Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

NU DAN NASIONALISME
Disusun guna melengkapi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam 2
Dosen Pengampu : Bapak Kholid Masyhari, S.Ag, M.Si

Disusun oleh:

1. Dyah Ayu Nur Putri 21101021004


2. Ismi Nurazizah Putri 21101021025
3. Yunissa Salsabila 21101021013

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik
walaupun jauh dari kesempurnaan dimana tugas ini disusun dan diajukan memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam 2. Dengan terselesainya makalah ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Kholid Masyhari, S.Ag, M.Si selaku dosen mata kuliah tersebut.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 9 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 3
C. Tujuan .............................................................................................................................................. 3
BAB II .......................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 4
A. Sejarah NU ...................................................................................................................................... 4
B. Paham Keagamaan NU .................................................................................................................. 5
C. Pengertian Nasionalisme ................................................................................................................ 6
D. Munculnya Nasionalisme dan Gerakan Pembaharuan di Indonesia ......................................... 7
E. Nasionalisme dalam mewujudkan Khittah NU ............................................................................ 2
BAB III......................................................................................................................................................... 3
PENUTUP.................................................................................................................................................... 3
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 3
B. Saran ................................................................................................................................................ 3
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 4

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nahdhotul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang
didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 atau bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya
atas prakasa dua ulama tradisional terkemuka waktu itu, K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Abdul
Wahab Hasbullah. “Sebelum adanya NU, didirikan Nahdhotul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)
pada 1914 M di Surabaya oleh Abdoel Wahab dan Mas Mansoer. Atas inisiatif Oemar Said
Chasboellah dan Soenjoto.Sebagian besar Anggota dari Nahdotul Wathan merupakan ulama dan
para santri. Ia lahir karena didorong keinginan untuk memepertahankan paham ahlu al-sunnah wa
al-jama’ah. Keinginan itu timbul karena adanya serangan dari kelompok yang tidak setuju dengan
sistem barmazhab dan tradisi-tradisi yang di lakukan oleh kaum tradisionlis.

Namun berdirinya NU juga tidak lepas situasi dan kondisi masyarakat Indonesia serta kondisi
pusat dunia Islam, Mekkah dan Madinah waktu itu. Dalam konteks keindonesiaan, sebelum tahun
1920-an, perbedaan pendapat di antara kaum muslimin belum mengarah pada masalah ideology
keagamaan. Ketika itu, sudah ada Syarikat Islam, namun di dalamnya didominasi kaum moderenis
yang tidak bisa mengakomodir kepentingan dari kaum tradisionalis, aktifitas ulama Syarikat Islam
adalah dalam bidang politik berusaha mengesampingkan diskusi mengenai masalah- masalah
keagamaan (furu’iyah) seperti jumlah rakaat dalam solat tarawih dan do’a qunut dalam solat
Subuh. Selain itu, “Muhamadiyah yang didirkan pada tahun 1912, masih memfokuskan dari dalam
bidang sosial- pendidikan”.Namun sepeninggal pendirinya, K.H Ahmad Dahlan, organisasi ini
mulai mengalami perubahan dalam usaha memurnikan praktik-praktik keagamaan yang telah
berlaku di masyarakat Muslim, seraya mempertanyakan otoritas ulama. Kalangan reformis ini
menuduh ulama bertanggung jawab menjauhkan umat Muslim dari ajaran Islam sejati.

Celaan serupa juga dilontarkan oleh Persatuan Islam dengan keras bahkan lebih radikal dalam
pidato-pidato dan brosur mereka mengenai slametan dan talqin yang dianggap sebagia perbuatan
syirik dan dosa. Untuk mempertahankan kepercayaan, praktek keagamaan, serta tradisi yang telah
mereka lakuakan, kaum tradisionalis merasa wajib menghimpun diri guna membentuk sebuah

1
organisasi yang dinamakan NU. Kelahiran NU juga tidak lepas dari reaksi dan situasi yang
dihadapi umat Islam dunia secara keseluruhan waktu itu. Pada permulaaan abad ke-XX, umat
Islam di seluruh dunia mengalami kegoncangan akibat kehancuran imperium Turki Ustmani yang
dipandang sebagai kejatuhan dunia Islam. Penghapusan gelar khalifah Islam oleh Mustafa Kemal
Ataturk, pemimpin Turki modern, serta situasi di wilayah Hejaz yang telah dikuasai oleh gerakan
wahabi oleh Ibn sa’ud yang mempunyai tujuan memurnikan ajaran Islam dengan memusnahkan
seluruh tradisi dan kepercayaan yang dianggapanya sebagai bid’ah, seperti ziarah ke makam Nabi
dan makam orang-orang suci di sekitar Makkah serta kehidupan tarekat dilarang untuk dilakukan.

Hal ini menjadi pukulan berat bagi pendidikan tradisional di seluruh dunia Islam jika ajaran
Fiqih Syafi’I dilarang di Makkah, juga merupakan sebab kenapa NU didirikan. Ketika para
pemimpin muslim semakin menyadari keterkucilan mereka dari perkembangan-perkembangan
politik-budaya masa itu akibat berbagai pertentangan di dalam umat Islam sendiri serta
menghadapi rezim kolonial Belanda yang semakin mencengkram, maka meredalah mengenai
masalah-masalah khilafiyah furu’iyah yang berkisar pada soal- soal talqin, selamatan dan ziarah
kubur. Mereka sama-sama menyadari, bahwa ketika pertikaian itu terus berlanjut maka mereka
sendiri yang akan mudah terpecah belah serta menerima ajakan K.H Hasyim Asy’ari untuk
memikirkan nasib agama, negara, dan umat Islam dari ancaman kolonialisme.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sejarah NU
2. Apa yang dimaksud paham keagamaan NU
3. Jelaskan pengertian nasionalisme
4. Jeleskan bagaimana munculnya nasionalisme dan gerakan pembaharuan di
Indonesia
5. Bagaimana cara mewujudkan khittah NU dalam nasionalisme
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang sejarah NU.
2. Mengetahui tentang paham keagamaan NU.
3. Mengetahui tentang penjelasan nasionalisme secara luas.
4. Mengetahui bagaimana munculnya nasionalisme dan gerakan pembaharuan di
Negara Indonesia.
5. Mengetahui bagaimana cara mewujudkan khittah NU dalam nasionalisme.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah NU
Nahdhatul Ulama (NU) menjadi salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang
pembentukannya merupakan kelanjutan perjuangan kalangan pesantren dalam melawan
kolonialisme di Indonesia. Keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami
bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran
kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan
organisasi. Gerakan yang muncul pada tahun 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan
Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum
dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum
Sudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya
Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi
lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta
hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini
banyak diziarahi karena dianggap bi’dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan
hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan
Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan
pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan
penghancuran warisan peradaban tersebut.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli
terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi
sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Atas

4
desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala
penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di
Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran
internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab
dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka
setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis,
untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai,
akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH.
Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab
Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan
rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

B. Paham Keagamaan NU

Nasionalisme atau faham kebangsaan warga NU sebenarnya telah mengkristal sebelum NU


berdiri sebagai organisasi. Sebab sebelum NU berdiri telah muncul Tokoh Ulama yaitu KH Wahab
Hasbullah dan sekaligus sebagai pendiri NU yang mendirikan Nahdlotul Wathon. Organisasi ini
sebenarnya memfokuskan diri pada bidang pendidikan dan dakwah, akan tetapi sesuai dengan
namanya dan tuntutan zaman, pada gilirannya ia menunjukkan tingginya semangat kebangsaan
yang dimiliki oleh KH Wahab Hasbullah untuk menentang kehadiran penjajah belanda yang telah
terbukti merugikan kepentingan umat islam dan masyarakat indonesia. Pendiri Nahdlotul Wathon
seolah-olah memberi pesan kepada umat islam untuk bangkit melawan penjajah dan
mempertahankan nusa bangsa yang sedang dihancurkan oleh kaum penjajah belanda.

Semangat kebangsaan yang dikembangkan NU tidak hanya tampak pada masa revolusi. Hal
itu juga dapat kita lihat dari ungkapan KH Ahmad Shiddiq pada ceramahnya di gedung pusat islam
Surabaya pada bulan juni 1989, mengajak atau bahkan mengharuskan warga NU untuk

5
mewujudkan penggalangan persaudaraan tidak hanya sesama umat islam akan tetapi juga sesama
bangsa Indonesia serta sesama umat manusia di dunia. Ajakan tersebut kemudian menjadi konsep
yang di kenal dengan ukhuwah islamiyah (persaudaraan keislaman), ukhuwah wathoniyah
(persaudaraan kebangsaan) dan ukhuwah Basyariyah (persaudaraan kemanusiaan)

Dan juga tampak baik di tingkat organisasi maupun warga NU sendiri. Hal ini terbukti dalam
prakasa NU dalam Proses pembentukan MIAI ( AL-Majalis Al-Islam Ala Indonesia ) di pesantren
Kebondalem Surabaya. Namun NU menolak terlibat dalam politik terbukti dengan usulan cabang
Indramayu agar NU berusaha mendudukkan wakilnya dalam Volksrtat ( Dewan Rakyat ), Ditolak
oleh mayoritas peserta kongres di Banten 1938. Disamping itu pada kongres Nu di Surabaya juga
diputuskan larangan bagi Anggota NU untuk ikut dalam misi belanda dan memutuskan sukarno
sebagai persiden RI. Ini menunjukkan ketidakmauan NU dalam berkolaborasi dengan pemerintah
belanda.(Cookson & Stirk, 2019)

C. Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu paham yang menjelaskan kedaulatan sebuah negara dengan
mewujudkan satu identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-
cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin
mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal. Sedangkan nasionalisme dalam
Nahdlatul Ulama adalah sikap cinta tanah air lewat perbuatan jihad dan sikap rela berkorban demi
kepentingan bangsa. Nasionalisme NU memang dibentuk di dalam muktamar atau Musyawarah
Nasional (Munas) Alim Ulama.

Pertama, pengakuan wilayah Nusantara sebagai dar al-Islam (wilayah Islam) pada
Muktamar ke-11 di Banjarmasin (1936). Ini mafhum diketahui, di mana NU menetapkan wilayah
Nusantara yang saat itu dikuasai pemerintah kolonial Belanda, sebagai dar al-Islam. Pemaknaan
dar al-Islam bukan sebagai negara Islam (daulah Islamiyyah), melainkan wilayah Islam, telah
menumbuhkan nasionalisme karena NU mengakui Nusantara sebagai tanah kaum Muslim. Karena
status keislaman ini, Hadlratus Syeikh Hasyim Asy'ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada Oktober
1945. Membela tanah air dari penjajahan, fardlu 'ain hukumnya. Kedua, afirmasi atas pembentukan
negara-bangsa (nation-state) Indonesia, bukan negara Islam. Ini terjadi pada keterlibatan Kiai
Wahid Hasyim pada Sidang BPUPKI-PPKI 1945. Ketiga, penahbisan Presiden Republik

6
Indonesia (RI) sebagai pemimpin dalam keadaan darurat yang memiliki otoritas (waly al-amri al-
dlaruri bi al-syaukah) melalui Munas Alim Ulama di Cipanas (1954).

Disebut darurat, karena presiden RI tidak sepenuhnya sah menurut fikih Sunni, sebab tidak
memenuhi syarat sebagai khalifah dunia Islam. Namun secara konstitusional, ia memiliki
kekuasaan sehingga sah menerapkan syariah Islam, terutama penunjukan wali hakim dalam
pernikahan Muslim. Melalui penahbisan ini, pemerintah RI sah secara syar'i. Keempat, pembelaan
Demokrasi Pancasila sebagai pilihan otentik dibanding Demokrasì Terpimpin, liberal dan komunis
pada Muktamar ke-24 di Bandung (1967). Kelima, penerimaan atas Pancasila pada Munas Alim
Ulama di Situbondo (1983). Serta keenam, Maklumat Penyelamatan NKRI dan Pancasila dari
fundamentalisme agama dan pasar pada Harlah ke-85 NU (2011).

D. Munculnya Nasionalisme dan Gerakan Pembaharuan di Indonesia


Pada Abad ke-20 dinilai sebagai awal terjadinya gerakan untuk menegakkan Islam demi
kemuliaan agama Islam sebagai idealita dan kejayaan umat sebagai realita dapat diwujudkan
secara konkret dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Kesadaran baru yang
muncul saat itu adalah keyakinan bahwa cita-cita yang besar dan berat itu hanya dapat
direalisasikan dengan organisasi yang efisien dan efektif (Pasha dan Darban, 2002). Disadari pula
gagasan baru itu hanya akan tersebar luas jika digunakan media yaitu majalah. Gagasan perlunya
pembaharuan memang telah muncul sebelum abad ke-20, yaitu sejalan dengan pulangnya ulama
yang telah menuntut ilmu di Mekah yang bersamaan pula dengan berkembangnya gerakan Wahabi
yang menginginkan pemurnian pelaksanaan ajaran Islam.

Gerakan yang muncul mulai dari upaya perseorangan dengan membuka surau atau madrasah,
penerbitan majalah, serta pembentukan organisasi sosial, ekonomi, keagamaan, dan bahkan
kemudian bergeser ke organisasi politik. Dalam bagian ini akan dikemukakan organisasi yang
muncul di Sumatra Barat yang dipelopori oleh perseorangan atau ulama kemudian berhasil
membuat jaringan dalam memerangi kemaksiatan dan kemungkaran. Gerakan itu semula bertujuan
melawan dominasi Cina dalam perdagangan batik, serta gerakan yang bergiat dalam masalah sosial
kemasyarakatan seperti AlIrsyad, Persatuan Islam, serta Muhammadiyah. Para peneliti sering
mengkaitkan munculnya kegiatan pendidikan Islam dengan masuknya Islam ke suatu daerah
(Junus, 1985).

7
Junus menyatakan bahwa masuknya Islam ke Sumatra Barat yang diperkirakan pada tahun
1250 merupakan tonggak pendidikan Islam di Mingkabau dimulai. Syekh Burhanuddin adalah
ulama terkenal yang dipercaya sebagai pendiri surau atau madrasah di Ulakan, tempat beliau
menetap. Surau ini dipercaya sebagai surau yang pertama kali didirikan di Minangkabau.
Sebelumnya, ia belajar ilmu agama di Kotaraja, Aceh pada Syekh Abdul Rauf bin Ali dari Singkil.
Selesai belajar di Kutaraja, Burhanuddin kembali ke Pariaman di Kampong Sintuk, tempat
kelahirannya, baru kemudian beliau pindah ke Ulakan. Meskipun data tentang sistem pendidikan
yang dilakukan oleh Syekh Burhanuddin tidak diketahui, dikisahkan bahwa sebelum datang ke
Minangkabau beliau belajar agama di Aceh selama 10 tahun.

Di Minangkabau terdapat banyak ulama terkenal yang aktif mengajarkan agama bukan saja di
kampung halamannya, tetapi juga ke daerah lain. Pada tahun 1603, terdapat tiga orang dari
Minangkabau yaitu Datuk ri Bandang, Datuk Patimang, dan Datuk di Tiro pergi ke Sulawesi, untuk
menyiarkan agama Islam. Syekh Burhanuddin mempunyai murid. Salah satu muridnya yang
termasyur adalah Tuanku Mansiang Nan Tuo di Paninjauan. Selain itu, datang pula seorang ulama,
yaitu Tuanku di Tanah Rao dari Mekah, yang membawa ilmu mantiq dan Ma’ani, yang
menurunkan ilmunya kepada Tuanku nan Kacik dalam negeri Koto Gedang.(H Kara, 2014)

8
E. Nasionalisme dalam mewujudkan Khittah NU
Khittoh adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus tercermin
dalam tingkahlaku baik perorangan maupun Organisasi atau dalam setiap proses pengambilan
keputusan. Khittah adalah faham islam Aswaja yang digali dari sejarah perjalanan NU dari masa
Kemasa dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Khittah NU berarti kembali ke
garis-garis perjuangan NU kembali ke organisasai jam’iyyah Diniyah islamiyah, meninggalkan
kegiatan politik praktis, menekuni kembali bidang agama, siosial, kemasyarakatan untuk
berkhidmad kepada agama,negara dan bangsa.

Berawal dari asal mula NU dibentuk yang mana berasal dari sebuah organisasi yang disebut
Nahdlotul Wathon yang memfokuskan diri pada bidang pendidikan dan dakwah. Namun karena
tuntutan Zaman dan realita pada masa itu ia menunjukkan semangat kebangsaan untuk menentang
kehadiran pemerintah belanda.

Akan tetapi pada saat penguasa Orba membonsai partai-partai melalui fusi hanya menjadi
3 partai pada tahun 1974, disuatu sisi melicinkan konsep khittah NU namun disisi lain ternyata
sangat menghambat sosialisasinya. Karena kekomakan perstujuan sebenarnya sebagian besar
dilandasi oleh semangat berpolitik praktis juga. Apaliagi pada umumnya mereka yang ada dalam
struktur dadalah yang sudah merasa enjoy dalam kiprah politik praktis.

Walaupun tidak dapat dipungkiri adanya politik kebangsaan sejak berdirinya NU karena
NU sangat berkepentingan dengan keutuhan NKRI. Politik ini dengan jelas dapat dilihat dari sikap
dan kiprah NU sejak mencanangkan fatwa Jihad melawan penjajah pada Oktober 1945.

Maka politik kebangsaan inilah yang seharusnya ada dalam diri NU berkaitan dengan apa
yang menjadi salah satu bidang garaan yang termasuk dalam khittah NU yaitu bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam artian NU diarahkan untuk mempunyai jiwa kebangsaan, cinta
tanah air dan nasionalisme sebagai wujud hubbul wathon minal iman dalam penerapannya
digunakan oleh NU dalam menjaga keutuhan tanah air.(by admin, n.d.)

2
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan Nasionalisme-Religius menjadi titik


balik dari sebuah modal perjuangan bangsa. Kyai Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasbullah sebagai
pencetus Nahdlatul Ulama Menjadikan Nasionalisme sebagai bagian dari perjuangan Nahdlatul
Ulama. Di awal Pendirian NU mendorong tiga konsep persaudaraan, salah satunya Ukhuwah
Wathaniyah (persaudaraan kebangsaan). Konsep Persaudaraan ini diejawantahkan oleh Pendiri
dan sesepuh Nahdlatul Ulama dalam pelibatan penyusunan Piagam Jakarta. Rasa Nasionalisme itu
di tunjukkan oleh Nahdlatul Ulama dengan rela menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta
yang sekarang jadi Pancasila. Kemudian nasionalisme itu ditunjukkan oleh pendiri Nahdhalatul
ulama dengan mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad Fi Sabilillah yakni dengan menanamkan rasa
cinta tanah air dalam sebuah peperangan mempertahankan kemerdekaan tepatnya sepuluh
November 1945. Jadi nasionalisme dalam Nahdlatul Ulama adalah sikap cinta tanah air lewat
perbuatan jihad dan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa.

B. Saran

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Penulis nantinya akan segera melakukan perbaikan susunan makalah
itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik dari Bapak Kholid Masyhari,
S.Ag, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam 2.

3
DAFTAR PUSTAKA
by admin. (n.d.). Nasionalisme Dalam Bingkai NU. Ansor.Org. Retrieved June 10,
2022, from https://ansor.org/nasionalisme-dalam-bingkai-nu/

Cookson, M. D., & Stirk, P. M. R. (2019). 済無No Title No Title No Title. 14–39.

H Kara, O. A. M. A. (2014). 済無No Title No Title No Title. Paper Knowledge .


Toward a Media History of Documents, 7(2), 107–115.

Anda mungkin juga menyukai