Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU MISKAWAIH”

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah filsafat pendidikan islam

Yang diampu Oleh

Bapak, Dr. Edi Susanto, M.Fil.l

Disusun Oleh:

Samsul Arifin (21381031069)

Shinta Nuriya (21381032033)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

FAKULTAS TARBIYAH

OKTOBER 2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,segala puji dan rasa syukur senantiasa kami panjatkan


kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
IBNU MISKAWAIH” dengan tepat waktu.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Edy susanto, M.Fil.I


selaku Dosen Mata Kuliah Filsafat pendidikan islam. Terimakasih kepada semua
teman teman dan pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini tanpa
kalian kami bukanlah apa- apa.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pamekasan,04 Oktober 2022

TTD

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................

A. latar Belakang........................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................

C. Tujuan....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................

A. Biografi Ibnu maskawaih....................................................................

B. Pemikiran Ibnu Miskawaih.................................................................

C.Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih ................................

BAB III PENUTUP................................................................................................

A. Kesimpulan .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. latar belakang

Di masa silam, masa kini dan masa yang akan datang kedudukan
pendidikan akan tetap berada pada posisi penting, karena pendidikan dapat
diandalkan sebagai alat untuk memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan
manusia, baik secara individu maupun dalam bermasyarakat. Apalagi di era global
yang penuh dengan persaingan,tingginya kadar ketidakpastian, dan semakin
Adirasakannya keterbatasan akan mendorong setiap orang untuk semakin berhati-
hati dalam berpikir dan bertindak dalam berbagai urusan, khususnya dalam bidang
pendidikan yang menuntut kecermatan dalam perencanaan,kesungguhan dalam
pelaksanaan, ketepatan dalam memilih metode, dan kejelian dalam evaluasi, agar
upaya mencapai tujuan berjalan dengan baik.Oleh karena itu, memahami filsafat
pendidikan Islam menjadi penting.

Allah SWT memberikan salah satu yang istimewa yaitu akal. Sudah jelas,
sifat akal bagi manusia adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu termasuk
dirinya sendiri.Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawah sejak lahir
karena manusia ketika dilahirkan belum mengetahui apa-apa. Dua sumber
pengetahuan yang di peroleh manusia, yaitu pengetahuan yang di peroleh melalui
wahyu dan pengetahuan yang di peroleh melalui panca indra.
Sama halnya dengan Ibnu Miskawaih seorang anak yang tumbuh
berkembang seperti manusia umumnya, yang selalu mencari kebe naran baik
melalui penelitian, pelatihan untuk mendapatkan berbagai pengalaman dan dari
cara interaksi ia Berinspirasi untuk mengkaji lebih dalam tentang segala sesuatu
yang berlaku tentang kehidupan manusia, baik menyangkut kehidupan manusia
dan alam sekitar nya. Sehingga dalam berbagai literaturnya ia juga menulis
tentang kajian.
kedokteran, Sejarah, Bahasa dll. Sehingga Ibnu Miskawaih tumbuh
menjadi seorang filosof Muslim yang termaktub dalam sejarah Islam. Ia juga

1
memiliki tempat dalam sejarah pemikiran Islam. Ibnu Miskawaih hidup ditengah
situasi masyarakat yang memprihatinkan, kehidupan lingkungan nya yang di
warnai praktek praktek amoral seperti perzinahan, perjudian,pemerkosaan, dll.
Keadaan ini menjadi alasan kenapa Ibnu Miskawaih ingin berkonsentrasi
mengkaji ilmu yang menyangkut etika atau moral manusia karena dengan adanya
moral yang baik akan tercipta suasana masyarakat yang damai sejahtera.

B. Rumusan masalah

1. Apa biografi Ibnu Miskawaih?


2. Bagaimana Pemikiran Ibnu Miskawaih?
3. Bagaimana Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih?
C. Tujuan Masalah
1 .Untuk mengetahui biografi Ibnu Miskawaih
2. Untuk mengetahui Pemikiran Ibnu Miskawaih
3. Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Miskawaih

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Maskawaih


Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Khozim Ahmad ibn
Muhammad bin Yakub bin Miskawaih, dikenal dengan Ibnu
Miskawaih, atau ada yang menyebut Ibnu Maskawaih atau
Miskawaih saja.
Nama itu diambil dari nama kakeknya yang semula
beragama Majusi (Persi) kemudian masuk Islam. Gelarnya adalah
Abu Ali, sehingga tidak heran jika ada orang yang mengatakan
bahwa Miskawaih adalah tergolong penganut aliran Syi'ah. Gelar
lain yang juga sering disebutkan adalah Al-Knazain, yang berarti
Bendaharawan, karena pada masa kekuasaan 'Adhuhd Ad-Baulah
dari Bani Buwaih ia memperoleh kepercayaan sebagai bendahara.
Miskawaih dilahirkan di Ray (sekarang Teheran), mengenai
tahun kelahirannya ada perbedan pendapat dari para penulis. Ada
yang menyebutkan tahun 320 H/932 M (Yaitu Margoliouth), ada
lagi yang menyebutkan tahun 325 H (seperti Abdul Aziz Izzat).
Sedangkan wafatnya adalah pada tanggal 9 Shafar 421 H yang
bertepatan dengan tanggal 16 Pebruari 1032 M.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa Miskawaih dengan
prestasinya yang baik telah memperoleh kepercayaan dari 'Adhud
Al-Baulah adalah penguasa Islam yang mula-mula menggunakan
gelar Syahinsah yang berarti Maharaja, yaitu gelar yang digunakan
oleh raja-raja Persi kuno. Beliau juga amat besar perhatiannya
kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan kesusastraan,
sehingga tidak heran kalau Miskawaih kemudian muncul sebagai
seorang filosof, tabib, ilmuwan dan pujangga.
Dari segi latar belakang pendidikanya tidak dijumpai data
sejarah yang rinci. Namun dijumpai keterangan, bahwa ia

3
mempelajari sejarah dari Abu Bakar Ahmad Ibn Kamil al-Qadhi,
mempelajari filsafat dari Ibn al-Akhmar, dan mempelajari kimia
dari Abu Tayyib. Karena keahliannya dalam berbagai ilmu, Iqbal
mengelompokkanya sebagai orang pemikir, moralis, dan sejarawan
parsi paling terkenal .1
Dalam bidang pekerjaan Ibn Miskawaih adalah
bendaharawan, sekretaris, pustakawan, dan pendidik anak para
pemuka dinasti Buwahi. Selain akrab dengan penguasa, juga
banyak bergaul dengan ilmuan seperti Abu Hayyan at-Tauhidi,
Yahya ‘Adi dan Ibn Sina. Selain itu Ibn Misakawaih juga dikenal
sebagai sejarwan besar yang kemasyhurannya melebihi para
pendahuluanya, at-Thabari (w. 310 H./ 923 M.)selanjutnya juga ia
dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa.
Keahlian Ibn Miskawaih dalam berbagai bidang ilmu
tersebut antara lain dibuktikan dengan karya tulisannya berupa
buku dan artikel. Ibnu Miskawaih seorang yang tekun dalam
melakukan percobaan-percobaan untuk mendapatkan ilmu-ilmu
baru. Selain itu, beliau dipercayakan oleh penguasa untuk
mempelajari dan mendidik anak-anak pejabat pemerintah, hal ini
tentu menunjukkan bahwa Ibn Miskawaih dikenal keilmuan oleh
masyarakat luas ketika itu.2
Ibn Miskawaih juga digelari guru ketiga (al-Mualimin
atTsalits) setelah al-Farabi yang digelari guru kedua (al-Mualimin
alTsani) sedangkan yang dianggap guru pertama (al-Mualimin al-
Awwal) adalah Aristoteles. Sebagai bapak etika dalam kitabnya
Tahdzib al-Akhlak wa Tathir al-A’raq (pendidikan budi dan
pembersihan akhlak).

1
.Abuddun Natta, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2003), hal.5

2
Muhammad Yusuf, Falsafah al-Akhlaq fi al-Islam, (Kairo, Muassasat alKhaniji 1963), hal. 54

4
Sementara itu sumber filsafat etika Ibn Miskawaih berasal
dari filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran syariat Islam, dan
pengalaman pribadi. Ibn Miskawaih adalah seorang teoritas dalam
hal-hal akhlaq artinya ia telah mengupas filsafat akhlaqiyah secara
analisa pengetahuan. Ini tidaklah berarti bahwa Ibn Miskawaih
tidak berakhlaq, hanya saja persoalannya di tinjau dari segi
pengetahuan semata-mata.
Ibnu Maskawaih menghasilkan beberapa karya yang
bermanfaat bagi umat, di antaranya adalah kitab Tahdzibul Akhlaq
wa Tathhirul A'raaq yang terkenal. Selain itu menyusun kitab
Tartib as Sa'adah yang berisi tentang akhlak dan politik. Kemudian
menulis syair pilihan yang dikumpulkan dalam kitab Al-
Musthafa,menulis Jawidan Khirad berisi kumpulan ungkapan
bijak, dan kitab As-syaribah yang membahas tentang minuman.
Bahkan menulis juga tentang sejarah dalam kitab Tajarib Al-
Umam berisi tentang pengalaman bangsa-bangsa yang menjadi
acuan sejarah dunia hingga tahun 369 H.Selain itu, Ibnu
Maskawaih dikenal juga sebagai bapak etika Islam. Ia telah
merumuskan dasar-dasar etika di dalam kitabnya Tahdzib al-
Akhlaq wa Tathir al-A’raq(pendidikan budi dan pembersihan
akhlaq).
Tidak hanya itu, ada juga buku dan artikel yang berhasil
ditulis oleh Ibn Miskawaih. Semua karyanya tidak luput dari
kepentingan pendidikan akhlak (tahzib al-akhlak), diantara
karyanya adalah :
a) . al-Fauz al-Akbar (Kemenagan Besar)
b) . Al-Fauz al-Asghar (Kemenagan Kecil)
c) . Tajarib al-Umam (sebuah sejarah tentang banjir besar
yang ditulis pada tahun 369/979 M)
d) .Usman al-Farid (kumpulan anekdot, syair, pribahasa dan
katakata mutiara).

5
e). Tartib al-sa’adah (tentang akhlak dan politik) al-
Musthafa (syairsyair pilihan).7
f) . Jawidan Khairad (kumpulan ungkapan bijak)
g). Al-jami’ (Tentang jemaah)
h) . Al-Syiar (tentang aturan hidup)
i) . Tentang pengobatan sederhana (mengenai kedokteran)
j) . Tentang komposisi Bajat (mengenai seni memasak)
k) . Kitab al-Asyribah (menegenai minuman).
l) . Tahzib al-Akhlaq (mengenai akhlaq)
m).Risalah fi al-Ladzdzat wa-Alam fi jauhar al-Nafs
(naskah di instanbul, Raghib Majmu’an no. 1463, lembar
57a-59a)

n) .Ajwibah wa As’ilah fi al-Nafs wa-Aql (dalam majmu’ah


tersebut diatas dalam raghib majmu’ah di Instanbul)

o). Al-jawab fi al-Masa’il al-Tsalats (naskah di teheren,


Fihrist Maktabat al-Majlis, II no.634(31).
p). Risalah fi jawab fi su’al Ali bin Muhammad Abu
Hayyan al-shufi fi Haqiqat al-Aql (perpustakan
Mashhad di iran, I no 43 (137).
q). Thaharat al-Nafs (naskah di koprulu Isntanbul no
7667)Muhammad.Baqir Ibnu.

B. Pemikiran ibnu Miskawaih

Sama dengan para tokoh islam yang lain, pemikiran Ibn


Misakawaih juga sangat bermanfaat untuk manusia pada umumnya
dan umat islam pada khususnya.Diantara pemikiran beliau adalah:
A. Tuhan
Tuhan menurut Ibn Miskawaih adalah zat yang tidak
berjisim, Azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek. Ia
tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satu

6
pun yang setara dengan-Nya. Ada tanpa diadakan dan ada Nya
tidak bergantung kepada yang lain. Sementara yang lain
membutuhkan-Nya.Hal ini tampak bahwa Tuhan menurut Ibn
Miskawaih adalah zat yang tidak berjasim, azali dan pencipta.
Untuk membuktikan adaya Tuhan, Ibn Miskawaih tidak
memungut pemikiran Aristoteles sebagai dilakukan oleh filsuf
sebelumnya. Tuhan menurutnya adalah penggerak pertama yang
tidak bergerak dan pencipta yang tidak berubah-ubah karena
itu.Tuhan yang secara mutlak bebas dari materi, secara mutlak
tidak berubah,dan kebebasan sempurna Tuhan dari materialitaslah
yang membuat kita tidak mungkin menggambarkan-Nya dengan
istilah apa pun.3
Menurut Ibn Miskawaih, entitas pertama yang mancar dari
Tuhan ialah “Aql Fa’al (Akal Aktif). Akal Aktif ini tanpa
perantarasesuatu pun.Kekal, sempurna, dan berubah. Dari Akal
Aktif ini timbul jiwa dan dengan perantaraan jiwa pula timbul
planet (alfalak). Pancaran yang terus-menerus dan tuhan dapat
memelihara tatanan di alam ini, ini sekiranya pancaran Tuhan
dimaksud terhenti, maka berakhirlah kemaujudan dan kehidupan di
alam ini.

B. Kenabian

Adapun maslah kenabian, tampaknya tidak ada perbedaan


pendapat antar Ibn Miskawaih dan Al-farabi dalam memperkecil
perbedaan Nabi dengan filsuf, sekaligus untuk memperkuat
hubungan akal dengan wahyu. Semua manusia membutuhkan Nabi
sebagai sumber informasi untuk mengetahui sifat-sifat keutamaan
yang terpuji dalam kehidupan praktis. Nabi adalah pembawa ajaran
suci dari Tuhan.

3
.Muhammad Iqbal, Metafisika Persia, Suatu sumbangan untuk sejarah filsafat islam, Trj. Joebaar Ayoeb,
( Bandung, Mizan, 1990), hal.53-54

7
Menurut Ibn Miskawaih, Nabi adalah manusia pilihan yang
memperoleh hakikat-hakikat kebenaran, karena pengaruh Akal
Aktif atas daya imajinasinya. Hakikat-hakikat yang sama diperoleh
juga oleh filsuf. Perbedaan terletak pada cara memperolehnya.
Para filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu
dari daya indrawi naik ke daya khayal, dan naik lagi ke daya pikir
sehingga dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat
kebenaran dari Akal Aktif. Sedangkan para Nabi memperoleh
langsung dari Akal Aktif sebagai rahmat Tuhan.
Jadi, sumber kebenaran yang diperoleh oleh Nabi dan filsuf
adalah sama, yaitu Akal Aktif. Pemikiran ini sejalan dengan Al-
Farabi. Oleh karena kebenaran itu satu, baik yang pada Nabi
maupun yang pada filsuf, maka yang paling awal menerima dan
mengikuti apa yang dibawa Nabi adalah filsuf. Nabi membawa
ajaran yang tidak bertentangan dengan akal. Manusia perlu kepada
Nabi membawa ajaran yang tidak bertentangan hal-hal yang
bermanfaat yang dapat membawanya kepada kebahagiaan di dunia
dan akhirat.

C. Moral

Menurut Ibn Miskawaih, moral atau akhlak adalah suatu


sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa
berpikir dan pertimbangan. Sikap mental ini terbagi dua,ada yang
berasal dari watak dan ada pula yang berasal dari kebiasaan dan
latihan.
Dengan demikian, sangat penting meneggakan akhlak yang
benar dan sehat. Sebab dengan landasan yang begitu akan
melahirkan perbuatan-perbuatan baik tanpa kesulitan.Akhlak
terpuji sebagai manesfestasi dari watak tidak banyak dijumpai.
Yang terbanyak dijumpai di kalangan manusia adalah mereka yang
memiliki, sifat-sifat kurang terpuji, karena watak.

8
Karena itu kebiasaan atau latihan-latihan dan pendidikan
dapat membantu seseorang untuk memiliki sifat-sifat terpuji
tersebut, sebaiknya juga akan membawa orang kepada sifat-sifat
tercela.
Ibn Miskawaih menolak pendapat sebagai pemikir Yunani
yang mengatakan akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin
berubah. Oleh Ibn Miskawaih ditegaskan kemungkinan perubahan
akhlak itu terutama melalui pendidikan.Dengan demikian, dijumpai
ditengan masyarakat ada orang yang memiliki akhlak yang dekat
pada malaikat dan ada pula yang lebih dekat kepada hewan.
Mengingat pentingnya pembinaan akhlak, Ibn Miskawaih
memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak.
Menyebutkan bahwa masa kanak-kanak merupakan mata rantai
jiwa hewan dengan jiwa manusia berakal.Pada jiwa anak
berakhirlah ufuk hewani, dan ufuk manusiawi dimulai.Karena itu,
anak-anak harus dididik akhlak mulia dengan menyesuaikan
rencana-rencananya dengan urutan daya-daya yang ada keinginan,
anak-anak dididik dalam hal adab makan, minum, dan berpakaian,
serta lainnya.
Lalu sifat berani, kendali diri diterapakn untuk
mengarahkan daya marah. Kemudian daya berpikir dilatih dengan
menalar,sehingga akal pada akhirnya dapat menguasai segala
tingkah laku.

D. Jiwa

Jiwa menurut Ibn Miskawaih adalah substansi rohani yang kekal,


tidak hancur dengan kematian jasad.Kebahagian dan kesengsaraan di
akhirat nanti hanya dialami oleh jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu
berbeda dengan jasad yang bersifat materi. 4

4
Ahmmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), p. 61

9
Mengenai perbedaan jiwa dengan jasad Ibn Miskawaih
mengemukakan argumen-argumen. Jiwa memiliki tiga daya, yaitu daya
berpikir, daya keberanian, dan daya keinginan. Tiga daya itu masing-
masing melahirkan sifat kebajikan. Yaitu hikmah, keberanian, dan
kesederhanaan.

Keselarasan ketiga kebajikan tersebut akan menghasilakan


kebijakan tersebut akan menghasilkan kebijakan keempat, yaitu adil.
Hikmah ada tujuh macam, tajam dalam berpikir, cekatan berpikir, jelas
dalam pemahaman, kepastian yang cukup, telitih melihat perbedaan, kuat
ingatan, dan mampu mengungkapkan.

Keberanian ada sebelas sifat, murah hati, sabar, mulia, teguh,


tentram, agung, gagah, keras keinginan, ramah, bersemangat, dan belas
kasih. Kesederhanaan ada dua belas, malu, ramah, keadilan, damai,
kendali diri, sabar, tenang, saleh, tertib, jujur, dan merdeka.

Statemen yang terakhir di atas, dimaksudkan Ibn Miskawaih untuk


mematahkan pandangan kaum materialisme yang meniadakan jiwa bagi
manusia. Teryata Ibn Miskawaih berhasil membuktikan adanya jiwa pada
diri mausia dengan argumen seperti diatas.

Namun, jiwa tidak dapat bermateri, sekalipun bertempat pada


materi, karena materi hanya menerima satu bentuk dalam waktu tertentu.
Dalam kesepakatan lain, Ibn Miskawaih juga membedakan antara
pengetahuan jiwa dan pengetahuan.

C. Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Maskawaih.

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, bahwa


kecenderungan pemikiran Ibnu Maskawaih adalah mengenai etika dan
akhlak, maka konsep pendidikan Ibnu Maskawaih yang akan dijelaskan
pada bagian ini juga cenderung kepada pendidikan akhlak yang berkaitan

10
dengan tujuan pendidikan, materi, pendidik dan anak didik,lingkungan dan
metode pendidikan.

a. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Ibnu Maskawaih adalah


terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk
melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga tercapai
kesempurnaan dan kebahagiaan sejati (As-saadah). Konsep ini yang
kemudian sebagian filosof lain menggolongkan Ibnu Maskawaih sebagai
filosof yang bermazhab Assa’adah.

Assa’adah merupakan masalah yang utama dan mendasar bagi


manusia karena konsep ini mengandung unsur-unsur yang menyeluruh
meliputi kebahagiaan, kemakmuran, keberhasilan, sukses, kesempurnaan,
kesenangan dan kecantikan (keindahan). Karena itu tujuan pendidikan
yang diharapkan oleh Ibnu Maskawaih adalah bersifat menyeluruh, yaitu
kebahagian hidup manusia dalam arti yang seluasluasnya.

F. Materi Pendidikan

Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas menurut Ibnu


Maskawaih perlu kiranya dirumuskan beberapa hal yang perlu dipelajari,
diajarkan dan dipraktekkan. Sesuai dengan konsep manusia yang
dijelaskan oleh Ibnu Maskawaih di atas, menurut beliau bahwa sisi
kemanusian yang tiga di atas harus sama-sama mendapat didikan agar
dapat mengabdi kepada Allah swt.

Ibnu Miskawaih tidak membeda-bedakan antara ilmu-ilmu agama


dan non agama. Adapun yang menyangkut materi untuk pendidikan akhlak
ia menyebutkan tiga meteri pokok, yaitu:

1. Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh;

2. Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan jiwa dan

11
3. Hal-hal yang wajib bagi hubungan sesama manusia.

Ketiga pokok materi tersebut dapat diperoleh dari dua sumber,


yaitu ilmu-ilmu rasional (al-‘Ulum al-Fikriyyah), dan ilmu-ilmu empiris
(al-‘Ulum al-Hissiyah). Sejalan dengan uraian diatas Ibnu Maskawaih
bahwa ada hal pokok sebagai materi pendidikan yaitu pertama, hal-hal
yang wajib kebutuhan manusia. Kedua, hal-hal yang berhungan dengan
jiwa manusia dan ketiga hal-hal yang behubungan dengan sesama
manusia.

Ketiga hal tersebut menurut Ibnu Maskawaih dapat diperoleh dari


ilmu-ilmu yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua.
Pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pemikiran atau disebut al-Ulum
al-Fikriyah dan kedua ilmu-ilmu yang berhubungan dengan indra yang
disebut al-ulum al-Hissiyah. Dalam hal ini Ibnu Miskawaih tidak
membeda-bedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu non agama.
Ibnu Miskawaih juga tidak menjelaskan secara rinci materi pendidikan
yang wajib bagi kebutuhan manusia, hal itu dikandung maksud bahwa
walaupun tidak dijelaskan menyeluruh sebenarnya orang sudah bisa
memahami kelanjutannya. Namun demikian yang perlu dicatat bahwa
karena tujuan yang ingin dicapai adalah menuju kejalan Allah, maka
apapun bentuk materi yang diajarkan akan senantiasa membantu manusia
untuk menuju ke arah taqorrub kepada Tuhannya.

Dari uraian itu terkesan Ibnu Miskawaih menggunakan standar


filasafat sebagai barometernya terbukti dia menjelaskan di antara ilmu-
ilmu yang menjadi dasar bagi orang mejadi filosof dan memahami dirinya
yaitu dengan belajar matematika, logika dan ilmu kealaman.Lebih jauh,
Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa hendaknya materi pendidikan itu
tidak hanya baik bagi siswa dan guru semata, tetapi lebih jauh, yaitu
bahagia di dunia dan bahagia pula di akhirat.

12
G. Pendidik dan Anak Didik

Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa yang disebut guru/ustadz


adalah yang memegang peranan penting dalam pendidikan. Sedangkan
murid adalah sasaran kegiatan pengajaran. Kedua peserta pembelajaran ini
mendapatkan peranan yang tersendiri menurut Ibnu Miskawaih. Hal itu
terbukti bahwa guru ditempatkan oleh Ibnu Miskawaih diatas orang tua
kandung dan di bawah Allah swt. Namun demikian, Ibnu Maskawaih tidak
menempatkan guru itu secara keseluruhan tetapi guru yang benar-benar
mampu menhantarkan muridnya kepada Allah swt. Menurutnya guru itu
mempunyai syarat sebagai berikut:

1. Bisa dipercaya

2. Pandai

3. Dicintai.

Dengan demikian menurut Ibnu Maskawaih seorang guru harus


jelas track record atau riwayat hidupnya sehingga seorang guru tidak
memiliki cacat atau tercemar akhlak yang tidak terpuji.

H. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan merupakan faktor yang terpenting dalam proses


pendidikan, karena secara fitrah manusia diciptakan untuk berhungan
dengan yang lainnya. Dalam masalah ini Ibnu Maskawaih tidak terlalu
memperinci, beliau hanya menjelaskan secara global yang meliputi tiga
hal yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat. Ibnu Miskawaih
berpendapat dari ketiga lingkungan tersebut hendaknya diupayakan
sekondusif benar agar tercipta lingkungan yang baik. Terkait dengan
tanggungjawab lingkungan pendidikan ini Ibnu Maskawih berpendapat
bahwa pemimpin harus mengupayakan adanya lingkungan yang ada. Dan
itu menjadi tanggungjawab pemerintah.

13
I. Metode Pendidikan

Metode diartikan sebagi cara-cara dalam melakukan pendidikan.


Oleh karena pendidikan menurut Ibnu Maskawaih berorientasi pada
Akhlak maka cara yang digunakan juga dalam rangka menjadikan akhlak
manusia menjadi mulia. Ibnu Maskawih berpendapat bahwa akhlak bukan
faktor keturunan melainkan bisa diupayakan. Sebab jika akhlak adalah
faktor bawaan (keturunan), maka tidak perlu adanya pendidikan. Metode
perbaikan akhlak ini dapat dimaksudkan sebagai metode mencapai akhlak
yang baik dan metode memperbaiki akhlak yang buruk.

Adapun metode yang digunakan adalah meliputi, pertama,


kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus-menerus dan
menahan diri (al-’adat wa al-jihad). Untuk memperoleh kesopanan yang
sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Kedua, dengan menjadikan
semua ilmu yang dimilikinya sebagai cerminan bagi dirinya. Dengan
demikian manusia bisa sadar dirinya dan tidak larut dalam perbuatan yang
tidak tidak. Manusia hendaknya mengukur segala-sesuatu dari dirinya
lebih dahulu sebelum menilai orang lain sehingga bisa mawas diri dan
tidak sombong.5

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Biografi Ibnu Maskawaih Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Khozim
Ahmad ibn Muhammad bin Yakub bin Miskawaih, dikenal dengan Ibnu

5
Nur Hamim, “Pendidikan Akhlak: Komparasi Konsep Pendidikan Ibnu Maskawaih dan Imam Ghazali”,
dalam Jurnal Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, Vol. XVIII, No. 1, 2014, 22.

14
Miskawaih, wafatnya pada tanggal 9 Shafar 421 H yang bertepatan dengan
tanggal 16 Pebruari 1032 M. Ia banyak memperoleh prestasi sampai
dijuluki 'Adhud Al-Baulah

Pemikiran ibnu Miskawaih Sama dengan para tokoh islam yang lain,
pemikiran Ibn Misakawaih juga sangat bermanfaat untuk manusia pada
umumnya dan umat islam pada khususnya.Diantara pemikiran beliau
adalah:

Ketuuhanan : Tuhan menurut Ibn Miskawaih adalah zat yang tidak


berjisim, Azali, dan pencipta.Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung
kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya.

Kenabian : Manusia perlu kepada Nabi membawa ajaran yang tidak


bertentangan hal-hal yang bermanfaat yang dapat membawanya kepada
kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Moral : Ibn Miskawaih menolak pendapat sebagai pemikir Yunani yang


mengatakan akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah.Oleh
Ibn Miskawaih ditegaskan kemungkinan perubahan akhlak itu terutama
melalui pendidikan.Dengan demikian, dijumpai ditengan masyarakat ada
orang yang memiliki akhlak yang dekat pada malaikat dan ada pula yang
lebih dekat kepada hewan.

Jiwa menurut Ibn Miskawaih adalah substansi rohani yang kekal, tidak
hancur dengan kematian jasad.Kebahagian dan kesengsaraan di akhirat
nanti hanya dialami oleh jiwa.

Tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Ibnu Maskawaih adalah


terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk
melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga tercapai
kesempurnaan dan kebahagiaan sejati (As-saadah).

Assa’adah merupakan masalah yang utama dan mendasar bagi manusia


karena konsep ini mengandung unsur-unsur yang menyeluruh meliputi

15
kebahagiaan, kemakmuran, keberhasilan, sukses, kesempurnaan,
kesenangan dan kecantikan (keindahan).

Karena itu tujuan pendidikan yang diharapkan oleh Ibnu Maskawaih


adalah bersifat menyeluruh, yaitu kebahagian hidup manusia dalam arti
yang seluas-luasnya.

Ibnu Miskawaih juga tidak menjelaskan secara rinci materi pendidikan


yang wajib bagi kebutuhan manusia, hal itu dikandung maksud bahwa
walaupun tidak dijelaskan menyeluruh sebenarnya orang sudah bisa
memahami kelanjutannya.

Namun demikian yang perlu dicatat bahwa karena tujuan yang ingin
dicapai adalah menuju kejalan Allah, maka apapun bentuk materi yang
diajarkan akan senantiasa membantu manusia untuk menuju ke arah
taqorrub kepada Tuhannya.

Dari uraian itu terkesan Ibnu Miskawaih menggunakan standar filasafat


sebagai barometernya terbukti dia menjelaskan di antara ilmu-ilmu yang
menjadi dasar bagi orang mejadi filosof dan memahami dirinya yaitu
dengan belajar matematika, logika dan ilmu kealaman.Lebih jauh, Ibnu
Maskawaih berpendapat bahwa hendaknya materi pendidikan itu tidak
hanya baik bagi siswa dan guru semata, tetapi lebih jauh, yaitu bahagia di
dunia dan bahagia pula di akhirat.

16
DAFTAR PUSTAKA
 .Abuddun Natta, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri
Kajian
 Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003),
hal.5
 .Muhammad Yusuf, Falsafah al-Akhlaq fi al-Islam, (Kairo,
Muassasat alKhaniji 1963), hal. 54
 .Muhammad Iqbal, Metafisika Persia, Suatu sumbangan untuk
sejarah filsafat islam, Trj. Joebaar Ayoeb, ( Bandung, Mizan,
1990), hal.53-54
 Ahmmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1986), p. 61
 .Nur Hamim, “Pendidikan Akhlak: Komparasi Konsep Pendidikan
Ibnu Maskawaih dan Imam Ghazali”, dalam Jurnal Ulumuna:
Jurnal Studi Keislaman, Vol. XVIII, No. 1, 2014, 22.

17

Anda mungkin juga menyukai