bagaimana daripada pandangan orang yang masih awam maupun
yang sudah mengerti betul mengenai ilmu Tafsir.

Anda mungkin juga menyukai