PEMIKIRAN AL IRSYAD
Disusun Oleh:
Agus Ardiyanto
NIM. 15610028
2019
KATA PENGANTAR
Semarang, 21 Desember
PENULIS
ii
Daftar Isi
MAKALAH.......................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Masalah......................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. Sejarah Berdiri dan Pemikiran Al Irsyad..........................................................3
B. Pendiri-pendiri Al-Irsyad...........................................................................................6
C. Perkembangan Al-Irsyad...........................................................................................6
D. Peranan Al-Irsyad dalam Memajukan Peradaban Islam di Indonesia......................10
BAB III............................................................................................................................11
A. Kesimpulan..........................................................................................................11
B. Saran.....................................................................................................................13
REFERENSI....................................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia, awal abad ke-20 adalah periode
yang sering dikenal dengan zaman “pergerakan nasional”. Pada masa ini muncul
berbagai organisasi perjuangan, baik bersifat sosial maupun politik yang dapat
dikategorikan modern, misalnya, Budi Utomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah,
Indische Partij, Jamiat Khair, Al-Irsyad, dan Nahdatul Ulama.
Gerakan pembaharuan Islam, tidak bisa dilepaskan dari peran Muhammad
bin Abdul Wahhab (1703-1787M) di Arab Saudi dan Muhammad Abduh (1849-
1905M) di Mesir. Abdul Wahhab berdakwah secara otentik, sebuah pola dakwah
model Islam pada zaman Nabi dan sahabatnya. Kala itu kaum muslimin hidup
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan hadits, tanpa intervensi akal atau ijtihad
terhadap Al-Qur’an. Mereka inilah yang disebut kaum salafi.
Lain Abdul Wahhab, lain pula Muhammad Abduh. Menurut Abduh,
kembali ke ajaran Salafi-kembali ke al-Qur’an dan As-Sunah saja tidak cukup.
Ajaran Islam, menurut Abduh, harus dikembalikan kepada aslinya dengan
interpretasi yang disesuaikan dengan keadaan modern. Karena itu, dalam
pandangan Abduh, pintu ijtihad perlu dibuka, taklid buta pada pendapat ulama
mesti dihindari.
Al-Qur’an dalam pandangan Abduh, berbicara kepada akal, bukan kepada
hati manusia. Dan, akal itu bisa diasah serta ditumbuh kembangkan melalui sistem
pendidikan. Karena itu, gerakan pembaharuan Abduh, yang dilanjutkan seorang
muridnya, Rasyid Ridha (1865-1935) adalah dengan memperbaiki kurikulum
pendidikan. Dengan cara itu, umat Islam akan mengalami kemajuan berarti dalam
pergaulan global.
Semangat Abdul Wahhab dan Abduh diwarisi oleh generasi sesudahnya.
Implementasinya bisa beragam bentuk. Mulai dari kancah ilmiah, pendidikan,
1
dakwah bil-lisan dan bil hal, sampai politik praktis. Semua dengan semangat
tunggal: menegakkan syiar Islam di bumi Allah ini.
Hal ini juga yang diharapkan dengan berdirinya Al-Irsyad oleh para
pendirinya, yaitu untuk mensiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan
menyebarkan kebudayaan Arab yang sesuai dengan ajaran Allah (Al-Qur’an dan
Sunah).
Maka dari itu penulis menyusun makalah ini yang membahas tentang
pemikiran Al-Irsyad dengan segala kontribusinya dalam dunia islam guna
mengkaji dan menggali lenih dalam pemikiran Al-Irsyad yang merupakan salah
satu peradaban islam yang kontemporer.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pertama, Taklid buta sebagaimana yang dilakukan para ulama yang
sebenarnya memiliki kemampuan untuk memahami Al-Quran dan Hadits. Namun
mereka menjadikan pendapat seseorang sebagai dalil agama, Sukarti menyatakan
adapun taklid buta dan menjadikan pendapat orang sebagai dalil agama tidak
diperbolehkan oleh Allah dan Rosull-Nya,para sahabat maupun para ulama
terdahulu,dan merupakan bid’ah yang sesat. (Azra, Azyumardi; 1999; hlm. 25)
4
dalam ruang lingkup agama, maka pembuatan tersebut tetap di anggap sebagai
perbuatan bid’ah.
Ketujuh, adat berkumpul untuk melakukan ritual tahlil dirumah orang yang
baru ditimpah musibah kematian menurut Sukarti, merupakan perbuatan Bid’ah
dan bertentangan dengan sunnah Rasul. Sukarti menilai parbuatan tersebut
sebagai perbuatan yang membebeni keluarga yang terkena musibah.Dan
perbuatan terpuji yang berkenan dengan keluarga yang terkena musibah adalah
penyediakan makanan, sebagaimana Sabda nabi Jafar bin Abi Thalib meninggal
dunia.”Buatlah makanan bagi keluarga Jafar, sebab mereka telah ditimpa
sesuatu yang membuat mereka lupa makan”.
5
menyatakan, seperti halnya seperti Modernis muslim Indonesia yang lain.
Pemikiran-pemikiran yang berkembang di Al-Irsyad banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Puritanisme yang berkembang di Timur Tengah, yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahab (dengan gerakan Wahabinya), pemikiran tersebut
secara intensif memasuki Indonesia pada awal abad ke-20, melalui kontak
personal antara masyarakat Arab di Indonesia dengan mereka yang berada di
Timur Tengah, juga melalui penerbitan-penerbitan majalah, seperti majalah Al-
Manar dan lain-lainnya.
B. Pendiri-pendiri Al-Irsyad
Para pendirinya sebagian besar pedagang atau pengusaha dan ulama
keturunan suku Arab. Pendiri-pendiri al-Irsyad diantaranya adalah :
a) Syeikh Ahmad Soorkati
Beliau mempunyai nama lengkap Ahmad Muhammad Soorkati al-Ansari. Lahir di
desa Udfu, Jazirah Arqo, Dongula, Sudan, tahun 1875 M. Ayahnya, Muhammad
al-Ansari adlah seorang ulama tamatan Al-Azhar Kairo, Mesir. Dalam bahasa
Sudan, Soorkati, berasal dari kata ‘sur’ yang berarti kitab, dan ‘katti’ yang berarti
banyak, jadi Soorkati punya arti ‘banyak kitab’.
b) Syeikh Umar bin Manggus
c) Saleh bin Ubaid Abdat
d) Said bin Salim Masyhabi
e) Salim bin Umar Balfas
f) Abdullah Harharah, dan
g) Umar bin Saleh bin Nahdi
Diantara para pendiri tersebut, Syeikh Ahmad soorkati adalah tokoh yang
dilihat sebagai tempat meminta fatwa. (Asrohah Hanun; 1992; Hal: 32)
Para pendiri memberi nama organisasi ini al-Irsyad, menurut Majlis
Dakwah Al-Irsyad, nama ‘Irsyad’ mengacu pada nama Jam’iyat al-Da’wah wa Al-
Irsyad yang didirikan Rasyid Ridha di Mesir. Organisasi ini bergerak dalam
bidang pendidikan dan sosial keagamaan.
6
C. Perkembangan Al-Irsyad
Berdirinya al-Irsyad tidak dapat dipisahkan dari organisasi Jamiat Khair,
karena kedatangan Syaikh Ahmad Soorkati ke Indonesia atas undangan Jamiat
Khair, sebagai guru di sekolah Jamiat Khair. Rupanya keharmonisan tidak selalu
seiring antara Ahmad Soorkati dengan Jamiat Khair, dengan adanya peristiwa
yang dikenal dengan ‘fatwa Solo’ maka pada tanggal 6 September 1914, setelah 2
tahun mengabdi di Jamiat Khair, Soorkati mengundurkan diri, karena dirinya
merasa sudah tidak lagi diperlukan.
Keluar dari Jamiat Khair, Soorkati ditampung oleh Umar Manggus,
seorang pemuka masyarakat Arab di Jakarta yang bukan keturunan ‘Alawi,
kemudian beliau diberi kepercayaan untuk memimpin madrasah yang didirikan
oleh komunitas masyarakat Arab non-‘alawi. Madrasah tersebut diberi nama al-
Irsyad al-Islamiyah wa al-Irsyad al-‘Arabiyah yang lebih dikenal dengan sebutan
al-Irsyad. (Noer Delian; 1991; hal: 24) Pada tanggal 11 Agustus 1915, al-Irsyad
mendapat status hukum dari pemerintah Belanda. Meskipun demikian, pihak al-
Irsyad mencatat hari kelahirannya pada 6 September 1914, yang bertepatan
dengan dibukanya madrasah pertama di Jati Petamburan, Jakarta.
Seiring dengan kemajuan al-Irsyad, pihak ‘Alawi cemburu berat. Lalu
mereka melakukan maneuver-manuver politik yang sifatnya fitnah. Bahkan,
mereka pun sempat mendekati konsul Inggris, agar para anggota al-Irsyad tidak
boleh memasuki wilayah jajahan Inggris. Tidak hanya itu, untuk melaksanakan
ibadah haji saja, mereka dihalang-halangi, dengan berbagai cara, antara lain
memberikan informasi yang tidak benar kepada pihak-pihak yang berwenang.
Pada tahun 1920, semua bentuk larangan dan hambatan yang dilakukan
pemerintah Inggris terhadap jamah al-Irsyad bisa dicairkan. Upaya-upaya untuk
berdamai dengan ‘Alawi pun mulai dirintis. Menyadari keadaan yang tidak juga
membaik, dan demi kerukunan antar masyarakat, Soorkati mengundurkan diri dari
al-Irsyad, tahun 1921.
Soorkati mundur dari al-Irsyad karena ia ingin perguruan yang dikelolanya
itu maju. Agar bisa maju, diperlukan beberapa persyaratan antara lain hadirnya
guru-guru yang berkualitas, sistem pendidikan dan sarana penunjang. Semua itu
7
memerlukan dana, sementara al-Irsyad sebagai ormas yang belum kuat secara
finansial, belum mampu menopang keinginan Soorkati tersebut. Maka, Soorkati
memutuskan untuk mundur sementara, lalu ia berdagang, dengan harapan hasil
upayanya itu nantinya bisa mengembangkan perguruan al-Irsyad, sebagaimana
yang ia cita-citakan.
Pada tahun 1923, Soorkati merintis lembaga pendidikan diluar stuktur
organisasi al-Irsyad. Madrasah al-Irsyad al-Islamiyah namanya, didanai oleh para
dermawan yang dekat dengan Soorkati. Walhasil, madrasah yang didirikan
Soorkati berhasil dan maju pesat, sementara madrasah milik jamiah al-Irsyad,
yang ditinggalkannya mengalami kemunduran.
Semua madrasah al-Irsyad dimaksudkan untuk menampung atau
menerima semua anak-anak Muslim bukan hanya keturunan Arab. Tidak seperti
pondok pesantren yang menekankan penghafalan masalah teologi dan hukum,
sekolah al-Irsyad mencoba membekali siswanya dengan ajaran Islam yang
komprehensif. Madrasah al-Irsyad menekankan pelajaran bahasa Arab karena
merupakan basis dari ilmu pengetahuan yang berasal dari ilmuwan Muslim. Al-
Irsyad lebih memilih karya-karya Muhammad Abduh dan Rashid Ridha sebagai
cara terbaik menghidupkan kembali Islam. Dengan mengikuti konsep-konsep
reformasi yang dijelaskan lebar oleh kedua orang ini, Al-Irsyad menyakini bahwa
revitalisasi Islam akan terjadi. (Maksum; 1999; hal: 32-34)
Keberhasilan al-Irsyad mendapat tempat yang dihormati oleh masyarakat
Muslim Indonesia adalah bukti ketangguhannya mencoba menjalankan kegiatan
pendidikan. Al-Irsyad berhasil mendapatkan dukungan dari dalam dan luar, yaitu
masyarakat Muslim Indonesia dan reformis Mesir. Tak lama setelah madrasah al-
Irsyad didirikan, kontak dengan gerakan Muslim modern yang lain menjadi lebih
erat, khususnya dengan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini membentuk tahap
awal pembentukan gerakan reformasi di daerah koloni. Al-Irsyad didirikan untuk
menyebarkan paham modernisme Islam, organisasi ini tidak begitu peduli dengan
membentuk sistem yang mencerminkan sifat penduduk asli, bahkan mencoba
menghilangkan kepercayaan setempat dan tindakan yang bertolak belakang
dengan ajaran aslinya. Al-Irsyad tidak mencoba menyerupai pondok pesantren
8
yang menjadi pusat pembelajaran Muslim tradisional. Sebaliknya, Al-Irsyad
berjalan bersama Muhammadiyah di Jawa dan mewakili usaha-usaha memerangi
ide-ide kuno dan mendidik Muslim Indonesia cara-cara hidup modern. Dari segi
pendidikan Al-Irsyad lebih memperhatikan bagaimana membekali siswa-siswanya
dengan pendidikan agama, yang akan membantu mereka berhadapan dengan ide-
ide reformasi. Adapun secara umum tujuan pendidikan pada sekolah-sekolah yang
bernaung di bawah al-Irsyad adalah pembentukan watak, pembentukan kemauan
serta latihan untuk melaksanakan kewajiban.
Dikenal sebagai cendekiawan dan intelektual Ahmad Soorkati tidak
menulis banyak buku. Tetapi beliau lebih banyak mengeluarkan fatwa-fatwa yang
ada hubungannya dengan pelaksanaan kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari
tulisan-tulisannya tampak Ahmad soorkati menyadari kaum Muslim di Indonesia
masih sangat lemah dan ia berkeinginan menebalkan keimanan mereka. Keadaan
moral, sosial dan intelektual juga sangat rendah, ditandai dengan adanya
kebiasaan yang sangat tidak dianjurkan Islam. Melihat kondisi ini Ahmad
Soorkati menyimpulkan, bahwa jalan keluarnya adalah kembali mengajarkan
Islam sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, ia berpendapat tujuan inilah
yang terpenting dari semua tujuannya.
Tujuan-tujuan itu dipaparkan Ahmad Soorkati dalam pengantar yang
ditulisnya di al-Dhakirah :
• Memperlihatkan hadis-hadis yang palsu dan kisah-kisah yang direkayasa,
namun dipercayai sebagai ajaran Islam oleh Muslim di Indonesia.
• Untuk membuktikan bahwa argumentasi-argumentasi yang kontra-Islam
salah dengan menggunakan dalil al-Qur’an dan hadis Nabi. Ia juga berharap
dengan cara ini Muslim Indonesia akan melaksanakan rukun Islam dengan
benar
• Untuk menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang menganjurkan
kebajikan, sesuai untuk segala zaman dan semua Negara
• Untuk mendorong kaum Muslim agar mengikuti kemajuan dan tidak didekte
oleh kekuasaan atau pengaruh asing. (Mughi, Syafiq A dan Hasan ; 1994;
Hal: 28)
9
D. Peranan Al-Irsyad dalam Memajukan Peradaban Islam di Indonesia
1) Prinsip-prinsip Gerakan Al-Irsyad
Gerakan Al-Irsyad yang dengan cepat berkembang, didirikan dengan
didasari lima prinsip, yang kemudian dikenal dengan konsep pembaharuan Islam
yang menjadi anutan organisasi, yaitu :
• Untuk meneguhkan doktrin persatuan dengan membersihkan sholat dan do’a
dari kontaminasi unsur politheisme (kemurnian Tauhid)
• Untuk mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang
shahih di al-Qur’an dan Sunah, serta mengikuti jalan yang salaf untuk
semua solusi masalah agama yang diperdebatkan.
• Untuk memerangi taqlid a’ma (penerimaan membabi buta) yang berkonflik
dengan dalil aqli (sesuai akal) dan dalil naqli (sesuai al-Qur’an dan Sunah).
• Untuk mensiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan
kebudayaan Arab yang sesuai dengan ajaran Allah
• Mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara muslim Indonesia
dan Arab. (Noer, Delian; 1991; Hal:20)
10
persoalan keagamaan dan menjawab persoalan yang diajukan para
pembacanya
• Pada tahun 1925, telah menerbitkan al-Masail al-Thalath, berisi tentang fatwa
kepada pimpinan Muhammadiyah yang mempertanyakan mengenai al-din
(agama), al-dunya (dunia) dan Ijtihad. Jawaban-jawaban Ahmad Soorkati
dalam bentuk fatwa pada Muhammadiyah ini terangkum dalam terbitan
tersebut.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Organisasi Al-Irsyad diprakarsai orang-orang Arab non-sayyid yang tidak
puas dengan Jamiat Khair. Ketidakpuasan itu dilatar belakangi perbedaan
pandangan tentang stratifikasi sosial dalam masyarakat Arab di Indonesia,
diantaranya dalam permasalahan:
a) Kafa’ah (kesetaraan dalam perkawinan)
b) Taqbil (mencium tangan sayyid bila bersalaman)
12
Keberhasilan al-Irsyad mendapat tempat yang dihormati oleh masyarakat
Muslim Indonesia adalah bukti ketangguhannya mencoba menjalankan kegiatan
pendidikan.
B. Saran
Alangkah baiknya kita sebagai calon tenaga pendidik mata pelajaran PAI
untuk memperluas wawasan pengetahuan kita tentang Pemikiran Al Irsyad
khususnya perihal semangat dan kegigihan untuk memajukan peradaban islam.
13
REFERENSI
Mughi, Syafiq A dan Hasan Bandung., 1994. Pemikiran Islam Radikal Cet II.,
Bina Ilmu, Surabaya.
14