Anda di halaman 1dari 13

ABDUL KALAM AZZAD DAN AL-MAUDUDI

Makalah,

Disusun Untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah

“ PMDI”

Dosen Pengampu :

Eko Nani Fitriono, S. Th.I., M.P.I.

Oleh :

Nurul Ismah

NIM. 21.26.0101.1392

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARRBYAH (STIT)

IBNU KHALDUN NUNUKAN

2024 M/ 1445 H
A. Pendahuluan
1
Para pemimpin muslim India pada pertengahan abad kesembilan belas
hidupdengan kehidupan yang baru, berpikir dengan pikiran yang baru, lain
darikehidupan dan pemikiran orang-orang tua dan nenek-moyang mereka.
Sejarah ideIslam India pada waktu penjajahan Inggris menggambarkan
beberapa aspek yangsetiap aspek berada sejajar dengan perkembangan baru
dalam lingkungan sosialnegeri itu. Pemimpin pembaharuan Islam India
sebelumnya berpendapat bahwaumat Islam India, untuk kelanjutan hidup
mereka perlu memisahkan diri dari umatHindu. Tetapi tidak semua pembaharu
Islam India berfikir demikian. Di antarasekian banyak tokoh pembaharu
muslim di India, nama Abul Kalam Azad jugamerupakan salah satunya, beliau
berpendapat bahwa umat Islam akan dapat hidup bersama dengan umat Hindu
dalam satu negara. Beliau juga berusahamemperjuangkan Nasionalisme India
meskipun hasilnya tidak semaksimal yang beliau harapkan.
B. Biografi Abul Kalam Azad
Ia memiliki Nama lengkap Maulana Abul Kalam Azad, dilahirkan di
Mekkah pada tanggal 11 November 1888. Ayah Abul Kalam Azad adalah
seorang ulamadan pemimpin yang pindah ke Mekkah setelah gagalnya
pemberontakan tahun1857. Didikan pertama Ia peroleh di Mekkah dan
didikan selanjutnya di Al-Azhar Kairo. Setelah orang tuanya meninggal ia
pergi ke India dan menetap di sanauntuk selama-lamanya. Akan tetapi ada
pendapat lain yang mengatakan, bahwasepuluh tahun sejak keberadaannya di
Makkah, Khairuddin, ayah Abul KalamAzad, kembali ke Calcuta India
bersama seluruh keluarganya dan menetap disana.2

Dari perguruan-perguruan di Mekkah dan Kairo ia hanya


memperoleh pengetahuan bahasa Arab dan Agama. Kemudian ia belajar
bahasa Inggris danilmu-ilmu pengetahuan modern Barat, yang dipelajarinya
atas usaha sendiri setelah berada di India. Walaupun orang tuanya adalah

1
Harun Nasution, pembaharuan dalam islam; Sejarah Pemikiran dan Gearakan,
Jakarta: Bulan Bintang. 2003. H. 194.
2
A. Fathih Syuhud. Abdul Kalam Azad : Ikon Pluralisme Muslim Ibdia. http://
www.lowonggancpns.in/2005/10/abdul-kalam-azzad-ikon-pluralisme-muslim-india/

1
Ulama besar, ia bercita-cita menjadi pengarang dan politikus.Ayah Azad
adalah salah seorang Syaikh tarekat yang berpengaruh, dalamdunia spiritual
beberapa pendapat mengatakan ayahnya sejajar dengan Aristokratdalam hal-
hal duniawi. Apabila Azad mau, ia bisa hidup nyaman dengan hadiah-hadiah
dan kebaktian-kebaktian yang diberikan oleh murid-murid ayahnya.
Tetapianak muda yang percaya diri ini menyimpang dari jalan ayahnya.Sejak
kecil Abul Kalam Azad adalah anak yang penuh dengan misteri,
para pengagumnya bersikeras menjadikan ia sebagai seorang legek.ndaris,
yangkemungkinan para pengagumnya itu agak berlebihan dalam usaha
tersebut.Semisal tidak jelasnya siapa nama Azad yang sebenarnya, kadang-
kadang iadipanggil Ahmad dan kadang-kadang Muhyiddin. Dan di beberapa
buku seringkali dikenalkan dengan panggilan Azad . Tetapi dalam surat
pertamanya ditemukania menandatanganinya dengan nama “Ghulam
3
Muhyiddin”.

C. Pembaharuan Pemikiran Islam Abul Kalam Azad


Kunci utama untuk memahami seorang Abul Kalam Azad secara
personaladalah bahwa dia seorang Muslim India dia berada di tengah-tengah
Muslim danIndia dan tampaknya ada dua kekuatan ganda. Berada dalam Islam
(“kepatuhan”) sebelum Tuhan bukan berarti Tuhan untuk di tolak dalam
hubungan nasionalismemanusia. Bahkan hal ini adalah dasar ajaran dari
politik nasionalis. 4
Dalam bidang agama, pemikiran Abul Kalam memang tidak terlalu
liberallayaknya pemikiran Sayyid Ahmad Khan bahkan pemikirannya agak
sedikitmoderat. Terlebih lagi karena dia adalah murid Sibli. Tujuannya
tersebut dalamAl-Hilal yakni melepaskan umat Islam dari pemikiran-
pemikiran abad pertengahan dan taklid. Ia menganjurkan kembali kepada Al-
Qur‟an. Dan untuk keperluan ini ia terjemahkan Al- Qur‟an ke dalam bahasa
Urdu dengan diberitafsiran. Al-Qur‟an harus dipahami sebagaimana adanya,

3
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di india dan Pakistan,
Bandung:Mizan,1993,h.147
4
Ibid, hal.148

2
terlepas pengaruh dari pemikiran ahli hukum, sufi, teolog, filosof, dan
sebagainya.
Pada tahun 1906 sebuah delegasi para pemuka Muslim dari
Aligarhmengusulkan kepada pangeran Inggris untuk mengadakan sebuah
wilayah pemilihan warga Muslim secara terpisah, dan Raja Minto mengakui
hak Muslimatas perwakilan di pemerintahan sesuai dengan proporsi peranan
politik mereka.Pada tahun 1909 Indian Council Act memungkinkan
pembagian wilayah. Hal ini juga merupakan cara untuk mengukuhkan
pembagian bangsa India menjadikelompok Muslim dan Hindu dan
menjadikan Inggris sebagai penengah bagikomunitas yang bermusuhan.5

Abul Kalam menekankan bahwa “Politik” dan “Agama” adalah kembar


dan sudah tentu hal ini membawa kepada para pemimpin agama untuk
menaruh perhatian lebih besar kepada politik, kebaikan pengaruh
perkembangan ini baik agama maupun politik ditantang bahkan dalam kolom-
kolom Al-Hilal sendiri.Sedangkan Al- Hilal memiliki daya tarik tersendiri
sehingga surat kabar itu sangat di cita-citaka.6

Pemikiran Pembaharuan Dalam Islam Abul Kalam Azad menarik dan


menjadi surat kabar yang mampu menandingi surat-kabar yang terbit jauh
sebelumnya. Karena Abul Kalam dan editornya sendiri mengisi kolom-kolom
berita dengan retorika-retorika yang indah.

D. Abul Kalam Azad dan Nasionalisme India


Azad berpendapat bahwa rasa takut seharusnya tidak pernah menjadi
sifatseorang Muslim, dan tugasnya adalah untuk menunjukkan bagaimana
Islam hidupSiantar kebersamaan Muslim dengan non-Muslim. Dengan
kesabaran, lapangdada dan keinginan untuk menderita bersama.
Di masa kepresidenan ia berbicara tentang bagian utama dari
Kongres Nasional India pada tahun 1923 dia mengatakan : “Rusaklah
segalanya, tapi jangan pernah palingkan wajahmu dari apa yang kau anggap
benar, semua inisudah bertahun lamanya menjadi nasihat agama, moral dan

5
Ibid, h. 148.
6
Ibid, h.149.

3
nasionalisme di duniaini. Hal ini Tidak bisa dikatakan bahwa kelemahan dan
ketidakberdayaan permulaan-permulaan dari setiap agama, prinsip-prinsip
dasar hanya kekuatan danmotivasi. Dan agama mengajarkan kita lebih baik
terbunuh daripada harusmembunuh. Dan sebagai konsekuensinya kita
menderita dan tidak berjuang.”7
Sebagai nasionalis India ia mempunyai pengaruh terutama di kalangan
umatHindu. Ia diharapkan akan dapat menarik golongan Islam India ke pihak
partaikongres. Ia memang tidak segan-segan mengkritik gerakan Aligarh.
Pendidikanmodern yang di bawa Sayyid Ahmad Khan hanya menghasilkan orang-
orang yang berjiwa pegawai dan tunduk serta patuh pada Inggris. Sikap anti
nasionalismeIndia yang terdapat dalam gerakan Aligarh juga ia tentang. Dalam
pendapatnyaantara Islam dan nasionalisme India tidak ada pertentangan. Semua
umat manusia bersaudara, dan darah seorang bukan Islam sama tingginya dengan
darah seorang Islam.
E. Biografi Abul A’la Al Maududi
Abul A‟la al Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 bertepatan
dengan 25 September 1903 di Aurangabad, suatu kota terkenal di daerah yang
sekarang dikenal sebagai Andra Pradesh, India. Ia dilahirkan dari keluarga
yang terhormat, dan nenek moyangnya dari segi ayah keturunan Nabi
Muhammad saw. Inilah sebabnya ia memakai nama Sayyid. Keluarga al
Maududi adalah keturunan langsung dari Khawajah Maunuddin Ajmeri.
Ayah al Maududi, adalah Ahmad hasan yang dilahirkan pada 1855 M, ia
seorang ahli fiqih yang sangat shlmeh, disamping seorang pengacara, ia juga
seorang pengikut tasawuf yang pernah belajar di Aligarh. al Maududi adalah
anak terakhir dari tiga bersaudara. Ia memperoleh pendidikan dasarnya di
bawah bimbingan ayahnya sendiri. Setelah berusia 11 tahun, ia masuk ke
Faqaniyat di Aurangabad sebuah sekolah menengah agama yang memadukan
antara system pendidikan modern dan system pendidikan tradisional. Setamat
dari sekolah ini, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi Dar al „Ulum di
Hiderabat. al Maududi terpaksa harus meninggalkan sekolah ini pada uisa 16
tahun, karena kematian ayahnya. Keadaan ini mendorong bekerja di salah satu

7
Ian H. Douglas,Abdul Kalam Azzad And Pakistan, hal. 479

4
penerbit Islam di Delhi. Sementara pada waktu kosong, ia belahar secara
otodidak membaca buku-buku sastra Arab, tafsir, mantik dan filsafat, ditopang
oleh kemampuan bahasanya yaitu : Arab, Inggris, Persia dan Urdu (bahsa Ibu).
Sejak mudanya al Maududi telah mempunyai kecenderungan kuat pada
bidang jurnalistik, pernah menjadi editor beberapa massa. Dalam usia 17
tahun, ia menjadi pemimpin harian Taj di Jabalpur (India). Kemudian menjadi
pemimpin al Jami‟ah salah satu harian Islam yang paling berpengaruh dan
populer di New Delhi (1920 an). Minatnya pada politik tumbuh pada usia
sekitar 20 tahun, dan buah tangannya yang pertamadalam masalah ini adalah
al Jihaad fi al Islam (Jihad dalam Islam), salah satu buku yang cermat dan
tajam dalam menganalisis hukum Islam, perang dan damai.
Pemikiran al Maududi, tidak saja berpengaruh dan bergema di kawasan
sub kontinen Indo-Pakistan. melainkan di seluruh dunia Islam. Karya-
karyanya banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di samping ia
pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah di berbagai ibu kota
negara-negara timur tengah, London, New York, Toronto dan sejumlah pusat
studi di kota-kota besar lainnya. Ia pernah juga malakukan studi tour ke
beberapa tempat seperti Jordan, Jerussalem, Suriah, Mesir dan Saudi Arabia,
untuk mempelajari aspek-aspek geografi dan historinya. Akhirnya pada tahun
1953, al Maududi dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Pakistan karena
tuduhan “subversif” yang berkaitan dengan masalah sekte Ahmadiyah Qadani.
Akan tetapi, al Maududi bukannya minta naik banding atau memohon
pengampunan pada penguasa pada waktu itu. Dengan semangat gembira ia
memilih kematian dari pada meminta pengampunan kepada mereka yang
memang ingin menggantungnya. Keteguhan al Maududi ini, justru
menggoncangkan pemerintah dan di bawah tekanan-tekanan dari dalam dan
luar negeri, pemerintah Pakistan mengubah hukuman mati itu menjadi
hukuman seumur hidup.
F. Pembaharuan Abul A’la Al Maududi
Pembaharuan yang ditekankan oleh al Maududi, pada prinsipnya
dilandaskan pada visinya terhadap Islam yang berpangkal pada doktrin
“tauhid”. Doktrin inilah yang menjadi risalah para Nabi dan Rasul Allah

5
untuk mengajarkan tauhid (keesaan Tuhan, The Unity of Godhead) kepada
seluruh umat manusia dan sepanjang masa.8
Doktrin tauhid terpatri dengan tepat dalam kalimat ”tiada Tuhan
melainkan Allah” suatu pernyataan yang tampaknya hanya mengakui dengan
kukuh tentang keesaan sang pencipta. Dalam pandangan al Maududi,
mempunyai implikasi yang lebih jauh dari pada apa yang ditujukan oleh
keterangan itu sepintas lalu. Menurut beliau, ”syahadat” itu bukan hanya
menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai pencipta atau bahkan sebagai
satu-satunya sasaran penyembahan, tetapi ia juga menerangkan tentang tidak
adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang Maha Kuasa, sebagai
Maha Pengatur.
Dengan demikian, seorang yang bertauhid akan loyal, tunduk secara
loyal kepada Allah. Kemudian “syahadat” merupakan deklarasi moral, suatu
ajakan kepada manusia menanggapinya dengan keseluruhan dirinya untuk
beramal dan berbakti kepada-Nya, dan keadaan inilah yang disebut muslim,
karena ketundukannya secara total kepada hukum alam yang telah ditetapkan
Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan diberi kebebasan untuk tunduk atau
tidak mematuhi hukum-hukum yang ditetapkannya. Hanya mereka yang
patuh saja disebut muslim.
Kebutuhan manusia untuk mengetahui hukum-hukum Tuhan, terpenuhi
dengan adanya misi keNabian. Dari al Qur‟an dan sunnah dapat diketahui
aturan-aturan hidup yang mencakup semua aspek kehidupan manusia. al
Maududi menolak adanya anggapan bahwa Islam hanyalah seperangkat
doktrin tentang metafisika dan ritual belaka. Akan tetapi, ia menegaskan
bahwa Islam adalah “Way of Life”, karena Islam mempunyai ajaran yang
konprehensif dan mencakup semua aspek kehidupan manusia dalam
bermasyarakat dan bernegara.
Selanjutnya untuk mendukung pernyataan di atas, al Maududi
menginterprestasikan kembali ayat-ayat al Qur‟an dan hadits untuk menjawab
tantangan zaman. Dalam hlm ini, ijtihad sangat diperlukan untuk menemukan

8
Al-Maududi, Khilafa dan Kerajaan, Evaluasi Kritis Atau Sejarah Pemerintahan Islam,
ter. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1984,. h. 1.

6
konsep-konsep kehidupan sosial politik Islam dari kedua sumber ajaran
tersebut di atas.
Konsep-konsep al Maududi yang ditujukan bagi masyarakat abad ke-20,
mencakup problem modernitas, menganalisis hubungan Islam dan
nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, marxisme, perbankan modern,
pendidikan, hukum, kaum perempuan, pekerjaan, zionisme dan hubungan
internasional. Dengan demikian, pemikiran al Maududi secara luas dan
sistematis berusaha menunjukkan relevansi komprehensif Islam dalam semua
aspek kehidupan.9
Dalam perspektif kita tentang teori politik modern atau teori politik
sekuler, teori politik Islam seperti yang dikembangkan oleh al Maududi
kelihatan menarik, bahkan ”ganjil”. Keunikan atau keganjilan teori politik al
Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan
(souverenitas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Oleh karena
itu, teori politik al Maududi berbeda dengan teori demokrasi dari Barat pada
umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Ia
melihat dalam kenyatan yang tampak dari praktek demokrasi Barat adalah
kegagalan menciptakan keadaan sosio-ekonomi, sosio-politik serta keadilan
hukum.
Hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai formalitas empat atau lima
tahun sekali, dan dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum
hanya mereka yang berasal dari lapisan atas. Sedangkan bagi rakyat
kebanyakan, hukum hanya merupakan slogan kosong tanpa dirahasiakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kedaan seperi di atas, jelas bertentangan dengan prinsip Islam. Bahwa
setiap manusia adalah khalifah Allah dan masing-masing memikul tanggung
jawab yang sama dalam jabatan kekhalifahan. Dengan demikian, status atau
kedudukan setiap manusia adalah sederajat dalam masyarakat. Seseorang
yang terpilih menjadi penguasa, kemudian ia berkuasa secara mutlak dan

9
Malik, Dedi Djamaluddin, Biografi AbdulAbdul A’la al Maududi, Bandung : Risalah,
1984, h. 12

7
semena-mena, berarti ia telah merampas hak-hak orang lain sebagai khalifah
Allah, dan tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam. 10
Penolakan al Maududi terhadap kedaulatan rakyat, tidak hanya
berdasarkan adanya bukti praktek Demokrasi yang sering menyeleweng,
tetapi terutama berdasarkan pemahamannya tentang ayat-ayat al Qur‟an, yang
menunjukkan beberapa prinsip Negara Islam. Prinsip-prinsip yang dimaksud
adalah :
a) Otoritas dan kedaulatan tertinggi berada pada Tuhan
b) Tuhan saja yang berhak memberikan hukum bagi manusia. Manusia tidak
berhak menciptakan hukum serta menentukan apa yang halal dan apa
yang haram. Jadi, hukum di sini berarti norma-norma dasar.
c) Pemerintahan yang menjalankan aturan-aturan dasar dari Tuhan wajib
ditaati oleh rakyat, karena pada dasarnya pemerintah bertindak sebagai
badan politik yang memperlakukan hukum-hukum Tuhan.
Konsep kenegaraan Islam al Maududi, muncul karena keinginannya
menjadikan Pakistan sebagai sebuah Negara yang betul-betul Islam. Konsepsi
kenegaraan ini, yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas dijabarkan
sebagai berikut :
a) Sistem kenegaraan Islam bukan demokrasi, karena dalam system ini,
kedaulatan (kekuasaan) negara secara mutlak di tangan rakyat. Sistem
kenagaraan Islam adalah “Theo demokrasi”, karena system ini mengakui
bahwa kedaulatan rakyat itu dibatasi oleh hukum-hukum Tuhan dari al
Qur‟an dan sunnah. Manusia sebagai khalifah-Nya di bumi ini.
b) Pemerintah atau badan eksekutif, hanya dibentuk oleh umat Islam.
Persoalan kenegaraan yang tidak diatur di dalam nash yang jelas,
dipecahkan melalui kesepakatan umat Islam. Untuk mengetahui
penjelasan dari al Qur‟an dan sunnah diperlukan ijtihad dari orang yang
mencapai tingkat mujtahid. Sedangkan hukum-hukum yang diambil dari
nash-nash yang jelas, tidak seorang pun boleh mengubahnya. Seperti
hukum riba, waris dan lain-lain.

10
Sjadzali, Munawir Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI
Press, 1993, 191

8
c) Kekuasaan negara, dilakukan oleh tiga lembaga yaitu : legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Dengan ketentuan debagai berikut :
1) Kepala negara atau pemerintah, merupakan pemimpin tertinggi
negara yang bertanggung jawab kepada Allah dan kepada rakyat. Ia
harus selalu berkonsultasi dengan majelis syura yang mendapat
kepercayaan umat.
2) Keputusan pada majelis syura, pada umumnya diambil atas dasar
suara terbanyak.
3) Jabatan kepala negara dan jabatan-jabatan lain yang penting tidak
boleh diduduki oleh orang yang ambisius
4) Anggota majelis syura, tidak dibenarkan terbagi ke dalam
kelompok-kelompok atau partai-partai. Masing-masing harus
menyampaikan pendapatnya secara perorangan.
5) badan yudikatif atau lembaga peradilan berada di luar lembaga
eksekutif, hakim bertugas melaksanakan hukum-hukum Allah atas
hambanya, bukan mewakili kepala negara, tetapi mewakili Allah.
d) Keanggotaan majelis syura terdiri dari warga negara yang beragama
Islam, laki-laki dewasa, shaleh, mampu menafsirkan dan menerapkan
syariah, serta menyusun undang-undang yang tidak bertentangan
dengan al Qur‟an dan sunnah Nabi. Selanjutnya tugas majelis syura
sebagai berikut :
1) Merumuskan dalam peraturan perundang-undangan, petunjuk-
petunjuk yang ditemukan secara jelas dalam al Qur‟an dan hadits,
serta peraturan pelaksanaannya.
2) Jika terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat al Qur‟an atau
hadits, maka harus dapat memutuskan mana yang lebih tepat untuk
ditetapkan.
3) Jika terdapat petunjuk yang jelas, maka penentuan hukum dilakukan
dengan memperhatikan petunjuk umum dari al Qur‟an.
e) Dalam negara Islam, terdapat dua kategori kewarganegaraan ; warga
negara muslim dan non muslim (dzimmi). Yang disebutkan terakhir ini
mendapatkan perlindungan dari negara, hak serta kewajiban tertentu,

9
seperti hak untuk beribadah menurut ajaran agamanya. Dalam masalah
keagamaan, mereka dibina oleh pemimpin-pemimpin agama mereka.
Sedangkan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain, mereka tunduk
kepada hukum Islam sebagai hukum mayoritas. 11
Dengan demikian, negara Islam adalah negara yang berdasarkan
syari‟ah atau agama. Dan hanya mereka yang menerima ideology islam yang
berhak mengatur negara. Jadi, inilah yang menjadi salah satu perbedaan yang
mendasar antara nasional dan negara Islam. Negara nasional, mendasarkan
keanggotaan warganya pada kesamaan bangsa, ras, atau etnik yang
sederhana. Negara nasional mengutamakan serta mendahulukan bangsanya
sendiri daripada bangsa-bangsa lain. hal ini berpeluang menimbulkan
ketegangan dan permusuhan di antara mereka. Sedangkan kewarganegaraan
Islam didasarkan atas ideology atau agama, mereka yang menerima prinsip-
prinsip Islam tidak dibeda-bedakan, baik perbedaan kebangsaan, ras, kelas
maupun negaranya.
G. Penutup
Berdasarkan kajian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu maka.
Penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Abul Kalam Azad
a) Abul Kalam Azad dapat dikatakan sebagai seorang tokoh pembaharuan
Islam di India yang memperjuangkan Nasionalisme masyarakat India.

b) Peranan Abul Kalam Azad dalam menyatukan antara umat Islam Dan
umat Hindu Tidaklah berjalan sesuai apa yang diharapkannya hal ini di
sebabkan adanya faktor kecurigaan dari masing-masing pihak serta
kebanyakan dari mereka telah meninggalkan ajaran murni setiap agama.
2. Al Maududi
a) Abul A‟la al Maududi adalah seorang tokoh paling produktif
mengeluarkan ide-ide pembaharuannya, sekaligus pejuang yang
menginginkan terwujudnya negara Islam yang di dalamnya betul-betul
berjalan sesuai dengan tuntutan syari‟ah Islam.

11
Al-Maududi, Nasionalisme dan Islam, dalam Jhon J. Dodohue dan Jhon L. Esposito,
Jakarta : Raja Grandfindo Persada. 1995.

10
b) Manurut al Maududi, sistem politik Islam harus berpijak pada
doktrin tauhid yang mempunyai implikasi bahwa kedaulatan berada di
tangan Tuhan, dan bukan pada tangan manusia. Manusia hanyalah
pelaksana (Khalifah) di muka bumi ini.
c) Konsep kenegaraan al Maududi, muncul disebabkan oleh keinginannya
menjadikan Pakistan sebagai negara yang benar-benar berlandaskan
ajaran Islam atau sebagai negara Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:Mizan,
1993
Douglas, Ian H. Abul Kalam Azad And Pakistan, 1972
http://fahiroh-sukma.blogspot.com/2012/02/abul-kalam-azad-dan nasionalisme-
india.html
Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Umat Islam bag. Tiga, RajaGrafindo. 1999
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang. 2003
Sani, Abdul Lintas sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam,
jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Syaukani, Ahmad. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam,
Bandung:Pustaka Setia, 1997
Syuhud, A. Fathih, Abul Kalam Azad: Ikon Pluralisme Muslim India. Dikutip dari
http://www.lowongancpns.in/2005/10/abul-kalam-azad-ikon- pluralisme-muslim-
india/
Malik, Dedi Djamaluddin, Biografi Abul A’la al Maududi, Bandung : Risalah,
1984
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, sejarah dan Pemikiran,
Jakarta : UI Press, 1993
Al-Maududi, Nasionalisme dan Islam, dalam John J. Dodohue dan John L.
Esposito , Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com

12

Anda mungkin juga menyukai