Anda di halaman 1dari 24

PENDIDIKAN BAHASA ARAB (ISLAM) MASA AWAL ISLAM (NABI DAN

KHULAFAUR RASYIDIN), (DARUL ARQAM, KUTTAB, MASJID, AL-QUR’AN,


DAN AL-HADIST)

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam

Program Studi Pendidikan Bahasa Arab

Oleh :
Dita Wahyuni Aristantia
02040921004

Dosen Pengampu :
Dr. Achmad Zuhdi Dh, M. Fil I

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan ataupun
nikmat kesempatan sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan peradaban
kemanusiaan yang diridhoi Allah SWT. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam dengan topik materi “Pendidikan Bahasa Arab
(Islam) Masa Awal Islam (Nabi dan Khulafaur Rasyidin), (Darul Arqam, Kuttab, Masjid, al-
Qur’an, dan al-Hadist)”.

Sehubungan dengan pendalaman materi dalam Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam,
makalah ini merupakan topik awal yang diharapkan akan menjadi jembatan pengetahuan,
dasar, dan gambaran terhadap topik-topik materi selanjutnya. Selain itu, sebaiknya sebagai
pendidik, peneliti pendidikan maupun pembaca untuk memahami pendidikan dari segi sejarah
dan filsafat agar semakin mencintai dan memahami hakikat pendidikan serta perjalanannya
dari zaman dahulu hingga sekarang.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini terkhusus kepada Ustadz Dr. Achmad Zuhdi Dh, M.
Fil I sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta
bermanfaat bagi seluruh pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.

Surabaya, 21 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................ 2
D. Metode Penelitian ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Nabi Muhammad SAW ............. 3
B. Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Khulafaur Rasyidin.................... 9
C. Sejarah Darul Arqam, Kuttab, Masjid, al-Qur’an, dan al-Hadist................................ 13
PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 19
B. SARAN .................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan bahasa Arab ke wilayah-wilayah lain seiring dengan
perkembangan, kemajuan, dan perluasan wilayah kekuasaan Islam sejak masa
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Daulah Umayyah hingga Daulah Abbasiyah.
Penyebaran bahasa Arab beriringan dengan perluasan wilayah Islam yang
menyebabkan orang-orang Arab bercampur dengan penduduk asli (luar Arab). Mereka
mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa agama dan pergaulan.
Sejarah perkembangan bahasa Arab dan pendidikan bahasa Arab dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat yang pada awalnya berlangsung secara learning
cultures, di mana penyebaran bahasa Arab masih dilakukan secara lisan, tidak resmi,
menyatu dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi masyarakat Arab pada
waktu itu. Pada masa pra Islam, yaitu pada masa Jahiliyah, selain bahasa Arab
berkembang secara learning cultures, yang berkembang secara alami dalam
komunikasi sehari-hari, ada sedikit perkembangan penyebaran bahasa Arab ke arah
teaching cultures, yaitu dengan munculnya pengajaran bahasa Arab semi formal
melalui festival syair Arab sebagaimana yang ada di pasar Ukaz.1
Oleh karena itu, mempelajari perkembangan pendidikan secara sempurna
menghendaki kepada mempelajari pendidikan bahasa Arab yang telah dikembangkan
oleh orang-orang Islam. Sebab yang mendasari pendidikan Islam salah satunya adalah
dasar historis (penelusuran sejarah) dimana dasar historis ini merupakan suatu dasar
yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, dengan demikian dasar ini
akan dijadikan acuan untuk memprediksi dan menjadi acuan untuk pendidikan yang
lebih baik lagi masa yang akan datang.
Terdapat banyak sekali lembaga pendidikan Islam klasik yang lahir sebelum
munculnya madrasah, mulai dari rumah (Darul Arqam), kuttab, masjid, halaqah,
saloon, perpustakaan, bamaristan, dan sebagainya. Model pendidikannya pun cukup
beragam, sebagai contoh, kuttab yang awalnya berbasis pendidikan rumah hingga
kemudian mengambil tempat tersendiri di bangunan yang independen, masjid yang

1
A Apriyanto, Civilization in the Era of Harun Al-Rashid: The Synergy of Islamic Education and Economics in
Building The Golden Age of Islam, Review of Islamic Economics and Finance (RIEF), 3.2 (2020), 66–79.
<https://ejournal.upi.edu/index.php/rief/article/view/30337>

1
multifungsi, perpustakaan yang tidak hanya menyediakan literatur bacaan tetapi juga
menyediakan ruang pembelajaran.
Sejarah perkembangan lembaga pendidikan Islam klasik ini tentu bukan
dimaksudkan untuk bernostalgia dengan kesuksesan pendahulu pada abad pertengahan,
akan tetapi makalah ini berharap agar dengan mempelajari sejarah perkembangan
lembaga pendidikan klasik pra-madrasah ini masyarakat modern dapat mengambil
inspirasi dari sejarah tersebut, menjadikannya motivasi untuk mengembangkan
lembaga pendidikan yang lebih baik, memprediksi masalah yang telah terjadi, sedang
terjadi dan akan terjadi, serta membuat solusi kontemporer terhadap problematika
dalam lembaga pendidikan Islam khususnya di Indonesia.
Dengan demikian, makalah ini mempunyai orientasi untuk mengungkap sejarah
pendidikan bahasa Arab (Islam) pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
serta mengungkap lembaga apa saja yang eksis pra-madrasah, bagaimana model
pendidikan yang diterapkan dan apa saja faktor kemajuan lembaga pendidikan Islam
periode klasik dan terakhir menarik kesimpulan bagaimana kontribusi terhadap
lembaga pendidikan Islam era modern ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Nabi Muhammad
SAW?
2. Bagaimana Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Khulafaur
Rasyidin?
3. Bagaimana Sejarah Darul Arqam, Kuttab, Masjid, al-Qur’an, dan al-Hadist?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Nabi
Muhammad SAW
2. Untuk Mengetahui Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Khulafaur
Rasyidin
3. Untuk Mengetahui Sejarah Darul Arqam, Kuttab, Masjid, al-Qur’an, dan al-Hadist

D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library reserch, yaitu dengan
melakukan pengkajian literatur-litertur ilmiyah dan sumber berita online.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Nabi Muhammad SAW
Dengan datangnya Islam dan turunnya al-Qur’an dalam bahasa Arab standar,
kedudukan bahasa Arab standar menjadi lebih penting dan menarik perhatian kalangan
masyarakat luas. Semakin besar jumlah pemeluk Islam, semakin meluas pengaruh
bahasa Arab standar ini sampai pada kehidupan kalangan orang-orang awam. Karena
didorong oleh jiwa dan semangat keagamaan, pemeluk agama Islam mempunyai
kecintaan membaca al-Qur’an, baik untuk ta’abud (ibadah) dengan tilawah (bacaan)
al-Qur’an itu semata ataupun lebih lanjut untuk memahami isi al-Qur’an dan menggali
ajaran-ajaran Islam.
Dari sinilah mulai terbina hubungan yang menjalin bahasa Arab dengan agama
Islam, sehingga membawa akibat yang jauh sekali bagi masa depan bahasa Arab yang
kemudian menjadi bahasa agama dan kebudayaan bagi dunia Islam. 2
Ketika berada di Mekkah, Pendidikan yang selalu ditanamkan Rasulullah SAW
ialah tentang masalah ketauhidan, yang nantinya dapat menegaskan kembali orientasi
hidup manusia yang sebenarnya, dari sisi metode sendiri, rasulullah biasanya memakai
metode ceramah, diskusi, dan perumpamaan-perumpamaan dalam mengajar, lalu ada
satu hal yang penulis kira sangat berperan ialah kepekaan rasulullah dalam melihat
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya, yakni beliau mendapati bahwa
sebenarnya orang Arab pada waktu itu memiliki kekuatan dalam hal membaca, menulis,
dan menghafal, dan beliau mampu memaksimalkan hal tersebut hingga tidak ragu
begitu banyak para hafidz qur’an dan penghafal ribuan hadits setelahnya, ada Zaid bin
Tsabit yang sangat cerdas yang menjadi pionir pengumpulan al-Qur’an era Abu Bakar
dan Umar yang kemudian mushaf yang terkumpul tersebut di simpan oleh Sayyidatina
Hafsah putri Umar yang merupakan istri nabi, lalu disempurnakan lagi pada era Usman
karena banyaknya perbedaan dialek di masyarakat pada waktu itu,3 ada lagi Anas bin
Malik yang hafal ribuan hadits pada waktu itu, dan masih banyak lagi. Sederhananya,
rosulullah memberikan pendidikan totalitas yang meliputi pendidikan untuk

2
Latifah Salim, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Bahasa Arab, Jurnal Diwan vol. 3 no. 1 (2017), 80.
<http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/diwan/article/view/2928/pdf>
3
Haekal Husain, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Tintamas, 2016), 129.

3
membangun rohani, pendidikan jasmani, membangun intelektualitas masyarakat, dan
pendidikan emosional dan spiritual. 4
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung lama, yaitu sepanjang sejarah
manusia itu sendiri, dan seiring pula dengan perkembangan sosial budayanya. Secara
umum memang aktifitas pendidikan sudah ada sejak manusia diciptakan. Dalam ajaran
Islam sendiri pendidikan mendapat porsi yang sangat penting dan tinggi sebagaimana
penyusun sampaikan dalam pendahuluan makalah ini, karena pendidikan merupakan
salah satu perhatian sentral (centre attention) masyarakat.
1. Pendidikan Islam Masa Rasulullah : Fase Mekkah
A. Tahap- Tahap Pendidikan
Pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah sesuai dengan tahapan-
tahapan dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy, dalam hal ini
dibagi dalam tiga tahap, diantaranya :
1) Tahap Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama al-Qur’an Surat 96 ayat 5, pola
pendidikan yang dilakukan Rasulullah adalah secara sembunyi-sembunyi
mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari diri
sendiri dan keluarga dekatnya. Pertama, Nabi serukan istrinya Khadijah
untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah, yang kemudian
diikuti oleh Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah, seorang pembantu
rumah tangga yang kemudian dijadikan anak angkat. Setelah itu Nabi
mulai mengajak sahabat-sahabatnya, yang dilakukan dengan hati-hati dan
tidak sembarangan.
Setelah cukup mendapat pengikut, Nabi kemudian menjadikan
rumah Arqam yang berada di bukit Shafa sebagai pusat kegiatan
pendidikan sekaligus sebagai lembaga pendidikan pertama pada era awal
Islam ini. Kegiatan itu berlangsung selama tiga tahun, sampai turun wahyu
berikutnya, yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-
terangan.

4
Gusti Irhamna Husin, Pemikiran Tentang Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam di Masa Rosulullah pada
Periode Mekkah dan Periode Madinah, Jurnal Ilmiah AL QALAM, vol. 11 no. 4, 69-88 (2017), 85.
<https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam/article/view/11>

4
2) Tahap Terang-terangan
Menyeru kepada Islam atau dakwah yang dilakukan Rasulullah
secara terang-terangan, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin
banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena
diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk
agama Islam. Di samping itu, keberadaan rumah Arqam sebagai pusat dan
lembaga pendidikan Islam sudah diketahui oleh kaum kafir Quraisy.
Dakwah yang dilakukan secara terang-terangan ini diawali dengan
turunnya wahyu Allah QS. Al-Baqarah ayat 214-215. Seruan Nabi kali ini
disambut dan dibenarkan dengan baik oleh sebagian, tetapi sebagian lain
menentang dan mendustakannya, seperti Abu Lahab (paman Nabi) dan
istrinya. Dakwah ini pun berlangsung selama tiga tahun sampai turun
wahyu Allah dalam QS. Al-Hijr ayat 94-95 yang menyerukan Islam secara
terang-terangan untuk umum, baik untuk penduduk Mekkah maupun luar
Mekkah, tanpa membedakan latar belakang mereka.
3) Tahap Terang-terangan untuk Umum
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setelah berdakwah secara
terang-terangan kepada keluarga dan sahabat dekatnya, Rasulullah mulai
mengubah strategi dakwahnya menyeru kepada manusia secara umum
sebagaimana Allah perintahkan dalam QS. Al-Hijr ayat 94-95. Sebagai
tindak lanjut dari perintah tersebut, pada musim haji Rasulullah
mendatangi kemah-kemah para jamaah haji. Pada awalnya tidak banyak
yang menerima, kecuali sekelompok jamaah haji dari Yatsrib, kabilah
Khazraj yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah sinar Islam
mulai memancar keluar Mekkah.
Penerimaan masyarakat Yatsrib (Madinah) terhadap ajaran Islam
secara antusias tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu :
1) Adanya kabar dari kaum Yahudi akan lahirnya seorang Rasul,
2) Suku Aus dan Khazraj mendapat tekanan dan ancaman dari kelompok
Yahudi,
3) Konflik antara Khazraj dan Aus yang berkelanjutan dalam rentang
waktu yang sudah lama, oleh karena itu mereka mengharapkan
seorang pemimpin yang mampu melindungi dan mendamaikan
mereka.

5
Hal inilah yang kemudian menjadikan penduduk Yatsrib yang
melaksanakan haji kemudian banyak yang masuk Islam.
B. Materi Pendidikan
Materi pendidikan pada fase Mekkah dapat dibagi pada dua bagian,
yaitu:
1) Materi Pendidikan Tauhid, materi ini lebih difokuskan untuk memurnikan
ajaran agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, yang telah
diselewengkan oleh masyarakat jahiliyah. Secara teori intisari ajaran
tauhid ini terdapat dalam kandungan surat al-Fatihah ayat 1-7 dan surat al-
Ikhlas ayat 1-5. Secara praktis ajaran ini diberikan melalui cara-cara yang
bijaksana, menuntun akan pikiran dengan mengajak umatnya untuk
membaca, memperhatikan dan memikirkan kekuasan dan kebesaran Allah
dan diri manusia sendiri.
2) Materi Pengajaran al-Qur’an, yang dirinci :
(1) Materi baca tulis al-Qur’an
(2) Materi menghafal ayat-ayat al-Qur’an, dan
(3) Materi pemahaman al-Qur’an
C. Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik sahabat-
sahabatnya, antara lain :
1) Metode Ceramah
2) Metode Dialog
3) Metode Diskusi atau Tanya Jawab
4) Metode Perumpamaan
5) Metode Kisah
6) Metode Pembiasaan, dan
7) Metode Hafalan
D. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan pada periode Rasulullah ini baik di Mekkah
maupun di Madinah adalah al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai dengan
kondisi dan situasi, kejadian dan persitiwa yang dialami umat Islam pada saat
itu, karena itu dalam prakteknya tidak saja logis dan rasional, tetapi juga fitrah
dan pragmatis. Hasil cara yang demikian dapat dilihat dari sikap rohani dan
mental para pengikutnya.

6
E. Lembaga Pendidikan
Pada fase Mekkah ini, ada dua macam lembaga pendidikan, yaitu:
1) Rumah Arqam, ini merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum
muslimin bersama dengan Rasulullah untuk belajar hukum dan dasar-dasar
Islam.
2) Kuttab, merupakan lembaga pendidikan rendah pertama yang terdapat di
dunia Arab pra Islam, yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang
memfokuskan pada baca tulis. Namun setelah datang Islam materinya
ditambah dengan materi baca tulis al-Qur’an dan memahami hukum-
hukum Islam.
2. Pendidikan Islam Masa Rasulullah : Fase Madinah
Ketidakamanan dan ketidaknyamanan Mekkah saat itu mengharuskan Nabi
bersama dengan para sahabatnya melakukan hijrah ke Madinah. Kedatangan Nabi
SAW bersama kaum muslimin Mekkah ini disambut oleh penduduk Madinah
dengan sambutan yang luar biasa. Wahyu yang turun pada fase ini telah Nabi
sampaikan kepada para pengikutnya dengan sangat bijaksana. Nabi menganjurkan
para pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-Qur’an, bahkan
beliau pun sering mengadakan pengulangan bacaan al-Qur’an itu baik dalam
sholat, pidato-pidato, dan pelajaran lain dalam berbagai kesempatan.
A. Lembaga Pendidikan
Bila di Mekkah Nabi mengawali pengajarannya dari rumah Arqom,
maka di Madinah Nabi memulainya dari Masjid. Masjid yang kemudian
dikenal sebagai Masjid nabawi merupakan tempat pertama yang Nabi bangun
saat beliau hijrah ke Madinah. Di Masjid ini Nabi disediakan ruangan
tersendiri, termasuk juga kaum Muhajirin yang miskin. Dari masjid inilah Nabi
mengajarkan tentang Islam kepada umatnya, karena didalamnya selalu
digunakan untuk shalat berjamaah, membaca al-Qur’an, termasuk pula
pembacaan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian masjid ini
merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.
B. Materi Pendidikan
Pada fase Madinah materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks
dibandingkan dengan materi pendidikan fase Mekkah. Diantara pelaksanaan
pendidikan di Madinah adalah :

7
1) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan antara kaum muslimin). Dalam hal ini
Nabi mengajarkan bagaimana antara saudara seiman bisa saling membantu
dalam menghadapi kesulitan.
2) Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminnya kesejahteraan sosial ini,
tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok daripada
kehidupan sehari-hari.
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat, dalam hal ini adalah
suami, istri dan anak-anaknya.
4) Pendidikan Hankam (pertahanan dan keamanan) dakwah Islam.
C. Kurikulum Pendidikan
Untuk kurikulum yang dipakai di Mekkah dan Madinah adalah sama,
yaitu al-Qur’an yang dijelaskan dengan hadis Nabi yang diturunkan secara
berangsur-angsur, hanya kurikulum di Madinah lebih komplit, seirama dengan
bertambahnya wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Setelah datangnya Islam di tanah Arab menjadi berkah bagi bangsa Arab dengan
diturunkannya al-Qur’an berbahasa Arab bahkan dinyatakan dalam al-Qur’an surat
Yusuf ayat : 2 yang berbunyi;

ۤ
﴾2﴿ ‫اِ اَّن انْزْلنٰه ق ْرٰء ًَّن عربِيًّا لاعلاك ْم ت ْع ِقل ْون‬

Artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’an berbahasa Arab agar


kamu mengerti.” (QS. Yusuf : 2)
Wahyu Allah ini diturunkan pada masyarakat atau bangsa Arab agar mengerti
isi kitab suci yang mulia itu. Dengan demikian, posisi bahasa Arab menjadi sangat
penting dan menarik perhatian kalangan masyarakat, otomatis bahasa ini kedudukannya
terangkat karena ia merupakan bahasa agama yaitu Islam.

Bahasa al-Qur’an berasal dari bahasa Quraisy, karena Nabi Muhammad SAW
lahir dan tumbuh dari bahasa tersebut.5 Dialek Quraisy adalah dialek terkaya dibanding
dialek-dialek yang lain. Dialeknya lebih kuat dan lebih maju oleh karena itu penuturnya
lebih kaya dalam proses pengembangan dialek. 6

5
Ahmad Hasan al-Zayyāt, Tārikh al-Adab al-Araby (Beirut: Dār al-Ma’arif, 2009), 69.
6
Sa’id Abdul Fatah, et al. Dirasat fī al-Hadharat al-Islamiyat, vol. I (Mesir: Dār al-Kutub, 2018), 134.

8
Orang-orang Quraisy dikenal memiliki seni sastra yang tinggi. Oleh karenanya
ia tertarik dan mengagumi nilai-nilai sastra yang terdapat dalam al-Qur’an. Abu Jahal,
Abu Sufyan, dan al-Akhnas senang mendengarkan bacaan al-Qur’an yang dibacakan
Nabi Muhammad SAW. Meskipun demikian, hal itu justru telah memperbesar
kecemburuan mereka. Di sisi lain nilai sastra dan kandungan al-Qur’an dapat
menggugah kesadaran bangsa Quraisy seperti yang terjadi pada diri Umar bin Khattab
yang masuk Islam lantaran mendengar ayat-ayat suci itu dilantunkan.7

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an
yang juga memiliki nilai sastra dapat menggugah nilai spiritual sehingga seseorang
dapat mengambil sikap karenanya.

B. Sejarah Pendidikan Bahasa Arab (Islam) pada Masa Khulafaur Rasyidin


Setelah wafatnya Rasulullah, kekuasaan pemerintahan Islam secara bergantian
dipegang oleh Abu Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib. Pada masa empat khalifah ini wilayah Islam telah meluas di luar Jazirah
Arab, yang meliputi Mesir, Persia, Syiria, dan Irak. Pada masa Khulafaur Rasyidin ini
merupakan masa perjuangan yang terus menerus antara hak yang mereka bawa dan
dakwahkan dan kebhatilan yang mereka perangi dan musuhi, mereka tidak hanya
memikirkan wilayah Islam tetapi mereka juga memberikan perhatian pada pendidikan
demi syiarnya agama dan kokohnya Negara Islam. 8
A. Masa Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Sebagaimana penulis sebutkan bahwa sepeninggal Nabi Muhammad SAW,
kepemimpinan Islam dipegang oleh para pengikutnya yakni, Abu Bakar as-
Shiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
1) Pendidikan Masa Sahabat (Khulafaur Rasyidin)
A. Masa Abu Bakar as Shiddiq
Pada masa Abu Bakar, awal pemerintahannya diguncang oleh
pemberontakan orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai
Nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Oleh karena itu
beliau memusatkan perhatiannya untuk memerangi pemberontakan yang
dapat mengacaukan keamanan dan dapat mempengaruhi orang-orang

7
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 14.
8
Abdul Rohman, Konsep Pendidikan Islam Masa Rasulullah dan Sahabat, AL-MISBAH vol. 01 no. 01 (2013), 115.
<http://journal2.uad.ac.id/index.php/almisbah/article/view/84>

9
Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari Islam. Akibat
dari kejadian tersebut banyak umat Islam yang gugur, termasuk para
penghafal al-Qur’an. Atas saran Umar Khalifah Abu Bakar Shiddiq dengan
mengutus Zaid bin Tsabit mengumpulkan semua tulisan al-Qur’an. Pola
pendidikan pada masa Abu Bakar ini masih seperti pada masa Nabi, baik
dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
(1) Materi Pendidikan
Dari segi materi pendidikan terdiri atas :
a) Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya
yang wajib disembah adalah Allah SWT.
b) Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun
bertetangga, bergaul dalam masyarakat, dsb.
c) Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan shalat, puasa dan haji.
d) Pendidikan Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam sholat
merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
(2) Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan yang ada masa ini adalah, Masjid dan Kuttab
sama dengan yang ada pada masa Rasulullah.
B. Masa Umar bin Khattab
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab situasi politik keadaannya
stabil. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,
muncul perbedaan antara kebudayaan mereka dengan Islam, maka di sini
khalifah Umar memikirkan pendidikan di daerah tersebut agar selaras
dengan Islam. Oleh karena itu, Umar memerintahkan panglima-panglima
perang agar bila mereka berhasil menguasai suatu daerah, hendaknya
mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Untuk
keperluan khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan, Umar
mengangkat dan menunjuk guru-guru setiap daerah yang ditaklukan untuk
bertugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk
yang baru masuk Islam.
Pada masa ini juga sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab. Dengan
dikuasainya wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan
untuk belajar bahasa Arab sebagai pengantar di wilayah-wilayah tersebut.
Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukan

10
harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami
pelajaran Islam.
Dari uraian tersebut penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan
pendidikan di masa Umar bin Khattab lebih maju, sebab selama Umar
memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan
telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan di berbagai kota dengan materi yang
dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu
lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa
saat itu, serta diiringi kemajuan diberbagai bidang, seperti jawatan pos,
kepolisian, baitul maal dsb. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu
itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitul maal.
C. Masa Usman bin Affan
Pelaksanaan pendidikan pada masa ini juga tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya. Pendidikan masa ini melanjutkan apa yang telah
dirintis, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan
Islam. Pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman lebih ringan dan
lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan
belajar islam.
Dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini
para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk
memberikan pendidikan kepada masyarakat. Meskipun terkesan biasa saja,
tetapi pada masa ini ada satu usaha yang cemerlang dari Usman dan
berpengaruh pada pendidikan adalah dikumpulkannya tulisan ayat-ayat al-
Qur’an. Penyalinan ini terjadi karena perselisihan dalam bacaan al-Qur’an.
Dari hal inilah kemudian adanya pedoman dalam bacaan al-Qur’an. Bila
terjadi perselisihan bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek
Quraisy, sebab al-Qur’an diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan
lisan Quraisy, karena al-Qur’an diturunkan dengan lisan Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar pada masa Usman diserahkan kepada
umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan
demikian para pendidik bekerja dengan hanya berharap adanya keridhaan
Allah. Tidak banyaknya kemajuan dalam hal pendidikan pada masa Usman
setidaknya dapat dilihat dari dua hal, yaitu :

11
(1) Pada masa ini urusan pendidikan diserahkan begitu saja kepada rakyat.
(2) Kondisi pemerintahan pada masa ini banyak mengalami
ketidakstabilan akibat banyaknya ketidaksenangan mereka yang
melakukan pemberontakan kepada kebijakan Usman.
D. Masa Ali bin Abi Thalib
Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib pada awal kekuasaannya selalu
diselimuti oleh pemberontakan hingga khalifah mati terbunuh. Kericuhan
dan ketidakstabilan politik masa Ali ini kegiatan pendidikan mendapat
hambatan dan gangguan walaupun tidak berhenti sama sekali. Khalifah Ali
pada saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan, karena
seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan
kedamaian bagi masyarakat Islam.
Secara umum, masa sahabat (Khulafaur Rasyidin) masalah
pendidikan lebih pada pembudayaan ajaran agama Islam ke dalam
lingkungan budaya bangsa di sekitar jazirah Arab, yang berlangsung
bersamaan dan mengikuti berkembangnya wilayah kekuasaan Islam.
Proses pengembangan pendidikan masa ini sebagian besar diwarnai oleh
pengajaran dan pembudayaan al-Qur’an dan Sunnah ke dalam lingkungan
budaya bangsa secara luas pula.
Namun demikian, ada pendapat pula yang mengatakan bahwa masa
sahabat ini mulai munculnya pelaksanaan pendidikan formal dengan
ditandai ketika materi pelajaran yang dikembangkan meliputi tulis dan
baca. Kemudian lembaga pendidikan ini berkembang, terutama ketika
bersamaan tumbuhnya semangat ilmiah yang demikian tinggi di kalangan
umat Islam, terutama sahabat yang mampu mengenal tulis baca dan
menguasai al-Qur’an.
2) Pusat-pusat Pendidikan Masa Sahabat (Khulafaur Rasyidin)
Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin, antara lain :
a) Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabal yang
mengajarkan al-Qur’an dan Fikih.
b) Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain : Abu Bakar, Usman bin Affan,
Ali bin Abi Thalib dan sahabat-sahabat lainnya.
c) Basrah. Sahabat yang termasyhur di sini adalah Abu Musa al Asy’ari, dia
adalah seorang ahli Fikih dan al-Qur’an.

12
d) Kuffah. Sahabat yang masyhur disini adalah Ali bin Abi Thalib dan
Abdullah bin Mas’ud yang mengajarkan al-Qur’an, ia adalah ahli Tafsir,
Hadist dan Fikih.
e) Kota lainnya adalah Mesir dan Damsyik (Syiria)

Pada zaman Khulafaur Rasyidin yang merupakan zaman perkembangan Islam


yang cemerlang ditandai dengan ekspansi, integrasi, pertumbuhan dan kemajuan yang
menunjukkan peradaban tersendiri dengan segala karakteristiknya. 9

Dalam aspek kebudayaan dan peradaban, Islam mengizinkan kaum Muslimin


berakulturasi dengan pihak lain termasuk dalam berbahasa selama kedamaian dapat
ditegakkan. 10

Kenyataan, bahwa bahasa Arab bukanlah bahasa khusus orang-orang Muslim


dan agama Islam, melainkan juga bahasa kaum non Muslim seperti Yahudi dan Kristen.
Minoritas Arab bukan Muslim sampai sekarang masih tetap bertahan di seluruh dunia
Arab, termasuk Jazirah Arab kecuali kawasan yang kini membentuk kerajaan Arab
Saudi lebih khusus lagi provinsi Hijaz (Mekkah-Madinah).11

Begitu pula bahasa Arab bukanlah satu-satunya bahasa Islam, sebab ketika
orang-orang Muslim melakukan ekspansi militer dan politik keluar jazirah Arabia,
mereka membawa agama Islam kepada masyarakat bukan Arab. Kemudian terjadilah
Arabisasi. 12

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seiring perkembangan perluasan


wilayah kekuasaan Islam, bahasa Arab juga berkembang pemakaiannya terhadap
bangsa-bangsa di jazirah Arab bahkan non Muslim pun disebabkan adanya akulturasi
dalam masyarakat.

C. Sejarah Darul Arqam, Kuttab, Masjid, al-Qur’an, dan al-Hadist


Terdapat beberapa institusi yang dapat penulis himpun yang telah lebih dahulu
eksis sebelum lahirnya institusi yang bernama Madrasah, diantaranya adalah :13
1. Rumah (Darul Arqam)

9
Ibid., 26.
10
Ibid., 31.
11
Nur Cholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), 358.
12
Ibid., 359.
13
M. Arief Affandi, Kuttab dan Institusi Pendidikan Islam Pra-lahirnya Sistem Madrasah, Jurnal Taujih: Jurnal
Pendidikan Islam, vol. 3 no. 02 (2020), 45. <http://e-jurnal.stitqi.ac.id/index.php/taujih/article/view/187>

13
Ketika awal-awal Islam, Nabi Muhammad SAW pada waktu itu sangat fokus
dalam membenarkan ketauhidan yang ada di masyarakat Arab waktu itu khususnya
di Mekkah, dimana di kalangan masyarakat waktu itu masih menganut paganisme
(menyembah berhala), dan untuk memberikan edukasi pada waktu itu tentunya
membutuhkan wadah atau tempat untuk menopang proses belajar mengajar. 14
Samsul Nizar mengutip apa yang dikatakan oleh Hasan Langgulung dalam
bukunya yang berjudul Asas-asas Pendidikan Islam bahwa ketika wahyu
diturunkan maka diperlukan tempat yang dapat mewadahi proses penyampaian dan
penjelasannya, maka dipilihlah rumah seorang bernama al-Arqam bin Abi Arqam,
yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan Darul Arqam.
Pemungsian Darul Arqam sebagai sebuah Lembaga Pendidikan berlangsung
sekitar 13 tahun dan system yang dipakai ialah guru duduk di depan dan muridnya
duduk secara melingkar, pola seperti ini dikenal dengan istilah halaqah akan tetapi
untuk kurikulumnya sendiri belum ada, karena semua materi yang diberikan
menjadi otoritas penuh Nabi Muhammad SAW. 15
Model pendidikan seperti ini berlangsung sebelum masjid Quba berdiri.
Seiring berkembangnya zaman model pendidikan seperti ini sebenarnya tetap
berlanjut, akan tetapi kediaman yang menjadi pusat pendidikan beralih ke
kediaman para ulama, adapun para ulama yang menjadikan rumahnya sebagai
pusat pembelajaran ialah Ibn Sina, Imam Ghazali, Abu Hasan Abdullah al-
Munadjim, Abu Sulaiman al-Sidjistani dan masih banyak lagi. 16
2. Kuttab
Kuttab merupakan cikal bakal yang nanti nya menjadi referensi Lembaga
Pendidikan Islam masa sekarang, mulai dari sistem, metode, kurikulum, bahkan
tujuan Pendidikan Islam ini berkiblat. Kuttab berasal dari Bahasa arab yang asalnya
kataba yang artinya menulis, jadi kuttab adalah tempat belajar tulis menulis. 17
Kuttab sendiri sebenarnya hampir serupa dengan lembaga rumahan, Kuttab

14
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 31.
15
Samsul Nizar, Reformasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas (Jakarta: The Minangkabau Foundation,
2005), 6-7.
16
Asna Andriani, Munculnya Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal Studi Keislaman FALASIFA, vol. 7 no. 20, 324-341
(2016), 333. <http://ejournal.inaifas.ac.id/index.php/falasifa/article/view/23>
17
Fathurrahman, Eksistensi Kuttab dan Masjid sebagai Institusi Pendidikan pada Masa Pertumbuhan Islam,
Jurnal Ilmiah Kreatif, vol. 14 no. 1, 56-74 (2017), 65.
<https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/kreatif/article/view/92>

14
merupakan suatu Lembaga yang telah ada bahkan sebelum Islam sampai ke tanah
Arab, dimana mereka mempelajari baca tulis dengan mengkaji teks, puisi, syair
maupun pepatah Arab yang dianggap baik, akan tetapi setelah Islam berkembang,
referensi utamanya berubah, yakni setelah orang-orang telah mahir baca tulis,
mereka diajarkan teks-teks al-Quran, dan pelajaran-pelajaran agama. Kuttab
sendiri biasanya mengambil tempat di rumah seorang pengajar ataupun sudut-sudut
masjid, untuk kurikulumnya sendiri telah lebih jelas dibanding Pendidikan di Darul
Arqam yakni materi yang disampaikan tergantung kesepakatan antara guru dan
murid, setelah Islam mulai berkembang, orang-orang terbilang cukup mampu
membangun tempat tersendiri bagi kuttab, dan ketika masa kejayaan Islam, hal ini
menjadi perhatian khusus bagi para pemimpin Islam karena dinilai sebagai sesuatu
hal yang sangat fundamental bagi muslim.
Phil K. Hitti menguraikan bahwa kurikulum yang diterapkan oleh kuttab
berlandaskan pada al-Qur’an dan text book, dimana dari dua landasan tersebut
dikembangkan lagi menjadi aspek baca tulis, kaligrafi, dan kaidah-kaidah Bahasa
Arab, maupun sejarah Nabi, dan hadist.18
Eksistensi Kuttab sebagai suatu Lembaga pada waktu itu, yang bahkan sudah
ada sebelum Islam masuk ke Mekkah, menjadi daya tarik tersendiri khususnya
ketika Islam telah masuk, pada era Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin. Peran
pengajar pada waktu itu ditujukan untuk mencerdaskan umat dan pengajarnya tidak
mendapatkan bayaran apapun karena pada masa itu masih belum begitu stabil, akan
tetapi ketika era bani Umayyah, beberapa penguasa memang dengan sengaja
memberikan bayaran kepada para pendidik untuk mendidik anaknya dan
mengalokasikan tempat di internal istana, akan tetapi untuk kalangan biasa, mereka
masih memegang tradisi lama dengan mengadakan proses belajar mengajar di
sudut-sudut masjid dan rumah pengajar.
3. Masjid
Ketika masjid pertama dibangun yakni masjid Quba, setelah nabi hijrah ke
Madinah, maka peran masjid sebagai sentral Lembaga Pendidikan seolah semakin
menguat. Setelah masjid berdiri, maka berbagai kegiatan dan aktifitas semakin
intens diselenggarakan di masjid, fungsi masjid tidak hanya terbatas pada kegiatan
spiritual seperti sholat saja, akan tetapi lebih dari itu seperti musyawarah,

18
Ahmad Salaby, History of Moslem Education (Beirut: Dār al-Kashshaf, 1954), 17.

15
menyampaikan ayat-ayat dan masih banyak lagi. 19 Masjid memegang andil yang
sangat besar dalam perkembangan dan pertumbuhan Islam. Masjid seolah menjadi
sentral umat Islam pada waktu itu, dan orang-orang seperti berlomba-lomba untuk
dapat memanfaatkan peran masjid sebagai Lembaga Pendidikan menengah setelah
kuttab.20
Seiring berjalannya waktu peran masjid berkembang menjadi dua bentuk,
yakni masjid yang difungsikan untuk shalat jumat atau lumrah disebut dengan
jami’, lalu masjid masjid biasa yang tidak dipakai untuk shalat jumat.21 Sedangkan
untuk kuantitasnya sendiri jami’ lebih sedikit dibanding masjid biasa, hal ini
terlihat dari persentase misalnya ketika abad ke 11 M di Baghdad, jumlah jami’
hanya ada 6 saja, sedangkan jumlah masjid biasa terhitung ribuan pada waktu itu,
pun demikian yang terjadi di Damaskus. Akan tetapi meskipun begitu, jami’
maupun masjid tetap menjadi sebagai salah sarana atau sentral pendidikan
disamping fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, lebih spesifiknya di jami’
biasanya memiliki halaqah-halaqah, majelis-majelis dan zawiyat-zawiyat (sejenis
kuttab namun lebih tinggi dari sisi kurikulum karena memasukan mata pelajaran
pendidikan moral, tasawuf/spiritual).
Perbedaan selanjutnya antara jami’ dan masjid yakni dari aspek
kepengelolaannya dimana jami’ dikelola langsung oleh pemerintah dan khalifah
mempunyai kekuasan di dalamnya yang mengelola juga mulai dari kurikulum, para
pengajarnya, pembiayaan dan lain-lain. Sementara masjid tidak terikat dengan
pemerintah akan tetapi keduanya mempunyai peranannya tersendiri dalam bidang
Pendidikan yakni setingkat college. Kurikulum yang ada di masjid merupakan
ujung tombak pemerintah dalam mencetak kader-kader pemerintahan, termasuk
kadi, khatib maupun imam masjid sendiri, atau dapat dikatakan masjid merupakan
suatu lembaga pendidikan yang formal. 22 Seiring perkembangan zaman,
pendidikan berbasis masjid terus meluas sebagai respon sebab-akibat dari
meningkatnya pembangunan masjid, sebagai gambaran, pada abad-9 terdapat 3000
masjid di Baghdad, 12.000 di Iskandariyah, dan Damaskus terdapat 500an masjid.

19
Nur Ahid, Madrasah Sebagai Institusi Pendidikan: Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya, Jurnal
Tribakti, vol. 19 no. 2, 1-14 (2008), 5.
<https://ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/tribakti/article/download/91/84/>
20
Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), 13.
21
Harun Asroha, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), 57.
22
Ibid., 58.

16
Oleh karenanya, institusi pendidikan berbasis masjid ini memiliki peran yang
sangat signifikan dalam kemajuan dunia pendidikan Islam. 23
4. Al-Qur’an
Al-Qur’an itu shahih li kulli zaman wal makan. Akan tetapi, pada aspek
historisnya al-Qur’an mengalami proses yang sangat panjang dari segi penulisan.
Penulisan al-Qur’an mulai dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga
masa Khulafaur Rasyidin. Bahkan penyempurnaan al-Qur’an masih berlanjut
pasca masa Khulafaur Rasyidin, sampai puncaknya Dinasti Abbasiyah awal. Hal
ini bertujuan agar agar al-Qur’an mudah dibaca dan dipahami, baik dari kalangan
Arab maupun non-Arab.
Walaupun Khalifah Usman bin Affan sudah membuat metode, pola, serta
kaidah-kaidah penulisan yang digunakan dalam pengkodifikasian. Bahkan dalam
riwayat kehati-hatian, ketika al-Qur’an telah dikodifikasi, Khalifah Usman
membuat standarisasi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
mushaf disebarluaskan. Akan tetapi, al-Ujmah (kekeliruan dalam menentukan jenis
huruf) dan al-Lahn (kesalahan dalam membaca syakal huruf) tidak bisa dihindari.
Hal ini dikarenakan al-Qur’an yang sudah dikodifikasi belum menggunakan tanda
titik pada huruf dan tanda syakal. Maka di sinilah kontribusi Abu Aswad untuk
membuat tanda baca (syakal), Nashr ibn Ashim dan Yahya ibn Ya’mur untuk
membuat tanda titik pada huruf kemudian disempurnakan tanda titik pada huruf
dan tanda syakal oleh al-Khalil al-Farahidi.
5. Al-Hadist
Cara sahabat menerima hadist masa Rasulullah SAW adalah :
1) Menghafal
2) Menulis
3) Mempraktekkannya.
Sumber-sumber catatan, tulisan dan praktek mereka adalah majelis-majelis
ilmu Nabi, kejadian-kejadian bersama Nabi, putusan-putusan Nabi atas pertanyaan
mereka ataupun hal-hal yang mereka lihat dari Nabi. Sahabat juga saling bertukar
informasi mengenai hadist yang mereka peroleh.

23
Musaddad Harahap dan Lina Mayasari Siregar, Rekontekstualisasi Sejarah: Kontribusi Lembaga Pendidikan
Islam Terhadap Dakwah Rosulullah SAW, Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies),
vol. 5 no. 2, 289-308 (2017), 97. <http://jurnalpai.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpai/article/view/100/100>

17
Tentang perintah dan larangan menulis hadist masa Nabi tidak bersifat ‘ām
atau menyeluruh kepada seluruh sahabat Nabi. Ada sahabat-sahabat yang diizinkan
dalam menuliskannya, bahkan diperintah. Larangan menulis dikarenakan khawatir
akan bercampur dengan nas al-Qur’an atau teralihkan dari perhatian kepada al-
Qur’an.
Para sahabat memelihara hadis dengan baik. Hal itu dengan memelihara
dari hilangnya, dengan menghafal, menulis, dan mempraktekkannya atau
memeliharanya dari bercampur dengan nas al-Qur’an atau kepalsuan yang dibuat-
buat yaitu dengan hati-hati dalam menerima riwayat dari sahabat sebagaimana
dicontohkan khalifah empat dalam tulisan ini.
Penyebaran hadis di masa para sahabat tidak terlepas dari luasnya wilayah
yang dikembangkan oleh Islam pada masa itu. Jumlah para sahabat tidak terperinci.
Namun, Ulama sepakat (ittafaqa) bahwa semua sahabat adalah adil, kecuali
pendapat-pendapat aneh dari golongan yang menyimpang (illā syużūż min
mubtadi’ah). Sahabat yang pertama adalah yang masyhur dengan nama Abū Bakar
al-Ṣiddīq. Sedangkan yang terakhir meninggal dunia adalah Abū al-Ṭufail ‘Āmir
bin Wāṡilah alLaiṡi yang meninggal di Mekkah 110 H.
Tentang ke–‘adālah–an ada 9 indikator, yaitu (1) muslim, (2) bāligh, (3)
‘āqil, (4) takwa, (5) murū’ah, (6) terhindar dari sebab-sebab fāsiq, (7) terhindar
dari cela-cela murū’ah, (8) diakui ke-‘adālah-annya dan (9) bebas dari kritik al-
‘Ārifīn. Namun, harus ada husn al-ẓann bagi mereka. Adapun pertikaian antaranya
adalah ijtihad masing-masing yang telah dibalas (al-ijtiḥād al-ma’jūr).

18
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahasa al-Qur’an berasal dari bahasa Quraisy, karena Nabi Muhammad SAW
lahir dan tumbuh dari bahasa tersebut. Dialek Quraisy adalah dialek terkaya dibanding
dialek-dialek yang lain. Dialeknya lebih kuat dan lebih maju oleh karena itu penuturnya
lebih kaya dalam proses pengembangan dialek. Selain bahasa Arab sebagai bahasa al-
Qur’an, juga memiliki nilai sastra dapat menggugah nilai spiritual sehingga seseorang
dapat mengambil sikap karenanya.
Bahasa Arab bukanlah bahasa khusus orang-orang Muslim dan agama Islam,
melainkan juga bahasa kaum non Muslim seperti Yahudi dan Kristen. Minoritas Arab
bukan Muslim sampai sekarang masih tetap bertahan di seluruh dunia Arab, termasuk
Jazirah Arab kecuali kawasan yang kini membentuk kerajaan Arab Saudi lebih khusus
lagi provinsi Hijaz (Mekkah-Madinah).

Begitu pula bahasa Arab bukanlah satu-satunya bahasa Islam, sebab ketika
orang-orang Muslim melakukan ekspansi militer dan politik keluar jazirah Arabia,
mereka membawa agama Islam kepada masyarakat bukan Arab. Kemudian terjadilah
Arabisasi sehingga dapat dikatakan bahwa seiring perkembangan perluasan wilayah
kekuasaan Islam, bahasa Arab juga berkembang pemakaiannya terhadap bangsa-bangsa
di jazirah Arab bahkan non Muslim pun disebabkan adanya akulturasi dalam
masyarakat.

Terdapat beberapa institusi pendidikan yang telah eksis sebelumnya


munculnya madrasah dengan berbagai modelnya, diantaranya: institusi rumah (Darul
Arqam dan kediaman ulama), masjid, kuttab, saloon sastra, sekolah istana, shuffah,
halaqah, khan, bamaristan, ribath, perpustakaan dan toko buku, serta madrasah.

Metode yang digunakan sangat variatif, mulai dari ceramah, halaqah, diskusi,
hafalan, dan faktor yang melandasi keberhasilan pendidikan klasik ialah faktor
Rasulullah, orientasi pendidikan jelas, dan memahami tugas guru dan murid. Kunci
keberhasilan pendidikan Islam klasik yakni, masyarakat terbuka terhadap perbedaan,
apresiasi terhadap prestasi, al-Qur’an dan Hadist menjadi sumber rujukan utama,
Arabisasi untuk mempermudah kajian literatur Islam. Kontribusi Institusi pendidikan
Islam klasik terhadap lembaga pendidikan modern terlihat dari metode klasik yang

19
masih dipakai pada lembaga pendidikan modern seperti ceramah, hafalan, model
belajar lingkaran (halaqah), serta manajemen pendidikan komprehensif seperti yang
diterapkan madrasah Nizhamiyah.

B. SARAN
Setelah penulis membaca dan menelaah susunan kata bahasa pada makalah ini,
penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dan salah dalam penulisan. Oleh karena
itu, penulis dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran yang diberikan oleh
pembaca, dengan harapan pembaca guna merevisi kembali makalah yang sudah penulis
susun ini. Terima kasih.

20
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Sa’id. et al. Dirasat fī al-Hadharat al-Islamiyat. Vol. 1. Mesir: Dār al-Kutub. 2018.

Ahid, Nur. Madrasah Sebagai Institusi Pendidikan: Sejarah Pertumbuhan dan


Perkembangannya. Jurnal Tribakti. Vol. 19 no. 2. 1-14. 2008.

Andriani, Asna. Munculnya Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Studi Keislaman FALASIFA.
Vol. 7 no. 20. 324-341. 2016.

Apriyanto, A. Civilization in the Era of Harun Al-Rashid: The Synergy of Islamic Education
and Economics in Building The Golden Age of Islam. Review of Islamic Economics
and Finance (RIEF). 3.2. 2020.

Arief, M. Kuttab dan Institusi Pendidikan Islam Pra-lahirnya Sistem Madrasah. Jurnal Taujih:
Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 3 no. 02. 2020.

Asroha, Harun. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. 1999.

Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
2009.

Cholis, Nur. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. 1992.

Fathurrahman. Eksistensi Kuttab dan Masjid sebagai Institusi Pendidikan pada Masa
Pertumbuhan Islam. Jurnal Ilmiah Kreatif. Vol. 14 no. 1. 56-74. 2017.

Harahap, Musaddad. et al. Rekontekstualisasi Sejarah: Kontribusi Lembaga Pendidikan Islam


Terhadap Dakwah Rosulullah SAW. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of
Islamic Education Studies). Vol. 5 no. 2. 289-308. 2017.

Hasan, Ahmad. Tārikh al-Adab al-Araby. Beirut: Dār al-Ma’arif. 2009.

Nata, Abudin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.

Nizar, Samsul. Reformasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas. Jakarta: The
Minangkabau Foundation. 2005.

Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat: Quantum
Teaching. 2005.

Rohman, Abdul. Konsep Pendidikan Islam Masa Rasulullah dan Sahabat. AL-MISBAH. Vol.
01 no. 01. 2013.

21

Anda mungkin juga menyukai