DI MESIR
Oleh : Nopiyanti
@Nopiyanti004@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Pada Akhir abad 18 Masehi atau sekitar awal abad 19 Masehi,
gagasan pembaharuan islam baru dimunculkan. Hal ini dimulai dari
kedatangan ekspedisi Napoleon bornaparte di Alexsandria, tahun 1789.
Napoleon bornaparte mengusung perubahan baik itu budaya, teknologi
hingga mendirikan lembaga ilmiah yang sering disebut dengan institute
D’egypte yang di dukung oleh hubungan baik antara dirinya dengan para
ulama Al-Azhar.
Adapun tokoh pembaharuan mesir yang sering disebut namanya
serta tersohor sebab pemikirannya yakni; Muhammad aly pasya, Al-
tahtawi, Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, dan
lain-lain. Namun dalam karya tulis ini, penulis lebih mengerucutkan
pembahasan pada pembaharuan Muhammad Abduh dalam pendidikan.
Muhammad Abduh (1849-1905) adalah tokoh yang dikenal
sebagai tokoh berkesan di zamannya (monumental) dan paling
bersemangat melakukan pembaharuan bagi dunia islam. Tinjauan
mengenai semangat pembaharuan Muhammad Abduh dapat di lihat dari
perjuangannya dalam mengubah kebiasaan masyarakat yang sebelumnya
bersikap statis menjadi dinamis.
Ditilik dari masalah yang ada, pemikir mesir yang bernama
Muhammad Abduh ini mengelompokkan beberapa masalah yang ia
temukan di lapangan yang menurutnya menyimpang dan menjadi
penyebab kemunduran umat islam, diantara masalah-masalah tersebut
adalah masalah kurikulum,metode mengajar dan pendidikan wanita.
0
Kurikulum merupakan masalah yanga sangat perlu diperhatikan
karena tanpa kurikulum yang sesuai dengan apa yang diharapkan,maka
semua itu tidak akan terwujud dengan baik. demikian pula kenyataan yang
dialaminya di dalam mendapatkan pendidikan pada madrasah-madrasah di
Mesir.
Kurikulum yang ada terjadi pada dualisme yang sangat mendasar
antara kurikulum di madrasah dengan kurikulum di sekolah yang didirikan
pemerintah. Metode guru menjadi perhatinya, karena pada waktu ia
belajar, dia merasa bosan dengan metode hafalan melulu pada sekolah
agama, sehingga ia tidak tinggal diam dan mencoba mengubah metode
haflaan tersebut dengan metode diskusi.1
Pembaharuan pendidikan yang dilakukannya juga mengarah pada
tatanan pendidikan wanita, sebab menurutnya pendidikan untuk kaum
hawa sudah banyak diambil alih oleh kaum adam, hal ini ditinjau dari segi
sosial masyarakat dizamannya. Padahal sumber hukum islam tidak
mengatakan demikian.
Karya tulis ini akan mengemukakan salah satu figur dan tokoh
pembaharu dari Mesir, yakni Al-Syaikh Muhammad Abduh. Selain
riwayat hidup dan perjuangannya, akan dibahas tentang ide-ide
pembaharuan dan pemikirannya dalam aspek pendidikan, faktor pengaruh
pembaharuan Muhammad Abduh, Latar belakang pembaharuannya,
Redifikasi dengan agama lain.
1
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana, 2007), hal.240.
1
Turki, dan Ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin
Khattab,khalifah kedua (Khulafah rasyidin).2
Ia hidup dilingkungan keluarga petani yang hidup sederhana,taat
dan cinta ilmu pengetahuan. Orang tuanya berasal dari kota Madihallaj
Nashr. Situasi politik yang tidak stabil menyebabkan orang tuanya
berpindah-pindah, an kembali ke Mahallaj Nashr setelah situasi politik
mengizinkan. Dikota itulah ia tumbuh menjadi remaja dengan kegemaran
yang umumnya digemari oleh remaja dimaasanya.3
Orang tuannya sangat memperhatikan pedidikan Muhammad
Abduh, Ayahnya mendatangkan seorang guru yang mengajar Muhammad
Abduh secara privat di rumahnya untuk member pelajaran membaca dan
menulis, setelah ia mahir dalam membaca dan menulis, ia diserahkan
kepada seorang guru hafidz al-Qur’an. Dalam waktu dua tahun
Muhammad Abduh telah hafal Al-Qur’an.
Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Thanta, sebuah lembaga
pendidikan Masjid Ahmadi. Namun di lembaga ini juga Muhammad
Abduh tidak mersakan kepuasan dalam menimba ilmu hal ini membuatnya
hampir putus asa pada semua harapan dalam menggarap ilmu
pengetahuan, ketidakpuasan ini berawal dari cara penyajian materi atau
metode yang diterapkan di sekolah tersebut.
Metode menghapal tanpa pengertian, sama halnya dengan metode
pengajaran yang umumnya dipakai dalam pendidikan dunia islam saat itu.
Muhammad Abduh merupakan sosok insan yang kritis dalam mengali
ilmu, tentu saja merasa bahwa metode hapalan tersebut tidak efektif,
sehingga ia lebih berpendapat tidak usah belajar dari pada menghabiskan
waktu untuk menghafal istilah-istilah nahu dan fikih yang sama sekali
tidak dipahaminya. Hal ini terbukti ketika ia memutuskan kembali ke desa
kelahirannya yakni Mahallat Nashr, dan memutuskan untuk bekerja
2
Yusran Asmuni, Pengantar studi pemikiran dan gerakan pembaharuan dalam dunia
islam,(Jakarta : Raja Granfindo Persada,2001),hal.78.
3
Arbiyah Lubis,Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh, Jakarta : bulan bintang,
1993), hal.112.
2
sebagai petani dan menikah di umur yang masih belia yakni dalam usia 16
tahun.
Selang waktu, ia hidup sebagai petani di kampungnya dan menikah
di usia muda. Membuat orang tuanya mencari langkah agar Muhamamad
Abduh kembali ke Masjid Ahmad di Thanta, sebagai anak ia menuruti
kehendak orang tuanya, namun jauh dalam lubuk hatinya ia merasa
terpaksa untuk melanjutkan studinya di lembaga yang tidak memuaskan
harapannya.
Namun dalam perjalanan ia malah pergi untuk bersembunyi
dirumah salah satu pamanya. Diluar dugaannya disana Muhammad Abduh
bertemu dengan teman ayahnya, Syekh Darwis khadr. Syekh mengetahui
Muhammad Abduh enggan belajar, maka syekh dengan sabar
membujuknya dan mengajarinya dengan metode Teks reading.4 Setiap
kalimat yang dibacanya diberikan penjelasan yang luas oleh syekh,berupa
motivasi sampai akhirnya ia menggenggam keinginan untuk belajar
kembali ke Thanta sebab pendidikan yang telah ditumbuhkan oleh syekh
Darwis Khadr.5
Setelah melanjutkan pendidikan di Thanta selama 6 bulan, ia pergi
menuju Al-Azhar yang diyakininya tempat mencari ilmu yang sesuai
untuknya. Disana ia memperoleh pelajaran ilmu-ilmu agama saja, hal ini
sama yang dirasakannya ketika belajar di Thanta. Hal ini membuatnya
kembali kecewa. Dalam salah satu tulusannya ia melemparkan rasa
kekecewaannya tersebut dengan menyatakan bahwa metode verbalis itu
telah merusak akal dan daya nalarnya.6
Tahun 1877 Muhammad Abduh menyelesaikan pendidikannya di
Al-Azhar dan mendapat gelar sebagai Alim. Ia mulai mengajar pertama di
4
Ris’an Rusli,Pembaharuan Pemikiran Modern dalam islam, (Jakarta : Raja Grafindo
persada,2013),hal.100.
5
Asnil Aida Ritonga, Pendidikan Islam Dalam Buaian Arus Sejarah,(Bandung:Citapustaka Media
Perintis,2008),hal. 125.
6
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,(Yogyakarta:Ar-Ruzz, 2006),hal.264.
3
Al-Azhar kemudian di Dar Al-Ulum dan juga di rumahnya sendiri.
Diantara buku-buku yang diajarkannya adalah buku akhlak karangan Ibnu
Miskawaih, Muqaddimah Ibnu Khaldun dan sejarah kebudayaan Eropa
karangan Guizot yang diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab
pada tahun 1857.7
Muhammad abduh juga salah satu murid Jamaludin yang
pintar,paling loba hendak mendapat ilmu dan guna Jamaluddi.Tahun 1294
H. Muhammad abduh mencapai ijazah ahli. Ia menjadi dosen dalam van
sastera, sejarah Arab di Darul ‘ulum dan Alsun.8
8
Kahar Masyur,Pemikiran dan Modernisme dalam Islam,(Jakarta:Kalam mulia,1989),hal.131.
4
sosial keagamaan dan situasi pendidikan pada saat itu. Pemikiran statis,
taqlid, bid’ah, dan khurafat menjadi ciri dunia Islam pada saat itu.
Demikian pula halnya yang terjadi di Mesir. Kejumudan telah merambah
ke berbagi bidang dan sistem kehidupan masyarakat. Kejumudan dalam
bidang-bidang kehidupan itu tampak saling terkait dan saling
mempengaruhi antara bidang kehidupan yang satu dengan bidang
kehidupan yang lain, terutama bidang akidah terlihat sangat
mempengaruhi bidang-bidang kehidupan yang lain. Program pembaharuan
pendidikan yang diajukannya adalah; memahami dan menggunakan ajaran
Islam dengan benar, sebagai salah satu fondasi utama untuk mewujudkan
kebangkitan masyarakat. Dia mengkritik sekolah-sekoalah modern yang
didirikan oleh misionaris asing, juga mengkritik sekolah-sekolah yang
didirikan pemerintah. Menurutnya, di sekolah-sekolah misionaris yang
didirikan bangsa asing (al-madrasah al-ajnabiyyah) siswa dipaksa untuk
mempelajari kristen, sementara itu di sekolah-sekolah pemerintah, siswa
tidak diajar agama sama sekali Sementara sekolah-sekolah pemerintah
tampil dengan kurikulum barat sepenuhnya, tanpa memasukkan agama ke
dalam kurikulumnya, pada sisi yang lain sekolah-sekolah agama tidak
memberikan kurikulum modern (Barat) sama sekali. Pendidikan agama
kala itu tidak mementingkan perkembangan intelektual sama sekali,
padahal Islam mengajarkan untuk mengembangkan aspek jiwa tersebut
sejajar dengan aspek jiwa yang lain. Antara tipe sekolah modern yang
dibangun oleh pemerintah dan misionaris, dengan tipe sekolah agama di
mana Al-Azhar sebagai pendidikan tertingginya, tidak mempunyai
hubungan sama sekali antara yang satu dengan yang lain.
5
Para pemerhati sejarah menyatakan ada beberapa corak pemikiran
Muhammad Abduh yang menjadi dasar baginya dalam melakukan
pembaharuan, terkhusus di bidang pendidikan Modernisasi.9
9
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung, Mizan, 1989), hal. 172
10
Muhammad Iqbal dan AminHusein Nasution, Pemikiran Politik Islam;Dari masa Klasik hingga
Indonesia Kontemporer,(Jakarta:Kencana, 2010),hal.72.
6
ilmu pengetahuan ,pendidikan agama dan pendidikan umum ,dengan
cara mengemukakan fakta sejarah tentang bagaimana umat islam
pertamakali mengembangkan pemikiran yunani menjadi filsafat islam
lewat proses hellenisasi.
Atas usahanya didirikanlah masjid pendidikan Tinggi. Muhammad
abduh melihat adanya bahaya yang akan timbul dari sistem dualisme
dalam pendidikan. Sistem madrasah lama akan mengeluarkan ulama –
ulama yang ahli agama tetapi tak ada pengetahuannya tentang ilmu-
ilmu modern, sedang sekolah-sekolah pemerintah akan mengeluarkan
ahli-ahli pengetahuan modern tetapi sedikit pengetahuannya tentang
agama. Dengan memasukkan ilmu pengatahuan modern ke dalam
Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolah-sekolah
pemerintah, jurang pemisah antara golongan ulama dan golongan ahli
ilmu modern akan dapat diperkecil
Kemudian umat islam mampu meletakkan dasar-dasar
pengembangan ilmu pengetahuan. Sikap adanya penolakan terhadap
dimasukanya ilmu-ilmu umum tersebut,pada dasarnya menurut Abduh
merupakan salah satu akibat dari kondisi statis yang masih melanda
umat islam sehingga terjadi penyempitan pola pikir umat islam.
Sebagai dampak lebih lanjut dari stagnasi pemikiran akan merambah
pada aspek-aspek kehidupan yg lain. Secara rinci Muhammad Abduh
menyebut bahwa sikap statis berdampak pada akidah, syariah,
pendidikan dan juga membahayakan persatuan umat.
7
berhitung yang menunjang kegiatan mereka sebagai petani, pedangan,
perusahaan, pegawai maupun sebagai guru dan pemimpin. Disamping
anak bisa menulis,membaca,dan menghitung diharapkan agar setelah
anak didik menyelesaikan studinya di sekolah tingkat dasar juga sudah
mempunyai dasar-dasar ilmu pengetahuan agama yg kuat dan dapat
pula mengamalkan pokok-pokok ajaran agama, sesuai dengan
kemampuan intelektualnya.
Pendidikan tingkat menengah bertujuan untuk mendidik anak agar
nanti mereka dapat bekerja sebagai pegawai pemerintah, baik sipil
maupun militer. Mereka diharapkan oleh negara tumbuh menjadi
akidah Kisten berserta kekacawan dan kesamara ajarannya. Dengan
cara demikian anak didik dapat tumbuh keyakinannya terhadap
kebenaran ajaran Islam dan menolak ajaran Kristen.
Dalam kurikulum tingkat menengah pemikir dari mesir ini yakni
Muhammad Abduh menawarkan beberapa mata pelajaran yang harus
diajarkan pada anak didik, yaitu ilmu logika (fann al-mantiq). Dasar-
dasar penalaran (ushul al-Nazhari) dan ilmu debat atau diskusi (adab
al-jadal). Ketiga pelajaran diatas tidak dapat dipisahkan, namun
sebagai dasarnya adalah ilmu logika. Namun Muhammad Abduh tidak
menjelaskan apa tujuan diajarkannya ilmu tersebut. Menurut Thaib abd
al-Mu’in, tujuan pelajaran logika adalah untuk melatih akal dengan
bermacam-macam latihan dan mengadakan pembahasan suatu masalah
dengan berbagai metode berfikir.
Dengan demikian, pada tingkat menengah ini Muhammad Abduh
telah memulai mengarahkan pendidikan islam ke arah pendidikan akal,
yaitu melatih anak didik atau membekali mereka dengan ilmu-ilmu
yang mengajak kepada berfikir kritis, dengan begitu, maka sikap taqlid
yang sudah menyebar tidak akan merembes kepada anak didik sebagai
generasi muda.
Sedangkan pada kurikulum pendidikan tinggi, Muhammad Abduh
menawarkan materi-materi tafsir al-Quran al-Karim, hadits, bahasa
8
arab, ushul fiqh, pelajaran akhlak, sejarah islam,Retorika dan dasar-
dasar diskusi, dan Ilmu Kalam.
Muhammad Abduh mengatakan, di dalam al-Quran terdapat
rahasia kesuksesan umat islam terdahulu oleh karena itu agar umat
islam sekarang bisa sukses, mereka harus mempelajari secara
mendalam tentang al-Qur’an al-Karim beserta metode penafsirnya,
serta ilmu-ilmu alat lain. Sedangkan dalam pelajaran hadits,
Muhammad Abduh lebih menitik beratkan pembahasan tentang hadits
shahih dan hadits Da’if. Barangkali diajarkannya materi ini agar
mahasiswa tahu mana hadits yang shahih dan mana hadits yang da’if.
Dengan mengetahui hal tersebut, mahasiswa yang akan menjadi guru
nantinya bisa menafsirkan al-Qur’an dengan benar sesuai dengan
tuntunan hadits yang benar pula. Disamping itu mereka juga akan
mampu memberikan keputusan-keputusan hukum serta petunjuk-
petunjuk agama kepada murid-muridnya dan masyarakat sesuai dengan
tuntutan agama.
Bahasa arab yang di tawarkan Muhammad abduh meliputi nahwu,
sarf, ma’ani, badi’bayan, Sejarah jahili. Hal ini di maksudkan karena
al-Qur’an dan hadits sebagai sumber dasar ajaran islam disampaikan
dalam bahasa arab dengan uslub dan gaya bahasa yang tinggi. Untuk
mengerti bahasa alQur’an orang harus tahu bahasa arab secara baik,
baik dari segi tata bahasa, gaya bahasa sastra dan lain sebagainya.
Untuk pelajaran usul al-fiqh, Muhammad abduh menyarankan agar
menbaca kitab al-mufaqat karangan asy-syatibi.
Kitab al-muwajaqat adalah kitab usul yang banyak membahas
tentang masalah muqasit al-syariah (darwiyat, hajjiyat dan tahsiniyat).
Dalam membberikan suatu keputusan hukum asy-syattibi lebih banyak
memakai teori almasalih al-mursalah (melihat kepada kepentingan
masyarakat). Al-Syathibi dalam menetapkan sesuatu hukum selalu
merujuk kepada al-Qur’an dan hadits serta melihat kepada kebutuhan
manusia yang mengalami perobahan sepanjang zaman.
9
c). Mempebarui metode mengajar
Muhammad abduh ingin menerapkan metode baru, yaitu metode
yang dipergunakan oleh pamannya syeikh darwisy dan gurunya
jamaluddin al-Afgani, yaitu metode pemahaman konsep, yaitu
mengajar dengan cara menjelaskan maksud teks buku yang di baca.
Sehingga sehingga anak didik memahami maksud apa yang
dipelajarinya dan tidak merasa bosan untuk belajar, dan metode tanya
jawab antara murid dengan guru tentang sesuatu pelajaran yang belum
di mengerti oleh peserta didik, sehingga mereka merasa puas dan bisa
memahami yang ia baca.
Menurut Muhammad abduh, bahwa langkah yang di tempuh
jamaluddin al-afghani dalam mengajar adalah mula-mula ia
menjelaskan suatu masalah sampai jelas dan dapat dipahami oleh anak
didik, kemudian dipraktekkannya dengan benar pula tata caranya
sehingga memuaskan mereka. jadi cara mengajar Jamaludin Al-
Afgani lebih diarahkan kepada pembahasan isi kitab. Yaitu : metode
pemahaman konsep, sebagaimana juga dipraktekkan oleh syekh
darwisy.11
Selain memakai metode tersebut diatas ia juga menggembangkan
metode latihan dan pengalaman, metode keteladanan dan cerita.
Karena menurutnya anak didik perlu dilatih untuk beribadah, bahwa
perlu guru harus memperagakannya di depan kelas sebagai contoh
pelaksanaan ibadah sholat. Disamping menggalakkan metode
keteladanan, dalam upaya penanaman nilai-nilai moral pada guru agar
perbuatan mereka dapat dijadikan panutan bagi anak didik. Oleh
karena itu Muhammad Abduh memberikan criteria yang ketat dalam
pemilihan kepala sekolah dan guru. Mereka harus orang yang
melaksanakan ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam hubungannya dengan allah maupun sesama mahluk. Untuk
11
Ramayulis,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : Kalam Mulia,2011),Hal.192.
10
mendukung metode tersebut diatas dipadukannya dengan metode
cerita yaitu dengan memberikan materi sejarah tentang kisah-kisah
perjalanan dan perjuanga nabi, sahabat, tabi’in dan ulama-ulama
terdahulu. Metode ini bertujuan membangkitkan semangat untuk
memberikan dorongan psikologis kepada peserta didik.
Pemikiran Muhammad Abduh nampaknya di dasari oleh dua hal,
yang pertama, ia melihat peran agama yang sangat perlu bagi
kehidupan manusia. Kedua, ia juga melihat perlunya memanfaatkan
dan mengasimilasikan bagian yang terbaik dari pengetahuan barat.
Sebab, sebagai dikemukakan, islam sesuai dengan akal dan islam
tidak bertentangan dengan kemajuan. Wahyu tidak membawa hal-hal
yang bertentangan dengan pendapat akal.
Pendapat Muhammad abduh tersebut di Mesir sendiri mendapat
sambutan sejumlah tokoh pembaharu. Murid-muridnya seperti
Muhammad Rasyid Ridha meneruskan gagasan tersebut melalui
majalah Al-Manar dan Tafsir al-Manar. Kemudian Kasim Amin
dengan bukunya Tahrir al-Manar, Kemudian Kasim Amin dengan
bukunya Tahrair al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan buku Dairat Syekh
Thahthawi Jauhari melalui karangannya al-Taj al-Marshuh bi al-
Jawahir al-Qur’an wa al-Ulum .Demikian pula selanjutnya seperti
Husein Haykal,Abbas Mahmud ak Akkad, ibrohim A. Kadir al-Mazin,
Mustafa Abdal-Raziq,dan sa’ad Zaglul,bapak kemerdekaan mesir.
Karangan Muhammad Abdul sendiri banyak diterjemahkan ke dalam
bahasa Urdu, bahasa Turki dan bahasa Indonesia.
Pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai
awal abad ke 20. Pemikiran Muhammad Abduh yang disebarluaskan
melalui tulisannya dimajalah Al-Malah dan al-Urwat al-Wusqa
menjadi rujukan para tokoh pembaruan dalam dunia Isam, hingga
diberbagai negara Isam muncul gagasan mendirikan sekolah-sekolah
dengan menggunakan kurikulum seperti yang dirintis Abduh.
c). Tafsir
11
Muhammad Abduh adalah seorang musafir Qur’an yang
berpengetahuan luas dan mempunyai pandangan dinamis dan rasional.
Dalam bidang tafsir, otoritas Muhammad Abduh tidak diragukan lagi
bagi Abduh, tafsir mampu membuat orang mengerti dan memahami
maksud dari ayat-ayat suci Al-qur’an.12
12
Didin Saefuddin,Pemikiran Modern dan Postmodern Islam,(Jakarta:PT Grasindo,
2003).hal.34.
12
bukan berarti bahwa wanita dapat dipaksa, wanita dan pria punya fungsi
komplementer. Wanita untuk pria dan pria untuk wanita, seperti halnya
organ tubuh, pria adalah kepalanya dan wanita adalah badannya.
Muhammad Abduh berpendapat, jika wanita mempunyai kualitas
memimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tidak
berlaku lagi. Muhammad Abduh juga termasuk pendukung monogami,
menurutnya praktik poligami yang ada di awal Islam itu, tidak boleh ada
lagi di dunia modern ini, karena itu poligami harus dilarang,sebab
poligami menjadi sumber kemelaratan wanita dan anak-anak, serta
perkawinan seakan-akan mengikat mereka dalam derita dan
kesengsaraan.13 Nabi dan para sahabat itu sangat adil, namun hal ini
mustahil bagi manusia lainnya. Kendati syari’at membolehkan beristeri
empat, jika memang mampu dan bisa berlaku adil, namun dalam analisis
akhirnya, mustahil manusia bisa berlaku adil. Jika seseorang benar-benar
memahami betapa sulitnya berlaku sama, maka dia akan sadar bahwa
mustahil untuk beristeri lebih dari satu. Sementara itu, dia juga
berpendapat bahwa keputusan cerai harus dilepaskan dari otoritas suami,
dan menempatkannya di bawah yurisdiksi dan kepakaran qadhi. Dia
bahkan merumuskan hukum yang memberikan kepada wanita hak untuk
minta cerai karena kondisi tertentu, seperti suami tak bertanggung jawab
terhadap isteri, perlakuan kasar atau kata-kata yang tak pantas, atau jika
terus menerus bertikai yang tidak mungkin ada penyelesaiannya.
13
A. Mukti Ali,Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tenggah,(Jakarta:Djambatan1995).hal.323.
13
2. Faktor kebudayaan, berupa ilmu yang diperolehnya Selma belajar di
sekolah-sekolah formal dari Jamaluddin al-Afgani, serta pengalaman
yang ditimbanya dari barat.14
3. Faktor politik, yang bersumber dari situasi politik dimasanya, sejak ia
hidup dalam lingkungan keluarga Mahallat Nash. Dari kezaliman yang
dilakukan oleh para pegawai di masa pemerintahan Muhammad Ali
sampai kepada gejolak-gejolak politik di Mesir disebabkan oleh sistem
pemerintahan yang absolute, politik reasialisme dan campur tanggan
asing di negeri Mesir.15
Ketiga faktor tersebutlah antara lain yang tampaknya yang
melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammad Abduh dalam
berbagai bidang, teologi,syariah,pendidikan,sosial.
14
7. Islam adalah agama kasih sayang, persahabatan, dan mawaddah
kepada orang yang berbeda dokrinnya.
1. Kurikulum Al-Azhar
Kurikulum perguruan tinggi Al-Azhar disesuaikannya dengan
kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini ia memasukkan ilmu
filsafat, logika dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum Al-
17
Jalaluddin,Op.Cit., hal.206.
15
Azhar. Upaya ini dilakukan agar out putnya dapat menjadi ulama
modern.18
a) Membaca
b) Menulis
18
Ibid.,hal.249.
19
Jalaluddin,Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta : kalam mulia, 2011).hal.204.
20
Ramayulis,Op.Cit.hal.190
16
d) Pelajaran agama dengan bahan-bahan : akidah menurut versi Ahl al-
Sunnah, serta fikih dan akhlaq yang berkaitan dengan hal dan hara,
perbuatan-perbuatan bid’ah serta bahayanya dalam masyarakat. Pelajaran
akhlak mencakup perbuatan dan sifat-sifat yang baik dan buruk.
21
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana, 2008), hal. 174-175
22
Ibid.
23
Aljam`iyatul washliyah,Inovasi Pendidikan Islam Muhamad
Abduh,http://kabarwashliyah.com/2013/03/31/inovasi-pendidikan-islam-muhammad-
abduh/#sthash.XQgmR9H2.dpuf diakses pada ,13:31 6 juni 14.
17
Adapun kurikulum yang dimaksud untuk tingkat menengah :
c) Fikih dan akhlak. Pada tingkat ini pelajaran fikih dan akhlak hanya
memperluas bahan yang diberikan pada tingkat dasar. Pelajaran lebih
ditekakan pada sebab, kegunaan dan pengaruh, terutama dalam mmasalah
akhlak. Misalnya kegunaan berakhlak baik dan pengaruhnya dalam
kehidupan bermasyarakat. Pelajaran fikih lebih ditekankan pada hukum-
hukum agama dan kegunaannya dalam kehidupan bermasyarakat. Semua
pelajaran tersebut diberikan dengan landasan dalil-dalil yang shahih dan
praktek dari masa al-salaf al-shahih dengan landasan dalil-dalil yang
shahih dan praktek dari masa al-salaf al-shahih.
d) Sejarah Islam, yang menyan gkut dengan sejarah Nabi, sahabat dan
penaklukan-penaklukan yang terjadi dalam beberapa abad sampai pada
penaklukan pada masa kerajaan Usmaniah. Semua penaklukan tersebut,
menurut Muhammad Abduh, dipandang dari aspek agama, sekiranya pun
motif politik dikemukakan juga, tetapi motif politik dibelakang motif
agama.
18
d) Retorika dan dasar-dasar berdiskusi
19
SIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Aida Ritonga, Asnil.2008. Pendidikan Islam Dalam Buaian Arus Sejarah, Bandung:
Citapustaka Media Perintis.
Ali,A. Mukti.1995. Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tenggah,Jakarta:Djambatan.
Aljam`iyatul washliyah.Inovasi Pendidikan Islam Muhamad Abduh,http://
kabarwashliyah.com/2013/03/31/inovasi-pendidikan-islam-muhammad-
abduh/#sthash.XQgmR9H2.dpuf.
Islam,Jakarta:PT.RajaGranfindo Persada.
Bintang.
21