Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Pendidikan Islam Masa Umayyah dan Pendidikan Islam Masa Abbasiyyah”

(Makalah ini diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam)

Dosen Pengampu :

Dr. Fahmi Irfani, S.Hum., M.A.Hum.

Kelas 3B PAI, Kelompok III :

1. Tiya Angraeni : 221105011489


2. Dea Sitifa Wahyuni : 221105011411
3. Syafa Fauziah : 221105011465

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

2023/1444 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kita semua
berada dalam hidayah dan lingkungan-Nya. Sehingga kami dapat Menyusun makalah ini
dengan judul “Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah Dan Abassiyah ” dalam mata kuliah
Sejarag Pendidikan Islam. Sebagai sebuah media untuk memahami sejarah islam.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Yang
telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam terang menderang ini dengan iman,
islam, dan ihsan.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dosen mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam yang telah mendukung kami hingga terselesaikannya
makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan atas makalah kami, sehingga
apabila ada kekurangan dalam penulisan serta isi atau materi, kami mohon saran dan kritik
yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca sekalian.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................... 1
C. TUJUAN.............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
PENDIDIKAN ISLAM MASA UMMAYYAH........................................................... 2
A. MADRASAH....................................................................................................... 2
B. RIBAT.................................................................................................................. 3
C. HALAQOH ULAMA/MANAZILUL ULAMA............................................... 4
D. PERKEMBANGAN BAHASA ARAB............................................................. 5
E. KODIFIKASI HADITS..................................................................................... 6

PENDIDIKAN ISLAM MASA ABBASIYYAH.......................................................... 7

A. MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM.................................................. 7


B. TOKOH-TOKOH ULAMA............................................................................... 8
C. GERAKAN HELENISASI KARYA-KARYA YUNANI, INDIA, DAN PERSIA
............................................................................................................................ 10
D. PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DAN SAINS DI MADRASAH.. 12

BAB II PENUTUP........................................................................................................ 18
KESIMPULAN............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam catatan sejarah, pendidikan Islam sudah hadapi pasang surut. Dari masa Rasulullah
SAW sampai 3 masa sesudahnya (kekhalifahan Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, serta
Dinasti Abbasiyah) yang tiap-tiap kepemimpinannya mempunyai karakteristik atau
perkembangan yang berbeda. Masa pembinaan pendidikan Islam terjadi pada masa
Rasulullah SAW, lalu disusul dengan masa perkembangannya yakni pada era Khulafaur
Rasyidin. Kemudian masa dinasti Umayyah, dan Puncaknya adalah ketika pada era dinasti
Abbasiyah dan pada masa ini ilmu pengetahuan disebut-sebut mencapai puncak
keemasaannya. Baiklah, makalah ini akan membahas mengenai “Pendidikan Islam Masa
Umayyah dan Pendidikan Islam Masa Abbasiyyah”.(Ifendi, 2020)

B. Rumusan Masalah

1. Sebutkan Madrasah Pendidikan Islam Masa Umayyah!


2. Apa yang dimaksud dengan Ribat?
3. Bagaimana aktivitas Halaqoh Ulama/Sahabat
4. Bagaimana Perkembangan Bahasa Arab Masa Umayyah
5. Bagaimana Kodifikasi Hadits!
6. Bagaimana Masa Kejayaan Pendidikan Islam masa Abbasiyyah?
7. Siapa saja Tokoh-tokoh Ulama Masa Abbasiyyah?
8. Bagaimana Gerakan Helenisasai/Penterjemahan Karya-karya Yunani, India dan
Persia?
9. Jelaskan Pertumbuhan ilmu-ilmu Islam dan Sains di Madrasah!

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Madrasah Pendidikan Islam masa Umayyah


2. Untuk Memahami makna dari Ribat
3. Untuk Mengetahui bagaimana Halaqoh Ulama/Sahabat
4. Untuk Mengetahui Perkembangan Bahasa Arab masa Umayyah
5. Untuk Memahami bagaimana Kodifikasi Hadits
6. Untuk Memahami Bagaimana Masa Kejayaan Pendidikan Islam masa Abbasiyyah
7. Untuk mengetahui Tokoh-tokoh Ulama Masa Abbasiyyah
8. Untuk mengetahui bagaimana Gerakan Helenisasai/Penterjemahan Karya-karya
Yunani, India dan Persia
9. Untuk memahami bagaimana Pertumbuhan ilmu-ilmu Islam dan Sains di Madrasah

1
BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A. Madrasah/Universitas Pada Masa Bani Umayyah

Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan,


bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut
bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai
berikut: di kota Makkah dan Madinah (Hijāz), di kota Basrah dan Kūfah (‘Irāk), di kota
Damsyik dan Palestina (Syām), di kota Fusthāt (Mesir). Madrasah-madrasah yang ada pada
masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1. Madrasah Makkah

Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Makkah takluk, ialah Mu’āz\
bin Jabal. Kemudian Abdullah bin ‘AbbĀs, selanjutnya ia mengajarkan tafsir, fiqih, dan
sastra. Abdullah bin ‘Abbās adalah pembangun madrasah Makkah, selanjutnya beliau
digantikan oleh muridnya dari kalangan tābi’in seperti Mujāhid dan ‘Athā bin Abī RabāH.
Mujahid termasyhur dalam bidan tafsir, ‘athak dalam bidang fikih, selanjutnya mereka
digantikan oleh Sufyan bin ‘Uyainah dan Muslim bin Khālid, keduanya adalah guru Imam
Syafi’ī yang pertama.

2. Madrasah Madīnah

Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat
tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka seperti
Zaid bin S|ābit dan Abdullah bin ‘Umar, dari kalangan tābi’īn terkenal Sa’īd bin Musayyab
dan ‘Urwah bin al-Zubair bin al-‘Awwam

3. Madrasah Bashrah

Ulama sahabat yang termasyur di Bashrah ialah Abū Mūsa al-Asy’arī dan Anas bin
Mālik. Abū Mūsa al-Asy’arī adalah seorang ahli fiqih dan ahli Hadis, serta ahli Al-Qur’an
dan Tafsir. Sedangkan Anas bin Mālik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai
ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan
ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan
mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.

2
4. Madrasah Kuffah

Madrasah Ibn Mas’ūd di Kūfah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, al-
Aswad, Masrūq, ‘Ubaidah, al-Hārits bin Qais dan ‘Amr bin Syarahbīl. Mereka itulah yang
menggantikan Abdullah bin Mas’ūd menjadi guru di Kūfah. Ulama Kūfah, bukan saja belajar
kepada Abdullah bin Mas’ūd menjadi guru di Kūfah. Ulama Kūfah, bukan saja belajar
kepada Abdullah bin Mas’ūd. Bahkan mereka pergi ke Madinah.

5. Madrasah Syām

Setelah negeri Syam (Siriya) menjadi sebagian Negara Islam dan penduduknya banyak
memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman al-‘Auza’ī yang sederajat ilmunya
dengan Imam Mālik dan Abu-Hanīfah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Maghrib dan
Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’ī
dan Mālikī

6. Madrasah Fusthāt (Mesir)

Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang
mula-mula mendirikan madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Āsh, yaitu di
Fusthāt (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja
menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi Saw., melainkan juga dituliskannya dalam
buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-
muridnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar di seluruh kota-kota di Negara
Islam.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa para sahabat Nabi saw. Tersebar
keberbagai kota-kota Islam dan disana mereka menjadi ulama yang melahirkan generasi-
generasi berikutnya sehingga estafet keilmuan Islam bergulir dari satu generasi ke generasi
berikutnya. (Anis, 2020)

B. Ribath
Merupakan tempat aktivitas kalangan sufi yang mau menjauhkan diri dari kehidupan duniawi
serta mengkonsentrasikan diri untuk beribadah. Pula membagikan atensi keilmuan yang
dipandu oleh Syaikh yang populer dengan ilmu kesalehannya.1

1
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik Dan Pertengahan, II (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010).

3
C. Halaqoh Ulama/Manazilul Ulama

Menjadikan rumah sebagai tempat belajar sebenarnya tidaklah baru dalam sejarah peradaban
umat manusia. Karena memang orang yang pertama kali mengajarkan ini adalah Nabi
Muhammad SAW, yakni menjadikan rumah sahabat Arqam bin Abi al-Arqam sebagai
lembaga pendidikan Islam pertama kali yang sifatnya masih sangat sederhana dan terbilang
privasi. Berdasarkan hal di atas, maka pada masa ini banyak rumah para ulama yang
dijadikan sebagai tempat belajar, sebagai tempat untuk tukar menukar informasi, berdiskusi,
serta diadakan kajian ilmiah tentang berbagai macam keilmuan.2

D. Perkembangan Bahasa Arab Pada Masa Dinasti Umayyah

Sejarah mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar ke jazirah Arabia sejak abad
ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi, di zaman pemerintahan Bani Umayyah terjadi perubahan
sosial dalam masyarakat Islam. Orang-orang Arab mulai berasimilasi dengan penduduk asli,
karena kelompok-kelompok sosial itu makin hari makin bercampur. Untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup mereka, tentara Islam dan pendatang-pendatang baru (Arab) itu
tidak dapat menghindar hubungan dengan penduduk asli. Penduduk asli inipun
berkepentingan mempelajari bahasa Arab untuk dapat saling mengerti dalam berkomunikasi
dengan orang-orang Arab tersebut, maka lahirlah suatu dialek khusus yang mereka
pergunakan sehari-hari.

Berbicara tentang bahasa Arab yang fashih (bahasa Arab standar), menunjukkan
ketinggian martabat sosial dan sebaliknya menggunakan bahasa atau dialek-dialek lain itu
menandakan kerendahan tingkat sosial mereka.

Dalam konteks kehidupan sosial seperti itu tidak mengherankan kalau para pejabat
dan pemimpin masyarakat sangat berkeinginan mendidik putera-putera mereka dalam
lingkungan Arab Badui, dengan maksud agar dikemudian hari memiliki kelebihan dan
keistimewaan atas masyarakat kelas rendah, dengan demikian mudah tergolong orang-orang
yang berkelayakan untuk memangku jabatan pemerintahan, sehingga mereka mengirim
putera-putera mereka ke pelosok desa untuk belajar bahasa Arab pada orang-orang Badui.

Faktor lain pula yang perlu diketahui bahwa akhir abad pertama Hijriyah di mana bahasa
Arab telah mencapai posisi tinggi, terhormat dan kuat dalam wilayah negara Islam
disebabkan:

2
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam.

4
a. Setelah “pengaraban” (Arabisasi) administrasi pemerintahan di mulai sejak kira-kira
tahun 87 H, bahasa Arab dengan sendirinya telah menjadi bahasa resmi negara Islam.
b. Bahasa Arab adalah bahasa masyarakat kelas tinggi, yang dipergunakan para pejabat
dan petugas pemerintahan yaitu penggunaan bahasa Arab fashih.
c. Bahasa Arab yang fashih tetap menjadi bahasa sya‟ir (puisi), sedang sya‟ir bagi
masyarakat kelas tinggi menjadi kebanggaan.
d. Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur‟an, bahasa yang dipergunakan dalam ibadah, oleh
karena itu umat Islam berkepentingan mempelajarinya. (Salim, 2017)
E. Masa Kodifikasi/Pembukuan Hadits (awal-akhir abad II H)

Kalau masa Rasul, sahabat dan Tabi'in periwayatan hadits masih mendasarkan pada
kekuatan hafalan, maka makin langkanya sahabat karena banyak yang wafat dan makin
banyaknya musuh-musuh Islam yang ingin merusak Islam dari dalam menggerakkan khalifah
Umar ibn Abdul Aziz (w. 110 H) dari daulah umayyah untuk membukukan hadits. Umar
meminta kepada gubernurnya di Madinah, Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm (w.
120 H) untuk menulis hadits Rasul. Ternyata gubernur ini menulis hadits yang didapati dari
Amrah binti Rahman al-Anshariyah (w. 97 H) dan dari Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar
(w. 120 H). Masa ini menulis pula Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhry (w. 124 H)
yang membukukan hadits yang ada di Madinah. Ia adalah seorang ulama besar dalam bidang
hadits pada masanya.

Sesudah itu berlomba-lomba para ulama membukukan hadits. Para ulama abad II ini
membukukan hadits dengan cara keseluruhan tanpa penyaringan baik yang datang dari Nabi,
dan sahabat, atau Tabi'in sehingga dalam kitab-kitab susunan ulama pada abad ini terdapat
hadits- hadits yang marfu', yang mauquf dan maqtu'. Di antara kitab yang masyhur dalam
abad II ini adalah kitab al-Muwatta susunan Imam Malik (w. 179 H) yang mengandung 1726
buah hadits. Kitab Musnad susunan Al-Syafi'i (w.204 H), Musnad Abu Hanifah (w. 150 H),
dan al-Jami susunan Imam Abdu al- Razaq bin Hammam (w. 211 H).

Masa Pentashihan dan Penyaringan Hadits (awal- akhir III H).

Masa penulisan hadits ini mempergunakan cara menyusun dan menulis hadits yang
datang dari Rasul saja namun terasa masih ada kekurangannya karena hadits yang disusun
secara ini masih tercampur antara hadits yang shahih, hasan dan do'if. 3 Maka bangunlah para
ulama untuk memisahkan hadits yang shahih dari hadits yang tidak shahih, serta memisahkan

3
Mahmud Yunus, Ilmu Mustholah al-Hadits, (Padang Panjang: 1955). H. 11

5
hadits yang kuat dari yang lemah. Untuk ini mereka mempelajari sejarah rawi dan perjalanan
hidupnya, mempelajari sifat-sifat rawi yang baik dan yang cacat, lalu memberitahukannya
kepada umum. Berkenaan dengan ini para ulama membuat ketentuan untuk menetapkan
mana rawi yang boleh diterima haditsnya dan mana yang tidak, termasuk yang tidak boleh
sama sekali. Ketentuan ini disebut ilmu Jarh wa Ta'dil: penilaian cacat dan adil para rawi
hadits.4

Yang mula-mula menulis hadits dengan menyaring hadits yang shahih adalah Imam
al- Bukhary (w.256 H) yang hasilnya terkenal dengan kitab Al-Jami' as Shahih, diikuti oleh
muridnya yaitu Imam Muslim (w.261 H) dengan kitabnya Shahih Muslim. Dengan usaha
kedua penyusun ini terbentuklah sumber hadits yang bersih. Sesudah itu tampil beberapa
imam menyaring hadits-hadits yang belum disaring oleh kedua imam tadi, Abu Daud (w.275
H), At Turmudzy (w.279 H), An- Masa'y (w.303 H), Ibnu Majah (w.273 H), yang masing-
masing kitabnya disebut Sunan. inilah yang dianggap kitab induk yang keenam. Sesudah itu
datang Imam Ahmad ibn Hambal (w.241 H) kitabnya disebut Musnad.5

A. Masa Kejayaan Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah.


Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Kemajuan ilmu pengetahuan diawali dengan
penerjemahan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab,
pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, dan terbentuknya
mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir.
Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-
809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun
al-Rasyid untuk keperluan sosial; rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi
didirikan.

Sejak upaya penerjemahan meluas dan sekaligus sebagai hasil kebangkitan ilmu
pengetahuan, banyak kaum muslimin mulai mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam
bahasa Arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut mempelajari,
mengomentari, membetulkan buku-buku penerjemahan atau memperbaiki atas kekeliruan
pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat atau ide baru, serta
memperluas penyelidikan ilmiah untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan
mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani kuno, seperti karya
4
T.M. Hasbi As Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, H.63
5
Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, H.63-66

6
Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa
ke Baghdad lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai
lembaga penelitian al-Baitul Hikmah, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat
pesat sehingga anak-anak bahkan orang dewasa saling berlomba dalam menuntut ilmu
pengetahuan. Tingginya nilai pendidikan dalam kehidupan, menyebabkan mayoritas
masyarakat meninggalkan kampung halaman mereka, demi untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan di kota, dan salah satu indikator berkembang pesatnya pendidikan dan
pengajaran ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam.

Dalam dunia Islam sebelum munculnya lembaga pendidikan formal, masjid dijadikan
sebagai pusat pendidikan. Fungsi masjid selain untuk tempat menunaikan ibadah juga
dijadikan sarana dan fasilitas untuk pendidikan, di antaranya tempat pendidikan anak-anak,
tempat-tempat pengajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (halaqah),
tempat untuk berdiskusi dan munazharah dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan juga
dilengkapi dengan ruang perpustakaan yang berisikan buku-buku dari berbagai macam ilmu
pengetahuan yang cukup banyak. Selain masjid sebenarnya telah berkembang pula lembaga-
lembaga pendidikan Islam lainnya baik yang bersifat formal maupun non-formal, lembaga-
lembaga ini berkembang terus bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya bentuk-bentuk
lembaga pendidikan baik non formal maupun formal yang semakin luas. Di antara lembaga-
lembaga pendidikan Islam yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah tersebut adalah; Kuttab,
Pendidikan Rendah di Istana, Toko-toko kitab, Rumah-rumah para Ulama, Majlis atau Saloon
Kesusasteraan, Badiah, Rumah Sakit, Perpustakaan dan Observatorium, dan Madrasah.
(Nunzairina, 2020)

B. Tokoh-Tokoh Ulama

Tokoh-tokoh Ulama Masa Dinasti Abbasiyah Diantaranya:


1. AI-Kindi (188‒260 H)
Al-Kindi bernama lengkap Yakub bin Ishak AI-Kindi, lahir di Kufah (sekarang salah
satu kota di Irak) tahun 188 Hijriah dan wafat di Bagdad pada 260 H. Berkat kontribusinya di
bidang filsafat, Al-Kindi tersohor dengan julukan filsuf Arab. Selama masa hidupnya, Al-
Kindi terbilang ilmuwan yang produktif. Ia menulis banyak karya di banyak sejumlah disiplin
ilmu, mencakup metafisika, etika, logika, psikologi, farmakologi, matematika, astrologi,
optik, dan lain sebagainya. Di antara buku-buku terkenal karangan Al-Kindi adalah Kitab Al-

7
Kindi ila Al-Mu’tashim Billah Fi Al-Falsafah Al-Ula, Kitab Al-Falsafah Ad-Dakhilat wa Al-
Masa’il Al-Manthiqiyyah wa Al-Muqtashah wa Ma Fawqa Al-Thabi’iyyah, Kitab fi An-
Nahu La Tanalu Al-Falsafah Illa Bi ‘ilm Al-Riyadhiyyah, dan lain sebagainya.
2. Al-Farabi (258‒339 H)

Al-Farabi bernama lengkap Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag AI-
Farabi, lahir di Farab, Transoxiana (Asia Tengah) pada 258 H dan wafat di Damaskus,
Suriah, pada tahun 339 H. Sejak kecil, Al-Farabi dianggap sebagai sosok berbakat istimewa.
Ia menguasai banyak bahasa, dengan konsentrasi Arab, Persia, Turki, dan Kurdi. Di bidang
filsafat, kontribusi pentingnya adalah dengan menggabungkan filsafat Yunani dan filsafat
Islam. Ia juga amat ahli di bidang matematika, pengobatan, musik, agama, dan lain
sebagainya.
Saking ahlinya di bidang filsafat, ia mendapat julukan guru kedua, setelah Aristoteles yang
disebut guru pertama. Di antara karya-karya Al-Farabi yang terkenal adalah Al-Musiqi Al-
Kabir, Ihsha'u Al-Iqa, Ihsha'u Al-Ulum wa At-Ta'rif bi Aghradhiha, dan lain sebagainya.

3. Ibnu Haitham (354-430 H)

Ibnu Haitham bernama asli Abu Ali Muhammad Al-Hasan bin Al-Haitham lahir di
Basrah (Irak) pada 354 H dan meninggal dunia pada 430 H. Hingga sekarang, Ibnu Haitham
dikenal sebagai Bapak Optik Modern. Di Barat, ia dikenal dengan nama Alhazen. Ibnu
Haitham menjelaskan bagaimana cara kerja optik mata manusia dalam menangkap gambar
secara detail. Analisisnya mengenai cara kerja mata dan pengobatannya masih dipelajari
hingga saat ini. Karya Ibnu Haitham yang terkenal adalah Kitab al-Manazir (Buku Optik).
Hingga kini, buku itu diakui sebagai salah satu rujukan kajian optik di banyak universitas di
dunia.

4. Ibnu Sina (370-428 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di Desa
Afsyana dekat Bukhara, kini termasuk Uzbekistan, pada 370 H dan wafat pada 428 H di
Hamazan (kemungkinan berada di wilayah Persia atau Iran). Ibnu Sina menguasai bahasa
Arab, geometri, fisika, logika, ilmu hukum Islam, teologi, dan ilmu kedokteran. Pada usia 17
tahun, ia menjadi amat terkenal dan dipanggil untuk mengobati Pangeran Samani, Nuh bin
Mansyur. Ibnu Sina menulis lebih dari 200 buku dan di antara karyanya yang terkenal
berjudul Al-Qanūn Fi At-Thibb, yang berisi ensiklopedia tentang ilmu kedokteran. Ibnu Sina

8
berhasil mengkodifikasi pemikiran kedokteran Yunani dan Arab.
Karya-karyanya tentang kedokteran menjadi referensi penting disiplin kedokteran di masa
itu, bahkan sempat menjadi rujukan primer kedokteran di Eropa selama lima abad (dari abad
ke-12 hingga 17 M).

5. Al-Ghazali (450-505 H)
Al Ghazali lahir di Thus, Iran, pada 450 H dan wafat pada 505 H. Ia bernama asli Abu
Hamid al-Ghazali. Al-Ghazali dianggap sebagai filsuf dan teolog terkenal di abad
pertengahan. Di Barat, ia dikenal dengan sebutan Algazel. Al-Ghazali memperoleh
pendidikan di Madrasah Imam AI-Juwaeni. Ia belajar mazhab Syafi'i dan mendalami teologi
Islam dan tasawuf. Berkat pengetahuannya yang luas dan dalam, ia dipercaya memimpin
Universitas Nizamiyyah di Bagdad dan sekaligus menjadi guru besarnya. Karya Al-Ghazali
yang berjudul Ihya Ulumuddin, Tahafut Al-Falasifah, dan lain sebagainya terus dipelajari di
berbagai belahan dunia hingga sekarang.

6. Ibnu Rusyd (520-595 H)

Ibnu Rusyd bernama lengkap Abu Al-Walid Muhammad Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd
lahir di Spanyol (Andalusia) pada 520 H dan wafat di Maroko pada tahun 595 H. Ibnu Rusyd
menguasai ilmu fikih, ilmu kalam, sastra Arab, matematika, fisika astronomi, kedokteran, dan
filsafat. Karya-karyanya yang terkenal adalah Kitab Bidayat Al-Mujtahid, Kuliyat Fi At-Tib,
Fasl al-Magal fi Ma Bain Al-Hikmat wa Asy-Syariat, dan lain sebagainya. Ibnu Rusyd
berpendapat antara filsafat dan Islam tidak bertentangan, bahkan Islam menganjurkan para
penduduknya untuk mempelajari ilmu filsafat.

7. Jabir Al-Hayyan (721-815 H)

Jabir Al-Hayyan memiliki nama asli Abu Musa Jabir bin Hayyan. Jabir bin Hayyan
disebut sebagai ilmuwan muslim pertama yang mengenalkan ilmu kimia. Hingga sekarang, ia
diakui sebagai Bapak Kimia Bangsa Arab. Jabir lahir di Kufah, Irak, pada 721 dan wafat pada
815 H. Ia memperoleh pendidikan dari Khalid bin Yazid bin Muawiyah dan Jakfar Shadiq,
serta Barmaki Vizier di Bagdad. Di antara kontribusi Jabir adalah ia mengembangkan secara
ilmiah dua operasi utama kimia, yaitu kalnikasi dan reduksi kimia. Ia juga memperbaiki
metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan kristalisasi. Beberapa buku hasil karangannya
masih menjadi rujukan hingga sekarang mencakup Kitab At-Tajmi', Az-Zi’baq As-Syarqi,
Kitab Ar-Rahmah, dan lain sebagainya. 6
6
Tirto.id, Tokoh-tokoh pada masa kejayaan Islam

9
C. Gerakan Helenisasi/Penterjemahan Karya-karya Yunani, India dan Persia.

Gerakan Kebangkitan intelektual ditandai oleh proyek penerjemahan karya-karya berbahasa


Persia, Sanskerta, Suriah, dan terutama yang berbahsa Yunani ke bahasa Arab, pendirian
pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan yaitu Bait al-Hikmah, dan terbentuknya mazhab-
mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir. 7Ada
beberapa upaya yang dilaksanakan terkait dengan kemajuan dan perkembangan peradaban
Islam. Peradaban-peradaban tersebut pada dasarnya merupakan akulturasi dari peradaban
Islam dengan peradaban lainnya, terutama Persia atau Yunani, di antaranya:

1. Gerakan Penerjemahan

Pada abad ke-9 M, dilakukan penerjemahan besar-besaran buku, dalam penerjemahannya


ikut berperan serta orang-orang Yahudi dan Kristen di samping orang-orang Islam sendiri.
Mereka menerjemahkan manuskrip-manuskrip terutama yang berbahasa Yunani dan Persia
ke dalam bahasa Arab. Para Ilmuan diutus untuk ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-
naskah Yunani dalam berbagai ilmu terutama filsafat dan kedokteran. Sedangkan untuk
perburuan manuskrip di daerah Timur seperti Persia, adalah pada bidang tata negara dan
sastra. Sebelum diterjemahkan kedalam bahasa Arab, naskah yang berbahasa Yunani
diterjemahkan dulu ke dalam bahasa Syiria. Hal ini disebabkan karena para penerjemah
adalah para pendeta Kristen Syiria yang memahami bahasa Yunani.8

Pelopor gerakan penerjemahan adalah khalifah al-Mansur, dengan mempekerjakan orang-


orang Persia untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia, di antaranya: Buku tentang
ketatanegaraan (Kalila wa Dimna dan Shindind). Sedangkan manuskrip yang berbahasa
Yunani, seperti Logika karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemy, Arithmetic karya
Nicomachu dari Gerasa, Geometri karya Euclid. Pada masa Harun al-Rasyid, dikenal
Yuhanna Yahya ibn Masawayh (w.857) yang menerjemahkan beberapa manuskrip tentang
kedokteran yang dibawa oleh khalifah dari Ankara dan Amorium. Pada masa Makmun
dikenal Hunayn ibn Ishaq. (Joannitius, 809-873) ia dijuluki “ketua para penerjemah” (sebutan
orang Arab), seorang sarjana terbesar dan figur terhormat. Makmun mengangkatnya menjadi
pengawas perpustakaan akademinya

Pada masa al-Mutawakkil, Hunayn diangkat sebagai dokter pribadinya. Ibn al-‘Ibri dan
al-Qifthi menilai Hunayn sebagai ‘Sumber ilmu pengetahuan dan tambang kebajikan’, dan

7
Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Peradaban Islam.
8
Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Peradaban Islam… hlm. 124

10
oleh Leclerc sebagai tokoh terbesar abad ke-9, dan bahkan sebagai salah seorang yang paling
cerdas yang pernah dikenal dalam sejarah.31 Setelah tokoh besar tersebut, dikenal juga nama
Quatha ibn Luqa (w.992). Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad,
babak penerjemahan itu dalam rentang ±750-850.33 Di antara cabang ilmu pengetahuan yang
diutamakan ialah Ilmu Kedokteran, Matematika, Optika, Geografi, Fisika, Astronomi, dan
Sejarah di samping Filsafat.

2. Membangun Bait al-Hikmah

Bait al-Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat


pengembangan ilmu pengetahuan. Instuisi ini merupakan kelanjutan dari instuisi yang serupa
di masa imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy. Perbedaannya, pada
masa Persia institusi ini hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk Raja, sedangkan
pada masa Abbasiyah (Harun AlRasyid) instutusi ini diberi nama Khizanah al-Hikmah yang
berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa al-Makmun diubah namanya
menjadi Bait al-Hikmah dipergunakan untuk menyimpan buku-buku kuno yang didapat dari
Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia dan India. Langkah-langkah yang dilakukan khalifah
al-Makmun membentuk lembaga Bait al-Hikmah pada tahun 832 M. bertujuan untuk
mendorong atau untuk memasukkan hal-hal yang positif dari kebudayaan Yunani ke dalam
pengetahuan khususnya wilayah filsafat Islam.9

Setelah adanya upaya penerjemahan dan pembentukan kajian keilmuan melaui pendirian
Bait al-Hikmah, kaum muslim telah mengalami perkembangan yaitu mulai bergaul dengan
orang luar Islam. Berkembangnya ilmu pengetahuan menjadi tonggak puncak peradaban
Islam karena di antaranya institusi pendidikan Islam yang ada telah menerapkan konsep
pendidikan berbasis multikultural. Nilai-nilai toleransi, keterbukaan, kesederajatan,
kebebasan, keadilan, kemiskinan, keragaman, dan demokrasi, juga didukung oleh tokoh-
tokoh pendidik yang memiliki visi dan misi kultural. (Mahroes, 2015)

D. Pertumbuhan ilmu-ilmu Islam dan Sains di Madrasah

Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islamiyah dimana Dunia Islam, mulai
dan Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala
bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia
Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur; sebaliknya dunia Barat masih
dalam keadaan gelap, bodoh, dan primitif Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan
9
1Agussalim Sitompul, Pertemuan Kebudayaan Islam dan Kebudayaan Yunani/ Persia

11
di laboratorium dan observatorium; Dunia Barat masih asyik dengan jampi-jampi dan dewa-
dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan
untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-
mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu naqli),
bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian, ketika ummat Islam
keluar dan Jazirah Arab mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama
ditambah pengaruh dari perbendaharaan Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya
berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal (ilmu aqli).

I. Perkembangan Ilmu Naqli.


Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Qur'an dan Hadits), yaitu ilmu yang
berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun dasar perumusannya pada sekitar
200 tahun setelah hijrah Nabi sehingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang. Ilmu-ilmu itu
antara lain:

a. Ilmu Tafsir

Al-Qur'an adalah sumber utama dari agama Islam. Oleh karena itu segala perilaku ummat
Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti
yang terkandung didalamnya. Sebab untuk memahami suatu kitab tidak cukup hanya
mengerti bahasanya saja tetapi diperlukan keseimbangan taraf pengetahuan antara buku yang
dibaca dengan pembacanya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan. Yang pertama
antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ali ibn Abi Thalib dan Ubay Ibn Ka’ab.

b. Ilmu Hadits

Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an. Karena kedudukannya
itu, maka setiap abad ummat Islam selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya.
Usaha pelestarian dan pengembangannya terjadi pada dua periode besar: masa Mutaqaddimin
dan masa Mutaakhirin. Berikut Para Ulama ahli Hadits yang terkenal dari periode Dinasti
Abbasiyah yakni:
1. Imam Al-Bukhari (w.256 H) dengan kitabnya “Al-Jami’ as Shahih”.
2. Imam Muslim (w.261 H) dengan kitabnya “Shahih Muslim”
3. Abu Daud (w.275 H)
4. At-Turmudzy (w.279 H)
5. An-Masa’y (303 H)
6. Ibnu Majah (w. 273 H)

Yang masing-masing kitabnya disebut Sunan, inilah yang dianggap kitab induk yang keenam.
7. Imam Ahmad ibn Hambal (w.241 H) kitabnya disebut Musnad.

12
c. Ilmu Kalam

Secara bahasa, kalam berasal dari kata kata al-kalaamu, artinya pembicaraan. Dapat
dipahami dengan pembicaraan yang bernalar dan melibatkan logika. Mengutip buku Ilmu
Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan oleh Dr. H. Nunu Burhanuddin, Lc., M.A, pengertian
ilmu kalam adalah pembahasan mengenai Allah SWT dan Rasul-Nya dengan bukti-bukti
yang logis.

Ilmu kalam membahas mengenai masalah ketuhanan dengan memadukan dasar-dasar


naqliyah dan aqliyah. Argumen Naqliyah artinya berasal dari dalil-dalil Al Quran dan hadits.
Sedangkan argumen aqliyah muncul dari pemahaman metode berpikir filosofis. Selain itu,
ilmu kalam juga berbicara tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib, mustahil, dan mungkin
ada pada-Nya. Tak hanya itu, ilmu kalam juga membahas pemahaman para Nabi dan Rasul
dengan disertai pemahaman salaf di dalamnya.10

Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor:

1. Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh yang
memakai senjata itu.
2. Karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada
pola akal dan ilmu. Kaum Mu'tazilah berjasa dalam menciptakan ilmu Kalam, karena
mereka adalah in pembela gigih terhadap Islam dari serangan Yahudi, Nasrani dan
Wasani. Menurut riwayat, mereka mengirim juru-juru dakwah ke segenap penjuru
untuk menolak serangan musuh. Di antara pelopor dan ahli ilmu Kalam yang terbesar
yaitu Washil ibn Atho, Abu Huzail al- Allaf, Abu Hasan al-Asyari dan Imam Ghazali.
d. Ilmu Tasawuf

Ilmu Tasawuf adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah.
Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah,
meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta bersunyi diri beribadah. Bersamaan
dengan lahirnya ilmu Tasawuf muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulamanya, antara lain adalah:

1. Al-Qusyairy (w. 465 II)


2. Syahabuddari (w. 632 H)
3. Imam al-Ghazali (w. 502 H)

10
https://kumparan.com/pengertian-dan-istilah/pengertian-ilmu-kalam-ruang-lingkup-dan-fungsinya-
20lXEcGx1aj

13
e. Ilmu Bahasa

Dalam masa Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya karena
bahasa Arab yang semakin dewasa dan menjadi bahasa Internasional. Yang dimaksud dengan
ilmu bahasa adalah nahwu, sharafi ma’ani, bayan, bad’, arudh, qamus, dan insya. Kota-kota
Basrah dan Kufah merupakan pusat pertumbuhan dan kegiatan ilmu lughah. Keduanya
berlomba-lomba dalam bidang tersebut sehingga terkenal sebutan aliran basrah dan aliran
kufah. Diantara ulama-ulama yang termasyhur dalam masa ini:

1. Sibawaihi (w.153 H)
2. Muaz al-Harro (w. 187 H) yang mula-mula membuat tashrif.
3. Al-Kasai (w. 190 H), mengarang kitab tata bahasa.
4. Abu Usman al-maziny (w. 249 H), karangannya banyak tentang nahwu.

f. Ilmu Fiqh

Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamadun Islam telah melahirkan
ahli-ahli hukum (Fuqaha) yang tersohor dalam sejarah Islam dengan kitab-kitab fiqh
(hukum)-nya yang terkenal sampai sekarang. Para fuqaha yang lahir zaman ini terbagi dalam
dua aliran; ahli hadits dan ahli ra’yi.

Ahli hadits adalah aliran yang mengarang fiqh berdasarkan Hadits. Pemuka dari aliran
ini adalah Imam Malik dengan pengikut-pengikutnya, pengikut Imam Syafi'i, pengikut
Sufyan, dan pengikut Imam Hambali. Ahli ra'yi adalah aliran yang mempergunakan akal dan
fikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini ialah Abu Hanifah dan teman-temannya
fuqaha dari Irak. Iman-iman fuqaha itu ialah:

1. Imam Abu Hanifah, yaitu Nu’man Ibn Tsabit ibn Zauthi.


2. Imam Malik, Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir.
3. Imam Syafi’I, yaitu Abu Abdulish Muhammad ibn Idris ibn Abbas ibn Usman ibn
Syafi’i.
4. Imam Ahmad, yaitu Ahmad ibn Hambal ibn Hilal az-Zahliy asy-Syaibany.

II. Perkembangan Ilmu Aqli

Ilmu aqli adalah ilmu yang didasarkan kepada pemikiran (rasio). Ilmu yang tergolong ilmu
ini kebanyakan dikenal ummat Islam berasal dari terjemahan asing: dari Yunani, Persia, atau

14
India Memang dalam Al-Qur'an ada dasar-dasar ilmu ini tetapi ummat Islam mengenai ilmu
ini setelah mempelajarinya dari luar. Yang termasuk ilmu ini antara lain:

a. Kedokteran

Ilmu ini mulai mendapat perhatian ketika Khalifah Al-Mansur dari Bani Abbas menderita
sakit pada tahun 765 M. Khalifah Al-Mansur memerintahkan untuk menterjemahkannya dari
bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Orang yang kemudian terkenal sebagai dokter Islam
antara lain:

1. Al-Razi ( 865-925 M), karya Al-Razi yang paling terkenal adalah “Al Hawi” dan
karya ini sekarang dijadikan referensi oleh para dokter.11
2. Ibnu Sina (980-1037 M), karyanya yang terkenal yaitu “Kitab Al-Qanun fi al-Thibb”
dan ia dijuluki dengan “Bapak Kedokteran Modern”.12
b. Ilmu Filsafat

Para Ilmuwan Filsafat pada masa ini diantaranya:

1. Al-Kindi (796-873 M), ia merupakan filsuf pertama dari kalangan Islam sekaligus
tokoh penggerak filsafat Arab, hingga sering disebut sebagai “Bapak Filsafat Arab”
karya nya yang paling penting dan terkenal adalah “On First Philosophy”.13
2. Al-Farabi (870-950 M), ia adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn
Thankhan. Ia seorang ilmuwan yang berpengaruh di dunia Islam dan bahkan diakui
oleh bangsa barat. Karya-karya nya diantaranya; Al Madinah Al-Fadhilah, al-Musiqi
al-Kabir, Ihsha’u al-Iqa, Kalam fi al-Musiqi, Ihsha’u al-Ulum wa at-Ta’rif bi
Aghradhiha, Jawami as-Siyasa.14
3. Ibnu Sina, ia dikenal selain sebagai seorang dokter yang mendapat julukan “Bapak
Kedokteran Modern” . Ian juga dikenal dalam bidang filsafat dengan julukannya “Al-
Syaikh Al-Rais (Kyai utama)42. Sebuah karya nya yang terkenal dalam bidang
filsafat yakni “Kitab Asy-Syifa”.
4. Al-Ghazali (1058-1111 M), ia adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-
Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i. Karya nya dalam bidang filsafat yakni “Maqasid al-
Falasifah” dan “Tahaf’ut Al-Falasifah”.

11
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6619609/ibnu-sina-dan-ar-razi-cendekiawan-muslim-di-bidang-
kesehatan
12
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina
13
https://www.kompas.com/ biografi-al-kindi-tokoh-penggerak-filsafat-arab
14
https://www.kompas.com/biografi-al-farabi-guru-kedua-filsafat-setelah-aristoteles?

15
5. Ibnu Rusyd (1126-1198 M), ia adalah Abu Walid Muhammad ibn Muhammad ibn
Rusyd. Karyanya dalam bidang filsafat yakni “Tahafut al-Tahafut”.
c. Ilmu Optik

Dalam ilmu ini yang terkenal namanya adalah Abu Ali al-Hasan Ibn Haytam (965 M). Orang
Erofa menyebutnya Alhazen. Ia ahli dalam ilmu mata (optik), cahaya dan warna, Karya nya
yakni “Kitab al-Manazhir”.

d. Ilmu Astronomi

Para Ilmuwan Astronomi pada masa ini diantaranya:

1. Al-Fazari (746-796 M), ia adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim Al-Fazari. ia
merupakan astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, alat untuk mengukur
tinggi bintang.
2. Al-Farghani (w. 861 M), ia adalah Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani (Al-Fraganus),
karya nya yakni Buku “Harakat As-Samawiyya Wa Jawami Ilm An-Nujm (Asas-asas
ilmu bintang)”.15
3. Al-Battani (Albategnius) (858-929 M), ia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Jabir
bin Sinan al-Battani al-Harrani as-Sabi’. Dalam kehidupan sehari-hari, hasil karya Al-
Battani adalah penanggalan Masehi yang kita gunakan saat ini. Selain itu, hitungan
satu tahun yang menyebutkan 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik, merupakan
ilmu terapan berkat penelitian yang dilakukan para ilmuwan Islam.16
4. Al-Biruni (973-1050 M), ia Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni. Ia
menulis sebuah buku yang berjudul “Al-Qamun al-Mas’udi fi al-Nujum”
e. Ilmu Hitung

Angka-angka yang telah biasa kita pakai disebut angka Arab. Ketika al- Fazari
menerjemahkan buku-buku India, terjemahannya ini membantu terkenalnya sistem
perangkaan ke dunia Arab. Angka yang dari India itu, disebut raqam al-Hindi, terdiri dari
angka 1,2,3,4,5, kemudian oleh Al-Khawarizmi diciptakan angka 6,7,8,9 dan selanjutnya
diciptakan angka 0 (nol) yang dinamakan sifr atau kosong. Ia mengarang buku “hisab Al-Jabr
wa al-Muqabalah”. Kemudian ada Umar Al-Hayyam, ia ahli aljabar yang dipengaruhi oleh

15
https://islamdigest.republika.co.id/berita/qao2lh366/al-farghani-perintis-astronomi-modern
16
https://nationalgeographic.grid.id/read/133758406/kisah-al-battani-ilmuwan-muslim-penemu-jumlah-365-
hari-dalam-setahun

16
al-Khawarizmi. Ia mengembangkan ilmu aljabar lebih lanjut sehingga ilmu ini dapat nama
Al-Khayyam, ia mengutamakan persamaan kubik dan persamaan derajat.

f. Ilmu Kimia

Di dalam studi-studi mereka tentang ilmu kimia dan ilmu dan sarjana-sarjana Muslim ini
memperkenalkan cara penelitian (experiment) objektif yang merupakan perkembangan yang
menentukan terhadap spekulasi yang membingungkan bagi orang-orang Yunani. Mereka
teliti sekali dalam mengobservasi gejala-gejala dan tekun dalam mengumpulkant fakta-fakta.
Diantaranya ada; Jabir Ibn Hayyan, ia dijuluki sebagai “Bapak ilmu Kimia”. Dan Ar-Razi,
hanya saja ia lebih banyak dikenal dalam lapangan ilmu kedokteran, ditambah lagi bukunya
yang berjudul Al-Kimia baru saja didapati orang di istana seorang Pangeran India, maka
pekerjaannya yang telah dilakukan Al-Razi dalam ilmu kimia baru saja diketahui orang.

g. Ilmu Tarikh dan Geografi (Ilmu Bumi)

Masa Abbasiyah banyak melahirkan pengarang dan ahli sejarah diantaranya Al


Waqidy, Al Ma'udy dan Al Thobari. Dalam ilmu geografi (ilmu bumi) Ibnu Khurdazbah,
yang hidup diawal abad III dan telah meninggalkan buku geografinya "Al-Masalik wa al-
Mamalik", dipandang sebagai ahli geografi Islam terdahulu yang menjadi pedoman bagi
pelaut yang menjelajahi lautan.64 (Sunanto, 2003)

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

A. Pendidikan Islam Masa Dinasti Umayyah


 Pendidikan Formal/ Madrasah pada masa Daulah Umayyah yakni; Madrasah Makkah,
Madrasah Madinah, Madrasah Bashrah, Madrasah Kuffah, Madrasah Syam, dan
Madrasah Fusthat(Mesir).
 Sejarah mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar ke jazirah Arabia sejak abad
ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi, dan akhir abad pertama Hijriah di mana bahasa
Arab telah mencapai posisi tinggi, terhormat dan kuat dalam wilayah negara Islam
yang disebabkan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan diatas.
 Masa Kodifikasi/Pembukuan Hadits (awal-akhir abad II H) yang dipelopori oleh
khalifah Umar ibn Abdul Aziz (w. 110 H) dari daulah umayyah. Dan Masa
Pentashihan dan Penyaringan Hadits (awal- akhir III H).
B. Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah
 Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Kemajuan ilmu pengetahuan diawali
dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah,
dan terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah
dari kebebasan berpikir. Puncak keemasan Dinasti Abbasiyah utamanya berada pada
masa khalifah Harun al-Rasyid, dan juga terletak pada masa khalifah al-Makmun.
 Tokoh-tokoh Ilmuwan/Ulama yang terkenal masa Abbasiyah Yakni; Al-Kindi, Al-
Farabi, Ibnu Haitham, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Jabir Al-Hayyan.
 Pada abad ke-9 M , terjadilah gerakan Helenisasi/Penterjemahan Karya-karya Yunani,
India dan Persia. Yang dipelopori oleh khalifah al-Mansur, yang kemudian didirikan
lembaga Pusat Ilmu pengetahuan yakni “Bait Al-Hikmah”.
 Pertumbuhan ilmu-ilmu Islam dan Sains di Madrasah, terdiri dari dua kategori yakni
“Ilmu Naqli dan Ilmu Aqli”.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anis, M. (2020). Potret Pendidikan Masa Dinasti Umayyah. Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian
Islam & Pendidikan, 7(1), 107–116. https://doi.org/10.47435/al-qalam.v7i1.185

Ifendi, M. (2020). Dinasti Abbasiyah: Studi Analisis Lembaga Pendidikan Islam. Fenomena,
12(2), 139–160. https://doi.org/10.21093/fj.v12i2.2269

Mahroes, S. (2015). Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pendidikan


Islam. Tarbiya:Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 1(1), 77–108.
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jurnal-tarbiya/article/view/138/pdf_4

Nunzairina, N. (2020). Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan, dan


Kebangkitan Kaum Intelektual. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 93.
https://doi.org/10.30829/juspi.v3i2.4382

Salim, L. (2017). Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Sastra Arab. Jurnal Diwan, vol
4/no 2, 77–90.

Sunanto, M. (2003). Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam


(Creasindo (ed.); Edisi 1). PRENADA MEDIA GROUP.

19

Anda mungkin juga menyukai