Anda di halaman 1dari 32

Kata Pengantar

Assalamualaikum. Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul “Tokoh-Tokoh Ilmuwan Islam” dapat dibuat sesuai harapan dan
selesai tepat pada waktunya. Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat
manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, terutama yang berkaitan dengan sejarah-sejarahnya.

Dalam penyusunan dan pencarian materi ini, penulis mengalami beberapa kendala,
tapi semua dapat diatasi berkat dorongan dan bantuan dari orang tua sehingga kendala-
kendala tersebut dapat teratasi.

Akhirnya saya sebagai penulis masih sangat terbuka terhadap saran dan kritik segala
kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat menjadi lebih
sempurna di masa yang akan datang. Ucapan terima kasih senantiasa saya sampaikan kepada
Bapak Iwan Sanusi, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama Islam. Semoga Allah SWT
memberikan segala kemudahan kepada kita semua untuk mengetahui bahwa banyak ilmuwan
muslim yang berjaya dimasanya.

Bandung, 28 November 2016


Penulis

[Type text] Page 1


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh para ilmuwan.
Banyak ilmuwan terkemuka yang tersebar di muka bumi ini memberikan kontribusi
lebih dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita dapat menemukan dan mengetahui
mereka di dalam buku ilmu pengetahuan, sejarah, ensiklopedia, dan buku
pengetahuan lainnya.
Hal ini juga membuat siswa-siswi di sekolah dasar sudah mengetahui beberapa
ilmuwan, seperti Alexander Graham Bell, Thomas Alva Edison, Aristotles, dan masih
banyak lagi. Tidak banyak siswa yang mengenal para ilmuwan muslim, ini
diakibatkan kurang dan jarangnya tokoh ilmuwan muslim muncul di buku pelajaran
siswa.
Fenomena kurang mengenal ilmuwan muslim ini membuat kalangan
cendikiawan muslim mulai memperkenalkan ilmuwan-ilmuwan muslim dalam buku
ajar pendidikan Agama Islam di pendidikan formal. Upaya ini sebagai wujud
terobosan bagi kalangan tokoh-tokoh islam membuat suatu penanaman kembali
tentang penemu muslim yang mampu menjadi acuan ilmuwan nasrani menemukan
hasil karyanya seperti pesawat terbang, ahli bedah dan lainnya. Sebelumnya ilmuwan
muslim seperti Abbas Qasim Ibnu Firnas penemu konsep dasar pesawat. Siswa-siswi
dan bahka mahasiswa banyak yang yang tidak mengenal ilmuan muslim seperti
tersebut diatas. Sehingga melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan suatu
gambaran akan terpuruknya popularitas penemu muslim di dunia pendidikan dan
masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah

• Siapa tokoh muslim yang mampu merubah perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi ?
• Apa saja inovasi dan penemuan yang mampu menjadi sebuah acuan
bagi ilmuwan selanjutnya ?
• Bagaimana peran hasil penemuan para tokoh muslim bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini ?

1.3 Tujuan

Agar para pembaca mengetahui peranan penting dan penemuan-penemuan


yang didalami oleh para ilmuwan muslim.

[Type text] Page 2


BAB 2

ISI

2.1 Biografi Ibnu Rusyd

2.1.1 WHO

Siapakah Ibnu Rusyd?


Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520
Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal
pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak
minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum,
matematika, dan filsafat.
Selain itu, Ibnu Rusyd juga dikenal sebagai seorang tokoh perintis ilmu
jaringan tubuh (histology). Ia pun berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah
dan penyakit cacar.
Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah
kedokteran, hukum dan filsafat. Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd
seperti yang dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu
Rusyd tentang akidah dan sikap keberagamaannya.
Karena latar belakang keluarganyalah yang mempengaruhi intelektual Ibnu
Rusyd di kemudian hari.

2.1.2 WHEN AND WHERE

Dimana dan kapan Ibnu Rusyd lahir dan mencapai prestasi?


Ibnu Rusyd lahir di Kordoba, Andalus (Spanyol) pada tahun 520 H. Pada tahun 565 H
/ 1169 M ia diangkat menjadi hakim di Seville dan Cordova. Karena prestasinya yang luar
biasa di bidang hukum, pada tahun 1173 M ia dipromosikan menjadi ketua Mahkamah
Agung di Kordoba.

[Type text] Page 3


Pada tahun 565 H / 1168 M dia diangkat menjadi hakim di Seville. Kemudian
ia pun kembali ke Cordova, sepuluh tahun disana, ia pun diangjat menjadi Qhadi, selanjutnya
ia juga pernah menjadi dokter Istana di Cordova pada tahun 1182 M. Sebagai seorang filosof,
ia memiliki pengaruh yang besar di kalangan Istana, terutamadi zaman Sultan Abu Yusuf
Ya’qub al-Mansur (1184-1199 M). Sebagai seorang filosof, pengaruhnya di kalangan Istana
tidak disenangi oleh kaum ulama dan kaum fuqaha. Sewaktu timbul peperangan antara Sultan
Abu Yusuf dan kaum Kristen, Sultan berhajat pada kata-kata kaum ulama dan kaum fuqaha.
Maka keadaan menjadi berubah, Ibnu Rusyd disingkirkan oleh kaum ulama dan kaum
fuqaha. Ia dituduh membawa aliran filsafat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Akhirnya
Ibnu Rusyd ditangkap dan diasingkan ke suatu tempat yang bernama Lucena di daerah
Cordova. Oleh sebab itu, kaum filosof ridak disenangi lagi, maka timbul pengaruh kaum
ulama dan kaum fuqaha. Ibnu Rusyd sendiri kemudian dipindahkan ke Maroko dan
meninggal disana dalam usia 72 tahun pada tahun 1198 M.

2.1.3 WHY

Kenapa Ibnu Rusyd dipilih?


Alasan Ibnu Rusyd diangkat menjadi hakim karena kecerdasan yang luar biasa dan
pemahamannya yang mendalam dalam banyak disiplin ilmu, menyebabkan ia diangkat
menjadi kepala qadi atau hakim agung Kordoba, jabatan yang pernah dipegang oleh
kakeknya pada masa pemerintahan Dinasti al Murabitun di Afrika Utara. Posisi yang
prestisius dan tentunya diimpikan banyak orang. Posisi tersebut ia pegang pada masa
pemerintahan Khalihaf Abu Ya’kub Yusuf dan anaknya Khalifah Abu Yusuf.

2.1.4 WHAT

Apa saja karya yang dimiliki Ibnu Rusyd?


Karya Ibnu Rusyd :
Ibnu Rusyd termasuk ilmuan yang sangat produktif. Ia memiliki banyak karya ilmiah, ia telah
menulis buku-buku yang terkait dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, terutama
mengenai filsafat, kalam, kedokteran dan fikih. Buku-buku tersebut ditulis sekitar tahun 554
H – 591 H/ 1159 – 1195 M. Namun sangat disayangkan bahwa karya-karya Ibnu Rusyd
tersebut banyak yang hilang, sehingga buku-bukunya sangat sulit kita jumpai pada masa
sekarang melainkan hanya beberapa saja.
Hilangnya buku-buku karya Ibnu Rusyd ini disebabkan oleh fitnah terhadap dirinya yang
terjadi pada tahun 593 H/ 11905 M oleh para ulama’ fikih yang tidak senang pemikiran-
pemikirannya yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran islam, sehingga berakibat pada
pembakaran buku-buku karangan Ibnu Rusyd secara besar-besaran.
Para penulis dewasa ini berbeda pendapat ketika menyebut jumlah daftar karangan Ibnu
Rusyd karena banyak bukunya yang tidak dapat dijumpai oleh mereka.
Sulaiman menyebut jumlah buku Ibnu Rusyd sebanyak 47 buah (dalam pengantar kitab
“Tahafut al-Tahafut”). Muhammad ‘Athif al-‘Iraqi menyebut sebanyak 22 buah (dalam kitab
“al-Nuz’ah al-‘Aqliyyah fi Falsafah Ibnu Rusyd”). Abd al-Rahman Badawi menyebut
sebanyak 23 buah (dalam kitab “Mausu’ah al-Falsafah”). Dalam kitab “Dairah al-Ma’arif al-
Islamiyyah” disebutkan sebanyak 10 buah. dan Kamil Muhammad menyebut sebanyak 22
buah (dalam kitab “Ibnu Rusyd al-Andalusi”).
Kemudian Kasuwi Saiban mengetengahkan daftar karya ilmiah Ibnu Rusyd, yang ia kutib
dari Kamil Muhammad sebagai berikut :

[Type text] Page 4


1. Fashl al-Maqal fi Ma Bain al-Hikmah wa al-Syari’ah Min al-Ittishal.
2. al-Kasyf al-Manahij al-Adillah fi Aqaid al-Millah
3. Dlamimah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadim.
4. Tahafut al-Tahafut.
5. Hal Yattashilu bi al-Aql al-Hayulani al-‘Aql al-Fa’’al wa Huwa Multabis bi al-Jism
(Makalah).
6. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid.
7. al-Kulliyyat fi al-Thibb.
8. Talkhis Kitab al-Nafs.
9. Talkhis Kitab al-Hass wa al-Mahsus.
10. Talkhis Kitab al-Khithabah.
11. Tafsir Ma Ba’d al-Thabi’ah.
12. Talkhis Ma Ba’d al-Thabi’ah.
13. Kitab al-Sama’ al-Thabi’i.
14. Talkhis al-Sama’ al-Thabi’i.
15. Talkhis Kitab al-Atsar al-‘Alawiyyah.
16. Talkhis Kitab al-Kaun wa al-Fasad.
17. Talkhis Kitab al-Ma’qulat.
18. Talkhis Kitab al-‘Ibarah.
19. Talkhis Kitab al-Qiyas.
20. Talkhis Kitab al-Burhan.
21. Syarah Urjuzah Ibnu Sina fi al-Thibb.
22. Talkhis Kitab al-Syi’r.

2.1.5 HOW
Bagaimana cara pemikiran Ibnu Rusyd?
Pemikiran Ibnu Rusyd
Sebagai komentator Aristoteles tidak mengherankan jika pemikiran Ibnu Rusyd sangat
dipengaruhi oleh filosof Yunani kuno. Ibnu Rusyd menghabiskan waktunya untuk membuat
syarah atau komentar atas karya-karya Aristoteles, dan berusaha mengembalikan pemikiran
Aristoteles dalam bentuk aslinya. Di Eropa latin, Ibnu Rusyd terkenal dengan nama Explainer
(asy-Syarih) atau juru tafsir Aristoteles. Sebagai juru tafsir martabatnya tak lebih rendah dari
Alexandre d’Aphrodise (filosof yang menafsirkan filsafat Aristoteles abad ke-2 Masehi) dan
Thamestius.

Dalam beberapa hal Ibnu Rusyd tidak sependapat dengan tokoh-tokoh filosof muslim
sebelumnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina dalam memahami filsafat Aristoteles, walaupun
dalam beberapa persoalan filsafat ia tidak bisa lepas dari pendapat dari kedua filosof muslim
tersebut. Menurutnya pemikiran Aristoteles telah bercampur baur dengan unsur-unsur
Platonisme yang dibawa komentator-komentator Alexandria. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd
dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali filsafat Aristoteles. Atas saran gurunya
Ibnu Thufail yang memintanya untuk menerjemahkan fikiran-fikiran Aristoteles pada masa
dinasti Muwahhidun tahun 557-559 H.

Namun demikian, walaupun Ibnu Rusyd sangat mengagumi Aristoteles bukan berarti
dalam berfilsafat ia selalu mengekor dan menjiplak filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd juga
memiliki pandangan tersendiri dalam tema-tema filsafat yang menjadikannya sebagai filosof
Muslim besar dan terkenal pada masa klasik hingga sekarang.

[Type text] Page 5


1. Pemikiran Epistemologi Ibn Rusyd

Dalam kitabnya Fash al Maqal ini, ibn Rusyd berpandangan bahwa mempelajari
filsafat bisa dihukumi wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa filsafat tak ubahnya
mempelajari hal-hal yang wujud yang lantas orang berusaha menarik pelajaran / hikmah /
’ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin
sempurna pengetahuan seseorang tentang maujud atau tentang ciptaan Tuhan , maka semakin
sempurnalah ia bisa mendekati pengetahuan tentang adanya Tuhan. Bahkan dalam banyak
ayat-ayat-Nya Tuhan mendorong manusia untuk senantiasa menggunakan daya nalarnya
dalam merenungi ciptaan-ciptaan-Nya.

Jika kemudian seseorang dalam pemikirannya semakin menjauh dengan dasar-dasar


Syar’iy maka ada beberapa kemungkinan, pertama, ia tidak memiliki kemampuan / kapasitas
yang memadai berkecimpung dalam dunia filsafat, kedua, ketidakmampuan dirinya
mengendalikan diri untuk untuk tidak terseret pada hal-hal yang dilarang oleh agama dan
yang ketiga adalah ketiadaan pendamping /guru yang handal yang bisa membimbingnya
memahami dengan benar tentang suatu obyek pemikiran tertentu.

Oleh karena itu tidak mungkin filsuf akan berubah menjadi mujtahid, tidak
mempercayai eksistensi Tuhan/ meragukan keberadaaan Tuhan, Kalaupun ia berada dalam
kondisi semacam itu bisa dipastikan ia mengalami salah satu dari 3 faktor di atas, atau
terdapat dalam dirinya gabungan 2 atau 3 faktor-faktor tersebut. Sebab kemmapuan manusia
dalam menenrima kebenaran dan bertindak dalam mencari pengetahuan berbeda-beda. Ibn
Rusyd berpendapat ada 3 macam cara manusia dalam memperoleh pengetahuan yakni:

a. Lewat metode al- Khatabiyyah (Retorika)


b. lewat metode al-Jadaliyyah (dialektika)
c. Lewat metode al-Burhaniyyah (demonstratif)

Pertama, Metode Khatabi digunakan oleh mereka yang sama sekali tidak termasuk
ahli takwil , yaitu orang-orang yang berfikir retorik, yang merupakan mayoritas manusia.
Sebab tidak ada seorangpun yang berakal sehat kecuali dari kelompok manusia dengan
kriteria pembuktian semacam ini (khatabi)

Kedua, Metode Jadali dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli dalam
melakukan ta’wil dialektika. Mereka itu secara alamiyah atau tradisi mampu berfikir secara
dialektik.

Ketiga, Metode Burhani dipergunakan oleh mereka yang termasuk ahli dalam
melakukan ta’wil yaqini. Mereka itu secara alamiah mampu karena latihan, yakni latihan
filsafat, sehingga mampu berfikir secara demonstratif. Ta’wil yang dilakukan dengan metode
Burhani sangat tidak layak untuk diajarkan atau disebarkan kepada mereka yang berfikir
dialektik terlebih orang-orang yang berfikir retorik. Sebab jika metode ta’wil burhani
diberikan kepada mereka justru bisa menjerumuskan kepada kekafiran . Penyebabnya dalah
karena tujuan ta’wil itu tak lain adalah membatalkan pemahaman lahiriyah dan menetapkan
pemahaman secara interpretatif. Pernyataan ini merujuk pada Qur’an surat Al-Isra’ : 85 :

َ‫الروح َعن َويَ ْسأَلُونَك‬ ُّ ‫َربِّي أ َ ْمر م ْن‬


ُّ ‫الرو ُح قُل‬

[Type text] Page 6


Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku. (Q.S. Al-Israa’: 85)

Allah SWT tidak menjelaskan pengertian ruh karena tingkat kecerdasan mereka itu
tidak / belum memadai sehingga dikhawatirkan justru hal itu akan menyusahkan mereka.

Ketiga metode itu telah dipergunakan oleh Tuhan sebagaimana terdapat dalam teks-
teks al Qur’an. Metode itu dikenalkan oleh Allah SWt sedemikian rupa mengingat derajat
pengetahuan dan kemampuan intelektual manusia amat beragam, sehingga Allah SWT tidak
menawarkan metode pemerolehan pengetahuan dan kebenaran hanya dengan satu macam
cara saja.
Satu pendekatan yang diyakini Ibn rusyd bisa mendamaikan antara bunyi literal teks
yang transenden dengan pemikiran spekulatif – rasionalistik manusia adalah kegiatan Ta’wil .
Metode ta’wil bisa bikatakan merupakan isu sentral dalam kitab beliau ini. Al-Qur’an kadang
berdiam diri tentang suatu obyek pengetahuan. Lantas ulama melakukan Qiyas (syar’iy)
untuk menjelaskan kedudukan obyek pemikiran yang maskut ‘anhu tersebut. Demikian pula
dengan nalar Burhani, ia merpakan metode ta’wil / qiyas untuk membincangkan persoalan-
persoalan maujud yang tidak dibicarakan oleh al qur’an.

Qiyas burhani itu digunakan ketika terjadi kontradiksi anatara gagasan Qur’anik
dengan konsep rasional-spekulatif pemikiran manusia. Ibn Rusyd beranggapan bahwa teks
syar’iy memiliki keterbatasan makna. Oleh karena itu jika terjadi ta’arudl dengan qiyas
burhani, maka harus dilakukan ta’wil atas makna lahiriyyah teks. Ta’wil sendiri didefinisikan
sebagai: makna yang dimunculkan dari pengertian suatu lafaz yang keluar dari konotasinya
yang hakiki (riel) kepada konotasi majazi (metaforik) dengan suatu cara yang tidak
melanggar tradisi bahasa arab dalam mebuat majaz. Misalnya dengan menyebutkan “sesuatu”
dengan sebutan “tertentu lainnya” karena adanya faktor kemiripan , menjadi sebab /
akibatnya, menjadi bandingannya atau faktor-faktor lain yang mungkin bisa dikenakan
terhadap obyek yang awal.

Ibn Rusyd beranggapan adanya lafaz dhahir (Eksoteris) dalam nash sehingga perlu
dita’wil, agar diketahui makan bathinyyah (Esoteris) yang tersembunyi di dalamnya adalah
dengan tujuan menyelaraskan keberagaman kapasitas penalaran manusia dan perbedaan
karakter dalam menerima kebenaran . Nash ilahiyyah turun dengan berusaha menyesuaikan
bahasa yang paling mudah untuk dimengerti oleh manusia dengan tidak menutup mata
terhdap kecenderungan kelompok ulama yang pandai (al Rasyikhuna fil ‘Ilm) untuk
merenungi makna-makna dibalik lafaz yang tersurat.

2. Metafisika

Dalam masalah ketuhanan, Ibn Rusyd berpendapat bahwa Allah adalah Penggerak
Pertama (muharrik al-awwal). Sifat posistif yang dapat diberikan kepada Allah ialah ”Akal”,
dan ”Maqqul”. Wujud Allah ia;ah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esa-an tidak berbeda dari zat-
Nya.

Konsepsi Ibn Rusyd tentang ketuhanan jelas sekali merupakan pengaruh Aristoteles,
Plotinus, Al-Farabi, dan Ibn Sina, disamping keyakinan agama Islam yang dipeluknya.
Mensifati Tuhan dengan ”Esa” merupakan ajaran Islam, tetapi menamakan Tuhan sebagai
penggerak Pertama, tidak pernah dijumpai dalam pemahaman Islam sebelumnya, hanya di
jumpai dalam filsafat Aristoteles dan Plotinus, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.

[Type text] Page 7


Dalam pembuktian adanya Tuhan, golongan Hasywiyah, Shufiah, Mu’tazilah,
Asy’ariyah, dan falasifah, masing-masing golongan tersebut mempunyai keyakinan yang
berbeda satu sama lainnya, dan menggunakan ta’wil dalam mengartikan kata-kata Syar’i
sesuai denngan kepercayaan mereka.

Dalam pembuktian terhadap Tuhan, Ibn Rusyd menerangkan dalil-dalil yang menyakinkan:

a. Dalil wujud Allah. Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang
pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa
yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd
mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai
ayatnya, dank arena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai,
tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.

b. Dalil ‘inayah al-Ilahiyah (pemeliharan Tuhan). Dalil ini berpijak pada tujuan segala
sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan
kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan wujud manusia. Dan
kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaj diciptakan
demikian oleh sang pencipta bijaksana. Ayat suci yang mendukung dalil tersebut, diantaranya
Q.S, al-Naba’:78:6-7

‫ض نَجْ َعل أَلَ ْم‬ ْ ‫م َهادًا‬. ‫أ َ ْوت َادًا َو ْالجبَا َل‬


َ ‫األر‬

Artinya: Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?,. dan gunung-
gunung sebagai pasak? (QS. Al-Naba:6-7)

c. Dalil Ikhtira’ (dalil ciptaan) Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk
ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan
dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan
padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang
dan falak di angkasa tundujk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang
ingin mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu
di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini. Ayat suci yang
mendukung dalil tersebut, diantaranya Q.S, al-Hajj: 73

‫اس أَيُّ َها َيا‬


ُ َّ‫ب الن‬ َ ‫َللا دُون م ْن تَدْعُونَ الَّذينَ إ َّن لَه ُ فَا ْستَمعُوا َمثَل ضُر‬
َّ ‫ش ْيئًا الذُّ َبابُ َي ْسلُ ْب ُه ُم َوإ ْن لَهُ اجْ ت َ َمعُوا َولَو ذُ َبابًا َي ْخلُقُوا لَ ْن‬
َ
ُ
‫ف م ْنهُ يَ ْستَ ْنقذوهُ ال‬
َ ُ‫ضع‬ َّ ُ
َ ُ‫َوال َمطلوبُ الطالب‬ْ ْ

Artinya: Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan
itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan
seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu
merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu.
Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS. Al-Hajj:73)

d. Dalil Harkah (Gerak.) Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya
sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles
sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi
selalu berubah-ubah. Dan semua jenis gerak berakhir pada gerak pada ruang, dan gerak pada
ruang berakhir pada yang bergerak pad dzatnya dengan sebab penggerak pertama yang tidak

[Type text] Page 8


bergerak sama sekali, baik pada dzatnya maupun pada sifatnya. Akan tetapi, Ibn Rusyd juga
berakhir pada kesimpulan yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa gerak itu qadim.

e. Sifat-sifat Allah. Adapun pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-sifat Allah berpijak pada
perbedaan alam gaib dan alam realita. Untuk mengenal sifat-sifat Allah, Ibn Rusyd
mengatakan, orang harus menggunakan dua cara: tasybih dan tanzih (penyamaan dan
pengkudusan). Berpijak pada dasar keharusan pembedaan Allah dengan manusia, maka tidak
logis memperbandingkan dua jenis ilmu itu.

3. Tanggapan Terhadap Al-Ghazali

Ibnu Rusyd di kenal oleh banyak orang sebagai filosof yang menentang al-Ghazali.
Hal ini terlihat dalam bukunya berjudul Tahafutut-tahafut, yang merupakan reaksi buku al-
Ghazali berjudul Tahafutut Falasifah. Dalam bukunya, Ibnu Rusyd membela pendapat-
pendapat ahli filsafat Yunani dan umat Islam yang telah diserang habis-habisan oleh al-
Ghazali. Sebagai pembela Aristoteles (filsafat Yunani), tentunya Ibnu Rusyd menolak prinsip
Ijraul-Adat dari al-Ghazali. Begitu pula al-Farabi, dia juga mengemukakan prinsip hukum
kausal dari Aristoteles. Perdebatan panjang antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd, kiranya tidak
akan pernah usai. Karena keduanya memiliki pengikut setia dalam mempertahankan
pendapat-pendapat dari kedua pemikir Islam tersebut.

Al-Ghazali adalah sebagai golongan filsafat Islam di dunia Islam Timur, sedangkan
Ibn Rusyd adalah sebagai salah satu pemikir dari golongan filsafat Islam di dunia Islam
Barat. Walau pun kita tidak membaca keseluruhan, hanya melihat dari pembagian dalam
daftar isi dalam buku itu, kita sudah menilai bahwa pemikir Islam Timur dan Barat jelas-jelas
akan mengalami perbedaan pendapat satu dengan yang lainnya.

Melalui buku Tahafut al-Falasifah (Kekacauan Pemikiran Para Filsuf), Al-Ghazali


melancarkan kritik keras terhadap para filsuf dalam 20 masalah. Tiga dari masalah tersebut,
menurut Al-Ghazali, dapat menyebabkan kekafiran: yaitu, qidamnya alam, Tuhan tidak
mengetahui perincian yang terjadi di alam, dan tidak adanya pembangkitan jasmani.

Sehubungan serangan dan pengkafiran Al-Ghazali, Ibn Rusyd tampil membela para
filsuf dari serangan dan pengkafiran tersebut. Dalam rangka pembelaan itulah ia menulis
buku Tahafut al-Tahafut (Kekacauan dalam Kekacauan). Berikut perdebatan Al-Ghazali dan
Ibn Rusyd. Perincian 20 persoalan di atas adalah sebagai berikut:

1. Alam qadim (tidal bermula),


2. Keabadian (abadiah) alam, masa dan gerak,
3. Konsep Tuhan sebagai pencipta alam dan bahwa alam adalah produk ciptaan-Nya;
uangkapan ini bersifat metaforis,
4. Demonnstrasi/ pembuktian eksistensi Penciptaan alam,
5. Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu dan tidak mungkin pengandaian dua wajib al
wujud,
6. Penolakan akan sifat-sifat Tuhan,
7. Kemustahilan konsep genus (jins) kepada Tuhan,
8. Wujud Tuhan adalah wujud yang sederhana, wujud murni, tanpa kuiditas atau esensi
9. Argumen rasional bahwa Tuhan bukan tubuh (jism),
10. Argumen rasional tentang sebab dan Pencipta alam (hukum alam tak dapat berubah),

[Type text] Page 9


11. Pengetahuan Tuhan tentang selain diri-Nya dan Tuhan mengetahui species dan secara
universal,
12. Pembuktian bahwa Tuhan mengetahui diri-Nya sendiri,
13. Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu (juziyyat) melainkan secara umum,
14. Langit adalah mahluk hidup dan mematuhi Tuhan dengan gerak putarnya,
15. Tujuan yang menggerakkan,
16. Jiwa-jiwa langit mengetahui partikular-partikular yang bermula,
17. Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa-peristiwa,
18. Jiwa manusia adalah substansi spiritual yang ada dengan sendirinya, tidak menempati
ruang, tidak ter pateri pada tubuh dan bukan tubuh,
19. Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur, dan watak keabadiannya
membuatnya mustahil bagi kita membayangkan kehancurannya.
20. Penolakan terhadap kebangkitan Jasmani.

Dari 20 persoalan ini ada 3 hal yang dianggap paling membahayakan “kestabilan”
umat yaitu: pertama, alam kekal (qadim) atau abadi dalam arti tidak berawal. Filsuf-filsuf
mengatakan (yang juga diyakini Ibn Rusyd) bahwa alam itu qadim. Qadim-nya Tuhan atas
alam sama dengan qadim-nya illat atas ma’lul-nya (sebab-akibat), yaitu dari segi zat dan
tingkatan, bukan dari segi zaman atau masa.

a. Pedapat Filosuf tentang Qadimnya Alam

Namun menurut Al-Ghazali, pendapat para filsuf bahwa alam kekal dalam arti tidak
bermula tidak dapat diterima kalangan teologi Islam, karena menurut konsep teologi Islam,
Tuhan adalah pencipta. Yang dimaksud pencipta ialah mengadakan sesuatu dari tiada (creatio
ex nihilio). Kalau alam dikatakan tidak bermula, berarti alam bukanlah diciptakan, dengan
demikian Tuhan bukanlah pencipta. Pendapat seperti ini yang memunculkan bentuk
kekafiran.

Ibn Rusyd, begitu juga para filsuf lainnya, berpendapat bahwa creatio ex nihilio tidak
mungkin terjadi. Dari yang tidak ada (al-‘adam), atau kekosongan, tidak mungkin berubah
menjadi ada (al-wujud). Yang mungkin terjadi ialah “ada” yang berubah menjadi “ada”
dalam bentuk lain.

Pendapat ini didukung oleh beberapa ayat Alquran yang mengandung pengertian
bahwa Tuhan menciptakan sesuatu dari sesuatu yang sudah ada, bukan dari tiada. Dalam hal
ini mereka merujuka pada al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 47-48:

‫س َب َّن َفال‬
َ ْ‫َللاَ تَح‬
َّ ‫ف‬َ ‫سلَهُ َوعْده ُم ْخل‬ َّ ‫ض ت ُ َبدَّ ُل َي ْو َم * ا ْنتقَام ذُو َعزيز‬
ُ ‫َللاَ إ َّن ُر‬ ْ ‫األرض َغي َْر‬
ُ ‫األر‬ ْ َّ ‫ْال َواحد َّلِل َو َب َر ُزوا َوال‬
ُ‫س َم َاوات‬
ْ
‫القَ َّهار‬

“Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada
rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu)
pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan
mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha
Esa lagi Maha Perkasa.” (Q.S. Ibrahim: 47-48).

Ayat ini, menurut Ibn Rusyd, mengandung arti bahwa sebelum adanya wujud langit-
langit dan bumi telah ada wujud yang lain, yaitu wujud air yang di atasnya terdapat tahta

[Type text] Page 10


kekuasaan Tuhan, dan adanya masa sebelum masa diciptakannya langit dan bumi. Tegasnya,
sebelum langit dan bumi diciptakan, telah ada air, tahta, dan masa.

Menurut al-Ghazali, sesuai dengan kaum teolog Muslim, bahwa alam diciptakan
Allah dari tiada menjadi ada (al-’ijad min al’adam, cretio ex nihilo). Penciptaan dari tiadalah
yang memastikan adanya Pencipta. Yang ada tidak membutuhkan yang mengadakan. Justru
itulah alam ini mesti diciptakan dari tiada menjadi ada. Sementara itu, menurut filosof
Muslim, alam ini qadim, artinya alam ini diciptakan dari sesuatu (materi) yang sudah ada.

Bagi Ibnu Rusyd, Al-Ghazali telah keliru dalam menarik kesimpulan bahwa tidak ada
seorang filosof Muslim pun yang berpendapat bahwa qadimnya alam sama dengan qadimnya
Allah. Akan tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada berubah menjadi ada dalam
bentuk lain. Karena penciptaan dari tiada (al-’adam), menurut filosof Muslim adalah suatu
yang mustahil dan tidak mungkin terjadi. Dari tidak ada (nihil) tidak bisa terjadi sesuatu.
Oleh karena itu, materi asal alam ini mesti qadim.

Al-Ghazali di sini juga membantah bahwa perkataan “Tuhan lebih dahulu adanya
daripada alam dan masa” ialah bahwa Tuhan sudah ada sendirian, sedangkan alam belum
ada, kemudian Tuhan ada bersama-sama dengan alam. Dalam keadaan pertama kita
membayangkan adanya zat yang sendirian, yaitu zat Tuhan, dan dalam keadaan kedua kita
membayangkan dua zat, yaitu zat Tuhan dan zat alam. Kita tidak perlu ada zat (wujud) yang
ketiga, yaitu masa, apalagi yang dimaksud dengan masa ialah gerakan benda (alam), yang
berarti bahwa sebelum ada benda (alam) sudah barang tentu belum adanya masa.

Dalam perdebatan di atas, kita akan mendapatkan satu pandangan bahwa perdebatan
ini tidak akan pernah usai. Karena dari satu sisi Al-Ghazali menganggap bahwa pendapat
filsuf dan termasuk Ibn Rusyd tentang qadimnya alam termasuk membawa kekafiran.
Kemudian di sisi yang lain Ibn Rusyd juga enggan pendapatnya dianggap akan atau telah
menimbulkan kekafiran. Dan lagi, kedua tokoh ini mungkin juga para pengikut keduanya,
sama-sama memiliki dasar yang kuat dan meyakinkan.

Dalam Fashl al-Maqal, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa perselisihan antara mereka
tentang alam ini hanyalah perselisihan dari segi penamaan atau semantik. Lebih lanjut
dijelaskan, mereka sepakat bahwa segala yang ada ini terbagi ke dalam tiga jenis:

1. Jenis Pertama, wujudnya karena sesuatu yang lain dari sesuatu, dengan arti wujudnya ada
Pencipta dan yang diciptakan dari benda serta didahului dengan indera, seperti hewan,
tumbuh-tumbuhan, udara, dan lainnya. Wujud ini mereka namakan dengan Baharu.

2. Jenis Kedua, wujudnya tidak karena sesuatu, tidak pula dari sesuatu dan tidak didahului
oleh zaman. Wjud ini sepakat mereka namakan dengan qadim. Ia hanya dapat diketahui
dengan bukti pikiran. Ia yang menciptakan segala yang ada dan memeliharanya. Wjud yang
qadim inilah yang disebut Allah.

3. Wujud yang ketiga ini adalah wujud di tengah-tengah antara kedua jenis di atas, yaitu
wujud yang tidak terjadi berasal dari sesuatu, tidak didahului oleh zaman, tetapi terjadinya
karena sesuatu (diciptakan). Wujud jenis ini adalah alam semesta. Wujud alam ini ada
kemiripannya dengan wujud jenis pertama dan yang kedua. Dikatakan mirip dengan jenis
yang pertama karena wujudnya dapat kita saksikan dengan indera, dan dikatakan wujudnya
mirip dengan jenis yang kedua karena wujudnya tidak didahului oleh zaman dan adanya sejak

[Type text] Page 11


azali. Yang mengutamakan kemiripannya dengan baharu, maka wujud alam ini mereka sebut
baharu, dan siapa yang mengutamakan kemiripannya dengan yang qadim, maka mereka
katakan ala ini qadim. Namun sebenarnya, wujud pertengahan (alam) ini tidak benar-benar
qadim dan tidak pula benar-benar baharu. Sebab, yang benar-benar qadim adanya tanpa
sebab, dan yang benar-benar baharu pasti bersifat rusak.

b. Pedapat Filosuf tentang Pengetahuan Tuhan

Masalah Kedua yang digugat oleh Al-Ghazali adalah tentang pengetahuan Tuhan.
Golongan filsuf berpendirian bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal (peristiwa-peristiwa)
kecil, kecuali dengan cara yang umum. Alasan mereka ialah bahwa yang baru ini dengan
segala peristiwanya selalu berubah, sedangkan ilmu selalu mengikuti apa yang diketahui.
Dengan perkataan lain, perubahan perkara yang diketahui menyebabkan perubahan ilmu.
Kalau ilmu ini berubah, yaitu dari tahu menjadi tidak tahu atau sebaliknya, berarti Tuhan
mengalami perubahan, sedangkan perubahan pada zat Tuhan tidak mungkin terjadi
(mustahil).

Kritik al-Ghazali kedua adalah tentang pernyataan yang mengatakan bahwa Tuhan
hanya mengetahui tentang diri-Nya, atau pernyataan yang menyatakan bahwa Tuhan Maha
Segala Tahu, tetapi pengetahuan-Nya itu bersifat kulli, tidak dapat dibenarkan. Menurut Al-
Ghazali, setiap yang maujud ini diciptakan karena kehendak Tuhan, dan juga setiap yang
terjadi di alam ini atas kehendak-Nya. Tentulah seluruhnya itu diketahui oleh Tuhan, sebab
yang berkehendak haruslah mengetahui yang dikehendakinya. Jadi, Tuhan tentunya
mengetahui segala sesuatu yang secara rinci.

Mengenai penjelasan di atas, Ibnu Rusyd menyangkal bahwa Tuhan tidak mengetahui
hal-hal yang kecil, tidaklah seperti yang ditudingkan. Semuanya harus dilihat apakah
pengetahuan Tuhan itu bersifat qadim atau hadis terhadap peristiwa kecil itu. Dalam hal ini,
Ibnu Rusyd membedakan ilmu qadim dan ilmu baru terhadap hal kecil tersebut.

Ibn Rusyd rupanya ingin mengklarifikasi permasalahan yang diungkap oleh Al-
Ghazali. Menurut Ibn Rusyd, Al-Ghazali dalam hal ini salah paham, sebab para filsuf tidak
ada yang mengatakan demikian, yang ada ialah pendapat mereka bahwa pengetahuan tentang
perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang perincian itu.
Jadi menurut Ibn Rusyd, pertentangan antara Al-Ghazali dan para filsuf timbul dari
penyamaan pengetahuan Tuhan dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia tentang
perincian diperoleh melalui panca indera, dan dengan panca indera ini pulalah pengetahuan
manusia tentang sesuatu selalu berubah dan berkembang sesuai dengan penginderaan yang
dicernanya. Sedangkan pengetahuan tentang kulliyah diperoleh melalui akal dan sifatnya
tidak berhubungan langsung dengan rincian-rincian (juziyyah) yang materi itu.

Pendapat kedua fiilosof ini sangat menarik untuk dilihat sudut perbedaannya, oleh
sebab itu Oliver Leaman mencoba memahami kedua pemikir tersebut dengan pendekatan
ajaran agama. Bahwa pembahasan kedua pemikir tersebut didasarkan pada pembedaan
pengetahuan, yakni pengetahuan Tuhan dan Manusia. Dalam bukunya diungkapkan;

Tuduhan yang menarik ini semula timbul dari cara para filosof membedakan antara
pengetahuan kita dan pengetahuan Tuhan. Dilihat dari sudut pandang agama, Islam sangat
jel;as mengajarkan bahwa Tuhan mengetahui setiap dan segala sesuatu yang ada di atas dunia
yang sementara ini. Seperti seorang manusia boleh menduga bahwa pengetahuan seperti itu

[Type text] Page 12


adalah penting sekali untuk tindakan penentuan keputusan tentang nasib jiwa manusia setelah
mati. Bagaimanapun juga, suatu pikiran yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan alam
semesta, kemudian setelah itu melupakannya bukanlah pikiran menarik bagi paham ortodok
Islam. biasnya ada sedikit keraguan, bagaimanakah pandangan al-Qur’an tentang hakikat
kekuasaan Tuhan (Qudrat Tuhan). Bahkan, Tuhan mengetahui semua pemikiran-pemikiran
manusia “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”. Dia
(Allah) mengetahui dengan persis individu-individu yang baru dilahirkan.

c. Pedapat Filosuf tentang Kebangkitan Jasmani

Masalah yang ketiga yang digugat oleh al-Ghazali adalah kebangkitan jasmani.
Masalah yang terakhir ini, para filosof menolak konsep kebangkitan jasmani, karena mereka
menganggap hal tersebut mustahil. Menurut mereka unsur jasmani (fisik) manusia yang telah
mati akan diproses oleh alam. Proses alam panjang tersebut tidak menutup kemungkinan
merubah unsur pertama menjadi bagian dari fisik manusia yang lain. Dengan demikian, jika
kebangkitan ukhrawi manusia dalam bentuk fisiknya yang semula, maka terdapat
kemungkinan manusia yang dibangkitkan dalam bentuk fisik yang tidak sempurna.

Al-Ghazali tidak sepaham dengan pendapat para filosof di atas. Dia mengatakan
bahwa jiwa manusia tetap wujud sesudah mati (berpisah dengan badan) karena ia merupakan
substansi yang berdiri sendiri. Al-Ghazali mengungkapkan:

“…adalah bertentangan dengan seluruh keyakinan Muslim, keyakinan mereka yang


mengatakan bahwa badan jasmani tidak akan dibangkitkan pada hari Kiamat, tetapi jiwa
(roh) yang terpisah dari badan yang akan diberi pahala dan hukuman, dan pahala atau
hukuman itupun akan bersifat spiritual dan bukannya bersifat jasmaniah. Sesungguhnya,
mereka itu benar di dalam menguatkan adanya pahala dan hukuman yang bersifat jasmaniah
dan mereka dikutuk oleh hukum yang telah diwahyukan dalam pandangan yang mereka
nyatakan itu.”

Dalam membantah gugatan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd mencoba untuk menggambarkan


kebangkitan rohani melalui analogi tidur. Ketika manusia tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula
ketika manusia mati, maka badan akan hancur, jiwa tetap hidup bahkan jiwalah yang akan
dibangkitkan. Adapun ungkapannya sebagai berikut:

“… perbandingan antara kematian dan tidur dalam masalah ini adalah bukti yang
terang bahwa jiwa itu hidup terus karena aktivitas dari jiwa berhenti bekerja pada saat tidur
dengan cara membuat tidak bekerjanya organ-organ tubuhnya, tetapi keberadaan atau
kehidupan jiwa tidaklah terhenti. Maka sudah semestinya keadaanya pada saat kematian akan
sama dengan keadaannya ketika tidur..dan bukti inilah yang dapat dipahami oleh seluruh
orang dan cocok untuk diyakini oleh orang banyak atau orang awam, dan akan menunjukkan
jalan bagi orang-orang yang terpelajar yang keberlangsungan hidup daripada jiwa itu adalah
satu hal yang pasti. Hal ini pun dari firman Tuhan, “Tuhan mengambil jiwa-jiwa pada saat
kematiannya untuk kembali kepada-Nya, dan jiwa-jiwa orang yang belum mati pada saat
tidur mereka.

Perdebatan di atas sebenarnya adalah antara para filosof dan Al-Ghazali. bukan antara
Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali. Namun, adanya pendidikan yang dikenyam Ibn Rusyd adalah
dari para filosof atau bahkan "kebencian" Ibn Rusyd terhadap Al-Ghazali, maka Ibn Rusyd

[Type text] Page 13


tidak tinggal diam dengan kecaman Al-Ghazali terhadap para filosof. Perdebatan Al-Ghazali
dan Ibnu Rusyd pun terjadi

C. Gerakan Averroisme di Eropa

Averroisme merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan penafsiran filsafat


Aristoteles yang dikembangkan Ibnu Rusyd oleh pemikir-pemikir Barat-Latin, atau juga
disebut gerakan intelektual yang berkembang di Barat pada abad ke 13-17.

Kontak Eropa dengan pemikiran Ibnu Rusyd bermula dari sikap pemerintah al-
Muwahhidun setelah kematian Abu Ya’cub tahun 1184 M, seterusnya digantikan oleh
putranya Abu Yusuf al-Mansur. Ia terpengaruh oleh fitnah orang yang tidak suka kepada Ibnu
Rusyd, sehingga beliau ditangkap dan disingkirkan ke Lucena di selatan Cardova. Pemerintah
juga memerintahkan untuk membakar semua karyanya dan sekaligus melarang membaca
karya-karyanya. Beberapa pengikut setia dari muridnya seperti Maimunides, Joseph
Benjehovah, bangsa Yahudi ini menyambut Rusyd dengan rasa kecintaan di Lucena. Di sini
Ibnu Rusyd melanjutkan pekerjaannya mengajar dan mengarang, umumnya murid beliau
adalah bangsa Yahudi.

Pemikirannya terus berkembang di Eropa dengan diterjemahnya buku-buku Rusyd


dari bahasa Arab ke bahasa latin dan Ibrani, selanjutnya menggoncangkan sosio-religius yang
selama ini telah merantai akal mereka dengan kebijakan gereja.

[Type text] Page 14


2.2 Biografi Al-Ghazali

2.2.1 WHO

Siapakah Al- Ghazali?


Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i lahir di
Thus; 1058 / 450 H adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai
Algazel di dunia barat abad pertengahan.

Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar dia al-
Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing
dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan
gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa dia bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang
miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim
dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang
terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia
pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian
tinggi di Baghda.

2.2.2 WHEN AND WHERE

Kapan dan dimana Al-Ghazali lahir dan mengenyam pendidikan?


Al-Ghazali lahir di Thus pada 1058 / 450 H. Ia pernah memegang jawatan sebagai
Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad.
Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, dia mula mempelajari
ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih,filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat
mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu,
dia melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr
al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki
ketinggian ilmu, dia telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiah (sebuah
universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijrah.

[Type text] Page 15


Kemudian dia dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa
tempat seperti Mekkah,Madinah,Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama
di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada.
Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al
Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih
mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau
pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya.
Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini

2.2.3 WHY
Mengapa Al-Ghazali menyukai ilmu itu?
Al-Ghazali menyukai karya filsafat karena beliau memiliki kejeniusan dan
kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang
ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya menjadi
pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya
dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau
memiliki bantahan terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki.

2.2.4 WHAT

Apa saja karya Al-Ghazali?

1. Karya imam Al Ghazali Bidang Teologi


a. Al-Munqidh min adh-Dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah
perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap
beberapa macam ilmu serta jalan mencapai Tuhan.
b. Al-Iqtishad fi al-I`tiqad (modernisasi dalam aqidah)
c. Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod)
d. Al-Risalah al-Qudsiyyah
e. Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din
f. Mizan al-Amal
g. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah

2. karya imam al ghazali Bidang Tasawuf


a. Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama), merupakan karyanya yang terkenal.
menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya yang terbesar
selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara Damakus, Yerusalem, Hijaz,
Dan Thus yang berisi panduan fiqh,tasawuf dan filsafat.
b. Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)
c. Misykah al-Anwar (The Niche of Lights /(lampu yang bersinar), kitab ini berisi
pembahasan tentang akhlak dan tasawuf.
d. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap Tuhan)
e. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan
dari kejahatan).
f. Al washit (yang pertengahan) .
g. Al wajiz (yang ringkas).
h. Az-zariyah ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)

[Type text] Page 16


3. Karya imam Al Ghazali Bidang Filsafat
a. Maqasid al-Falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi
masalah-masalah filsafat
b. Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu,
yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusd dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence
of the Incoherence).

4. Karya imam Al Ghazali Bidang Fiqih


a. Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul
b. Al mankhul minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
c. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
5. Karya imam Al Ghazali Bidang Logika
a. Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge/ kriteria ilmu-ilmu).
b. al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance)
c. Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)
d. Al-ma’arif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
e. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama)
f. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)

2.2.5 HOW

Bagaimana pemikiran AL-Ghazali?


Pemikiran Filsafat Al-Ghazali

a. Metafisika

Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat


terutama karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil
kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti
mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan.

Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min al-Dhalal menjelaskan bahwa jika berbicara


mengenai ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka
(para filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah
mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika.

Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang
mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni
bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya
sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode
rasional para filsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang
meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang
fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali
tetap memberikan kepercayaan terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti
logika dan matematika.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada pemikiran tentang filsafat
metafisika yang menurut al-Ghazali sangat berlawanan dengan Islam, dan karenanya para
filosof dinyatakan kafir. Hal ini akan lebih dijelaskan dalam bagian selanjutnya.

[Type text] Page 17


b. Iradat Tuhan

Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal
dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan
itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu
pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom)
yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak dengan undang-undang
itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya yang kita lihat ini.

Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang
diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal (intelek) manusia,
terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah
transenden, tetapi kemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki
dari segala kejadian.

Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan
akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa
suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk
menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas
tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya merupakan
adat (kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena
kekuasaan dan kehendak Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi
Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali
dengan menghilangkan sifat membakar dari api itu atau mengubah diri Nabi Ibrahim menjadi
suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.

c. Etika

Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori
tasawufnya dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah
teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan
tasawuf yang terkenal “Al-Takhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf
Bi Shifat al-Rahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh
kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan
sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya.

Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang
aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian
alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai
kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia,
dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.

Al-Ghazali sesuai dengan prinsip Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-
mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan
jangan berlebihan.

[Type text] Page 18


2.3 Biografi Al Kindi

2.3.1 WHO

Siapakah Al Kindi?
Nama Al-Kindi merupakan nama yang diambil dari suku yang menjadi asal cikal
bakalnya, yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu
menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang
cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.

Sedangkan nama lengkapAl-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabbah
bin imron bin Isma’ilal-Asy’ad bin Qays al-Kindi. Lahir pada tahun 185 H (801 M) di
Kuffah.

Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-
Mahdidan Harun ar-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-
Kindi lahir.

Pada masa kecilnyaal-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan khalifah Harun ar-
Rasyid yang terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum
muslim.Ilmu pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan.

2.3.2 WHEN AND WHERE


Kapan dan dimana Al Kindi lahir dan mengenyam pendidikan?
Al-Kindi dilahirkan di Kufah, ayahnya adalah seorang pejabat pemerintahan pada
masa Khalifah Harun Ar-Rasyid. Al-Kindi menghabiskan masa kecilnya di Kufah bersama
kedua orang tuanya. Ketika Al-Kindi masih anak-anak, ayahnya meninggal dunia.
Keadaannya yang yatim tidak mengendorkan semangatnya. Dia tetap terus mempelajari
berbagai macam ilmu di Kufah, Basrah dan Baghdad. Dia memulai belajarnya dari ilmu-ilmu
agama, kemudian filsasat, logika, matematika, musik, astronomi, fisika, kimia, geografi,
kedokteran dan tekhnik mesin.

[Type text] Page 19


Kemampuannya dalam bidang filsafat dan penemuannya dalam bidang kedokteran
serta keahliannya sebagai insinyur telah diakui oleh para ilmuwan lain yang hidup pada
masanya. Kejeniusan dan kemampuannya dalam berbagai bidang sempat menjadi sumber
kedengkian orang-orang yang dengki dan lemah jiwanya, sehingga hampir saja Al-Kindi
dipenjara, dicambuk dan diboikot. Anehnya, diantara mereka juga ada yang menjelek-
jelekkan prilakunya dan mengklaimnya sebagai orang pelit.

Dalam bidang penguasaan bahasa asing, Al-Kindi menguasai dua bahasa, yaitu
bahasa Yunani dan Suryani. Ada yang mengatakan bahwa dia juga mengusai bahasa asing
lainnya. Penguasaannya terhadap berbagai bahasa inilah yang telah membantunya menguasai
berbagai macam ilmu dan menadikannya sangat berpengaruh bagi Khalifah Al-Ma'mun,
sehingga dia mengangkatnya sebagai penerjemah buku-buku asing yang dianggap penting.

2.3.3 WHY
Mengapa Ia dipanngil Al Kindi?
Dia dipanggil dengan Al-Kindi karena dihubungkan dengan kabilahnya, yaitu kabilah
Arab Kindah. Dia dijuluki filsuf Arab karena dialah filsuf muslim pertama. Barangkali juga
karena dialah satu-satunya diantara sekian banyak filsuf muslim yang tidak diragukan
kearabannya. Perlu disebutkan bahwa berbagai literatur Barat telah menyelewengkan
namanya menjadi Alchendius, sekalipun literatur Barat saat ini menulis dengan namanya
yang benar, yaitu Al-Kindi.

2.3.4 WHAT
Apa saja karya-karya Al Kindi?
Hasil Karya Al Kindi

Penemuan di Bidang Astronomi

Al-Kindi mengamati posisi bintang, planet dan letaknya dari bumi. Dia
memperingatkan dampaknya pada bumi, kemungkinan pengukurannya, penentuan
pengaruhnya sebagaimana yang terjadi pada fenomena air pasang dan surut yang sangat
berkaitan erat dengan posisi bulan. Dia memiliki pikiran yang cerdas dan keberanian ilmiah
yang menjadikannya berani menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena alam
lainnya di atas bumi, sehingga dapat menciptakan penemuan baru. Diantara yang
menakjubkan adalah bahwa seorang orientalis berkebangsaan Belanda, De Bour berpendapat
setelah melihat tesis Al-Kindi bahwa hepotesanya tentang air pasang dan surut tentu
didasarkan pada eksprimen.

Karyanya di Bidang Astronomi


Al-Kindi menulis 16 buku dan artikel di bidang astronomi. Buku-buku tersebut antara lain:

"Kitab Al-Manazhir Al-Falakiyyah."


"Kitab Mahiyatul Falak."
"Kitab Risalah Fi Shifatil Istharlab Bil Handasah."
"Kitab Risalah Fi Syuruq Al-Kawakib wa Ghurubiha bi Al-Handasah."
"Kitab Risalah Fi Shina'ati Bathlimous Al-Falakiyyah. "
"Kitab Tanaha Jarmul ‘Alam."
"Kitab Risalah Fi `Ilalil Audha' An-Nujumiyyah."

[Type text] Page 20


Penemuan di Bidang Ilmu Alam dan Fisika

Al-Kindi membuat tesis tentang warna biru langit. Dia menjelaskan bahwa warna biru
bukanlah warna langit itu sendiri, melainkan warna dari pantulan cahaya lain yang berasal
dari penguapan air dan butir-butir debu yang bergantung di udara. Tesis ini mendekati banyak
penafsiran ilmiah yang benar, yang kita ketahui pada masa sekarang.

Karyanya di Bidang Ilmu Pengetahuan Alam


Dia menulis sebanyak 12 buku dalam ilmu pengetahuan alam. Adapun sebagian buku
tersebut adalah sebagai berikut:

"Kitab Ilmu Ar-Ra'di wa Al-Barqi wa Ats-Tsalji wa Ash-Shawa'iq wa Al-Mathar."


Merupakan kitab yang menafsiri fenomena alam.
"Kitab Fil Al-Bashariyyat"
"Risalah Fi Zarqati As-Sama"'
"Kitab Fi Al-Ajraam Al-Ghaishah"

Penemuan di Bidang Teknik Mesin

Yaitu ilmu mekanik dalam istilah industri dan teknik saat ini, atau ilmu yang secara
khusus berhubungan dengan alat-alat, rangkaian, dan menjalankan fungsinya. Al-Kindi
banyak belajar ilmu ini baik secara teoritis maupun praktis. Dia telah menjadi insinyur
peradaban Islam dan turut serta dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan seperti
proyek penggalian kanal untuk membuka jaringan sungai Dajlah dan Furat.

Penemuan di Bidang Kimia, Industri Kimia dan Ilmu Perlogaman

Dalam penelitiannya di bidang kimia, Al-Kindi telah memberikan kontribusi yang


banyak bagi negeri dan warga negaranya. Dia menguasai berbagai macam ilmu kimia, seperti
dalam pembuatan parfum, aroma kimia, kimia untuk membuat kaca, warna, dan besi. Dia
memiliki sebuah tesis yang berhubungan dengan pembuatan parfum secara kimiawi dan
menciptakan berbagai jenis aroma dari parfum itu, seperti pembuatan minyak kasturi (misk).
Dia menyebutkan bahan-bahannya, cara penyulingannya dan cara pencampurannya.
Demikian juga dengan pembuatan parfum aroma bunga mawar dan aroma bunga jasmin.

Al-Kindi juga menjelaskan secara ilmiah berbagai proses kimiawi penting, seperti
penyaringan dan penyulingan. Al-Kindi juga membuat pedang sebagaimana yang disebutkan
dalam dua bukunya dan dia menjelaskan macam-macam besi dan ciri-cirinya serta cara
pembuatannya dan pencampurannya. Cara seperti itu sampai sekarang masih dipakai dalam
pembuatan pedang, yang mana besi biasa dicampur dengan baja dalam ukuran tertentu
kemudian dipanaskan secara bersamaan dengan campurannya, dengan prosentase karbon
berkisar antara 5 sampai 10% sehingga didapatkan baja yang sangat keras dan menjadi
pedang yang tajam.
Adapun sebagian karya Al-Kindi dalam bidang kimia dan kimia industri serta ilmu
pertambangan adalah sebagai berikut:

"Kitab Tanbih Ala Khada' Al-Kimiya'iyyin"


"Risalah Fi Anwa' Al-Ma'adin Ats-Tsaminah"
"Kitab Kimiya' Al-Ithr Wat Tash'idat"

[Type text] Page 21


"Kitab Shina'atiz Zujaj"
"Kitab ma Yudhafu min Madah ala Shina' at As-Suyuf Hatta Ta'hudz Shalabataha"
"Kitab Al-Jawahir wal Ashbah."
"Risalah Fi Anwa' i Al-Hijarah"
"Kitab Shina'at Al-Alwan" - "Kitab Shina' at As-Suyuf"

Penemuan di Bidang Matematika

Al-Kindi percaya kepada pendapat para ilmuwan bangsa Yunani yang menjadikan
ilmu matematika sebagai pengantar yang paling tepat bagi ilmu filsafat dan logika. Hal ini
karena ilmu matematika melatih akal untuk berpikir benar dan teratur. Karya Al-Kindi dalam
ilmu matematika mencapai 43 buku. 11 buku diantaranya tentang ilmu hitung dan 32 buku
tentang ilmu geometri.
Beberapa Karya Al-Kindi di Bidang Matematika

"Kitab Mabadi' Al-Hisab"


"Kitab Al-Hisab Al-Handasi"
"Risalah Fi Al-Ihtimalat"
"Kitab Fi Isti'mali Al-Hisab Al-Hindi."
"Kitab Al-Hail Al-Adadiyyah Wa Ilmu Adhmariha"
"Risalah Fi Al-Qiyasat"

Karyanya di Bidang Ilmu Geometri

"Kitab Al-Barahin Al-Masahiyyah"


"Kitab Ishlah Iqlids"
"Kitab Qismah Ad-Dairah Bi Ats-Tsalatsat Aqsam"
"Kitab Aghradh Kitab Iqlids"
"Kitab Taqsim Al-Mutsallats Wa Al-Murabba"'
"Risalah Fi Tashthih Al-Kurrah"
"Kitab Kaifa Ta'mal Dairah Musawiyah li Sathhi Isthiwanah Mafrudhah"

Karyanya di Bidang Musik


Al-Kindi memiliki tujuh karya tulis dalam bidang musik yang di dalamnya berisi
tentang berbagai jenis alat musik, macam-macam biola, neraca musik, dan hubungan antara
musik dengan puisi. Buku-buku ini hingga sekarang masih tersimpan di perpustakaan
musium Britania. Sebagian peneliti menganggap bahwa bukunya "Risalah Tartib An-
Nagham" adalah buku yang ditulis dalam bidang musik tentang tinggi rendahnya melody
biola, jauh berabad-abad sebelum ditemukan oleh bangsa Eropa.

Karyanya yang Lain di Bidang Musik

"Risalah Fi Al-Iqa"'
"Risalat Al-Madkhal Ila Shina'ati Al-Musiqa"

[Type text] Page 22


Penemuan di Bidang Kedokteran dan Farmasi

Al-Kindi adalah seorang dokter terkemuka. Dia telah menulis sebanyak 22 buku di
bidang kedokteran dan banyak memisah-misahkan spesialisasi dalam bidang kedokteran yang
penting, sebagaimana dia juga telah mendahului penggunaan musik sebagai salah satu alat
untuk mengobati beberapa penyakit.
Beberapa Karya Al-Kindi di Bidang Kedokteran

"Kitab Ath-Thib Al-Bagruthi"


"Kitab Ath-Thib Ar-Rauhani"
"Kitab Tadbir Al-Ashihha"
"Kitab Waj'u Al-Maidah wan Naqus"
"Kitab Ilaj Ath-Thahl"
"Kitab Al-Maut Al-Mufaji"
"Kitab Al-Humayat"
"Kitab Illati Naftsid Dam"
"Kitab Kai fiyyati Ad-Dimagh"
"Kitab Udhdhati Al-Kalib"

Karya di Bidang Farmasi

"Kitab Al-Aqrabadzin"
"Kitab Al-Abkhirah"
"Kitab Al-Ghidza' Wa Ad-Dawa"
"Kitab Asyfiyat As-Samum"
"Kitab Kaifiyyati Ishal Ad-Dawa"

Karya Bidang Ilmu Logika dan Filsafat

Al-Kindi mendalami filsafat Yunani dan menerjemah sebagian buku-bukunya,


menambah dengan keterangan dan komentar yang menunjukkan pada kemampuannya yang
sangat besar dalam bidang itu. Kenyataan inilah yang membuat Khalifah Al-Ma'mun
memberikan tugas kepadanya untuk menerjemahkan buku-buku karangan Aristoteles. Dia
juga menguasai pemikiran dan filsafat Persia dan India. Dia menelusuri metode filsafat dan
logika matematika sebagaimana yang dilakukan oleh para filsuf Yunani.

Hubungan Al-Kindi yang kuat dengan filsafat memberikan dampak yang sangat besar
bagi perkembangan pemikiran ilmiahnya. Al-Kindi menolak segala pemikiran yang
bertentangan dengan Islam dan berusaha untuk memadukan antara filsafat dan pemikiran
Islam.

2.3.5 HOW
Bagaimana pemikiran Al Kindi?
Pemikiran Ilmiah Al-Kindi

Secara global, fenomena pemikiran ilmiah Al-Kindi dan indikator yang menunjukkan
pada keistimewaannya adalah sebagai berikut:

[Type text] Page 23


• Dia termasuk diantara para ilmuwan pertama yang berpedoman pada metode
eksprimen sebagai suatu cara untuk menyimpulkan hakekat ilmiah. Dalam hal ini,
kami telah memaparkan pengakuan ilmuwan Belanda, De Bour.
• Dia mengetahui peranan ilmu matematika dalam membangun akal dan melatihnya
untuk konsisten dengan kebiasaan berpikir yang benar. Dalam hal itu, dia berkata,
"Filsafat tidak dapat diperoleh kecuali dengan menguasai ilmu matematika."
• Al-Kindi menyadari bahwa hakekat teori ilmiah dan pemikiran tidak akan benar
kecuali setelah melalui proses pematangan yang lama. Dalam hal itu, dia berkata,
"Kebenaran yang sempurna tidak akan didapat oleh seseorang, karena ia akan
sempurna secara bertahap dengan disempurnakan oleh para generasi pemikir."
• Sebagai ilmuwan yang memiliki jiwa sehat, dia mengingkari pengaruh bintang-
bintang kepada keadaan manusia dan membantah perkataan paranormal tentang
pergerakan benda-benda langit.

[Type text] Page 24


2.4 Biografi Al Farabi

2.4.1 WHO
Siapakah Al Farabi?
Nama lengkap Al Farabi adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Ibnu Turkhan
Ibnu Uzlaq Al Farabi. Dia kelahiran bangsa Turki tetapi mempunyai hubungan darah dengan
bangsa Persi, ia lahir pada tahun 259 H/879 M di Farab. Ayahnya adalah seorang jendral dan
seorang Iran yang menikah dengan wanita Turkistan dan kadang-kadang disebut keturunan
Iran.

2.4.2 WHEN AND WHERE

Kapan dan dimana Al Farabi lahir dan mengenyam pendidikan?


Dia dilahirkan di Farab pada tahun 259 H/879 M, Al Farabi selalu berpindah tempat
dari waktu ke waktu. Di masa kecilnya ia dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas,
belajar agama, bahasa Arab, bahasa turki, dan bahasa Persi di kota kelahirannya, Farab.
Setelah besar Al Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal di sana sekitar 20 tahun lamanya. Di
sana ia memperdalam filsafat, logika matematika, etika, ilmu politik, dan sebagainya. Dari
Baghdad Al Farabi pindah ke Harran (Iran). Di sana ia belajar filsafat Yunani kepada
beberapa orang ahli, diantaranya Yuhana dan Hailan. Tak lama kemuidian meninggalkan
Harran dan kembali lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad ia menghabiskan waktunya untuk mengajar dan menulis. Al
Farabi mengarang buku tentang logika, fisika ilmu jiwa, mwtafisika, kimia, ilmu politik,
musik dan lain-lain. Tetapi kebanyakan karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang
dalam peredaran dan diperkirakan tersisa sekitar 30 buah.

[Type text] Page 25


2.4.3 WHY

Mengapa dinamakan Al Farabi?


Dinamai dengan AlFarabi karena dihubungkan dengan Farab, salah satu orang Turki
yang terletak di daerah Khurasan dekat dengan sungai Situn (Transoxiana). Dia kelahiran
bangsa Turki tetapi mempunyai hubungan darah dengan bangsa Persi

2.4.4 WHAT

Apa saja karya karya Al Farabi?

Selama di Baghdad ia menghabiskan waktunya menulis karya-karyanya :

• Agrad Al Kitab Ma Ba’da At Tabi’ah (Intisari buku Metafisika)


• Al Jam’u Baina Ra’yai Al Hakimaini (mempertemukan dua pendapat filsuf : Plato
dan Aristoteles)
• ‘Uyun Al Masa’il (Pokok-pokok Persoalan)

Pikiran-pikiran Pendidikan Kota :


 Ihsa’ Al Ulmu
 Al madinatul Fadlilah (Negeri Utama)
 Risalah Assiyassiyah
 Assaamarotul Mardliyayah
 Al Majau

Dalam bidang fisika :


 On Vacum
 Against Astrology

Dalam bidang Metafisika :


 About the Scope of Aristoteles Metaphysizs
 On the one (Fi Al Wahid dan Wahda)

2.4.5 HOW

Bagaimana pemikiran Al Farabi?

Pemikiran Al Farabi yaitu :


1. Anak Membawa Sifat Baik dan Buruk dan kemampuan itu.
Anak-anak berbeda pembawaannya satu sama lain. Oleh karena itu apa yang
diajarkan harus disesuaikan dengan perbedaan pembawaan dan kemampuan itu. Karena
diantara anak-anak yang berwatak buruk itu akan dipergunakannya untuk tujuan perbuatan-
perbuatan buruk, maka seharusnya pendidikan membawa mereka ke dalam pembinaan.
Pemberian pelajaran yang mungkin dipergunakannya untuk tujuan buruk, hendaknya dicegah
secepat mungkin dengan pendidikan akhlaq.

[Type text] Page 26


2. Melakukan Pembinaan Diri (Tafakur)
Pembinaan diri pribadi ke arah jalan yang terbaik yaitu agar mengadakan hal ikhwal
kepada masyarakat, bangsa-bangsa dan pekerja-pekerja merekaserta hal ikhwal pejabat-
pejabat pemerintah dari mereka baik langsung disaksikannya atau tidak langsung dari apa
yang didengarkannya dan lalu ia memperhatikan sungguh-sungguh dan menganalisis semua
yang diketahuinya itu dan mengklasifikasikan antara kebaikan dan keburukannya antara yang
bermanfaat dan madhorot terhadap mereka. Sesudah itu hendaklah ia berijtihad sungguh-
sungguh untuk mengambil mana kebaikannya. Untuk memperolehnya dan hendaklah ia
bersungguh-sungguh pula menghindari mana yang buruk, agar ia aman dari kemudhorotnya
dan selamat dari malapetaka sebagaimana bangsa itu selamat. Dari pernyataan di atas dapat
dipahami pendapat Al Farabi bahwa kriteria kebaikan dapat diangkat dari sejarah pengalaman
manusia.

3. Anak Berbeda dalam Pemahaman/Kecerdasan


Di antara anak ada pula yang lemah kecerdasannya, yang sulit untuk dikembangkan.
Kepada anak golongan ini diberikan mata pelajaran yang sesuai dengan kondisi mereka.
Namun banyak pula dari anak-anak itu punya ahlaq yang luhur, pribadi yang baik, kepada
mereka inji haruslah diberikan pendidikan dan pengajaran sebanyak-banyaknya sesuai
dengan bakat pembawaan mereka.

4. Kekuatan Jiwa Manusia


Al Farabi membagi kekuatan-kekuatan jiwa ke dalam beberapa bagian :
· Kekuatan-kekuatan gizi (Quwwatul ghariyah)
Dengan kekuatan ini manusia menghisap makanan (gizi)
· Kekuatan-kekuatan Indrawi (Quwwatul Hassah)
Kekuatan indrawi timbul setelah kekuatan gizi. Dengan kakuatan indrawi manusia
sanggup mengindra. Kekuatan pengindraan mempunyai sentral dan cabang-cabang yang
disebut panca indra, dan otak sebagai sentral yang bertugas menghimpun seluruh apa yang
ditangkap panca indra seutuhnya.
· Kekuatan imajinasi (mutakhayyilah)
Berfungsi menyimpan dan memelihara segala yang diterima alat-alat indrawi
· Kekuatan nathiqoh
Dengan daya ini seseorang dapat berpikir tentang hal-hal yang abstrak, membentuk
pengertian-pengertian atau dengan kata lain dapat membuat keputusan yang mantap.

[Type text] Page 27


2.5 Biografi Ibnu Sina

2.5.1 WHO

Siapakah Ibnu Sina?


Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā. Ibnu Sina
lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan
(kemudian Persia). Ia berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan
pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Orang tuanya adalah seorang
pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman. Ia dibesarkan di Bukharaja serta belajar
falsafah dan ilmu-ilmu agama Islam.
Saat berusia 10 tahun dia banyak mempelajari ilmu agama Islam dan berhasil
menghafal Al-Qur'an. Ia dibimbing oleh Abu Abdellah Natili, dalam mempelajari ilmu logika
untuk mempelajari buku Isagoge dan Prophyry, Eucliddan Al-Magest Ptolemus. Setelah itu
dia juga mendalami ilmu agama dan Metaphysics Plato dan Arsitoteles.

2.5.2 WHEN AND WHERE

Kapan dan dimana Ibnu Sina lahir dan mengenyam pendidikan?


Ibnu Sina lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah
Uzbekistan (kemudian Persia). Saat berusia 10 tahun dia banyak mempelajari ilmu agama
Islam dan berhasil menghafal Al-Qur'an. Ia dibimbing oleh Abu Abdellah Natili, dalam
mempelajari ilmu logika untuk mempelajari buku Isagoge dan Prophyry, Eucliddan Al-
Magest Ptolemus. Setelah itu dia juga mendalami ilmu agama dan Metaphysics Plato dan
Arsitoteles. Suatu ketika dia mengalami masalah saat belajar ilmu Metaphysics dari
Arisstoteles. Empat Puluh kali dia membacanya sampai hafal setiap kata yang tertulis dalam
buku tersebut, namun dia tidak dapat mengerti artinya. Sampai suatu hari setelah dia
membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M),
semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia
mendapat kunci bagi segala ilmu Metaphysics.
Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina merasa tertarik
untuk mempelajari ilmu kedokteran. Ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya.
Meskipun secara teori dia belum matang, tetapi ia banyak melakukan keberhasilan dalam
[Type text] Page 28
mengobati orang-orang sakit. Setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada
Allah agar diberikan petunjuk, maka didalam tidurnya Allah memberikan pemecahan
terhadap kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapinya. Suatu ketika saat Amir Nuh Bin Nasr
sedang menderita sakit keras. Mendengar tentang kehebatan yang dimiliki oleh Ibnu Sina,
akhirnya dia diminta datang ke Istana untuk mengobati Amir Nuh Bin Nasr sehingga
kesehatannya pulih kembali. Sejak itu, Ibnu Sina menjadi akrab dengan Amir Nuh Bin Nasr
yang mempunyai sebuah perpustakaan yang mempunyai koleksi buku yang sangan lengkap
di daerah itu. Sehingga membuat Ibnu Sina mendapat akses untuk mengunjungi perpustakaan
istana yang terlengkap yaitu Kutub Khana.
Berkat perpustakaan tersebut, Ibnu Sina mendapatkan banyak ilmu pengetahuan untuk
bahan-bahan penemuannya. Pada suatu hari perpustakaan tersebut terbakar dan orang-orang
setempat menuduh Ibnu Sina bahwa dirinya sengaja membakar perpustakaan tersebut,
dengan alasan agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu. Ibnu
Sina lahir di zaman keemasan Peradaban Islam. Pada zaman tersebut ilmuwan-ilmuwan
muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks
Yunani dari zaman Plato, sesudahnya hingga zaman Aristoteles secara intensif banyak
diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan Islam.
Pengembangan ini terutama dilakukan oleh perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi.
Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar,
Trigonometri, dan ilmu pengobatan. Pada zaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian
wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang
mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di zaman Dinasti Samaniyah,
Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam. Saat berusia
22 tahun, ayah Ibnu Sina meninggal dunia. Pemerintahan Samanid menuju keruntuhan.
Masalah yang terjadi dalam pemerintahan tersebut akhirnya membuatnya harus
meninggalkan Bukhara. Pertama ia pindah ke Gurganj, ia tinggal selama 10 tahun di Gurganj.
Kemudia ia pindah dari Gurganj ke Nasa, kemudian pindah lagi ke Baward, dan terus
berpindah-pindah tempat untuk mempelajari ilmu baru dan mengamalkannya.
Kehidupan Ibnu Sina dihabiskan untuk urusan negara dan menulis. Pada usia 58 tahun
(428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan. Ibnu Sina adalah contoh
dari peradaban besar Iran di zamannya.

2.5.3 WHY
Mengapa Ibnu Sina dinamakan Father of Doctor?
Penulis-penulis barat telah menganggap Ibnu Sina sebagai “Father of Doctor” karena
beliau telah menggabungkan teori pengobatan Yunani Hipocrates dan Galen dan pengalaman
dari ahli-ahli perubatan dari India dan Parsi serta pengalaman beliau sendiri, Ibnu Sina
meninggal pada tahun 1073, semasa kembali ke kota yang disukainya Hamadhan. Walau
beliau sudah meninggal, namun berbagai ilmunya sangat berguna dan digunakan untuk
penyembuhan berbagai penyakit yang kini diderita umat manusia.

[Type text] Page 29


2.5.4 WHAT
Apa saja karya karya Ibnu Sina?
Karya-karya Ibnu Sina :

• Asy-Syifa.
Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar Ibnu Sina, dan terdiri dari empat
bagian. yaitu logik, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut mempunyai
beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan di Barat dan Timur.

• An-Najat
Buku ini merupakan keringkasan buku Asy-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama
dengan buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun
1331 M di Mesir.

• Al-Isyart wa Tanbihat
Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada
tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian,
diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman Dunia

• Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah
Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-
naskahnya yang masih memuat bagian logika. Menurut Carlos Nallino, buku ini berisi filsafat
Timur sebagai imbangan dari filsafat Barat.a

• Al-Qanun atau Canon of Medicine,


Buku ini pernah di terjemahkan dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk
universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke tujuh belas Masehi. Buku tersebut pernah
diterbitkan di Roma tahun 1593 M, dan India tahun 1323 H. Risalah-risalaj lain yang banyak
jumlahnya dalam lapangan filsafat, etika, logika dan fsikologi.

2.5.5 HOW
Bagaimana pemikiran Ibnu Sina?

Pemikiran Filsafat Ibnu Sina


• Metafisika
Berkaitan dengan metafisika, Ibnu Sina juga membicarakan sifat wujudiyah yang
terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun esensi sendiri.
Esensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal.
Wujudlah yang membuat tiap esensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal.
Tanpa wujud, esensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi.
Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan
falsafat wujudiah atau existentialisasi dari filosof - filosof lain.
• Filsafat Jiwa
• Falsafat Wahyu dan Nabi
• Tasawuf, dsb

[Type text] Page 30


BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas mengenai 5 tokoh ilmuwan Islam mulai dari biografi mereka
hingga karya-karya mereka, dapat kita simpulkan bahwa mereka yang mengembangkan
peradaban Islam sehingga mencapai masa kejayaannya pada waktu itu. Oleh karena itu,
dengan mengetahui biografi mereka, diharapkan kita dapat mengenang serta melanjutkan
cita-cita mereka yang belum terwujud untuk umat Muslim di dunia.

[Type text] Page 31


DAFTAR PUSAKA
http://wiyonggoputih.blogspot.co.id/2015/10/sejarah-singkat-imam-ibnu-
rusyd.html
http://aceh.tribunnews.com/2015/02/06/ibnu-rusyd-si-jenius-dari-
andalusia
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Rusyd
https://syafieh.blogspot.com/2013/05/pemikiran-filsafat-islam-ibnu-
rusyd.html
https://syafieh.blogspot.com/2013/04/filsafat-islam-al-ghazali-dan-
pemikiran.html
https://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/pemikiran-filsafat-al-
gazali.html
https://blogpenemu.blogspot.co.id/2014/05/biografi-al-kindi-filsuf-
muslim-pertama.html
https://nurfajry.wordpress.com/2012/11/24/riwayat-hidup-dan-
pemikiran-al-kindi/
https://blogpenemu.blogspot.co.id/2014/05/biografi-al-kindi-filsuf-
muslim-pertama.html
http://denuaeni98.blogspot.co.id/2015/01/biografi-al-farabi.html
https://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/05/pemikiran-filsafat-ibnu-
sina.html

[Type text] Page 32

Anda mungkin juga menyukai