Suhaimi Dr.,Lc.,Ma
OLEH :
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
doesn Suhaimi Dr.,Lc.,Ma pada mata kuliah Studi Hadits. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang biografi Ibnu Katsir bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suhaimi Dr.,Lc.,Ma selaku Dosen mata
kuliah Studi Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Frendi ardiansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................2
3.1 kesimpulan................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Di makalah ini kita akan mengenang lebih dalam lagi salah se-orang penulis
muslim yang karya sudah menjadi ilmu turun temurun bagi umat islam. Beliau adalah Ibnu
Katsir, di makaalah ini saya akan memberi tahu anda lebih dalam lagi mengenai beliau.
Bagaiamana beliau ?, dimana beliau lahir ?, dan apa pendidikan beliau ?,
1
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, terj. Nabhani Idris, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 229.
2
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, terj. Faisal Saleh dan
Syahdianor, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2006), hlm. 64. 3Ibid, hlm. 64
3
4Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur‟an dari Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba, 2013),
hlm. 75.
4
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, op.cit,. hlm. 229.
Di usia yang relatif muda, ia mendalami ilmu hadis kepada Al-Mizzi, ia menghafal
banyak matan, mengenali sanad, menilai kualitas perawi, biografi tokoh, dan sejarah. Selain itu
juga, ia mendengar hadis langsung dari ulama Hijaz serta memperoleh ijazah dari al-Wani.5
Pada tahun 1348 M, Ibnu Katsir menggantikan gurunya az-Zahabi di Turba Umm Salih
(Lembaga Pendidikan). Kemudian ia diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al-Asyrafiyah
(Lembaga Pendidikan Hadis) setelah meninggalnya Hakim Taqiuddin As-Subki tahun 1355 M.6
Pada bulan Syawal 767 H Ibnu Katsir dianugerahi jabatan imam dan guru besar tafsir di
masjid negara (Masjid Umayyah Damaskus), oleh Gubernur Mankali Bugha.7
Para ahli meletakkan beberapa gelar keilmuan kepada Ibnu Katsir, sebagai kesaksian atas
kepiawaiannya dalam beberapa bidang keilmuan yang ia geluti, yaitu:
1. Al-Hafizh, orang yang mempunyai kapasitas hafal 100.000 hadis, matan maupun sanad,
walaupun dari beberapa jalan, mengetahui hadis sahih, serta mengetahui istilah ilmu
hadis.
2. Al-Muhaddis, orang yang ahli mengenai hadis riwayah dan dirayah. Dapat membedakan
cacat dan sehat, mengambilnya dari imam-imamnya, serta dapat mensahihkan dalam
mempelajari dan mengambil faedahnya.
3. Al-Faqih, gelar keilmuan bagi ulama yang ahli dalam ilmu hukum Islam (fiqih). Namun
tidak sampai pada tingkat mujtahid. Ia menginduk pada suatu madzhab yang ada, tapi
tidak taqlid.
4. Al-Mu‟arrikh, seorang yang ahli dalam bidang sejarah atau sejarawan.
5. Al-Mufassir, seorang yang ahli dalam bidang tafsir, yang menguasai perangkat-
perangkatnya berupa ulum Al-Qur‟an dan memenuhi syarat-syarat mufassir.
Di antara lima predikat tersebut, Al-Hafizh merupakan gelar yang paling sering
disandangkan pada Ibn Katsir. Ini terlihat pada penyebutan namanya pada karya-karyanya atau
ketika menyebut pemikirannya.8
5
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur‟an, op.cit., hlm. 76.
6
Ibid, hlm. 76.
7
Nur Faizin Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), hlm. 41.
8
Ibid, hlm. 36-37.
Ibnu Katsir adalah seorang mufasir berkompetan, di samping itu ia seorang ahli fiqih, ahli
hadis yang cerdas, sejarawan ulung dan mufasir paripurna. 9 Selama hidupnya dalam mencari
ilmu beliau mempunyai beberapa guru. Di antara guru-guru imam Ibnu Katsir adalah sebagai
berikut:
Adapun guru beliau selain dari ulama Syam seperti Syamsuddin AlAshfahani (W. 749
H), dan sebagian ulama Mesir seperti Al-Fathu Ad-Dabusi, Ali Al-Fani, Yusuf Al-Khatani, dan
Abi Musa Al-Qorafi.
Adapun murid-murid Ibnu Katsir itu banyak, yang terkenal dari mereka antara lain:
9
Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, terj. Mudzakir AS, Study IlmuIlmu Qur‟an, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2009), hlm. 527.
4. Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H).10
1. Al-Ahkam al-Kabir
2. Al-Ahkam as-Shoghir wa huwa al-Ahkam as-Syugro fil Hadis
10
Seperti yang telah dipaparkan oleh Wahbah Zuhaily dalam Muqodimmah Tafsir Ibnu Katsir (Bairut: Darul
Khoir,2006), juz 1.
3. Al-ijtihad Fi Talab al-Jihad
4. Ahkam at-Tanbih
5. Kitab fi as-Sima‟i ai Hukmu Sima‟i al-Ghina‟i fil Islam Makhtutun
11
Ibid. Muqadimmah Tafsir Ibnu Katsir.
penyebutan ucapan para sahabat, tabi’in dan kaum salaf sesudahnya.12 Tafsir al-Qur‟an al-
„Azhim, lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibnu Katsir. Diterbitkan pertama kali dalam 10 jilid,
pada tahun 1342 H/1923 M di Kairo.13
Ibnu katsir mentarjih satu pendapat atas pendapat lain, mensahihkan sebagian dan
mendhaifkan sebagian yang lain. Hal ini karena pengetahuannya tentang berbagai disiplin ilmu
hadis dan rijal hadis. Dalam kitabnya Ibnu katsir banyak menukil tafsir Ibnu Jarir, Ibnu Abi
Hatim, Ibnu Athiyah dan lainnya. 14
Adapun tafsir Ibnu Katsir menggunakan sumber penafsiran tafsir bil ma’tsur, dengan
menggunakan metode tahlili, dan tafsir ini menitikberatkan pada masalah fiqih.
Metode yang digunakan Ibnu Katsir dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah tafsir Al-
Qur’an terhadap Al-Qur’an sendiri. Alternatif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang
menjelaskan, beliau melihat hadis nabi yang merupakan penjelas Al-Qur’an. Selanjutnya jika
tidak didapati tafsir baik dalam Al-Qur’an dan hadis, beliau menggunakan pendapat para
sahabat. Sebab mereka lebihmengetahui karena menyaksikan langsung kondisi dan latar
belakang penurunan ayat. Kemudian jika tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, hadis, dan pendapat
para sahabat, maka alternatif selanjutnya beliau merujuk kepada para tabi’in.16
12
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, op.cit., hlm. 230-231.
13
Nur Faizin Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, op.cit., hlm. 43
14
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, op.cit,. hlm. 230-231
15
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟anul Adzim, (Mesir: Darul Hadis, 2002).
16
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, op.cit., hlm. 60-61.
Ketika berbicara tafsir bi al-ra’yi Ibnu Katsir menyebutkan, “tentang tafsir bi al-ra’yi,
kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki basik pengetahuan tentang tafsir
untuk menafsirkan al-Qur’an. Berbeda dengan mereka yang menguasi disiplin ilmu bahasa dan
syari’at yang mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan penafsiran.” Pendapat ini
jelas merupakan pendapat yang tepat. Bahwa mereka yang menguasai perangkat bahasa dan
syariat, sah-sah saja untuk memakai tafsir bi al-ra’yi.
Metodologi ini diterapkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Hingga kemudian memposisikan
tafsir Ibnu Katsir sebagai salah satu di antara sekian tafsir terbaik yang menjadi rujukan para
pakar. Generasi setelahnya banyak yang menggunakan ide-idenhya. Seperti penulis Mahasin al-
Ta’wil, al-Manar dan banyak lagi lainnya.17
Tentang tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Rasyid Rida menjelaskan: tafsir ini merupakan
tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap apa yang diriwayatkan dari
para mufasir salaf dan menjelaskan makna-makna ayat dan hukum-hukumnya serta menjauhi
pembahasan i‟rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara pancang
lebar oleh kebanyakan mufasir. Juga menjauhi pembicaraan yang melebar pada ilmu-ilmu lain
yang tidak diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum atau memahami hukum dan
nasihat-nasihatnya secara khusus.
Di antara ciri khas atau keistimewaannya ialah perhatiannya yang cukup besar terhadap
apa yang mereka namakan “tafsir Qur’an dengan Qur’an.” Dan sepanjang pengetahuan kami,
tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya. Kemudian diikuti dengan (penafsiran ayat dengan) hadis-hadis marfu’
yang ada kaitannya dengan ayat yang sedang ditafsirkan. Serta menjelaskan apa yang dijadikan
hujjahdari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi’in
dan ulama salaf sesudahnya. Termasuk keistimewaannya pula ialah disertakannya selalu
peringatan akan cerita-cerita Isra’iliyat tertolak (munkar) yang banyak tersebar dalam tafsir-tafsir
bil-ma’sur, baik peringatan itu secara global maupun mendetail.18
Dalam al-Mu’jam, Imam al-Dzahabi mengungkapkan tentang Ibnu Katsir, “Adalah
seorang imam, mufti, pakar hadis. Spesialis fiqih, ahli hadis yang cermat dan mufassir yang
kritis.”
17
Ibid, hlm. 62.
18
Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, terj. Mudzakir AS, Study IlmuIlmu Qur‟an, op.cit., hlm. 528.
Al-Hafizh Syihabuddin bin Haji yang pernah menjadi santri Ibnu Katsir menyatakan,
“Tidak seorangpun yang kami ketahui lebih memiliki kekuatan memori dengan matan-matan
hadis, mengenali tokoh-tokohnya, menyatakan kesahihan dan ketidak sahihannya, selain Ibnu
Katsir. Ia merupakan kesaksian ulama yang sezaman dengannya dan guru-gurunya. Ia menguasai
banyak tentang fiqih, sejarah dan jarang sekali lupa. Ia memiliki kemampuan memahami yang
baik dan didukung rasionalitas yang cerdas. Ia mempunyai andil besar dalam bidang bahasa
Arab.
Ibnu Katsir terkadang merangkai syair. Ibnu Hajar mengungkapkan tentang Ibnu Katsir,
“Seorang yang memiliki wawasan yang luas dan humoris. Karya-karyanya dikonsumsi banyak
orang semasa hidupnya dan sepeninggalnya.19
19
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, op.cit., hlm. 64-65
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Metode yang digunakan Ibnu Katsir dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah tafsir Al-
Qur’an terhadap Al-Qur’an sendiri. Alternatif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang
menjelaskan, beliau melihat hadis nabi yang merupakan penjelas Al-Qur’an. Selanjutnya
jika tidak didapati tafsir baik dalam Al-Qur’an dan hadis, beliau menggunakan pendapat
para sahabat. Sebab mereka lebihmengetahui karena menyaksikan langsung kondisi dan
latar belakang penurunan ayat. Kemudian jika tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, hadis,
dan pendapat para sahabat, maka alternatif selanjutnya beliau merujuk kepada para tabi’in
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, op.cit., hlm.
64-65
Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, terj. Mudzakir AS, Study IlmuIlmu Qur‟an, op.cit., hlm. 528.
Muhammad Husein Adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, op.cit., hlm. 230-231.
Seperti yang telah dipaparkan oleh Wahbah Zuhaily dalam Muqodimmah Tafsir Ibnu Katsir (Bairut: Darul
Khoir,2006), juz 1.