Anda di halaman 1dari 5

CORAK PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN

1. MUHAMMAD ABDUH
1.1 Riwayat Singkat
a. Profil Muhammad Abduh

Muhammad Abduh atau Abduh (1849 – 11 Juli 1905) adalah seorang


teolog Muslim, Mufti Mesir, pembaharu liberal, pendiri Modernisme
Islam dan seorang tokoh penting dalam teologi dan filsafat yang
menghasilkan Islamisme modern. Nama lengkap beliau adalah
Muhammad Abduh Ibn Hasan Khair Allah, dilahirkan pada tahun
1849 M di Mahallat al-Nasr daerah kawasan Sibrakhait Provinsi al-
Bukhairoh Mesir.

Ayahnya Hasan Khairullah berasal dari Turki. Ibunya bernama


Junainah berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke suku
bangsa yang sama dengan Umar bin Khattab. Kelahiran Muhammad
Abduh diiringi dengan kekacauan yang terjadi di Mesir. Pada waktu
itu, penguasa Muhammad Ali mengumpulkan pajak dari penduduk
desa dengan jumlah yang sangat memberatkan. Akibatnya
penduduk yang kebanyakan petani itu kemudian selalu berpindah-
pindah tempat untuk menghindari beban-beban berat yang
dipikulkan atas diri mereka itu. Orang tua Muhammad Abduh juga
demikian. Ia selalu pindah dari satu tempat ketempat lainnya. Itu
dilakukannya selama setahun lebih. Setelah itu barulah ia menetap
di Desa Mahallat al-Nasr. Di desa ini ia membeli sebidang tanah.

b. Pendidikan Muhammad Abduh

Muhammad Abduh dalam menjalankan pendidikannya berawal dari


didikan orang tuanya sejak kecil. Ayahnya mendidik tentang ilmu
agama, belajar membaca dan menulis, serta hafalan Al-Quran
kepada seorang hafiz, sehingga selama 2 tahun Muhammad Abduh
bisa hafal Al-Quran.
c. Karya Muhammad Abduh

 Karya dalam bentuk tulisan di surat kabar dan majalah, seperti yang
terdapat pada al-Ahram, al-Waqa’i, al-Misriyah, Samrat al-Funun, dan
alMu’ayyad serta al-Manar, di bawah pimpinan Muhammad Rasyid Ridha.

 Karya dalam bentuk komentar dan buku dalam berbagai bidang seperti :
o Risalat al-Waridah, Kairo 1874 (Tentang Tasawuf dan Mistik).
o Hasyiyah ‘ala ad-Dawani li al-‘Aqa’id al-Adudiyah (Cairo 1876-1904).
o Risalah ar-Rad ‘ala ad-Dahriyin (sebuah salinan Jamaluddin AlAfgani
untuk menyerang histories materialisme, terbit di Beirut 1886, dan di
Mesir tahun 1895).
o Syarh Nahj al-Balaghah (uraian karangan Saidina Ali, khalifah IV, terbit
di Beirut 1885).
o Syarh Maqamat Badi’ az-Zaman al-Hamdani, Beirut 1889.
o Risalah at-Tauhid, Cairo 1897.
o Syarh Kitab al-Basr al-Nasriyah fi al- ‘Ilmi wa al-Mantiq (tentang
pengetahuan dan logika, Cairo 1897).

d. Pemikiran Kalam

 Rasionalitas Muhammad Abduh Muhammad Abduh sangat


terpengaruh oleh pemikiran Jamaluddin Al-Afghani. Muhammad
Abduh dikenal sebagai tokoh rasional dalam memperoleh iman
sejati. Menurutnya, iman tidak sempurna jika tidak didasarkan atas
akal. Iman harus berdasarkan keyakinan kepada Tuhan, ilmu serta
kemahakuasaan-Nya dan pada Rasul. Sehingga kedudukan akal
sangat penting dalam memahami semua hal.
 Muhammad Abduh sangat meninggikan kedudukan akal dalam
menafsirkan al-Qur`an. Dalam hal ini Muhammad Abduh
menekankan pentingnya meningalkan beberapa sisi pandangan
para mufasir terdahulu bagi orang-orang yang hendak
menafsirkan al-Qur`an dengan penafsiran modern. Para penafsir
kontemporer hanya perlu membekali diri dengan perangkat
kebahasaan, beberapa asbab nuzul, sirah Nabi dan pengetahuan
sejarah manusia, kehidupan semesta dan bangsa-bangsa yang
disebutkan al-Qur`an. Bagi Muhammad Abduh, pendapat para
mufasir klasik terikat dengan tingkat kemampuan akal dan derajat
ilmu yang mereka capai, dan berlaku hanya bagi kelompok sosial
dan lingkungan budaya mereka saat itu. Dengan sendirinya maka
akal nalar kita dewasa ini tidak boleh terpaku dengan apa yang
mereka capai, dan hasil olah pikir kita semestinya tidak sama
dengan hasil olah pikir mereka. Dengan sendirinya pula taklid
kepada ulama lama tidak perlu dipertahankan bahkan mesti
diperangi karena taklid inilah yang membuat umat Islam berada
dalam kemunduran. Muhammad Abduh percaya akan kekuatan
akal, maka ia berpendapat bahwa pintu ijtihad perlu dibuka dan
taklid perlu diberantas.
 Menurutnya akal mempunyai kedudukan yang tinggi dibanding
dengan kekuatan-kekuatan lain yang dimiliki manusia,
Muhammad Abduh berkata : “Akal merupakan kekuatan manusia
yang paling utama, bahkan ia merupakan kekuatan bagi segenap
kekuatan manusia dan pilarnya. Alam semesta merupakan
lembaran dan buku yang harus dibaca dan diteliti oleh akal, dan
semua hasil bacaannya merupakan petunjuk menuju-Nya juga
merupakan jalan untuk bisa sampai kepada-Nya.” Ketiga,
Muhammad Abduh membedakan antara teks al-Qur`an dan teks-
teks selainnya. Bagi Muhammad Abduh, teks-teks non al-Qur`an
tidak memiliki kelebihan selain sebagai argumen dan data klasik
semata. Ini dikarenakan kita tidak memiliki informasi yang cukup
dan orisinil tentang sanad (untaian para pembawa riwayat) yang
menyampaikan berita-berita kepada kita. Oleh karena itu, kita
tidak bisa menjadikannya sebagai hujjah yang bisa mengalahkan
argumen akal yang merupakan kekuatan manusia paling tinggi.

2. SAYYID AHMAD KHAN


a. Riwayat Singkat

Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada 17 Oktober 1817 dan


meninggal pada 27 Maret 1898. Menurut, keterangan nasabnya 
berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad. Neneknya,
Sayyid Hadi, merupakan salah satu pembesar istana Mughal pada
masa pemerintaan Alamghir II (1754-1759). Sedangkan, kakek dan
ayah dari Sayyid Ahmad Khan bekerja di East India Company, dengan
posisi cukup penting. Singkatnyam Sayyid Ahmad Khan berasal dari
keluarga berstatus tinggi, modernis, berorientasi Barat, dan cukup
mengenal kehidupan orang Inggris.

Meskipun keluarganya banyak yang berkecimpung dengan pengaruh


Barat, namun Ibu dari Ahmad Khan adalah sosok muslim yang religius.
Dia merupakan wanita yang dihormati karena pengetahuan agamanya.
Dia memasukkan Ahmad Khan ke dalam madrasah dan memberikan
pengaruh yang sepadan dengan pengaruh yang diberikan kakek
Ahmad Khan. Sehingga Ahmad Khan tumbuh dewasa dengan dua
pengaruh yang berlawanan: kesetiaan dengan sepenuh hati kepada
komunitas muslim dan penghormatan yang tinggi terhadap budaya
Inggris.

Namun, pendidikan Ahmad Khan harus terhenti di tengah jalan, krisis


ekonomi keluarganya pasca kematian ayahnya adalah penyebab
utamanya. Untuk membantu perekonomian keluarga Sayyid Ahmad
Khan memutuskan untuk bekerja. Ketika umurnya baru delapan belas
tahun dia melamar kerja ke East India Company, dan dia diterima
sebagai panitera. Panitera merupakan jabatan rendah dalam serikat
dagang tersebut, dia tidak bisa naik lebih tinggi karena dia tidak
menyelesaikan pendidikan formalnya.

Tidak lama setelah bekerja di East Indian Company, dia memutuskan


berpindah pekerjaan dengan menjadi hakim. Tetapi pada tahun 1846,
dia pkembali ke Delhi untuk meneruskan studi. Sayyid Ahmad Khan
banyak menghabiskan waktunya untuk belajar secara otodidak. Dia
banyak membaca literatu ilmu pengetahuan baik yang berhasa lokal
ataupun Inggris. Dia membentuk kelompok diskusi bersama teman-
teman muslim India dan mengadakan serial kuliah dengan topik-topik
ilmiah.
Ketika pemberontakan Mutiny pecah pada 1857, ia berusaha untuk
mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris
dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap Ahmad Khan banyak
berjasa bagi mereka dan ingin membalas jasanya. Tetapi, hadiah yang
diberikan Inggris kepadanya ditolak, dan hanya gelar Sir yang
diterimanya.

b. Pemikiran Kalam
 Pandangan Sayyid Ahmad Khan terhadap Pemerintahan
Inggris
Menurut Ahmad Khan, satu-satunya respon yang layak terhadap
realitas India pasca pemberontakan Mutiny adalah menerima
pemerintahan Inggris. Ia berusaha meyakinkan pemerintahan
Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, muslim tidak
memainkan peranan utama. Untuk itu ia mengeluarkan pamflet
yang mengandung penjelasan mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan pemberontakan Mutiny. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
1) Intervensi Inggris dalam bidang keagamaan, seperti
pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim
piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris,
pembetukan sekolah-sekolah yang membawa misi
Kristenisasi, dan penghapusan pendidikan agama dari
perguruan-perguruan tinggi
2) Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam atau
Hindu, dalam lembaga-lembaga legislatif. Dengan tidak
adanya kesempatan untuk turut ikut serta dalam
pemerintahan, menyebabkan rakyat India tidak mengetahui
tujuan dan niat Inggris, sehingga mereka menganggap
kedatangan Inggris hanya untuk melakukan Kristenisasi.
Selain itu Pemerintahan Inggris tidak mengetahui keluhan
rakyat India, dan tidak berusaha mengikat tali
persahabatan dengan rakyat India.

3. MUHAMMAD IQBAL
a. Riwayat Singkat
b. Pemikiran Kalam

Anda mungkin juga menyukai