Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam


Muhammad Athiyah Al-Abrasy

Dosen Pengampu
Hatmiah , S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 10

Ahmad Arpan NIM : 20010102


Ahmad Fauzan Maulana NIM : 20010105
Asikin NIM : 20010107

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

SYEKH MUHAMMAD NAFIS

TABALONG

2022
KATA PENGANTAR
‫بسمميحرلا نمحرلا هللا‬
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Berkat ridho, inayah, dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Shalawat dan salam selalu kami haturkan beserta junjungan nabi Muhammad
SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan kerabat beliau hingga akhir zaman.
Penulisan makalah yang berjudul “Athiyah Al-Abrasyi”bertujuan untuk membuka
cakrawala berpikir mahasiswa untuk menelaah berbagai konsep pemikiran-
pemikiran pendidikan Islam terdahulu serta relevansinya dengan pendidikan masa
kini.

Didalam penulisan ini kami sangat berterima kasih kepada dosen


pengampu kami Hatmiah ,S.Pd., M.Pd. yang memberikan pengarahan didalam
membuat makalah ini serta tak lupa pula kami juga berterima kasih kepada kedua
orang tua yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan baik materil dan moril
sehingga kami dapat mengenyam pendidikan perguruan tinggi sekaligus juga
kepada keluarga, sahabat, dan kerabat dan seluruh teman-teman yang selalu
memberikan semangat sehingga makalah ini dapat terlaksana. Apabila didalam
penulisan dan penyampaian terdapat kesalahan dimohon memakluminya karena
kami juga manusia yang tidak salah dan khilaf. Kami memohon saran dan kritik
yang membangun agar kedepannya lebih konsisten lagi dalam pembuatan
makalah.

Tanjung, 03 Juni 2022


Disusun

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3

A. Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi ...................................... 3


B. Pemikiran-Pemikiran M.AthiyahTentang Pendidikan .................... 4

BAB III PENUTUP ................................................................................... 14

A. Kesimpulan ..................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pendidikan islam dimulai sejak nabi Muhammad
berdakwah sampai dengan masa kejayaan umat islam abad IV H, sebagaimana
yang telah dibahas didalam sejarah pendidikan agama islam akan tetapi hanya
sedikit menyinggung tentang pemikiran-pemikiran, perlu untuk kita semua
ketahui bahwa penulisan tentang perkembangan pendidikan dan
pemikirannya baru dimulai ketika islam mulai berkembang pesat tepatnya
pada abad XX. Salah satu tokoh yang mengemukakan dan menghimpun
berbagai pemikiran tokoh-tokoh pemikir terdahulu, yaitu Athiyah Al-Abrasyi,
ia mempunyai pandangan bahwa metode pendidikan serta kurikulum yang
telah dipakai oleh para pendahulunya telah mampu melahirkan ulama-ulama
dan sarjana-sarjana yang masyhur dikenal didunia, seperti Ibnu Sina, Al-
Farabi, Ibnu Khaldun dan masih banyak lagi yang semasa dengannya.
Kemunculan tokoh-tokoh pembaru pendidikan islam dimulai abad XX,
salah satunya Athiyah Al-Abrasyi, seorang tokoh yang namanya jarang
disebut-sebut didalam buku-buku pelajaran, tak disangka beliau juga seorang
tokoh pembaru pendidikan dimasa lampau, dan hampir sebagian besar
pemikirannya diimplemetasikan dalam dunia pendidikan saat ini. makalah ini
akan membahas tentang biografi singkat Athiyah Al-Abrasyi hingga
pemikiran-pemikirannya didalam dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi ?
2. Bagaimana pemikiran Athiyah mengenai pendidikan islam ?

1
2

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perjalanan hidup M. Athiyah Al-Abrasyi
2. Untuk mengetahui dan memahami sudut pandang Athiyah akan konsep
pendidikan islam yang ideal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasyi


Athiyah Al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada
masa pemerintahan Abdul Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-
1970 M. Beliau adalah seorang intelektual muslim yang telah lama
berkecimpung dalam dunia pendidikan khususnya di Mesir yang disebut-sebut
sebagai salah satu pusat peradaban dan ilmu pengetahuan Islam. Al Abrasyi
telah banyak memberikan sumbangsih terhadap kemajuan peradaban Islam,
baik dalam bidang pendidikan maupun non pendidikan. Sebagai salah satu
dari sekian banyak ilmuwan muslim yang sangat concern dalam
pengembangan keilmuan, beliau disebut-sebut produktif dalam mencetuskan
berbagai ide-ide kreatif, dalam konteks ini Al-Abrasyi banyak menawarkan
gagasan menuju pada perbaikan pendidikan Islam, dengan menggunakan
perangkat fondasi nilai- nilai Al-Qur‟an dan al- Hadits dalam pemikirannya.
jabatan terakhirny sebagai guru besar di Dar al-Ulum Mesir. Al-Abrasyi
menguasai beberapa bahasa di samping bahasa Arab, seperti bahasa Inggris,
Ibrani dan Suryani.1 Abu Zahroh mengatakan: Ia telah menghabiskan seluruh
umurnya untuk menuntut ilmu. Semenjak mempelajari tentang ke-islaman
pada tingkat madrasah, sampai Dar al Ulum di Mesir, dan kemudian
dilanjutkan ke Inggris untuk mendalami ilmu jiwa dan pendidikan. Walau
demikian ia kembali ke Mesir tetap sebagai muslim yang baik, tidak mudah
terpengaruh dengan budaya asing, tidak rusak imannya sebagaimana yang
dialami oleh sebagian ilmuwan yang belajar ke luar negeri (AlHabsyi, 1969:
390).2

1
Ahmad Falah, “PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT M.ATHIYAH AL-
ABRASYI DALAM KITAB AT-TARBIYAH AL-ISLAMIYYAH WA FALASIFATUHA”, Edukasia:
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Vol. 10, No. 1, Februari 2015, h.44.
2
Imam Anas Hadi, “ANALISIS KRITIS PEMIKIRAN PENDIDIKAN PROGRESIF
MUHAMMAD „ATHIYAH AL-ABRASYI (Perspektif Filsafat Pendidikan Islam), Jurnal
Inspirasi Vol. 1, No. 3, Juni 2018, h. 259.

3
4

Pemikiran-pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi secara eksplisit


dijelaskan didalam kitab Al Tarbiyah Al- Islamiyyah Wa Falaasifatuha
sekaligus juga memuat prinsip-prinsip pemikiran system pendidikan Islam
yang bisa dijadikan pedoman bagi lembaga-lembaga pendidikan. Pemikiran-
pemikiran Al-Abrasy tentang pendidikan banyak dilhami oleh pemikir-
pemikir terdahulunya seperti, Imam Al-Ghazali, Ibnu Kholdun, dan tokoh-
tokoh lain semasanya sehingga pemikiran yang beliau kemukakan tidak jauh
berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh tokoh-tokoh pemikir
terdahulunya.
Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam bidang pendidikan dan
non pendidikan yang tertuang dalam beberapa karya-karya yaitu, Ruh Al-
Islam, Adlmat Al- Islam juz I-II, Admat Al-Rasul Muhammad SAW, Al-Tarbiya
Al-Islamiyyah wa falaasifatuha, Ruh Al- Tarbiyah wa At- ta’lim, Al- Ijtihad
Al- Hadits fi Al- Tarbiyah, Al- Thuruq Al- Khoshos fi Al-Tarbiyah wa Al- Din,
Al- Thufulah Shani’at Al- Mustaqbal aw kaifa nurabbi athfalana, Al- Ilm syiar
Al- Tsaurat Al-Tsaqofiyah, Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi, Ushul Al-Tarbiyah wa
qawa dal tadris, Alm Al-Nafs Al-Tarbawi, Lughoh Al- arabiah wa kaifa
nanhadlu biha, Al- Tarbiyah Wa Al- Hayat, Ilm Al-nafs lil jami’, Misykat Al-
Talim Al-Ula bil mishr, Min wahyi al-Tsaurah, dan Al- Fashifi lughot Al-
Swyansyah wa adabiha.3

B. Pemikiran-Pemikiran M. Athiyah Tentang Pendidikan


Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan kependidikan pada
masa klasik Islam telah membawa Islam sebagai jembatan pengembangan
keilmuan dari keilmuan klasik ke keilmuan modern. Akan tetapi generasi umat
Islam seterusnyan tidak mewarisi semangat ilmiah yang dimiliki para
pendahulunya. Akibatnya prestasi yang diraih berpindah tangan ke Barat,
karena ternyata mereka mau mempelajari dan meniru tradisi keilmuan yang
dimiliki umat Islam masa klasik dan mampu mengembangkannya lebih lanjut.

3
Ahmad Kawakib, “TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (Studi Perbandingan dalam Kitab
Al Tarbiyah Wa Falaasifatuha dan Adab Alim Wa al-Muta’alim), tt,td, h. 21.
5

Kesadaran terhadap kemunduran keilmuan dunia Islam sebenarnya telah


cukup lama tumbuh di kalangan umat Islam. Akan tetapi program kebangkitan
kembali tersebut seolah masih berada pada tarap keinginan. Oleh karena itu
pendidikan masih berada pada kondisi yang memprihatinkan. Oleh karena itu
upaya untuk menggairahkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam masih
terus dilakukan. Dalam kaitan itulah pemikiran pendidikan Islam sangatlah
bermanfaat.
Pendapat M. Ahiyah al-Abrasyi tentang pendidikan Islam banyak
dipengaruhi oleh dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, pemikiran serta
pendidik musliam sebelumnya, yang ditelusurinya dengan baik terutama
pemahaman secara flosifs. Athiyah cenderung menjadikan Ibnu sina, Imam al-
Ghazali dan Ibnu Khaldun sebagai narasumber. Menurutnya pendidikan Islam
memang mengutamakan pendidikan akhlak yang merupakan ruhnya, tetapi
tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seorang unrtuk hidup, mencari
rizki dan tidak pula melupakan pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-
cita, keterampilan tangan, lidah dan kepribadian (Al Abrasyi, 1974:
25).4
a. Konsep Dasar Pendidikan Islam
Muhammad „Athiyah Al-Abrasyi dalam kitab At-Tarbiyah Al-Islamiyah
wa Falsafatuha menyebutkan ada beberapa dasar-dasar pokok pendidikan
Islam (Al-Habsyi, 2003: 191-198). Masing-masing dasar itu adalah:
Pertama, tidak ada pembatasan umur untuk mulai belajar, Tidak ada
batasan umur dalam memulai pembelajaran anak, pernyataan ini
menunjukkan bahwaanak-anak tidak dibatasi oleh usia dalam
pembelajaran, ini berarti bahwa anakanak dalam memperoleh pendidikan
dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja (Anwar dan Ahmad, 2004:
2) .
Kedua, tidak ada batasan lamanya anak belajar di sekolah. Muhammad
„Athiyah Al-Abrasyi mengatakan tidak ada batasan usia lamanya anak
belajar di sekolah-sekolah, maka anak-anak itu dikirim ke tempat-tempat

4
Ahmad Falah, Op.cit, h.50.
6

belajar untuk belajar membaca dan menulis, kemudian dilanjutkan dengan


hafalan surat-surat pendek dari al-Qur‟an (Al-Abrasyi, 1976: 192).
Ketiga, berbedanya cara yang digunakan dalam memberikan pelajaran.
Maksudnya, metode yang digunakan harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi siswa dalam proses pembelajaran. Karena daya tangkap usia anak
dan usia yang lebih dewasa berbeda. Metode ini sangat penting, karena
metode ini metode komunikasi antara guru dengan murid waktu belajar,
yang terjadi melalui panca indera (Hidayah & Sugiarto, 2002:7).
Kelima, menggunakan contoh-contoh yang dapat dicapai dengan panca
indera untuk mendekatkan pengertian pada anak-anak. Ahli pendidikan
menghimbau agar pendidikan itu disampaikan dengan menjelajahi apa-apa
yang dapat diraba sampai pada apa yang dapat diperkirakan. Penjelajahan
yang dapat diraba sampai pada apa-apa yang dapat diperkirakan anak dari
apa yang diberikan oleh pendidik ini berupa penggunaan media baik yang
berupa media grafis, media tiga dimensi, media proyeksi dan penggunaan
(Haryono, 2000: 237-238).
Keenam, memperhatikan pembawaan anak dalam beberapa mata pelajaran
sehingga mereka dapat mudah dan dapat mengerti. Para orang tua atau
pendidik yang memberikan pengarahan akan kesempatan akan
memperoleh pendidikan hendaknya memperhatikan kecenderungan yang
disukai anak atau pembawaan yang mendasari mana arah tujuan yang akan
ditekuni. Namun pembawaan ini sulit diamati, sehingga dapat
memperhatikan prestasi-prestasi bentuk watak dan tingkah laku individu
sajaah yang pada akhirnya dapat diambil kesimpulan tentang pembawaan
yang ada pada individu (Purwanto, 1995: 22).
Kedelapan, pengertian terhadap pembawaan insting anak-anak dalam
pemilihan bidang pekerjaan. Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak
dapat mengubah sifat pembawaan sehingga percuma malakukan
pendidikan, namun hal ini berbeda dengan aliram empirisme, yang menilai
manusia dapat dididik menjadi arah apa saja sesuai dengan lingkungannya.
Dan sebagai penengah dari kedua aliran tersebut yaitu aliran konvergensi
7

yang berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan dua-duanya


menentukan perkembangan manusia (Purwanto, 1995: 59-60).
Kesepuluh, mendidik perasaan, pemikiran adalah hasil dari perasaan dan
perasaan adalah induk dari pemikiran. Sedangkan tujuan dari pendidikan
perasaan ini adalah untuk mencapai makrifat. Menemukan hukum-hukum
yang kuat dan bisa memberi kekuatan untuk memperhatikan dan
menemukan pengetahuan. Di dalam watak manusia terdapat unsur yang
penting yaitu kehidupan perasaan, yang dapat ditanamkan dan
dikembangkan dalam bekerja sama dan dalam pergaulan sehari-hari
dengan anak-anak yang lain (Purwanto, 1995: 159).5
b. Tujuan pendidikan Islam
Manusia dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya mewariskan
berbagai nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan
demikian, masyarakatnya hidup terus. Tetapi bukan hanya itu fungsi
pendidikan, fungsi lain adalah mengembangkan potensi-potensi yang ada
pada individuindividu supaya dapat digunakan sendiri oleh masyarakat
untuk menghadapi tantangan-tantangan millenium yang berubah
(Langgulung, 1987: 305). Dalam kaitanya dalam tujuan pendidikan Islam,
Al-Abrasyi memberikan rumusan-rumusan sebagai berikut :
Pertama, Mencapai Akhlak Yang Sempurna. Tujuan pendidikan Islam
mempunyai tujuan pokok atau utama dan tujuan pendukung, dengan kata
lain mempunyai konsentrasi tertentu yang harus ditempuh dan dicapai
terlebih dahulu sebelum konsentrasi lainnya. Al-Abrasyi mengedepankan
pencapaian akhlak yang sempurna, sebagai tujuan pokok pendidikan Islam
(Al-Abrasyi, 1969: 9).
Kedua, memperhatikan agama dan dunia sekaligus. Tujuan pendidikan
Islam ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan mengandung
prinsip keseimbangan bukan hanya ber orientasi dan memikirkan dunia
saja atau akhirat saja (agama), melaikan bersama-sama memikirkan dunia
dan ahirat, tanpa memandang sebelah atau berat sebelah. ”Berkerjalah

5
Imam Anas Hadi,Op.cit, h.264-266 .
8

untuk dunia mu seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan


berbuatlah un tuk akhiratmu sekan-akan kamu akan mati besok” (Al-
Abrasyi, 1976: 10).
Ketiga, meperhatikan segi-segi manfaat (Al-Abrasyi, 1976: 10). Segi
manfaat atau prakmatis dijadikan tujuan dalam pendidikan Islam karena
hal itu berkaitan dengan tujuan-tujuan sebelumnya, seperti adanya ilmu
kedokteran yang berguna dan bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit,
untuk memperbaiki atau mendidik peserta didik.
Keempat, mempelajari ilmu untuk memdapat kan dzat itu sendiri (Arif,
2002: 58). Tema yang paling cocok untuk tujuan ini adalah untuk
memperoleh profesionalisme (teroritis). Hal ini dapat dilihat dalam
penjelasan beliau bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan ideal,
dimana ilmu diajarkan karena kelezatan-kelezatan ruhiyah, untuk dapat
sampai pada hakikatnya ilmiah dan akhlak yang terpuji. Setiap apa-apa
yang di tinggalkan oleh kaum muslimin dalam bentuk peninggalan-
peninggalan, ilmiah, sastra, agama, seni, maka akan mendapatkan suatu
dari yang maha besar dan tidak ada bandingannya di dunia ini.
Kelima, pendidikan kejuruan, pertukangan untuk mencari rizqi (Al-
Abrasyi, 1976: 11). Tujuan ini pernah disinggung oleh Ibnu Sina apabila
seorang anak sudah membaca al-Qur‟an, menghafal pokok-pokok bahasa
setelah itu ia baru mempelajari apa yang menjadi pilihannya dalam bidang
pekerjaan untuk itu haruslah diberi petunjuk serta dipersiapakan dalam
berkarya, praktik, dan berproduksi sehingga dia dapat bekerja (Al-Abrasyi,
1976: 25).6
c. Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam sistem
kependidikan. Pendidik yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan
yang telah ditentukan, bersama komponen yang lain yang terkait dan lebih
bersifat komplementatif. Mengajar adalah sangat mulia karena secara
naluriah orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang. Dan

6
Imam Anas Hadi,Op.cit, h.267-271.
9

ilmu pengetahuan itu sendiri adalah sangat mulia, maka mengajarkannya


adalah memberikan kemuliaan. Diantara prinsip-prinsip pendidikan Islam
yang mesti ada bagi masyarakat Islam yang paling mengagumkan adalah
pengagungan ilmu pengetahuan, pengagungan ulama dan guru-guru. Ilmu
adalah mulia, dan guru-guru adalah orangorang yang mulia bagi Islam.
Oleh karena itu, bagaimana menjadi guru dan murid sangat ikhlas
dalam pengajaran, penelitian dan bertekuan dalam kedua hal itu, sehingga
didapati banyak sekali diantar kaum muslimin yang pandai menjadi ulama,
sarjana, orang yang terpelajar. Namun demikian, kalau pengagungan itu
terlalu berlebihan, mungkin pula, membawa kepada berkurang dan
lemahnya jiwa kritis di kalangan mereka satu sama lain (Rosyadi, 2004:
174).
Seseorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu,
maka orang itulah yang dinamakan orang yang berjasa besar dalam dunia
ini. Orang tersebut bagaikan matahari yang menyinari orang lain dan
menerangi pula dirinya sendiri, ibarat minyak kasturi yang baunya
dinikmati orang lain dan sendiripun harum. Siapa yang bekerja di bidang
pendidikan, maka sesungguhnya memilih pekerjaan yang terhormat dan
yang sangat penting, maka hendaknya memelihara adab dan sopan santun
dalam tugasnya.
Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, seorang pendidik di
samping menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya pada murid, juga
harus memiliki sifat-sifat tertentu yang mulia. Dengan sifat ini diharapkan
semua yang diberikan oleh guru kepada para muridnya akan dapat
didengar dan dipatuhi, dan tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani
dengan baik. Ada tujuh sifat yang harus dimiliki oleh pendidik (guru).
Tujuh sifat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Seorang pendidik (guru) harus memiliki sifat zuhud, yaitu tidak
mengutamakan untuk mendapatkan materi dalam tugasnya, melainkan
mengharapkan keridhaan Allah semata-mata.zuhud yang dimaksud
adalah bukan tidak mau menerima imbalan materi. Menerima gaji itu
10

tidak bertentangan dengan maksud mencari keridhaan Allah dan zuhud


di dunia ini boleh, karena seorang alim atau sarjana betapapun zuhud
dan kesederhanaan hidupnya membutuhkan uang dan juga harta untuk
menutupi kebutuhan–kebutuhan hidupnya.
2) Seorang guru memiliki jiwa yang bersih dari sifat dan akhlak yang
buruk. Bahwa seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan
kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, pamer, dengki,
permusuhan dan sifat-sifat lain yang tercela menurut agama Islam.
3) Seorang guru harus ikhlas dalam melaksanakan tugasnya. Bahwa
keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam pekerjaannya merupakan
jalan terbaik kearah suksesnya dalam tuags dan sukses murid-
muridnya.Tergolong ikhlas adalah seorang yang ucapannya sesuai
dengan perbuatan, melakukan apa yang ia ucapkan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari.
4) Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya. Ia sanggup
menahan diri, menahan kemarahan , lapang hati, banyak sabardan
jangan pemarah, karena sebabsebab yang kecil. Seorang guru harus
pandai menyembunyikan kemarahannya, dan menampakkan
kesabaran, hormat, lemah lembut, kasih sayang dan tabah dalam
mencapai sesuatu keinginan.
5) Seorang guru harus dapat menempatkan dirinya sebagai seorang bapak
sebelum ia seorang guru. Dengan sifat ini seorang guru harus
mencintai murid-muridnya seperti cintanya pada anak-anaknya sendiri
dan memikirkan keadaan merekaseperti ia memikirkan anak-anaknya
sendiri. Tidak memaksa muridnya untuk mempelajari sesuatu yang
berada diluar kemampuannya dan belum dapat dipahaminya. Guru
harus memilih pelajaran mata pelajaran yang mudah dan
menyenangkan. Menyampaikan pelajaran setahap demi setahap,
sedikit, demi sedikit dan dari yang umum kepada yang khusus.
11

6) Seorang guru harus mengetahui bakat, tabiat dan watak muridnya.


Dengan pengetahuan seperti ini, maka seorang guru tidak akan salah
dalam mengarahkan anak muridnya.
7) Seorang guru juga harus menguasai bidang studi yang akan
diajarkannya. Seorang guru harus sanggup menguasai mata pelajaran
yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu,
sehingga tidak memuaskan.
Selanjutnya tentang konsep murid dalam Islam, al-Abrasyi
menegaskan bahwa murid-murid dalam menuntut ilmu pengetahuan
mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu pula seperti membersihkan
hatinya dari sifat-sifat tercela, bertekad dan berniat belajar untuk mencapai
keutamaan dan kemuliaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
bukan untuk mencapai kemegahan dan keriaan, rela meninggalkan
kampung halaman, berpisah dengan keluarga dan melakukan perjalanan
untuk mencari ilmu pengetahuan, menekuni suatu ilmu sampai selesai,
menghormati dan memuliakan guru, tidak menyulitkan guru,
menghabiskan waktu siang naupun malam untuk menuntut ilmu, dan terus
belajar sampai akhir hayat.7
d. Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan menurutAbrasyi (1975:165) membagi kurikulum
pendidikan Islam dalam dua bagian secara umum, yaitu:
1) Kurikulum tingkat pertama atau dasar
Materi kurikulum pada tingkat antara lain adalah:
a. Rencana pelajaran mengarah terutama pada bidang keagamaan.
Anak-anak belajar sendi-sendi bacaan, menulis, kemudian mulai
menghafalkan al-Qur‟an dan mengenal sendi-sendi agama Islam.
b. Masalah pendidikan akhlak dan moral sangat diperhatikan karena
akhlak adalah sebagai alat untuk dapat berkomunikasi dan

7
Nurdin, “METODE ACTIVE LEARNING DALAM PENDIDIKAN ISLAM (ANALISIS
PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDURRAHMAN AN-NAHLAWI DAN MUHAMMAD ATHIYAH
AL-ABRASYI”, Tesis, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2015, h.98-100.
12

berdialog dengan ramah, baik dengan dirinya maupun dengan alam


sekitar secara keseluruhan.
c. Segi praktis dan kegunaan di dalam membuat kurikulum, seperti
pelajaran syair, bahasa yang baik, berhitung, sejarah, berenang dan
memanah.
d. Seni yang diwarnai oleh nafas Islam akan menjadi komplementasi
bagi anak dalam pemikiran pendidikan Islam perkembangan
menuju kematangan.
Dari beberapa uraian tersebut mengenai kurikulum pendidikan
Islam pada tingkat pertama menunjukkan bahwa tidak terlalu memberi
beban yang melebihi batas kemampuan anak didik dalam berbagai
aspeknya, terutama yang ditekankan adalah masalah keagamaan dan
akhlak.

2) Kurikulum tingkat tinggi.


Kurikulum pendidikan Islam pada tingkat tinggi terbagi kepada dua
golongan, yaitu:
a. Kurikulum keagamaan
Kurikulum keagamaan yang diajarkan adalah mengetahui dan
memahami agama Islam, mengamalkan dan menyebarkannya,
materi-materi yang dikai antara lain yaitu hadis, tafsir, ilmu bahasa
Arab, sastra Arab, ilmu sejarah, memahami peradaban Arab, dan
mengetahui materi-materi sosial kemasyarakatan.
b. Kurikulum keilmuan (pengetahuan)
Kurikulum keilmuan (ilmu-ilmu pengetahuan) materimateri yang
diajarkan antara lain adalah ilmu hitung, ilmu jiwa, ilmu
kedokteran, ilmu filsafat, terjemah- ilmu-ilmu dari bahasa asing
misal dari bahasa Perancis, India, Eropa ke bahasa Arab, sastra,
mantiq, musik, karena bahasa Arab dan sastra adalah dua ilmu
13

yang sangat membantu anak didik untuk memahami tafsir Alquran,


hadits, dan fiqih Islam.8

8
Nurdin, Op.cit, h.102-103.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi merupakan tokoh intelektual yang hidup
dimasa an-Naseer tepatnya pada rentang tahun 1954-1970, beliau merupakan
tokoh yang sangat produktif didalam mengemukakan gagasannya tentang
pendidikan islam. Gagasan-gagasan yang dikemukakannya sejalan dengan
nash al-Qur‟an dan Hadist, keproduktifannya dalam mengemukakan berbagai
gagasan dilatar belakangi oleh kekagumannya dengan tokoh-tokoh
inspiratifnya, seperti Ibnu Khaldun, Imam Ghazali dan masih banyak lagi,
sehingga gagasan-gagasan yang dikemukakannya konsepnya tak berbeda jauh
dari tokoh-tokoh yang sangat menginspirasinya.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi diklasifikasikan
kedalam beberapa bagian diantaranya, konsep dasar pendidikan islam, tujuan
pendidikan islam, pendidik dan peserta didik, dan kurikulum. Konsep
pendidikan islam yang ditawarkan Athiyah menekankan bahwa pendidikan itu
hendaknya dilakukan seumur hidup bukan berhenti ketika tujuan hidup
seseorang telah tercapai. Tujuan hidup dengan tujuan pendidikan islam tidak
bisa disamakan karena tujuan hidup tiap-tiap individunya berbeda sedangkan
tujuan pendidikan islam ialah memudahkannya dalam menjalani kehidupan
sehari-harinya, dan sadar bahwa beribadah kepada-Nya merupakan tujuan
yang lebih utama. Untuk meraih berbagai tujuan, peserta didik memerlukan
seorang guru, guru yang baik menurut Athiyah ialah guru yang bisa
memposisikannya sebagai orang tua sehingga lebih mudah dalam mendidik
peserta didiknya. Didalam mendidik guru membutuhkan kurikulum supaya
pembelajarannya terarah, menurut Athiyah kurikulum terbagi menjadi dua,
yaitu Kurikulum tingkat dasar dan kurikulum tingkat atas, kurikulum tingkat
dasar, pembelajarannya disesuaikan dengan daya tangkap siswa, sedangkan
kurikulum tingkat tinggi peserta didik diberi kebebasan dalam memilih
pengetahuan apa yang ingin didalami dan dikuasainya.

14
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat
dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam
pembahasannya. Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritikannya
yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah
selanjutnya dapat lebih sempurna.

15
DAFTAR PUSTAKA

Falah, Ahmad. “PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT M.ATHIYAH AL-


ABRASYI DALAM KITAB AT-TARBIYAH AL-ISLAMIYYAH WA
FALASIFATUHA”. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Vol. 10,
No. 1, Februari (2015).

Anas Hadi, Imam. “ANALISIS KRITIS PEMIKIRAN PENDIDIKAN


PROGRESIF MUHAMMAD „ATHIYAH AL-ABRASYI (Perspektif
Filsafat Pendidikan Islam). Jurnal Inspirasi Vol. 1, No. 3, Juni (2018).

Kawakib, Ahmad. “TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (Studi Perbandingan dalam


Kitab Al Tarbiyah Wa Falaasifatuha dan Adab Alim Wa al-Muta’alim).
tt,td.

Nurdin. “METODE ACTIVE LEARNING DALAM PENDIDIKAN ISLAM


(ANALISIS PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDURRAHMAN AN-
NAHLAWI DAN MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASYI”. Tesis, Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai