Anda di halaman 1dari 99

Meneladani Sahabat Nabi, Jalan

Kebenaran
Tidak mungkin ada orang yang lebih memahami perkataan dan perilaku Nabi
selain para sahabat Nabi, maka tentu pemahaman yang paling benar terhadap
agama Islam ada para mereka

Di tengah maraknya pemikiran dan pemahaman dalam agama Islam, klaim


kebenaran begitu larisnya bak kacang goreng. Setiap kelompok dan jama’ah
tentunya menyatakan diri sebagai yang lebih benar pemahamannya
terhadap Islam, menurut keyakinannya.

Kebenaran hanya milik Allah. Namun kebenaran bukanlah suatu hal yang
semu dan relatif. Karena Allah Ta’ala telah menjelaskan kebenaran kepada
manusia melalui Al Qur’an dan bimbingan Nabi-Nya Shallallahu’alaihi
Wasallam. Tentu kita wajib menyakini bahwa kalam ilahi yang termaktub
dalam Al Qur’an adalah memiliki nilai kebenaran mutlak. Lalu siapakah orang
yang paling memahami Al Qur’an? Tanpa ragu, jawabnya adalah
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Dengan kata lain, Al Qur’an sesuai
pemahaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sabda-
sabda Shallallahu’alaihi Wasallam itu sendiri keduanya adalah sumber
kebenaran.

Yang menjadi masalah sekarang, mengapa ketika semua kelompok dan


jama’ah mengaku telah berpedoman pada Al Qur’an dan Hadits, mereka
masih berbeda keyakinan, berpecah-belah dan masing-masing mengklaim
kebenaran pada dirinya? Setidaknya ini menunjukkan Al Qur’an dan sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ternyata dapat ditafsirkan secara
beragam, dipahami berbeda-beda oleh masing-masing individu. Jika
demikian maka pertanyaannya adalah, siapakah sebetulnya di dunia ini yang
paling memahami Al Qur’an serta sabda-sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam? Jawabnya, merekalah para sahabat Nabi radhi’allahu ‘anhum
ajma’in.
Pengertian Sahabat Nabi

Yang dimaksud dengan istilah ‘sahabat Nabi’ adalah:

‫ وإن لم يرو عنه شيئا ا‬،‫ وإن لم تطل صحبته له‬،‫من رأى رسول ا صلى ا عليه وسلم في حال إسلما الراوي‬

“Orang yang melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam keadaan


Islam, yang meriwayatkan sabda Nabi. Meskipun ia bertemu Rasulullah tidak
dalam tempo yang lama, atau Rasulullah belum pernah melihat ia sama
sekali” [1]

Empat sahabat Nabi yang paling utama adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar
bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’ahum
ajma’in. Tentang jumlah orang yang tergolong sahabat Nabi, Abu Zur’ah Ar
Razi menjelaskan:

‫ وقبض عليه الصلةا والسلما عن مائة ألف وأربعة عشر‬،‫ وكان معه بتبوك سبعون ألفاا‬،‫شهد معه حجة الوداع أربعون ألفاا‬
‫ألفا ا من الصحابة‬

“Empat puluh ribu orang sahabat Nabi ikut berhaji wada bersama Rasulullah.
Pada masa sebelumnya 70.000 orang sahabat Nabi ikut bersama Nabi dalam
perang Tabuk. Dan ketika Rasulullah wafat, ada sejumlah 114.000 orang
sahabat Nabi”[2]

Keutamaan Sahabat

Para sahabat Nabi adalah manusia-manusia mulia. Imam Ibnu Katsir


menjelaskan keutamaan sahabat Nabi:

‫ وبما نطقت به السنة النبوية في المدح‬،‫ لما أثنى ا عليهم في كتابه العزيز‬،‫والصحابة كلهم عدول عند أهل السنة والجماعة‬
‫ وما بذلوه من الموال والرواح بين يدي رسول ا صلى ا عليه وسلم‬،‫لهم في جميع أخلقهم وأفعالهم‬
“Menurut keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah, seluruh para sahabat itu
orang yang adil. Karena Allah Ta’ala telah memuji mereka dalam Al Qur’an.
Juga dikarenakan banyaknya pujian yang diucapkan dalam hadits-hadits Nabi
terhadap seluruh akhlak dan amal perbuatan mereka. Juga dikarenakan apa
yang telah mereka korbankan, baik berupa harta maupun nyawa, untuk
membela Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”[3]

Pujian Allah terhadap para sahabat dalam Al Qur’an diantaranya:

‫ضوا نعلنهق نوأننعسد لنهقلم نجسنا ن‬


‫ت تنلجبري‬ ‫اق نعلنهقلم نونر ق‬‫ضني س‬ ‫صابر نوالسبذينن اتسبنقعوهقلم ببإ بلحنسانن نر ب‬ ‫نوالسساببققونن اللنسوقلونن بمنن اللقمنهابجبرينن نواللنلن ن‬
‫تنلحتننها اللنلننهاقر نخالببدينن بفينها أنبنادا ۚ ذنذلب ن‬
‫ك اللفنلوقز اللنعبظيقم‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari


golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun memuji dan memuliakan para


sahabatnya. Beliau bersabda:

‫ل تزالون بخير ما داما فيكم من رآني وصاحبني ومن رأى من رآني ومن رأى من رأى من رآني‬

“Kebaikan akan tetap ada selama diantara kalian ada orang yang pernah
melihatku dan para sahabatku, dan orang yang pernah melihat para
sahabatku (tabi’in) dan orang yang pernah melihat orang yang melihat
sahabatku (tabi’ut tabi’in)”[4]

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

‫ ثم الذين يلونه‬، ‫ ثم الذين يلونهم‬، ‫خير الناس قرني‬


“Sebaik-baik manusia adalah yang ada pada zamanku, kemudian setelah
mereka, kemudian setelah mereka”[5]

Dan masih banyak lagi pujian dan pemuliaan dari


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap para sahabatnya yang
membuat kita tidak mungkin ragu lagi bahwa merekalah umat terbaik,
masyarakat terbaik, dan generasi terbaik umat Islam. Berbeda dengan kita
yang belum tentu mendapat ridha Allah dan baru kita ketahui kelak di hari
kiamat, para sahabat telah dinyatakan dengan tegas bahwa Allah pasti ridha
terhadap mereka. Maka yang layak bagi kita adalah memuliakan mereka,
meneladani mereka, dan tidak mencela mereka. Imam Abu Hanifah berkata:

‫ ثم نكف عن جميع أصحاب رسول ا‬, ‫ أبوبكر وعمر وعثمان وعلي‬: ‫أفضل الناس بعد رسول ا صلى ا عليه وسلم‬
‫صلى ا عليه وسلم إل بذكر جميل‬

“Manusia yang terbaik setelah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah


Abu Bakar, lalu Umar, lalu Utsman lalu Ali. Kemudian, kita wajib menahan
lisan kita dari celaan terhadap seluruh sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, kita tidak boleh menyebut mereka kecuali dengan sebutan-
sebutan yang indah”[6]

Lebih lagi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ ما بلغ مد أحدهم ول نصيف‬، ‫ فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا‬، ‫ل تسبوا أصحابي‬

“Jangan engkau cela sahabatku, andai ada diantara kalian yang berinfaq
emas sebesar gunung Uhud, tetap tidak akan bisa menyamai pahala infaq
sahabatku yang hanya satu mud (satu genggam), bahkan tidak menyamai
setengahnya”[7]

Pemahaman Sahabat Nabi, Sumber Kebenaran


Jika kita telah memahami betapa mulia kedudukan para sahabat Nabi, dan
kita juga tentu paham bahwa tidak mungkin ada orang yang lebih
memahami perkataan dan perilaku Nabi selain para sahabat Nabi, maka
tentu pemahaman yang paling benar terhadap agama Islam ada para
mereka. Karena merekalah yang mendakwahkan Islam serta menyampaikan
sabda-sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam hingga akhirnya sampai
kepada kita, walhamdulillah. Merekalah ‘penghubung’ antara umat Islam
dengan Nabinya.

Oleh karena ini sungguh aneh jika seseorang berkeyakinan atau beramal
ibadah yang sama sekali tidak diyakini dan tidak diamalkan oleh para
sahabat, lalu dari mana ia mendapatkan keyakinan itu? Apakah
Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepadanya? Padahal turunnya wahyu sudah
terhenti dan tidak ada lagi Nabi sepeninggal Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam. Dari sini kita perlu menyadari bahwa mengambil metode
beragama Islam yang selain metode beragama para sahabat, akan
menjerumuskan kita kepada jalan yang menyimpang dan semakin jauh dari
ridha Allah Ta’ala. Sedangkan jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh
oleh para sahabat Nabi. Setiap hari kita membaca ayat:

‫ضاصلينن‬
‫ب نعلنليبهلم نونل ال س‬ ‫ت نعلنليبهلم نغليبر اللنملغ ق‬
‫ضو ب‬ ‫صنراطن السبذينن أنلننعلم ن‬
‫صنراطن اللقملستنبقينم ب‬
‫الهبدننا ال ص‬

“Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah: 6-7)

Al Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Yang dimaksud dengan ‘orang-orang yang


telah Engkau beri nikmat‘ adalah yang disebutkan dalam surat An Nisa,
ketika Allah berfirman:

‫صالببحينن نونحقسنن قأولنئب ن‬


‫ك نربفياقا‬ ‫صصديبقينن نوالششهنندابء نوال س‬
‫اق نعلنليبهلم بمنن النسببصيينن نوال ص‬ ‫ان نوالسرقسونل فنقأولنئب ن‬
‫ك نمنع السبذينن أنلننعنم س‬ ‫نونملن يقبطبع س‬
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-
orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”[8]

Seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’ut tabi’in, Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam, menafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya[9].

Oleh karena itulah, seorang sahabat Nabi, Abdullah Ibnu


Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

‫ وأقلـشنها‬،‫ وأعمققـها بعلماا‬،‫ فإنهم كانوا أبسر هذبه المبة قلوباا‬,‫ب رسول باب صلى اق عليبه وسلنم‬ ‫س بأصحا ب‬‫من كانن منكم قمتأسيا ا فليتأ س‬
،‫ فاعرفوا لهم فضلـ نقهم‬،‫صحببة نبيصبه صلى اق عليبه وسلنم وإقانمبة دينببه‬ ‫ وأحسنقـها حا ا‬،‫ وأقوقمها نهدنيا‬،‫تكلـشنفا‬
‫ اختانرهققم اق لب ق‬،‫ل‬
‫ فإنهم كانوا على القهدى القمستقيم‬،‫واتسـبـ بقعوهم في آثابربهم‬

“Siapa saja yang mencari teladan, teladanilah para sahabat


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Karena merekalah orang yang paling
baik hatinya diantara umat ini, paling mendalam ilmu agamanya, umat yang
paling sedikit dalam berlebihan-lebihan, paling lurus bimbingannya, paling
baik keadaannya. Allah telah memilih mereka untuk mendampingi
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menegakkan agama-Nya. Kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jalan mereka. Karena mereka semua berada
pada shiratal mustaqim (jalan yang lurus)”[10]

Beliau juga berkata:

‫ب السنا ب‬
‫س‬ ‫ظنر بفي قققلو ب‬‫ ثقسم نن ن‬،‫ نوالنتننخبنهق بببعللبمبه‬،‫اق نعلنليبه نونسلسنم فنبننعثنهق بببرنسالنتببه‬
‫صسلى س‬ ‫ب اللبعنبابد نفالخنتانر قمنحسمادا ن‬
‫ظنر بفي قققلو ب‬ ‫إبسن س‬
‫ان تننعانلى نن ن‬
‫ نونما نرآهق‬،‫اب نحنسنن‬ ‫ فننما نرآهق اللقملؤبمقنونن نحنسانا فنهقنو بعلنند س‬،‫صانر بدينببه‬ ‫ نوأنلن ن‬،‫اق نعلنليبه نونسلسنم‬
‫صسلى س‬ ‫نفالخنتانر أن ل‬
‫صنحابنهق فننجنعلنهقلم قونزنرانء ننببيصبه ن‬
‫اب قنببينح‬‫اللقملؤبمقنونن قنببياحا فنهقنو بعلنند س‬
“Allah Ta’ala memperhatikan hati-hati hambanya, lalu Ia memilih
Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan mengutusnya dengan risalah.
Allah Ta’ala memperhatikan hati-hati manusia, lalu Ia memilih para sahabat
Nabi, kemudian menjadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya dan
pembela agama-Nya. Maka segala sesuatu yang dipandang baik oleh kaum
Mu’minin -yaitu Rasulullah dan para sahabatnya-, itulah yang baik di sisi
Allah. Maka segala sesuatu yang dipandang buruk oleh kaum Mu’minin,
itulah yang buruk di sisi Allah”[11]

Dalam matan Ushul As Sunnah, Imam Ahmad bin


Hambal rahimahullah berkata:

‫…أصول السنة عندنا التمسك بما كان عليه أصحاب رسول ا صلى ا عليه و سلم والقتداء بهم‬

“Asas Ahlussunnah Wal Jama’ah menurut kami adalah berpegang teguh


dengan pemahaman para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan
meneladani mereka… dst.”

Jika demikian, layaklah bila Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam menjadikan solusi dari perpecahan ummat, solusi dari mencari
hakikat kebenaran yang mulai samar, yaitu dengan mengikuti sunnah beliau
dan pemahaman para sahabat beliau. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫ قال‬، ‫ وتفترق أمتي على ثلثا وسبعين ملة كلهم في النار إل ملة واحدةا‬، ‫إن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة‬
‫ ما أنا عليه وأصحابي‬: ‫من هي يا رسول ا ؟ قال‬

“Bani Israil akan berpecah menjadi 74 golongan, dan umatku akan berpecah
menjadi 73 golongan. Semuanya di nereka, kecuali satu golongan”

Para sahabat bertanya: “Siapakah yang satu golongan itu, ya Rasulullah?”


“Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku”[12]

Beliau juga bersabda menjelang hari-hari wafatnya:

‫ فعليكم بسنتي وسنة‬، ‫ وإن كان عبدا حبشيا فإنه من يعش منكم فسيرى اختلفا كثيرا‬، ‫أوصيكم بتقوى ا والسمع والطاعة‬
‫ وإياكم ومحدثات المور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة‬، ‫ فتمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ‬، ‫الخلفاء الراشدين المهديين‬
‫) ضللة‬

“Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah. Lalu mendengar dan taat
kepada pemimpin, walaupun ia dari kalangan budak Habasyah. Sungguh
orang yang hidup sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak.
Maka wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnnahku dan sunnah khulafa ar
raasyidin yang mereka telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dan
gigitlah ia dengan gigi geraham. Serta jauhilah perkara yang diada-adakan,
karena ia adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat” (HR. Abu Daud no.4609,
Al Hakim no.304, Ibnu Hibban no.5)

Jika Sahabat Berselisih Pendapat

Sebagaimana yang telah kita bahas, jika dalam suatu permasalahan terdapat
penjelasan dari para sahabat, lalu seseorang memilih pendapat lain di luar
pendapat sahabat, maka kekeliruan dan penyimpangan lah yang sedang ia
tempuh. Namun jika dalam sebuah permasalahan, terdapat beberapa
pendapat diantara para sahabat, maka kebenaran ada di salah satu dari
beberapa pendapat tersebut, yaitu yang lebih mendekati kesesuaian dengan
Al Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:

: ‫قد سمعت قولك في الجماع والقياس بعد قولك في حكم كتاب ا وسنة رسوله أرأيت أقاويل أصحاب رسول ا إذا‬
‫تفرقوا فيها ؟‬

[ ‫ نصير منها إلى ما وافق الكتاب أو السنة أو الجماع أو كان أصسح في القياس‬: ‫فقلت‬
“Jika ada orang yang bertanya, Wahai Imam Syafi’i, aku dengar engkau
mengatakan bahwa setelah Al Qur’an dan Sunnah, ijma dan qiyas juga
merupakan dalil. Lalu bagaimana dengan perkataan para sahabat Nabi jika
mereka berbeda pendapat?

Imam Asy Syafi’i berkata: Bimbingan saya dalam menyikapi perbedaan


pendapat di antara para sahabat adalah dengan mengikuti pendapat yang
paling sesuai dengan Al Qu’an atau Sunnah atau Ijma’ atau Qiyas yang
paling shahih”[13]

Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita jalan yang lurus, yaitu jalan yang
ditempuh oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabatnya

Penulis: Yulian Purnama


Artikel www.muslim.or.id

[1] Al Ba’its Al Hatsits Fikhtishari ‘Ulumil Hadits, Ibnu Katsir (1/24)

[2] Al Ba’its Al Hatsits (1/25)

[3] Al Ba’its Al Hatsits (1/24)

[4] Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Al Ashabani dalam Fadhlus Shahabah. Di-
hasan-kan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (7/7)

[5] HR. Bukhari no.3651, Muslim no.2533


[6] Nur Al Laami’ (199), dinukil dari kitab I’tiqad A’immatil Arba’ah, Dr.
Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, (1/7)

[7] HR. Bukhari no. 3673, Muslim no. 2540

[8] Tafsir Ibnu Katsir (1/140)

[9] Tafsir At Thabari (1/179)

[10] Tafsir Al Qurthubi (1/60)

[11] HR. At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir no.8504. Dalam Majma’ Az


Zawaid (8/453), Al Haitsami berkata: “Semua perawinya tsiqah”

[12] HR. Tirmidzi no. 2641. Dalam Takhrij Al Ihya (3/284) Al’Iraqi berkata:
“Semua sanadnya jayyid”

[13] Ar Risalah (1/597)

Sumber: https://muslim.or.id/4680-meneladani-sahabat-nabi-jalan-kebenaran.html

Meneladani Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam


2
BY MASTERADMIN ON NOVEMBER 20, 2012 ·MANHAJ

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani mengatakan: “Sahabat adalah orang


yang bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beriman kepada
beliau dan meninggal di atas Islam, termasuk orang yang bermajelis
dengan beliau meskipun hanya sebentar, termasuk pula orang yang
meriwayatkan hadis dari beliau maupun tidak. Demikian juga orang
yang pernah melihat beliau meskipun tidak duduk dalam majelis
beliau, atau orang yang tidak pernah melihat beliau karena buta akan,
akan tetapi pernah bertemu dengan beliau. Dan yang juga termasuk
dalam definisi ini, orang yang beriman lalu murtad (keluar dari Islam)
kemudian kembali lagi ke dalam Islam dan wafat dalam keadaan Islam,
seperti Asy’ats bin Qois radiyallahu’anhu”.

Adapun orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, hidup satu masa
dengan beliau tetapi belum pernah berjumpa dengan beliau maka tidak
dinamai “sahabat”, seperti halnya Raja Najasyi.

Persyaratan yang paling pokok agar bisa disebut “sahabat” adalah beriman
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggal dalam
keadaan Islam. Oleh karena itu, orang yang bertemu dengan beliau dan
beriman kepada beliau namun meninggal dalam keadaan murtad, bukan
termasuk kategori sahabat, seperti Ubaidillah bin Jahsy. Pada awalnya ia
masuk Islam, kemudian Ubaidillah bin Jahsy memeluk agama Nashrani dan
meninggal dalam kekufurannya.

Sahabat sebagai orang terdekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


tentunya merupakan orang-orang kepercayaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, menjadi orang-orang terdepan menolong Rasulullah dalam
menyampaikan risalah Islam. Masa-masa dimana Islam pertama kali disebar
merupakan masa-masa sulit dimana nyawa adalah taruhannya, peperangan
merupakan suatu yang wajib dijalani bagi para sahabat untuk
mempertahankan Islam. Harta, benda, dan keluarga juga turut dikorbankan.
Tetapi hal ini bukan menjadi halangan bagi Rasulullah dan para sahabat
untuk terus melangkah demi tegaknya agama Allah di muka bumi, apalagi
dengan janji datangnya pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini terlihat
dan dirasakan jelas oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat
saat berada di medan perang, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala di surat at-Taubah ayat 40 yang artinya: “Jikalau kamu tidak
menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya
(yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari
Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada
dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu
berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan
ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara
yang kamu tidak melihatnya,..”.

Berikut ini akan saya paparkan ringkasan kehidupan 4 sahabat utama


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Abu Bakar ash-Shiddiq


Abu Bakar adalah mertua dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
perkawinan rasulullah dengan putri Abu Bakar, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Beliau dilahirkan dua tahun beberapa bulan setelah lahirnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tumbuh di kota Makkah dan tidak
meninggalkan kota tempat tinggalnya kecuali untuk tujuan berdagang.
Beliau adalah penghulu suku Quraisy dan ahlu syura diantara mereka pada
zaman jahiliyah. Beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh
pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting,
banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah (keinginan keras), faqih, paling
mengerti dengan garis keturunan Arab dan berita-berita mereka, sangat
bertawakkal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’
dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan
apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah. Abu Bakar
adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih
dahulu masuk Islam daripada beliau, adapun dari golongan anak-anak, Ali
yang pertama kali masuk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang
pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.

Keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap


Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, karena
kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam
berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh
besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah
radhiyallahu ‘anhum.

Di awal keislamannya beliau menginfakkan hartanya di jalan Allah sebanyak


40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa
karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal radhiyallahu ‘anhu. Beliau
selalu mengiringi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama di Makkah,
bahkan dialah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi di dalam gua
dalam perjalanan hijrah hingga sampai ke kota Madinah. Di samping itu
beliau juga mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam baik perang Badar, Uhud, Khandaq, penaklukan kota
Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.

Umar bin Khattab

Selain sebagai sahabat, Umar bin Khattab juga merupakan mertua dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkawinan Rasulullah
dengan putri Umar, Hafsah radhiyallahu ‘anha.
“Ya Allah…buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua
orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab.” Salah satu dari doa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat Islam masih dalam tahap
awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah.
Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam,
sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.

Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan


kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas,
disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang
menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan
kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah. Beliau adalah
orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah
setelah Abu Bakar ash-Shiddiq.

Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam
masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud
berkata, “Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan
yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan
yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu
mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab
menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau menelurkan
konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf,
menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas
negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan shalat
sunnah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan,
membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan,
membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk
perdagangan, mencetak mata uang dirham, dan masih banyak lagi
pencapaian-pencapaian yang diraih Umar bin Khattab.

Beliau berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.


Dalam satu riwayat Qatadah berkata, “Pada suatu hari Umar bin Khattab
memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannya dipenuhi
dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang
khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk
menjamu orang-orang.” Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling
terakhir kenyang, Beliau berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging
hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya.

Utsman bin Affan


Utsman bin Affan adalah menantu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahkan beliau digelari dengan dzun nurain (pemilik dua cahaya)
karena memperistri dua putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mula-
Mula, beliau menikah dengan Ruqaiyyah, putri Rasulullah yang meninggal
ketika utsman berada dalam peperangan Badar. Sesudah itu, beliau menikah
lagi dengan Ummu Kulsum yang juga putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

Utsman adalah seorang saudagar kaya yang dermawan. Beliau adalah


seorang pedagang kain yang kaya raya, kekayaan ini beliau belanjakan guna
mendapatkan keridhaan Allah, yaitu untuk pembangunan umat dan
ketinggian Islam. Beliau memiliki kekayaan ternak lebih banyak dari pada
orang arab lainya. Utsman bin Affan adalah seorang ahli ekonomi yang
terkenal, tetapi jiwa sosial beliau tinggi. Beliau tidak segan-segan
mengeluarkan kekayaannya untuk kepentingan Islam dan masyarakat
umum.

Sebagai Contoh :

1. Utsman bin Affan membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi
seharga 200.000 dirham, kira-kira sama dengan dua setengah kg emas pada
waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.

2. Memperluas Masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya.

3. Beliau mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000
dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan
sepertiga biaya ekspedisi tersebut.

4.Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan


gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin
yang menderita di musim kering.

Ali bin Abi Thalib

Sepupu sekaligus menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dikenal


sebagai jagoan bangsa Arab yang mempunyai kemahiran memainkan
pedang dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya
berbentuk tubuh bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian
belakangnya. Ketika di tanya, “Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan
bagian belakangnya, hai Abu Husein?” Maka Ali bin Abi Thalib akan
menjawabnya dengan mudah, “Kalau seandainya aku menghadapi musuhku
dari belakang, niscaya aku akan binasa.”

Ia adalah sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan. Seorang yang


takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat dan tidak
pernah melalaikan syari’at. Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam
kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlaukkan cuka, minyak dan roti
kering yang ia patahkan dengan lututnya. Memakai pakaian yang kasar,
sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala
hawa dingin menghempas. Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia
akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar dan memilih
untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa
mudharat bagi umat.

Penutup

Kisah empat orang sahabat yang juga merupakan khalifah tersebut


merupakan sedikit kisah dari banyak para sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lainnya yang pantas kita teladani. Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib
radiyallahu’anhuma adalah empat orang sahabat diantara sepuluh orang
sahabat yang dijamin oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk masuk surga.
Jelas, dengan komitmen dan keistiqomahan merekalah yang menjadikan
mereka mendapatkan tempat tertinggi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya. Begitu pula dengan sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam lainnya, membela Islam dengan penuh keikhlasan dan hanya
mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Meneladani kisah-kisah sahabat dapat memupuk rasa cinta kita terhadap


Islam dan menambah keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.

Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik


manusia adalah genarasiku, kemudian generasi sesudahnya, kemudian
generasi sesudahnya lagi”. (HR: Bukhari, Ahmad, Tirmidzi).

Ibnu Mas’ud radiyallahu’anhu mengatakan: “Barang siapa di antara kalian


yang ingin mencari teladan, maka teladanilah para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya mereka adalah umat yang palik baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit membebani dirinya, paling
lurus petunjuknya dan paling bagus keberadaannya. Mereka adalah kaum
yang Allah pilih untuk menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketahuilah, pada mereka ada banyak keutamaan, ikutilah atsar-atsar
mereka, sesungguhnya mereka berada pada petunjuk yang lurus.

http://wahdahmakassar.org/meneladani-sahabat-rasulullah-shallallahu-alaihi-wasallam/

Disebutkan dalam sejarah, seorang sahabat mulia Zaid bin ad-Datsinah Radhiyallahu ‘anhu yang keluarganya
adalah Quraisy, ia ditawan oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan kepadanya, “Wahai Zaid, semoga
Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu sekarang untuk dipenggal
kepalanya sedang engkau duduk manis bersama keluargamu? Spontan Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh
apakah aku senang bila Muhammad sekarang tertusuk duri di tempatnya, sedang aku bersenang-senang bersama
keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan
sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.”
Demikianlah salah satu gambaran kecintaan para sahabat kepada Nabinya Shallahu ‘alahi wa sallam.
Seorang muslim seharusnya sudah mengetahui bahwa dalam beribadah hendaknya berdasarkan keikhlasan dan
mengikuti apa yang Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam ajarkan. Keikhlasan ini hadir dengan memurnikan ibadah hanya
kita tujukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Adapun mengikuti apa yang Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam ajarkan,
maka senantiasa meneliti dan mempelajari apakah ibadah yang kita lakukan itu benar-benar telah ada landasan dan
ajarannya dari Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam. Kalau ada, maka kita lanjutkan ibadah kita, tetapi jika tidak ada
tuntunannya, maka kita tinggalkan. Lalu bagaimanakah kita mengetahui bahwa ibadah ini diajarkan oleh Nabi
kita Shallahu ‘alahi wa sallam atau tidak? Salah satunya adalah dengan senantiasa belajar dan senantiasa mengikuti
manhaj para Sahabat Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam yang kita semua mengetahui bahwa mereka telah belajar
langsung dari Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam.
Pengertian Sahabat
Ibnu Hajar al-Asqalaniy Rahimahullah mengatakan bahwa sahabat adalah orang yang bertemu Nabi Shallahu ‘alahi
wa sallam baik itu lama atau sebentar, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam, atau yang
meriwayatkan hadits maupun tidak, yang berperang bersama Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam atau tidak, atau yang
hanya melihat Rasulullah tetapi tidak bergaul ataupun yang tidak bisa melihat Nabi karena buta. (al-Ishabah fi
Tamyizi as-Shahabah, Ibnu hajar Rahimahullah, Maktabah Syamilah)
Keutamaan Sahabat
Banyak ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan sahabat Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam, di antaranya,
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, artinya, “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110).
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman, artinya, “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung
halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong
Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah
dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri
mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang orang yang beruntung.” (QS. al-Hasyr: 8-9).
Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
‫س قنلربني ثقسم السبذينن ينقلوننهقلم ثقسم السبذينن ينقلوننهقلم‬
‫نخليقر السنا ب‬
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang hidup di zamanku, kemudian yang datang setelah mereka, kemudian
yang datang setelahnya lagi …” (HR. al-Bukhari, no. 2652 dan Muslim, no. 2533).
Harus Mengikuti Manhaj Mereka
Mengikuti sahabat adalah keniscayaan, karena mereka yang menjadi perantara kaum muslimin dengan Nabi
Muhammad Shallahu ‘alahi wa sallam, yang mendakwahkan agama ini dan menyampaikan hadits-hadits
Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam. Orang yang menyelisihi apa yang diajarkan para sahabat, maka sesungguhnya ia
telah tersesat.
Oleh karena itu kaum muslimin harus berjalan di atas jalan hidup para sahabat sebagaimana ditegaskan di dalam
nash-nash al-Qur’an dan hadits. Di antaranya, yaitu,
Firman Allah ‘Azza wa Jalla, artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Me- reka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 100)
Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
‫ش بملنقكلم بنلعبدى فننسيننرى الختبلنافا نكبثيارا فننعلنليقكلم ببقسنسبتى‬ ‫اب نوالسسلمع نوال س‬
‫طانعبة نوإبلن نعلبادا نحبنبش يايا فنإبنسهق نملن ينبع ل‬ ‫ب‬ ‫صيقكلم ببتنلقنوى س‬ ‫قأو ب‬
‫ضوا نعلنلينها ببالنسنوابجبذ‬ ‫نوقسنسبة اللقخلننفابء اللنملهبدصيينن السرابشبدينن تننمسسقكوا ببنها نونع ش‬
“Aku wasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah. Lalu mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun dari
kalangan budak Habasyah. Sungguh orang yang hidup sepeninggalku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka
wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa ar-Rasyidin yang mereka telah diberi petunjuk.
Berpegang teguhlah dan gigitlah ia dengan gigi geraham.”(HR. Abu Daud, no.4609)
Dari Abdurrahman bin Abdi Rabbil Ka’bah Rahimahullah berkata,
‫ت إبلنليبه‬‫س قملجتنبمقعونن نعلنليبه فنأ نتنليتقهقلم فننجلنلس ق‬ ‫س بفى بظصل اللنكلعبنبة نوالسنا ق‬ ‫اب لبقن نعلمبرو لببن اللنعا ب‬
‫ص نجالب ن‬ ‫ت اللنملسبجند فنإبنذا نعلبقد س‬ ‫ندنخلل ق‬
‫ضقل نوبمسنا نملن‬ ‫صلبقح بخنبانءهق نوبمسنا نملن ينلنتن ب‬ ‫ بفى نسفننر فننننزللننا نملنبزلا فنبمسنا نملن يق ل‬-‫صلى ا عليه وسلم‬- ‫ا‬ ‫فننقانل قكسنا نمنع نرقسوبل س ب‬
‫صلى ا‬- ‫اب‬ ‫ً نفالجتننملعننا إبنلى نرقسوبل س‬.‫صلنةان نجابمنعاة‬ ‫ ال س‬-‫صلى ا عليه وسلم‬- ‫ا‬ ‫هقنو بفى نجنشبربه إبلذ نناندى قمننابدى نرقسوبل س ب‬
‫ق‬ ‫ا‬
‫ فننقانل » إبنسهق لنلم ينقكلن ننببىى قنلببلى إبلس نكانن نحيقا نعلنليبه أنلن ينقدسل أسمتنهق نعنلى نخليبر نما ينلعلنقمهق لنهقلم نويقلنبذنرهقلم نشسر نما‬-‫عليه وسلم‬
‫ب آبخنرنها بنلننء نوأققمونر تقلنبكقرونننها‬ ‫صي ق‬ ‫ينلعلنقمهق لنهقلم نوإبسن أقسمتنقكلم هنبذبه قجبعنل نعافبينتقنها بفى أنسولبنها نونسيق ب‬
“Sewaktu aku masuk ke masjidil haram, kudapati Abdullah bin Amru bin Ash sedang duduk berteduh di bawah
Ka’bah, sedangkan di sekelilingnya ada orang-orang yang berkumpul mendengarkan ceritanya. Lalu aku ikut duduk
di majelis itu dan kudengar ia mengatakan, “Suatu ketika kami bersama Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam dalam
suatu safar. Ketika kami singgah di sebuah tempat, di antara kami ada yang sibuk membenahi kemahnya, ada pula
yang bermain panah, dan ada yang sibuk mengurus hewan gembalaannya. Tiba-tiba penyeru Rasulullah Shallahu
‘alahi wa sallam berseru lantang, “Marilah shalat berjamaah!!!” , maka segeralah kami berkumpul di tempat
Rasulullah Shallahu ‘alahi wa sallam lalu beliau Shallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya tak ada seorang
Nabi pun sebelumku, melainkan wajib baginya untuk menunjukkan umatnya akan setiap kebaikan yang ia ketahui;
dan memperingatkan mereka dari setiap kejahatan yang ia ketahui. Sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang
keselamatannya ada pada generasi awalnya; sedangkan generasi akhirnya akan mengalami bala ‘dan berbagai hal
yang kalian ingkari …” (HR. Muslim, no. 4882).
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata,
‫ظنر بفي‬ ‫ ثقسم نن ن‬،‫ نوالنتننخبنهق بببعللبمبه‬،‫اق نعلنليبه نونسلسنم فنبننعثنهق بببرنسالنتببه‬‫صسلى س‬ ‫ب اللبعنبابد نفالخنتانر قمنحسمادا ن‬‫ظنر بفي قققلو ب‬ ‫ان تننعانلى نن ن‬‫إبسن س‬
‫ فننما نرآهق اللقملؤبمقنونن نحنسانا فنهقنو‬،‫صانر بدينببه‬ ‫ نوأنلن ن‬،‫اق نعلنليبه نونسلسنم‬ ‫صسلى س‬ ‫س نفالخنتانر أن ل‬
‫صنحابنهق فننجنعلنهقلم قونزنرانء ننببيصبه ن‬ ‫ب السنا ب‬ ‫قققلو ب‬
‫اب قنببينح‬‫ نونما نرآهق اللقملؤبمقنونن قنببياحا فنهقنو بعلنند س‬،‫اب نحنسنن‬ ‫بعلنند س‬
“Allah Ta’ala memperhatikan hati-hati hamba-Nya, lalu Ia memilih Muhammad Shallahu ‘alahi wa sallam dan
mengutusnya dengan risalah. Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan hati-hati manusia, lalu Ia memilih para sahabat
Nabi, kemudian menjadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya dan pembela agama-Nya. Maka segala sesuatu
yang dipandang baik oleh kaum Mu’minin -yaitu Rasulullah dan para sahabatnya-, itulah yang baik di sisi Allah. Maka
segala sesuatu yang dipandang buruk oleh kaum Mukminin, itulah yang buruk di sisi Allah” (HR. at-Thabrani
dalam Mu’jam al-Kabir, no. 8504)
Imam Malik v berkata,

‫صلقنح ببه أنسولها فننما لنلم ينقكلن يلومئذ دينا لن ينقكوقن النيوما بدينا‬
‫صلقنح آخقر نهذبه المبة إبلس بما ن‬
‫لنلن ين ل‬
“Generasi terakhir umat ini tak akan menjadi baik (shalih), kecuali dengan apa-apa yang menjadikan generasi
pertamanya baik. Karenanya, apa pun yang pada hari itu (zaman sahabat Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam) tidak
dianggap sebagai agama, maka hari ini pun juga bukan bagian dari agama” (lihat Asy Syifa bita’rifi Huquqil Musthafa,
2/88)
Demikianlah beberapa dalil tentang keharusan mengikuti jalan hidup para Sahabat Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan umat tidak terjerumus jauh dari jalan yang lurus, amin. (Redaksi)
[Sumber: Dari berbagai sumber]
http://www.alsofwa.com/21861/21861.html

umah Sahabat Nabi


Pertanyaan:

Berapa jumlah sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Itu saja.

Tkhn’s
Dari: Stiab

Jawaban:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du

Pertama, tidak mungkin bisa memastikan berapa jumlah sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Karena mereka terpencar ke berbagai negeri, daerah, dan penjuru
bumi. Bahkan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, tidak ada yang
mengumpulkan daftar nama-nama orang yang masuk Islam, siapa yang lahir di
keluarga muslim, dst. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ka’ab bin Malik radhiyallahu
‘anhu, sebagaimana dinyatakan dalam hadis panjang tentang kisah beliau yang tidak
ikut perang tabuk. Ka’ab mengatakan,

‫ب ٌححاَفف ظ‬
‫ظ‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬
‫صللىَّ ٌاللهه ٌحعلحميه ٌحوحسلحم ٌحكثظي ٌحوحل ٌحيمحمعهههمم ٌكحتاَ ظ‬
‫ف ف‬ ‫ف‬
‫حوالمهممسلهموُحن ٌحمحع ٌحرهسوُل ٌالله ٌ ح‬

Kaum muslimin yang ikut bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat banyak.
Tidak ada kitab yang mampu menuliskan semua nama mereka, demikian pula tidak ada
orang yang mampu mengahafalnya. (HR. Bukhari 4418 dan Muslim 2769)

Kedua, ada sebagian ulama yang menegaskan angka tertentu ketika menyebut jumlah
sahabat. Namun pendapat semacam ini adalah hasil ijtihad mereka. Diantaranya adalah
al-Hafidz Abu Zur’ah ar-Razi (guru Imam Muslim). Beliau menegaskan bahwa jumlah
sahabat ada 114.000 orang. Keterangan beliau ini disebutkan oleh al-Khatib al-
Baghdadi dalam kitab al-Jami’ 2:293.

As-Safarini dalam Ghizaul Albab mengatakan,

..…ٌ ‫ ٌذكر ٌأبوُ ٌزرعة ٌالرازي ٌأن ٌأصحاَب ٌالنب ٌصلىَّ ٌال ٌعليه ٌوسلم ٌيزيدون ٌعلىَّ ٌالاَئة ٌألف‬:ٌ ‫فاَئدة‬

‫ ٌوجزم ٌبذها ٌالعدد ٌاللجل ٌالسيوُطي ٌرحه ٌال ٌف ٌالصخاَئص ٌالكبىر‬،ٌ َ‫وروىر ٌأنم ٌماَئة ٌألف ٌوأربعة ٌوعشرون ٌألفاا‬

Catatan: Abu Zur’ah Ar-Razi menyebutkan bahwa jumlah sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih dari 100.000… dan diriwayatkan bahwa jumlah mereka 114.000.
Yang menegaskan angka ini adalah as-Suyuthi rahimahullah dalam al-Khashais al-
Kubro (Ghizaul Albab, 1:37).

Diantara ulama lainnya adalah al-Iraqi. Beliau menyebutkan,


As-Saji meriwayatkan dalam al-Manaqib, dengan sanad jayid (bisa diterima), dari ar-
Rafi’i, beliau menyatakan,

‫ ٌوثالجثاوُن ٌألفااَ ٌف ٌقباَئل ٌالعرب ٌوغي ٌذلك‬،‫قبض ٌرسوُل ٌال ٌصلىَّ ٌال ٌعليه ٌوسلم ٌوالسلموُن ٌستوُن ٌألفاَا ٌثالجثاوُن ٌألفااَ ٌباَلدينة‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal, sementara jumlah kaum muslimin


ketika itu ada 60 ribu. Yang 30 ribu tinggal di Madinah dan 30 ribu tinggal di berbagai
suku arab dan suku lainnya.

Setelah menyebutkan keterangan ini, al-Iraqi berkomentar,

‫ ٌومن‬،‫ ٌمع ٌكوُنم ٌيذهكرون ٌمن ٌتوُف ٌف ٌحياَته ٌصلىَّ ٌال ٌعليه ٌوسلم‬،‫ومع ٌهذها ٌفجميع ٌمن ٌصنف ٌف ٌالصخحاَبة ٌل ٌيبلغ ٌمموُع ٌماَ ٌف ٌتصخاَنيفهم ٌعشرة ٌآلفا‬
‫عاَصره ٌأو ٌأدركه ٌصغيا‬

Meskipun demikian, semua ulama yang menulis tentang sahabat, daftar nama yang
mereka kumpulkan dalam karyanya, belum mencapai angka 10.000. Padahal mereka
menyebutkan sahabat yang meninggal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang
sezaman dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sahabat yang ketemu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masih kecil.

Dan ternyata, bilangan ini tidak melenceng jauh dari kebenaran. Karena beberapa
riwayat menunjukkan bahwa jumlah sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kurang
lebih pada angka itu.

Ibnul Qoyim mengatakan,

‫ ٌومعهم ٌعشرة ٌآلفا ٌفرس‬،ٌ ‫خرج ٌالرسوُل ٌصلىَّ ٌال ٌعليه ٌوسلم ٌومعه ٌثالجثاوُن ٌألف ٌمقاَتل‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Tabuk, bersama 30.000 pasukan.
Diantara mereka, yang 10.000 pasukan berkuda.” (Zadul Ma’ad, 3:462).

Perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab, tahun 9 Hijriyah. Itu artinya, perang ini terjadi
dua tahun sebelum wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. sementara itu, ketika
peristiwa Tabuk, tidak ada sahabat yang mampu jihad yang tidak itut perang, kecuali
Ka’ab bin Malik dan dua temannya. Jika kita gabungkan dengan sahabat wanita dan
anak-anak, serta mereka yang tidak mampu berperang, tidak menyimpang jauh jika
jumlah mereka di sekitar 100.000.

Kemudian, disebutkan oleh jabir bin Abdillah, ketika beliau menjelaskan prosesi haji
wada’. Jabir mengatakan,
‫ي ٌيححديمفه ٌفممن ٌراكف ب‬ ‫ف‬ ‫ ٌحلت ٌإفحذا ٌاستحبوُ ف‬،ٌ ‫ ٌ هلث ٌركفب ٌالمحقصخوُاء‬،ٌ ‫فحصخللىَّ ٌرسوُهل ٌاللفه ٌصللىَّ ٌالله ٌعلحيفه ٌوسلم ٌفف ٌالممسفجفد‬
‫ب‬ ‫ح‬ ‫صخفري ٌببح م ح‬ ‫ت ٌبفه ٌنحاَقحبتههه ٌحعحلىَّ ٌاملبحبميحداء ٌنحظحمر ه‬
‫ت ٌإفحل ٌحمدد ٌبح ح‬ ‫محم‬ ‫ح ح مح ح ح‬ ‫حم‬ ‫ه حم حح ح‬ ‫ح‬ ‫ح حه‬
‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ف‬
‫ك‬ ‫ ٌحوحعمن ٌيححساَفرفه ٌمثمحل ٌذحل ح‬،ٌ ‫ك‬
‫ ٌحوممن ٌحخلمفه ٌمثمحل ٌذحل ح‬،ٌ ‫ك‬ ‫ ٌحوحعمن ٌحيينه ٌمثمحل ٌذحل ح‬،ٌ ‫حوحماَبش‬

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di masjid, lalu naik Onta
namanya al-Qashwa. Setelah beliau berada di atas dataran tinggi Baida, aku
memandang sejauh pandangan mataku di depan penuh mannusia, yang berkendaraan
dan yang berjalan kaki, di samping kanan juga sejauh mata memandang, di kiri juga
demmikian, dan di belakang juga demikian.’ (HR. Muslim 1218)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat haji Wada’ dari Madinah ke Mekah,
beberapa orang dari berbagai suku ikut bergabung, termasuk penduduk mekah yang
belum lama masuk Islam.

Semoga Allah meridhai mereka dan menjadikan kita mampu mengikuti mereka dengan
baik.

Referensi: Fatwa Islam, no. 108008

8 Amalan Agar Dapat Menemani Rasulullah di Surga


Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Dekat dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah kenikmatan yang agung.
Karenanya para sahabat beliau adalah manusia-manusia terbaik dari umat ini.
Menemani sang utusan dengan iman mengangkat kedudukan mereka di atas
manusia-manusia mulia sesudahnya. Ini kebersamaan dengan beliau di dunia, lalu
bagaimana dengan membersamai beliau di akhirat?

Pastinya, membersamai beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam di akhirat jauh lebih


utama lagi. Pastinya, orang yang menemani beliau di surga berada pada tingkatan
tertingginya. Karenanya kita temukan beberapa sahabat sangat berkeinginan
membersamai atau menemani beliau di sana. Apakah kita juga berkeinginan
mendapatkan derajat yang sangat mulia ini? berikut ini beberapa amal dan doa yang
menjadi sebab kita mendapatkan keutamaan agung ini.

1. Mutaba’ah (mengikuti) & taat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

‫سول ن نفاأولنقئنك نمنع النقذينن أنمننعنم ن‬


‫اا نعلنميقهمم قمنن الننقبديينن نوال د‬
‫صدديققينن‬ ‫نونممن ايقطقع ن ن‬
‫ا نوالنر ا‬
‫سنن اأولنقئنك نرقفيققا‬
‫صالققحينن نونح ا‬ ‫نوال ش‬
‫شنهنداقء نوال ن‬
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : para nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. dan mereka Itulah
teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Nisa’: 69)

Disebutkan dalam Al-Mu’jam al-Kabir milik Al-Thabrani, dari Ibnu Abas Radhiyallahu
'Anhuma: ada seseorang datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan
berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku mencintaimu sehingga aku ingin
menyampaikan kepadamu jika aku datang dan tidak melihatmu maka aku merasa
nyawaku keluar. Aku juga sampaikan kalaulah aku masuk surga dan berada di bawah
tempatmu maka hal itu sangat menyedihkan buatku. Aku ingin satu tingkat bersama
dirimu. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menjawab sedikitpun
sehingga Allah 'Azza Wa Jalla menurunkan ayat di aats. Kemudian
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memanggilnya dan membacakan ayat
tersebut kepadanya.

2. Mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Disebutkan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Ada
seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang hari kiamat dan berkata, "Kapankah
hari kiamat tiba?", beliau menjawab, "Apa yang engkau persiapkan untuk
menghadapinya ?". Ia menjawab, "Tidak ada, melainkan saya mencintai Allah dan
Rasul-Nya". Maka Rasulullah bersabda, "Engkau akan bersama dengan orang yang
engkau cintai."

Anas bin Malik berkata: "Kami tidak pernah merasa gembira seperti kegembiraan
kami dengan ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

‫ت نمنع نممن أنمحنبمب ن‬


‫ت‬ ‫أنمن ن‬
“Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai (di akhirat kelak). ”

Kemudian Anas berkata: “Sungguh saya mencintai Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam,


Abu Bakar dan Umar dan berharap agar saya bisa bersama mereka (di akhirat kelak)
disebabkan cintaku terhadap mereka, walaupun saya tidak beramal seperti amalan
mareka.” (HR. Bukhari)

Tetapi pecinta sejati yang akan mendapatkan kemuliaan ini adalah yang menempuh
jalan orang yang dicintainya, mengikuti langkah-langkahnya, berada di atas
manhajnya, dan mengambil petunjuknya. Ingat, Yahudi dan Nasrani mengaku
mencintai para nabi mereka tetapi tidak mendapatkan nikmat menemani mereka di
akhirat dikarenakan mereka menyalahi petunjuk para nabinya.

Kita lihat Abu Thalib sangat mencintai keponakannya namun tidak bisa
membersaminya di akhirat karena ia tidak mengikuti Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dalam keimanan dan petunjuk. Siapa yang ingin bersama orang yang
dicintainya ia harus menempuh jalan orang tersebut.
. . . Ingat, Yahudi dan Nasrani mengaku mencintai para
nabi mereka tetapi tidak mendapatkan nikmat menemani
mereka di akhirat dikarenakan mereka menyalahi petunjuk
para nabinya. . . .
3. Memperbanyak Shalat Sunnah

Disebutkan dalam Shahih Muslim, Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslami Radhiyallahu


'Anhu bercerita bahwa dia pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Kemudian ia meyiapkan air wudhu dan keperluannya. Beliau lalu bersabda
kepadaku, "Mintalah sesuatu kepadaku", saya berkata, "Saya meminta agar saya bisa
bersamamu di surga.” Beliau menjawab, "Adakah permintaan selain itu", saya
berkata, "hanya itu.” Beliau lalu bersabda, "Maka bantulah aku atas dirimu (untuk
memohon kepada Allah agar memenuhi permintaanmu) dengan memperbanyak sujud
(shalat)".” (HR. Muslim)

Dari hadits ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “apabila kamu ingin mengetahui tingkatan
semangat, maka lihatlah kepada semangatnya Rabi’ah bin Ka’ab al-
Aslami Radhiyallahu 'Anhu, di mana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah
bersabda kepadanya, “Mintalah sesuatu kepadaku”, lalu ia berkata, “Saya meminta
agar saya bisa menemanimu di surga,” sementara orang selainnya meminta sesuatu
yang memenuhi perutnya atau menutupi kulitnya.” (Madarij al-Saalikin: 3/147)

Hadits ini juga menjadi dalil bahwa membersamai Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam di akhirat kelak tidak diperoleh hanya dengan berangan-angan semata,
harus dibuktikan dengan amal nyata.

4. Berakhlak Mulia

Dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

‫سا نيمونم املققنيانمقة أننحاقسنناكمم أنمخنلققا‬


‫إقنن قممن أننحدباكمم إقنلني نوأنمقنرقباكمم قمدني نممجلق ق‬
“Sesungguhnya orang yang paling saya cintai dan paling dekat majelisnya denganku
di antara kalian hari kiamat kelak (di surga) adalah yang paling baik akhlaknya… ".
(HR. Al-Tirmidzi dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani)

5. Memperbanyak Membaca Shalawat

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi


Wasallam bersabda:

‫س قبي نيمونم الققنيانمقة أنمكنثاراهمم نعلنني ن‬


‫صلنقة‬ ‫أنمونلى الننا ق‬
“Manusia yang paling utama (dekat) denganku hari kiamat kelak adalah yang paling
banyak bershalawat atasku.” (HR. Al-Tirmidzi, dan disebutkan oleh Imam Bukhari
dalam Adabul Mufrad)
Al-Munawi Rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas, yaitu orang yang paling
dekat kepadaku (Rasulullah) dan paling dimuliakan dengan syafa’atku serta paling
berhak terhadap limpahan kebaikan-kebaikan dan dihindarkan dari keburukan-
keburukan pada hari kiamat. (Lihat: Faidhul Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir: 2/560)

6. Merawat, Menyantuni & Membantu Anak Yatim

Berbuat baik kepada anak-anak yatim termasuk sebab keberuntungan di akhirat


dengan mendapatkan surga tertinggi. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu
'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

‫أنننا نونكافقل ا املنيقتيقم قفي املنجننقة نهنكنذا‬


“Saya dan orang yang merawat anak yatim di surga kelak seperti ini,” seraya beliau
mengisyaratkan jari tengah dan telunjuknya lalu merenggangkan keduanya .” (HR.
Muttafaq ‘Alaih)

Imam al-Nawawi menjelaskan makna Kaafil al-Yatim: orang yang mengurusi


kebutuhan-kebutuhannya. (Riyadhus shalihin. Bab: Mulathafah al-Yatim)

Ibnu Baththal Rahimahullah –disebutkan dalam Fathul Baari- berkata: “wajib bagi
siapa yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya, supaya ia bisa menemani
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di surga, dan tidak ada kedudukan di akhirat yang
lebih utama darinya.”

7. Mendidik Anak-anak Wanita Agar Menjadi Mukminah Shalihah

Imam Bukhari meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad, dari Anas Radhiyallahu 'Anhu,
dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:

‫ت أنننا نواهنو قفي املنجننقة نكنهانتميقن‬


‫ ندنخمل ا‬،‫نممن نعال ن نجاقرنينتميقن نحنتى تدرنكا‬
“Barangsiapa yang memelihara (mendidik) dua wanita sampai mereka dewasa, maka
saya akan masuk surga bersamanya di surga kelak seperti ini", beliau
mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya. " (Imam Muslim juga meriwayatkan
serupa dalam Shahihnya

Dalam Mushannaf Ibnu abi Syaibah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Siapa yang mempunyai dua orang saudari atau dua orang putri lalu ia berbuat baik
kepada keduanya selama mereka bersama dirinya maka saya dan dia di surga seperti
ini,” beliau mendekatkan kedua jarinya.

8. Memperbanyak Do’a

Yakni doa agar didekatkan dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan menemani
beliau di akhirat. Dalil umumnya adalah apa yang diminta Rabi’ah kepada
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam agar beliau mendoakannya untuk menemaninya di
surga. Juga doa yang dipanjatkan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu,
‫ نوامنرانفنقنة امنحنمدد قفي أنمعنلى نجننقة‬،‫ نوننقعيقما نل نيمننفاد‬،‫النلاهنم إقدني أنمسأ نلانك قإينماقنا نل نيمرنتشد‬
‫املاخملقد‬
“Ya Allah saya meminta kepada-Mu keimanan yang tidak akan berubah dengan
kemurtadan, kenikmatan yang tiada putus, dan (aku memohon kepada-Mu) agar
menjadi pendamping Muhammad shallallahu'alaihi wasallam di derajat tertinggi dari
surga yang kekal." (HR. Ahmad dengan sanad shahih. Syaikh Al-Albani menyatakan
isnadnya hasan). [Baca: Doa Menemani Rasulullah di Surga]

Doa ini bagian tawakkal hamba dalam mengusahakan sebab-sebab supaya bisa
bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di surga. Wallahu Ta’ala A’lam.
[PurWD/voa-islam.com]

 Diringkas dari tulisan DR. Mahran MAher Utsman yang berjudul: Murafaqah
Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam fi Al-Jannah. Sumber: http://www.saaid.net.

REPUBLIKA.CO.ID, Habib bin Zaid dibesarkan dalam sebuah rumah yang penuh
keharuman iman di setiap sudutnya, di lingkungan keluarga yang melambangkan
pengorbanan.

Ayah Habib, Zaid bin Ashim, adalah salah seorang dari rombongan Yatsrib yang
pertama-tama masuk Islam. Zaid termasuk Kelompok 70 orang yang melakukan
baiat dengan Rasulullah di Aqabah. Bersama Zaid bin Ashim turut pula di baiat istri
dan dua orang putranya.

Ibu Habib, Ummu Amarah Nasibah Al-Maziniyah, merupakan wanita pertama yang
memanggul senjata untuk mempertahankan agama Allah dan membela Nabi
Muhammad SAW.

Saudaranya, Abdullah bin Zaid, adalah pemuda yang mempertaruhkan lehernya


sebagai tebusan dalam Perang Uhud, untuk melindungi Rasul yang mulia. Tak heran
jika Rasulullah berdoa bagi keluarga tersebut, "Semoga Allah melimpahkan barakah
dan rahmat-Nya bagi kalian sekeluarga."

Cahaya iman telah menyinari hati Habib bin Zaid sejak dia masih muda belia,
sehingga melekat kokoh di hatinya. Allah telah menakdirkannya bersama-sama ibu,
bapak, bibi, dan saudaranya pergi ke Makkah, turun beserta Kelompok 70 untuk
melakukan baiat dengan Rasulullah SAW dan melukis sejarah.

Habib bin Zaid mengulurkan tangannya yang kecil kepada Rasulullah sambil
mengucapkan sumpah setia pada malam gelap gulita di Aqabah. Maka sejak hari
itu, dia lebih mencintai Rasulullah daripada ayah bundanya sendiri. Dan Islam lebih
mahal baginya daripada dirinya sendiri.
Habib bin Zaid tidak turut berperang dalam Perang Badar, karena ketika itu dia
masih kecil. Begitu pula dalam Perang Uhud, dia belum memperoleh kehormatan
untuk ikut ambil bagian, karena dia belum kuat memanggul senjata. Tetapi setelah
kedua peperangan itu, dia selalu ikut berperang mengikuti Rasulullah SAW, dan
bertugas sebagai pemegang bendera perang yang dibanggakan.

Pengalaman-pengalaman perang yang dialami Habib bagaimana pun besar dan


mengejutkannya, pada hakikatnya tiada lain ialah merupakan proses mematangkan
mental Habib untuk menghadapi peristiwa yang sungguh mengguncangkan hati,
seperti terguncangnya miliaran kaum Muslimin sejak masa kenabian hingga masa
kita sekarang.

Pada tahun ke-9 Hijriyah, tiang-tiang Islam telah kuat tertancap dalam di Jazirah
Arab. Jamaah dari seluruh pelosok Arab berdatangan ke Yatsrib menemui Rasulullah
SAW, masuk Islam di hadapan beliau, dan berjanji (baiat) patuh dan setia.

Di antara mereka terdapat pula rombongan Bani Hanifah dari Najd. Mereka
menambatkan unta-untanya di pinggir kota Madinah, dijaga oleh beberapa orang
kawannya. Seorang di antara penjaga ini bernama Musailamah bin Habib Al-Hanafy.
Para utusan yang tidak bertugas menjaga kendaraan, pergi menghadap Rasulullah
SAW. Di hadapan beliau mereka menyatakan masuk Islam beserta kaumnya.
Rasulullah menyambut kedatangan mereka dengan hormat dan ramah tamah.
Bahkan beliau memerintahkan supaya memberi hadiah bagi mereka dan bagi
kawan-kawannya yang tidak turut hadir, karena bertugas menjaga kendaraan.

Tidak berapa lama setelah para utusan Bani Hanifah ini sampai di kampung mereka,
Najd, Musailamah bin Habib Al-Hanafy murtad dari Islam. Dia berpidato di hadapan
orang banyak menyatakan dirinya Nabi dan Rasul Allah. Dia mengatakan bahwa
Allah mengutusnya menjadi Nabi untuk Bani Hanifah, sebagaimana Allah mengutus
Muhammad bin Abdullah untuk kaum Quraisy. Bani Hanifah menerima pernyataan
Musailamah tersebut dengan berbagai alasan. Tetapi yang terpenting di antaranya
ialah karena fanatik kesukuan.

Seorang dari pendukungnya berkata, "Saya mengakui sungguh Muhammad itu


benar dan Musailamah sungguh bohong. Tetapi kebohongan orang Rabi’ah
(Musailamah) lebih saya sukai dari pada kebenaran orang Mudhar (Muhammad)."

Tatkala pengikut Musailamah bertambah banyak dan kuat, dia mengirim surat
kepada Rasulullah: "Teriring salam untuk Anda. Adapun sesudah itu...
Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi sekutu Anda. Separuh bumi ini adalah
untuk kami, dan separuh lagi untuk kaum Quraisy. Tetapi kaum Quraisy berbuat
keterlaluan."

Surat tersebut diantar oleh dua orang utusan Musailamah kepada Rasulullah SAW.
Selesai membaca surat itu, Rasulullah bertanya kepada keduanya, “Bagaimana
pendapat kalian (mengenai pernyataan Musailamah ini)?"

"Kami sependapat dengan Musilamah!" jawab mereka ketus.

Rasulullah bersabda, "Demi Allah, seandainya tidak dilarang membunuh para


utusan, sesungguhnya kupenggal leher kalian."

Rasulullah membalas surat Musailamah sebagai berikut: “Dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, kepada
Musailamah pembohong. Keselamatan hanyalah bagi siapa yang mengikuti
petunjuk (yang benar). Adapun sesudah itu... Sesungguhnya bumi ini adalah milik
Allah, Dialah yang berhak mewariskannya kepada hamba-hamba-Nya yang
dikehendakinya.
Kemenangan adalah bagi orang-orang yang takwa."

Surat balasan tersebut dikirimkan melalui kedua utusan Musailamah. Musailamah


bertambah jahat, dan kejahatannya semakin meluas. Rasulullah mengirim surat lagi
kepada Musailamah, memperingatkan supaya dia menghentikan segala
kegiatannya yang menyesatkan itu. Beliau menunjuk Habib bin Zaid, untuk
mengantarkan surat tersebut kepada Musailamah. Ketika itu Habib masih muda
belia. Tetapi dia pemuda mukmin yang beriman kuat, dari ujung rambut sampai ke
ujung kaki.

Habib bin Zaid berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan Rasulullah


kepadanya dengan penuh semangat, tanpa merasa lelah dan membuang-buang
waktu. Akhirnya sampailah dia ke perkampungan Najd. Maka diberikannya surat
Rasulullah itu langsung kepada Musailamah.

Ketika membaca surat tersebut, dada Musailamah turun naik karena iri dan dengki.
Mukanya memerah disaput kemurkaan. Lalu diperintahkannya kepada pengawal
supaya mengikat Habib bin Zaid.

Keesokan harinya, Musailamah muncul di majelisnya diiringkan para pembesar dan


pengikutnya. Dia menyatakan majelis terbuka untuk orang banyak. Ia kemudian
memerintahkan agar Habib bin Zaid diseret ke hadapannya. Habib masuk ke dalam
majelis dalam keadaan terbelenggu, dan berjalan tertatih-tatih karena beratnya
belenggu yang dibawanya.

Habib bin Zaid berdiri di tengah-tengah orang banyak dengan kepala tegak, kokoh
dan kuat.

Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah kamu mengaku Muhammad itu


Rasulullah?"
“Ya, benar! Aku mengakui Muhammad sesungguhnya Rasulullah!” jawab Habib
tegas.

Musailamah terdiam karena marah. “Apakah kamu mengakui, aku sebagai


Rasulullah?" tanya Musailamah lagi.

Habib bin Zaid menjawab dengan nada menghina dan menyakitkan hati. "Agaknya
telingaku tuli. Aku tidak pernah mendengar yang begitu."

Wajah Musailamah berubah. Bibirnya gemeretak karena marah. Lalu katanya


kepada algojo, "Potong tubuhnya sepotong!"

Algojo menghampiri Habib bin Zaid, lalu dipotongnya bagian tubuh Habib, dan
potongan itu menggelinding di tanah.

Musailamah bertanya kembali, "Apakah kamu mengakui Muhammad itu


Rasulullah?"

Jawab Habib, "Ya, aku mengakui sesungguhnya Muhammad Rasulullah!”

"Apakah kamu mengakui aku Rasulullah?"

"Telah kukatakan kepadamu, telingaku tuli mendengar ucapanmu itu!"

Musailamah kembali menyuruh algojo memotong bagian lain tubuh Habib, dan
potongannya jatuh di dekat potongan yang pertama. Orang banyak terbelalak
melihat keteguhan hati Habib yang nekat menentang sang nabi palsu.

Musailamah terus bertanya, dan algojo terus pula memotong-motong tubuh Habib
berkali-kali sesuai dengan perintah Musailamah. Walaupun begitu, bibir Habib tetap
berujar, "Aku mengakui sesungguhnya Muhammad Rasulullah!"

Separuh tubuh Habib telah terpotong-potong dan potongannya berserakan di tanah.


Separuhnya lagi bagaikan onggokan daging yang bicara. Akhirnya, jiwa Habib
melayang menemui Tuhannya. Kedua bibirnya senantiasa mengucapkan bahwa ia
hanya mengakuai Muhammad SAW—yang telah ia baiat pada malam Aqabah—
sebagai Rasulullah.

Setelah berita kematian Habib bin Zaid disampaikan orang kepada ibunya, Nasibah
bin Maziniyah, ia hanya berucap, "Seperti itu pulalah aku harus membuat
perhitungan dengan Musailamah Al-Kadzdzab. Dan kepada Allah jua aku berserah
diri. Anakku Habib bin Zaid telah bersumpah setia dengan Rasulullah SAW sejak
kecil. Sumpah itu dipenuhinya ketika dia muda belia. Seandainya Allah
memungkinkanku, akan kusuruh anak-anak perempuan Musailamah menampar pipi
bapaknya."

Beberapa lama kemudian, setelah kematian Habib bin Zaid, tibalah hari yang
dinanti-nantikan Nasibah. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengerahkan kaum
Muslimin memerangi nabi-nabi palsu, termasuk Musailamah Al-Kadzdzab. Kaum
Muslimin berangkat untuk memerangi Musailamah. Dalam pasukan itu terdapat
Nasibah Al-Maziniyah dan putranya, Abdullah bin Zaid.

Ketika perang di Yamamah itu telah berkecamuk, Nasibah membelah barisan demi
barisan musuh bagaikan seekor singa, sambil berteriak, "Di mana musuh Allah itu,
tunjukkan kepadaku!"

Ketika Nasibah menemukan Musailamah, sang nabi palsu ternyata telah pulang ke
akhirat, tewas tersungkur di medan pertempuran tubuh bermandi darahnya sendiri.
Tidak lama kemudian, Nasibah pun gugur sebagai syahidah.

Read more https://konsultasisyariah.com/16608-berapa-jumlah-sahabat-nabi-


shallallahu-alaihi-wa-sallam.html

nilah 10 manusia tersukses di dunia dan di akhirat, setelah Rasul Muhammad Saw. Mereka adalah tokoh
teladan umat Islam sepanjang masa dalam berbagai aspek kehidupan.
Di saat umat Islam hari ini kehilangan profil tokoh, pemimpin dan pribadi yang dapat dijadikan teladan, maka
menghadirkan biografi dan cerita kehidupan mereka adalah merupakan keniscayaan.
Sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan : Kalau Anda ingin hidup sukses di dunia dan akhirat, tirulah gaya
hidup mereka. Selamat menelusurinya.
I. Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepadanya. Kami berlindung kepada-
Nya dari keburukan diri kami dan dari amal-amal buruk kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka
tiada yang mampu menyesatkannya.
Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tiada yang mampu memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah yang Maha Esa tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan Utusan-Nya.
Buku ini berisi riwayat hidup sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, semoga Allah meridhai mereka semua. Ada
kebutuhan menuturkan riwayat hidup mereka, supaya kita bisa mencari letak keteladanan dalam kehidupan orang-
orang shalih itu.
Dalam buku sirah ini penulis membatasi bahasan hanya dari sisi gambaran, contoh dan kejadian dalam kehidupan
Khalifah Empat dan sahabat-sahabat selebihnya dari mereka yang dipastikan masuk surga. Untuk tujuan tersebut,
penulis berusaha menulisnya dengan kalimat-kalimat yang mudah dan semata bersandar pada atsar yang shahih
dan rujukan-rujukan yang autentik.
Kesepuluh sahabat tersebut adalah:
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA
2. ‘Umar bin Khaththab RA
3. ‘Utsman bin ‘Affan RA
4. Ali bin Abu Thalib RA
5. Abu ‘Ubaidah bin Jarrah RA
6. Thalhah bin ‘Ubaidullah RA
7. Zubair bin ‘Awwam RA
8. Abdurrahman bin ‘Auf RA
9. Sa’d bin Abu Waqqash RA
10. Sa’id bin Zaid RA
Penulis memohon kepada Allah semoga menjadikan buku ini bermanfaat bagi penulisnya, penerbitnya dan
pembacanya. Sesungguhnya Allah-lah yang berwenang dan kuasa untuk menjadikannya bermanfaat.
(Muhammad Ahmad ‘Isa)
II. Keutamaan Para Sahabat RA

Pada zaman keteladanan yang baik tidak ada, manusia melenceng dari jalan-jalan hidayah, dan banyak di antara
mereka yang tidak menghormati orang-orang yang sebenarnya memiliki keutamaan. Saatnya kita berhenti sejenak
untuk – merenungkan kehidupan generasi terbaik yang pernah disaksikan dunia – setelah para Nabi.
Itu adalah generasi iman dan tauhid, generasi ibadah dan keikhlasan, generasi keadilan dan konsistensi, generasi
kesabaran dan keteguhan, generasi jihad dan heroisme. Itulah generasi para sahabat yang mulia.
Itulah generasi unik yang menjalan Islam dengan sempurna dan paripurna. Mereka tahu, dan mengetahui mereka
lurus. Mereka paham, dan pemahaman mereka itu baik.
“Itulah generasi yang menyatukan idealita dan realita. Generasi yang mengejawantahkan idealita-idealita Islam
dalam realitas, dan mengangkat realitas manusia ke tingkatan idealita. Kita sangat butuh untuk mengenali generasi
ini, agar kita tahu letak keteladanan bagi kita dalam realitas kita hari ini. Dan untuk kita jadikan tolok ukur dalam
mengetahui jauh atau dekatnya kita dari hakikat Islam.”

Allah SWT meminta kaum muslimin untuk meneladani Rasulullah SAW, mengikuti jejak generasi emas tersebut, dan
menghubungkan diri mereka dengan generasi tersebut. Allah berfirman,

‫خكر كوكذكككر ا ك‬
ً‫ا ككثثيِررا‬ ‫ا أ جْلسكوةة كحكسكنةة للكمن ككاَكن كيِلرجْجو ا ك‬
‫ا كواًللكيِ لوكم اًلل ث‬ ‫لاكقلد ككاَكن لكجْكلم ثفيِ كرجْسوثل ا ث‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-
Ahzab [33]: 21)
Allah SWT juga berfirman,
ْ‫صةة ٌ كوكمن جْيِوكق ج‬
‫شاح‬ ‫صاَ ك‬ ‫صجْدوثرثهلم كحاَكجرة لماماَ جْأوجْتواً كوجْيِ لؤثثجْروكن كعكلىى كأنفجْثسثهلم كوكل لو ككاَكن ثبثهلم كخ ك‬ ‫حببوكن كملن كهاَكجكر إثكلليِثهلم كوكل كيِ ث‬
ْ‫ججْدوكن ثفيِ ج‬ ‫كواًلاثذيِكن كتكباوجْءواً اًلاداًكر كواً ل ث‬
‫ليِكماَكن ثمن كقلبلثثهلم جْيِ ث‬
‫كنلفثسثه كفجْأوىكلثئكك جْهجْم اًللجْملفلثجْحوكن‬
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan
mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka
(orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri.
Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr [59]: 9)
‫حيِةم‬ ‫ليِكماَثن كوكل كتلجكعلل ثفيِ قجْجْلوثبكناَ ثغرلل لللاثذيِكن آكمجْنواً كرابكناَ إثان ك‬
‫ك كرجْءو ة‬
‫ف ار ث‬ ‫كواًلاثذيِكن كجاَجْءواً ثمن كبلعثدثهلم كيِجْقوجْلوكن كرابكناَ اًلغثفلر كلكناَ كوثلثلخكواًثنكناَ اًلاثذيِكن كسكبجْقوكناَ ثباَ ل ث‬
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya
Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hasyr [59]: 10)

Inilah generasi unik yang menjadi media Allah untuk memberi kejayaan bagi Islam. Generasi ini sebenarnya bisa
terulang dalam realitas kehidupan asalkan generasi penerus mengikuti jalan yang sama, meskipun memang
keutamaan sahabat itu tidak mungkin dikejar.
Di antara kewajiban kita terhadap generasi sahabat ini adalah mencintai mereka, loyal kepada mereka, dan
mengenali keutamaan mereka. Ini merupakan bagian dari inti akidah Islam yang membedakan antara Ahlussunnah
dengan ahli bid’ah.
Karena cinta kepada para sahabat merupakan bagian dari agama dan keimanan, sedangkan mencaci dan
membenci para sahabat adalah bagian dari kesesatan dan kehinaan.
III. Siapakah Sahabat Itu?
Sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan Islam (Muslim). Definisi
ini mencakup setiap orang yang pernah bertemu satu kali dengan Nabi SAW, atau yang bermajlis dengan Nabi SAW
dalam jangka waktu yang lama, orang yang meriwayatkan dari Nabi SAW dan yang tidak meriwayatkan, orang yang
pernah berperang bersama beliau atau yang tidak pernah berperang, orang yang pernah melihat beliau satu kali
saja.
Meskipun tidak pernah duduk di majelisnya, dan orang yang tidak pernah melihatnya karena ada halangan seperti
buta. Definisi ini tidak mencakup orang yang berjumpa dengan beliau dalam keadaan kafir, meskipun sesudah itu ia
masuk Islam.
IV. Berapa Jumlah Sahabat?

Ada banyak sekali jumlah orang yang bersahabat dengan Nabi SAW. Abu Zur’ah Ar-Razi berkata, “Saat Nabi SAW
wafat, jumlah orang yang pernah melihat beliau dan mendengar dari beliau itu lebih dari 100.000
(seratus ribu) orang, baik laki-laki atau perempuan. mereka semua meriwayatkan dari beliau lewat
pendengaran atau pengamatan.”
V. Keadilan Sahabat.
Semua sahabat adalah adil, tsiqah, dan tsabat. Karena Allah telah menilai mereka adil dan mengabarkan kesucian
mereka. Nabi SAW pun menilai mereka bersih dan menjelaskan keutamaan mereka. Bagaimana mereka tidak
berada dalam kedudukan tersebut, sedangkan mereka adalah manusia-manusia yang dipilih Allah untuk menjadi
sahabat Nabi-Nya SAW.
Ibnu Mas’ud RA berkata, “Sesungguhnya Allah melihat hati para hamba, dan mendapati hati Muhammad
SAW itu sebaik-baik hati para hamba. Karena itu, Allah memilihnya bagi diri-Nya dan mengutusnya
untuk membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba sesudah hati Muhammad SAW,
dan Allah mendapati hati para sahabatnya sebaik-baik hati para hamba. Karena itu, Allah menjadikan
mereka sebagai kaki tangan Nabi-Nya yang berperang di atas agamanya. Jadi, apa yang dilihat kaum
muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia juga baik di sisi Allah. Dan apa yang mereka lihat
sebagai sesuatu yang jelek, maka ia juga jelek di sisi Allah.”


Keutamaan dan Keadilan Para Sahabat Dalam Al-Qur’an dan Sunnah:
1. Allah berfirman,
١٨﴿ َ‫ت اًلاشكجكرثة كفكعلثكم كماَ ثفيِ قجْجْلوثبثهلم كفكأنكزكل اًلاسثكيِكنكة كعكلليِثهلم كوأككثاَكبجْهلم كفلترحاَ كقثريِربا‬ ‫ا جْ كعثن اًللجْم لؤثمثنيِكن إثلذ جْيِكباَثيِجْعوكن ك‬
‫ك كتلح ك‬ ‫ضكيِ ا‬
‫﴾لككقلد كر ث‬
“Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu
di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan
ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).” (QS Al-Fath [48]: 18)
Jabir bin Abdullah berkata, “Jumlah kami saat itu adalah seribu empat ratus orang.”
Ayat ini berbicara tentang kesaksian Allah mengenai ridha-Nya kepada para sahabat Nabi SAW, terlebih kepada
mereka yang terlibat dalam perjanjian Hudaibiyyah. Orang yang diridhai Allah itu tidak mungkin mati dalam keadaan
kafir.
Karena yang menjadi patokan selamatnya seseorang adalah kematiannya dalam keadaan memeluk Islam. Jadi,
tidak mungkin Allah meridhai kecuali kepada orang yang diketahui-Nya mati dalam keadaan memeluk Islam.
Nabi SAW bersabda,
َ‫ب اًلاشكجكرثة أككحةد اًلاثذيِكن كباَكيِجْعواً كتلحكتكها‬ ‫ا جْ ثملن أك ل‬
‫صكحاَ ث‬ ‫كل كيِلدجْخجْل اًلاناَكر إثلن كشاَكء ا‬

“Insya’allah tidak seorang pun dari mereka yang berbaiat di bawah pohon itu masuk neraka.”
2. Allah berfirman,

‫ضكواًرناَ ثسيِكماَجْهلم ثفيِ جْوجْجوثهثهم لملن أككثثر اًلبسجْجوثد كذلث ك‬


‫ك كمكثل جْجْهلم ثفيِ اًلات لوكراًثة‬ ‫ا كوثر ل‬ ‫ضرل لمكن ا ث‬ ‫ا كواًلاثذيِكن كمكعجْه أكثشاداًء كعكلى اًللجْكافاَثر جْركحكماَء كبليِكنجْهلم كتكراًجْهلم جْراكرعاَ جْساجرداً كيِلبكتجْغوكن كف ل‬‫بمكحامةد ارجْسوجْل ا ث‬
ً‫ت ثملنجْهم املغثفكررة كوأكلجررا‬ ‫ب اًلبزاراًكع لثكيِثغيِكظ ثبثهجْم اًللجْكافاَكر كوكعكد ا‬
‫ا جْ اًلاثذيِكن آكمجْنواً كوكعثمجْلواً اًل ا‬
‫صاَلثكحاَ ث‬ ‫جيِثل كككزلرعع أكلخكركج كشلطأ كهجْ كفآَكزكرهجْ كفاَلسكتلغلككظ كفاَلسكتكوىَ كعكلى جْسوثقثه جْيِلع ث‬
ْ‫ج ج‬ ‫لن ث‬ ‫كوكمكثل جْجْهلم ثفيِ اً ل ث‬
٢٩﴿ َ‫﴾كعثظيِرما‬
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan
sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-
orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Fath [48]: 29)
Imam Malik rahimahullah berkata, “Kami menerima kabar bahwa apabila orang-orang Nasrani melihat para
sahabat yang membebaskan kawasan Syam, maka mereka mengatakan, ‘Demi Allah, mereka itu lebih
baik daripada Hawariyyun (pengikut setia Nabi ‘Isa AS).’ Dalam hal ini mereka jujur, karena umat ini
diagungkan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Dan umat yang paling agung dan utama adalah para
sahabat Rasulullah SAW. Allah SWT telah menyinggung mereka dalam kitab-kitab suci terdahulu.”
Ibnul Jauzi berkata, “Sifat ini berlaku untuk semua sahabat menurut mayoritas ulama.”
3. Allah berfirman,

‫ا كوكرجْسوكلجْه أ جْ لوكلثئكك جْهجْم اًل ا‬


٨﴿ ‫صاَثدجْقوكن‬ ‫صجْروكن ا ك‬
ْ‫ضكواًرناَ كوكيِن ج‬
‫ا كوثر ل‬ ‫جثريِكن اًلاثذيِكن أ جْلخثرجْجواً ثمن ثديِاَثرثهلم كوأكلمكواًلثثهلم كيِلبكتجْغوكن كف ل‬
‫ضرل لمكن ا ث‬ ‫﴾لثللفجْكقكراًء اًللجْمكهاَ ث‬
“(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka
(karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS Al-Hasyr [59]: 8 )
Betapa bagusnya kesimpulan yang dipetik Imam Malik dari ayat mulia ini. Katanya, orang yang mencela sahabat itu
tidak memiliki bagian dari harta pampasan perang.
‘Aisyah RA berkata, “Mereka diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi para sahabat Rasulullah
SAW, namun mereka justeru mencela para sahabat.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Janganlah kalian mencaci
para sahabat Muhammad, karena Allah telah memerintahkan istighfar bagi mereka, padahal Allah
tahu bahwa para sahabat itu bakal saling berperang.”
4. Allah berfirman,
‫ت كتلجثريِ كتلحكتكهاَ اًلكلنكهاَجْر كخاَلثثديِكن ثفيِكهاَ أككبرداً كذلثكك اًللكف لوجْز‬
‫ضولاً كعلنجْه كوأككعاد كلجْهلم كجاناَ ع‬ ‫ضكيِ ل‬
ْ‫ا جْ كعلنجْهلم كوكر ج‬ ‫صاَثر كواًلاثذيِكن اًاتكبجْعوجْهم ثبإثلحكساَعن ار ث‬ ‫جريِكن كواً ك‬
‫لن ك‬ ‫ك‬
‫كواًلاساَثبجْقوكن اًلاوجْلوكن ثمكن اًللجْمكهاَ ث ث‬
١٠٠ ﴿ ‫﴾اًللكعثظيِجْم‬
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin
dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan
mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS
At-Taubah [9]: 100)
Betapa bagus kesimpulan yang diambil Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dari ayat ini. Ia mengatakan, “Allah
meridhai para sabiqun tanpa syarat ihsan (berbuat baik), tetapi Allah tidak meridhai para
tabi’in kecuali jika mereka mengikuti para sahabat dengan berbuat baik.”
Di antara tindakan mengikuti sahabat dengan berbuat baik adalah bersikap ridha kepada mereka, memohonkan
ampunan bagi mereka, dan meneladani mereka.
5. Allah berfirman,
‫ك أكلعكظجْم كدكركجرة لمكن اًلاثذيِكن كأنكفقجْواً ثمن كبلعجْد كوكقاَكتجْلواً كوجْكرلل كوكعكد‬
‫ض كل كيِلسكتثويِ ثمنجْكم املن كأنكفكق ثمن كقلبثل اًللكفلتثح كوكقاَكتكل أ جْ لوكلثئ ك‬
‫ت كواًللكلر ث‬ ْ‫ل ثميِكراً ج‬
‫ث اًلاسكماَكواً ث‬ ‫كوكماَ كلجْكلم أكال جْتنثفقجْواً ثفيِ كسثبيِثل ا ث‬
‫ا كو ث ا ث‬
١٠﴿ ‫ا جْ ثبكماَ كتلعكمجْلوكن كخثبيِةر‬ ‫ا جْ اًللجْحلسكنى كو ا‬ ‫﴾ ا‬

“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum
pembebasan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan
(hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan)
yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hadid [57]: 10)
Kata al-husna dalam ayat ini berarti surga, sebagaimana pendapat banyak mufasir. Berdasarkan ayat ini, Ibnu Hazm
memastikan bahwa seluruh sahabat itu termasuk penghuni surga, karena Allah berfirman, “Allah menjanjikan
kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik.” Pendapat serupa disampaikan Ibnu Al-Jauzi saat
menafsirkan ayat dalam surat Al-Fath ayat 29, bahwa sifat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah untuk semua
mayoritas.
6. Allah berfirman,

‫ب كفثريِعق لملنجْهلم جْثام كتاَ ك‬


ْ‫صاَثر اًلاثذيِكن اًاتكبجْعوهجْ ثفيِ كساَكعثة اًللجْعلسكرثة ثمن كبلعثد كماَ ككاَكد كيِثزيِجْغ قجْجْلو ج‬ ‫جريِكن كواً ك‬
١١٧﴿ ‫حيِةم‬ ‫ب كعكلليِثهلم إثانجْه ثبثهلم كرجْؤو ة‬
‫ف ار ث‬ ‫لن ك‬ ‫ب ا كعكلى اًلانثبليِ كواًللجْمكهاَ ث ث‬
‫﴾كلكقد اتاَ ك‬
“Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang Anshar,
yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada mereka.” (QS At-Taubah [9]: 117)
Semua sahabat yang turut serta dalam perang Tabuk kecuali para wanita dan orang-orang lemah yang ditolerir Allah
untuk tidak ikut serta. Sedangkan ketiga sahabat yang tidak ikut perang, penjelasan tentang diterimanya taubat
mereka diturunkan sesudah itu.

Dan masih ada banyak ayat lain yang menjelaskan penilaian baik terhadap para sahabat. Di antaranya adalah firman
Allah,
٧٤﴿ ‫صجْرولاً جْأوكلثئكك جْهجْم اًللجْم لؤثمجْنوكن كح لرقاَ لاجْهم املغثفكرةة كوثرلزةق ككثريِةم‬ ‫﴾كواًلاثذيِكن آكمجْنولاً كوكهاَكججْرولاً كوكجاَكهجْدولاً ثفيِ كسثبيِثل ل ث‬
‫ا كواًلاثذيِكن آكوولاً اوكن ك‬
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang
mulia.”(QS Al-Anfal [8]: 74)
Dan seperti firman Allah,

‫ت كتلجثريِ ثمن كتلحثتكهاَ اًلكلنكهاَجْر كخاَلثثديِكن ثفيِكهاَ كذلث ك‬


‫ك‬ ‫﴾ أككعاد ل‬٨٨﴿ ‫ت كوأ جْ لوكلثئكك جْهجْم اًللجْملفلثجْحوكن‬
‫ا جْ كلجْهلم كجاناَ ع‬ ‫كلثكثن اًلارجْسوجْل كواًلاثذيِكن آكمجْنولاً كمكعجْه كجاَكهجْدولاً ثبأ كلمكواًلثثهلم كوكأنفجْثسثهلم كوأ جْ لوكلثئ ك‬
ْ‫ك كلجْهجْم اًللكخليِكراً ج‬
٨٩﴿ ‫﴾اًللكف لوجْز اًللكعثظيِجْم‬
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri
mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-
orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah [9]: 88-89)
Semoga kita bisa meneladani dan mengikuti jejak langkah Shahabat RA yang di Ridhai-Nya.
Catatan: Gambar ilustrasi diperoleh dari berbagai sumber di internet.
Baca sebelumnya: 10 orang sahabat yang Dijamin Masuk Surga
Sumber:
http://www.eramuslim.com/syariah/life-management/10-manusia-tersukses-di-dunia-dan-akhirat.htm
http://www.eramuslim.com/syariah/life-management/siapakah-sahabat-itu.htm

https://saripedia.wordpress.com/tag/berapa-jumlah-sahabat-nabi-saw/

Alhamdulillah..
Tidak mungkin memastikan ketentuan jumlah para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam, karena mereka berpencar di seluruh penjuru negara, desa-desa dan pelosok
(gurun-gurun), karena tidak ada di zaman Nabi Shallallahu AlaihiWasallam buku besar
atau dokumen yang menuliskan nama-nama sahabat yang masuk Islam dan siapa
sahabat yang dilahirkan dalam kondisi Islam. Sebagaimana perkataan Ka’ab bin Malik
Radliyallahu Anhu yang disampaikan pada saat kejadian pembangkangannya dalam
perang Tabuk : “Dan kaum Muslimin yang saat itu Beserta Rasulullah amatlah banyak,
yang tidak mungkin menghimpun mereka buku besar atau dokumen” . Hadits Riwayat
Al Bukhari (4418) dan Imam Muslim (2769), dan Al Hafidh Abu Zar’ah ( beliau adalah
Guru dari Imam Muslim ) menyatakan bahwa jumlah sahabat adalah seratus empat
belas ribu ( 114.000 ). Diriwayatkan oleh Al Khuthaib Al Baghdadi dalam kitabnya “ Al
Jami’ ”(2/293).
As Safaarini Rahimahullah berkata dalam kitabnya “ Ghidzaul Albab ” yang intinya : Abu
Zar’ah Ar Raazi menyebutkan bahwa Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mereka
berjumlah lebih dari seratus ribu (100.000), dan diriwayatkan pula bahwasannya
jumlah mereka mencapai seratus dua puluh empat ribu (124.000) dan yang menyatakan
dengan jumlah sekian ini adalah Jalaluddin As Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al
Khoshois Al Kubra. Dan jumlah ini ( baik yang seratus empat belas ribu atau seratus dua
puluh empat ribu ) tidaklah jauh dari Akurasi, karena sesungguhnya fenomena sunnah
menunjukkan bahwa para sahabat Radliyallahu Anhum jumlah mereka mendekati
angka ini. Dan pada peristiwa perang Tabuk yang terjadi pada bulan Rajab tahun
kesembilan hijriyah atau kira-kira selang dua tahun kurang dua bulan sebelum
Wafatnya Nabi shallallahu alaihi Wasallam. Bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam keluar dalam perang tersebut bersama rombongan para Sahabat yang jumlah
mereka adalah tiga puluh ribu pasukan tempur dan sepuluh ribu pasukan berkuda, dan
tidak ada seorang pun yang mampu berjihad membangkang dan menyalahi perintah
dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam perang Tabuk ini melainkan Ka’ab bin Malik
dan dua orang sahabatnya. Zaadul Ma’aad ( 3/526-529 ). Dan apabila digabung jumlah
mereka yang ikut serta berperang pada peristiwa perang Tabuk dengan jumlah para
wanita, anak-anak, orang-orang tua, penduduk badui dan mereka yang tinggal amat
jauh dari Madinah [ seperti yang tinggal di Makkah dan Thoif ] yang mereka tidak ikut
serta dalam perang Tabuk, maka jumlah para sahabat tidak selisih jauh dari seratus ribu
dan Jabir bin Abdillah Radliyallahu Anhuma mendiskripsikan akan banyaknya jumlah
sahabat dari Madinah yang menunaikan ibadah Haji bersama Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam pada Haji Wada’, dia berkata : ( Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam shalat di masjid, kemudian beliau menaiki sekedup yang berada di atas
punggung Unta, sehingga ketika unta beliau itu telah berdiri seimbang di atas padang
pasir aku melihat sejauh jangkauan penglihatanku di mana orang-orang yang berada di
depan beliau baik yang menunggangi kendaraan maupun yang berjalan kaki amatlah
banyak, di sebelah kanan beliau juga sebanyak itu, di sebelah kiri beliau juga sebanyak
itu dan di belakang beliau juga sebanyak itu) Hadits Riwayat Muslim ( 1218 ). Dan
mereka yang keluar bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah penduduk
Madinah dan sekitarnya dan ikut pula bergabung dengan mereka manusia yang banyak
sekali di tengah perjalanan, banyak juga dari penduduk Makkah dan sekitarnya. Dan As
Sahowi menukil dari ungkapan Abu Zar’ah bahwasannya mereka para Sahabat
berjumlah seratus empat belas ribu, dan dipilihlah pendapat ini setelah ulama’
menyebutkan pendapat yang lain dari jumlah sahabat. Lihat pula kitab : “ Fathul
Mughits ” (4/49-54). Semoga Allah memberikan keridhoan-Nya kepada semua Sahabat,
dan menjadikan kita termasuk dari pengikut-pengikut mereka yang baik.
Wallahu A’lam.

PENGHUNI SHUFFAH

PENGHUNI SHUFFAH

Kaum muslimin yang telah menempuh perjalanan hijrah dari Mekkah menuju
Madinah menghadapi beberapa permasalahan sosial. Kedatangan mereka yang
tanpa perbekalan memadai ke suatu daerah agraris yang sangat berbeda dengan
daerah asal yang gersang menjadi faktor pemicu. Intinya, mereka membutuhkan
bantuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pemukiman.

Persaudaraan (almuâkhâh) yang dijalin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam antara kaum Muhâjirîn dan Anshar sudah merupakan salah satu solusi
untuk meminimalisir problematika di atas. Kaum Anshar sudah mencurahkan
segala kemampuan dalam rangka membantu kaum Muhâjirîn. Namun sebagian
kaum Muhâjirîn ini masih membutuhkan tempat tinggal. Ditambah lagi, intensitas
gelombang hijrah yang tak kunjung berhenti, terutama sampai menjelang perang
Khandaq. Tak diragukan, bila kondisi ini mendorong Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mulai memikirkan tempat berteduh bagi orang-orang fakir yang sudah
menetap di Madinah.

ASAL BANGUNAN SHUFFAH


Momen yang tepat pun datang. Manakala perintah pengalihan arah kiblat datang
dari arah Masjidil Aqsha ke arah Ka’bah [1], akibatnya tembok yang sebelumnya
berada di depan, kini menjadi di belakang masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkan agar tempat itu diberi atap. Akan tetapi, bagian sisi-
sisi pinggirnya masih dibiarkan terbuka tanpa tembok penutup. Itulah tempat
yang kemudian dikenal dengan shuffah yang akan menjadi tempat tinggal bagi
kaum Muhâjirîn yang papa.
Secara pasti, tidak diketahui berapa luas shuffah. Tapi yang jelas, tempat itu bisa
menampung banyak orang. Sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah menjadikan tempat itu sebagai tempat walîmah (acara makan makan)
yang dihadiri oleh 300 orang, meski sebagian yang hadir terpaksa duduk di
kamar sebagian istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berdempetan
dengan masjid.[2]
PENGHUNI SHUFFAH
Yang pertama kali tinggal di Shuffah adalah kaum Muhajirin [3]. Oleh karena itu,
terkadang shuffah ini melekat dengan mereka hingga juga dikenal dengan
sebutan Shuffatul Muhâjirîn [4] Tempat ini juga menjadi tempat persinggahan
para utusan yang hendak menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menyatakan keislamannya dan kesiapannya menaati Rasulullah
Shalalllahu ‘alaihi wa salam [5]. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu adalah orang
yang dipercaya sebagai penanggung jawab orang-orang yang tinggal di Shuffah,
baik yang menetap dalam jangka waktu yang lama ataupun yang sekedar singgah
saja.
Penghuni shuffah ini tidak hanya terdiri dari kaum Muhâjirîn ataupun para utusan
saja. Sebagian Sahabat dari kalangan Anshâr juga menghuninya. Kendatipun
mereka telah memiliki rumah di Madinah dan memiliki harta yang cukup.
Kemauan mereka untuk hidup zuhud menjadi alasan mengapa mereka memilih
tinggal di Shuffah. Diantaranya, Ka’ab bin Mâlik al Anshâri Radhiyallahu anhu,
Hanzhalah bin Abi ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu, dan Hâritsah bin Nu’mân
Radhiyallahu anhu.

JUMLAH PENGHUNI SHUFFAH


Jumlah penghuni shuffah tidak stabil. Jumlah mereka akan bertambah seiring
dengan peningkatan angka pendatang ke Madinah. Namun dalam kondisi normal,
jumlah penghuninya sekitar 70 orang. [6] Terkadang jumlah mereka meningkat
tajam. Pernah dalam satu kesempatan, seorang diri Sa’ad bin ‘Ubâdah
Radhiyallahu ‘anhu menjamu 80 penghuni shuffah. Hitungan ini belum mencakup
yang dijamu oleh para Sahabat yang lain. [7]
Penyusun Kitab al-Hilyah, Abu Nu’aim menyebutkan nama-nama mereka satu
persatu. Diantara mereka adalah Abu Hurairah, Abu Dzaarr al-Ghifâri, Wâtsilah
bin Asqa’, Salmân al-Fârisi g dan lain sebagainya.

KESIBUKAN PENGHUNI SHUFFAH : BELAJAR ILMU AGAMA, BERIBADAH DAN


BERJIHAD
Para penghuni Shuffah ini mengfokuskan diri untuk belajar, beri’tikaf di masjid
dalam rangka beribadah dan sudah terbiasa dengan hidup kekurangan. Mereka
senantiasa melaksanakan shalat, membaca al-Qur‘ân, mempelajari ayat-ayatnya,
berdzikir. Sebagian mereka belajar baca tulis. Sampai salah satu dari mereka
ada yang menghadiahkan busur panahnya kepada ‘Ubâdah bin Shâmit
Radhiyallahu ‘anhu karena beliau Radhiyallahu ‘anhu berjasa mengajarkan al-
Qur‘ân dan menulis kepada pemilik busur tersebut.
Disebabkan oleh konsentrasi penuh mereka dalam belajar agama, maka tidak
heran kalau kemudian lahir orang-orang yang menonjol keilmuannya dari mereka.
Sebut saja Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat yang terkenal
dengan hafalan hadits yang sangat banyak. Atau Sahabat Hudzaifah ibnul Yamân
Radhiyallahu ‘anhu yang sangat perhatian tentang hadits hadits fitnah.

Namun ini bukan bermakna bahwa mereka tidak peduli dengan kegiatan
kemasyarakatan dan tidak memiliki andil dalam jihad. Terbukti, sebagian
diantara mereka gugur dalam perang Badr, seperti Shafwân bin Baidha’, Khubaib
bin Yasâf, Sâlim bin ‘Umair dan Hâritsah bin Nu’mân al-Anshâri Radhiyallahu
‘anhu. Sebagian juga gugur di medan perang Uhud yaitu Khanzhalah Radhiyallahu
‘anhu, atau menghadiri peristiwa Hudaibiyah, perang Khaibar, perang Tâbuk dan
perang Yamâmah. Begitulah para penghuni Shuffah. Mereka sangat perhatian
terhadap ilmu dan ibadah. Di malam hari tekun beribadah dan di siang hari
menjadi pejuang gagah berani.

PAKAIAN DAN MAKANAN MEREKA


Mereka yang tinggal di Shuffah sudah terbiasa dengan hidup kekurangan.
Kebanyakan mereka tidak memiliki pakaian yang memadai untuk menutupi
seluruh badan dan melindunginya dari dinginnya udara. Dalam Shahîh al-Bukhâri,
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menceritakan :
“Saya melihat 70 orang dari penghuni shuffah, tidak ada seorang pun diantara
mereka yang mengenakan rida‘ (kain penutup bagian atas tubuh). Hanya
mengenakan sarung atau hanya kisa saja’. Mereka mengikatkan kisa’ tersebut
pada leher mereka, ada yang menjulur sampai separuh betis, ada yang sampai
mata kaki. Lalu dia menyatukannya dengan tangan karena khawatir auratnya
terlihat”.
‫سا قبليبن‬‫ف ال س‬ ‫طوا بفي أنلعننا قببهلم فنبملننها نما ينلبلققغ نب ل‬
‫ص ن‬ ‫صثفسبة نما بملنهقلم نرقجنل نعلنليبه برندانء إبسما إنزانر نوإبنما بكنسانء قنلد نربن ق‬ ‫ت نسلببعينن بملن نأصنحا ب‬
‫ب ال ي‬ ‫لنقنلد نرأنلي ق‬
‫نوبملننها نما ينلبلققغ اللنكبنليبن فنينلجنمقعهق ببينبدبه نكنرابهينةن ألن تقنرى نعلو نرتقهق‬
Demikian pula makanan mereka, tidak lebih baik dari kondisi pakaian yang
mereka sandang. Kurma kering adalah makanan yang sering mereka konsumsi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan setengah mud (kurang lebih
satu genggam) kurma untuk satu orang setiap hari. Sampai ada diantara mereka
yang merasakan perutnya panas karena terlalu banyak makan kurma kering.
Namun begitu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mampu memberikan
makanan yang lebih baik buat mereka. Hanya saja, beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam senantiasa memotivasi mereka agar tetap tegar dan bersabar. Terkadang
mereka diundang untuk makan-makan atau dibawakan susu atau terkadang juga
mendapat hidangan istimewa seperti tsarîd (bubur gandum dengan campuran
minyak samin dan lain-lain).

PERHATIAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM KEPADA PENGHUNI


SHUFFAH
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat perhatian terhadap mereka.
Seringkali, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengunjungi mereka,
menanyakan kondisi mereka, mengarahkan, duduk-duduk bersama, mengarahkan
mereka agar banyak membaca al-Qur‘ân, memotivasi mereka agar memandang
dunia itu remeh dan tidak berharap untuk merengkuhnya. Jika ada yang
mengirimkan sedekah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengirim seluruhnya kepada mereka. Kalau
hadiah yang beliau terima, sebagiannya beliau kirimkan dan sisanya beliau ambil
buat keperluan pribadi atau hadiah tersebut dinikmati bersama mereka.[8]
Ketika putri beliau, Fâthimah Radhiyallahu ‘anha melahirkan Hasan Radhiyallahu
‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya bersedekah untuk
penghuni Shuffah dengan perak seberat rambut Hasan yang dicukur [9]. Dalam
riwayat Imam Ahmad rahimahullah, diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih mengutamakan penghuni Shuffah ketimbang keluarga
beliau sendiri yaitu Fâthimah Radhiyallahu ‘anhuma.

Wujud perhatian yang lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan


para Sahabat yang memiliki kemampuan ekonomi lebih agar bersedekah kepada
penghuni Shuffah. (Redaksi).

(Disadur dari as Sîratun Nabawiyyah ash Shahîhah, DR. Akram Dhiyâ’ al-Umari,
hlm. 257 – 268)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XII/1428H/2007M. Diterbitkan


Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Kaum Muslimin menghadap arah Masjidil Aqsha dalam sholat selama 16
bulan pasca hijrah Rasulullah ke Madinah
[2]. HR Muslim, Kitâb Nikâh, no. 94
[3] Samhudi, Wafâ-ul Wafâ, 1/323
[4]. HR Abu daud, Kitâbul Harûf, 2/361
[5]. HR Bukhâri, Kitâbus Shalât, Bâbu Naumir rijâl Fil Masjid dan riwayat Ibnu
Mâjah, Sunan, Kitâbus Shaid, Bâbud Dhab
[6]. Abu Nu’aim, al Hilyah, 1/339, 341
[7]. Abu Nu’aim, al Hilyah, 1/341
[8]. HR al-Bukhâri
[9]. Al Baihaqi, Sunan 9/304
Sumber: https://almanhaj.or.id/3747-penghuni-shuffah.html

Kaum Dhaif dari kalangan Muhajirin

Seiring dengan hijrahnya kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah, maka muncul permasalahan
yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan mata pencarian bagi kaum Muhajirin, yang telah
meninggalkan rumah, harta, dan perhiasan mereka di Makkah untuk menyelamatkan Aqidah mereka
dari ancaman taghut kalangan Musyrikin.

Tidak dapat dinafikan bahawa sebahagian kaum Muhajirin setibanya di Madinah tidak terus
mendapat pekerjaan. bercucuk tanam merupakan sumber
Sebab
ekonomi utama Madinah, sedangkan kaum Muhajirin tidak mempunyai
pengalaman dalam industri pertanian, sebab masyarakat Makkah merupakan
masyarakat peniaga. Di samping itu, mereka tidak mempunyai tanah pertanian di
Madinah ataupun modal, kerana seluruh harta mereka telah mereka tinggalkan di Makkah.
Walaupun kaum Ansar telah mencurahkan sedaya upaya untuk membantu kaum Muhajirin, tapi
sebahagian kaum Muhajirin tetap memerlukan tempat tinggal.

Untuk itu Rasulullah S.A.W berusaha mencari penyelesaian bagi permasalahan kaum dhuafa'
Muhajirin dan kaum pendatang.

As-Shuffah

Ketika kiblat telah dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka'abah setelah 16 bulan hijrahnya Rasulullah
S.A.W ke Madinah, [1] sebagai buktinya dinding kiblat pertama masih ada di bahagian belakang
Rasulullah S.A.W memerintahkan
bangunan Masjid Nabawi sekarang,
agar memberinya atap, yang kemudian lebih dikenali
dengan sebutan Ash-Shuffah atau tempat
berteduh. [2] Namun tidak ada dinding yang menutup bahagian tepi bangunan tersebut. [3]
Dr Sauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith Al-Nabawi menjelaskan, As-Shuffah sebagai teras yang
luas dan tinggi. Menurutnya, As-Shuffah boleh juga bermakna tempat berteduh, dan teras rumah.
''As-Shuffah adalah tempat berteduh di Masjid Nabawi di Madinah selama masa kenabian setelah
hijrah. Kaum miskin Muhajirin menjadikannya sebagai tempat tinggal,'' ujar Dr Syauqi. Tentang ahli
Shuffah itu, menurutnya, disenaraikan dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. [4]

Shuffah tidak diketahui luasnya, yang pasti tempat tersebut cukup untuk ramai orang. Sehinggakan
Rasulullah S.a.w pun menggunakan tempat tersebut untuk jamuan makan yang dihadiri oleh lebih
kurang 300 orang. Sebahagian mereka berada di sisi salah satu kamar isteri-isteri baginda S.a.w
yang bersambungan langsung dengan Masjid Nabawi. [5]

Jumlah dan nama-nama ahli Shuffah

Seiring perjalanan waktu, jumlah mereka tidak tetap. Jika utusan-utusan dan para tamu datang,
jumlah mereka bertambah. Dan jika para musafir pulang, jumlah mereka
Biasanya jumlah mereka lebih kurang
berkurang.

70 orang. [6] Dan kadang-kadang jumlah mereka ramai sekali. Hingga pernah Sa'ad bin
Ubadah seorang diri menjamu 80 orang. Belum lagi yang dijamu oleh kalangan sahabat lain. [7]

As-Samhudi menyebutkan Abu Nu'aim menyebutkan nama-


bahawa
nama mereka dalam kitab Hilyatul Auliya' lebih dari 100
orang. [8] Namun Abu Nu'aim hanya menyenaraikan 52 nama saja. Lima di antaranya diingkari
oleh Abu Nu'aim bahawa mereka dari kalangan Ahlus Shuffah. Dan hanya Abu Nu'aim yang
menyebutkan senarai nama-nama orang terkenal dari Ahli Shuffah. Dia menukilkan dari rujukan
kuno tanpa menyebutkan namanya. Kemungkinan berasal dari kitab yang disusun oleh Abu
Abdurrahman As-Sulami (W 412H) tentang Ahli Shuffah. [9]

Di bawah ini adalah senarai nama ahli-ahli Shuffah yang disebutkan oleh Abu Nu'aim;

1. Abu Hurairah (beliau menisbahkan diri kepada Shuffah). 2. Abu Dzar Al-Ghifari (beliau
menisbahkan diri kepada Shuffah). 3. Watsilah bin Al-Atsqaa. 4. Qais bin Thuhfah Al-Ghifari
(beliau menisbahkan diri kepada Shuffah). 5. Ka'ab bin Malik Al-Anshari. 6. Said bin Amir bin
Hudzaim Al-Jumahi. 7. Salman Al-Farisi. 8. Asma' bin Haritsah bin Said Al-Aslami. 9. Handzalah
bin Abi Amir Al-Anshari (yang dimandikan malaikat ketika syahid). 10. Hazim bin Harmalah. 11.
Haritsah bin An-Nu'man Al-Anshari An-Najjari. 12. Hudzaifah bin Usaid bin Suraihah Al-Anshari.
13. Hudzaifah ibnul Yaman (dia termasuk kalangan Muhajirin yang bersekutu dengan Anshar, untuk
itu dia dianggap salah seorang dari mereka). 14. Jariyah bin Jamil bin Subbah bin Qurath. 15.
Ju'ail bin SuraqahAdh-Dhamari. 16. Jurhud bin Khuwailid atau bin Razah Al-Aslami. 17. Rifa'ah
Abu Lubabah Al-Anshari (dikatakan dia bersama Basyir bin Abdul Mundzir dari Bani 'Amr ibnu 'Auf).
18. Abdullah Dzul Bajadain. 19. Dukain bin Said Al-Muzani atau Al-Khats'ami. 20. Khubaib bin
Yasaaf. 21. Khuraim bin Aus Ath-Tha'i. 22. Khuraim bin Fatik Al-Asadi. 23. Khunais bin Hudzafah
As-Sahmi. 24. Khabbab bin Al-Arts. 25. Al-Hakam bin Umair Ats-Tsimali. 26. Harmalah bin Ayyas
atau Harmalah bin Abdullah Al-'Anbari. 27. Zaid bin Al-Khattab. 28. Abdullah bin Mas'ud. 29. Ath-
Thafawi Ad-Dausi. 30. Thalhah bin 'Amr An-Nadhari. 31. Shafwan bin Baidha' Al-Fihri. 32.
Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi. 33. Saddad bin Usaid. 34. Syaqran (bekas khadam Rasulullah
S.a.w). 35. As-Saib bin Khallad. 36. Salim bin 'Umair. 37. Salim bin 'Ubaid Al-Asyja'i. 38.
Safinah (bekas khadam Rasulullah S.a.w). 39. Salim (bekas khadam Abu Hudzaifah). 40. Abu
Razin. 41. Al-Aghar Al-Muzani. 42. Bilal bin Rabah. 43. Al-Barra' bin Malik Al-Anshari. 44.
Tsauban (bekas khadam Rasulullah S.a.w). 45. Tsabit bin Wadi'ah Al-Anshari. 46. Tsaqif bin Amr
Ibnu Syamit Al-Asadi. 47. Sa'ad bin Malik (Abu Said Al-Khudri). 48. Al-'Irbadh bin Sariyah. 49.
Ghurfah Al-Azdi. 50. Abdurrahman bin Qurth. 51. Abbad bin Khalid Al-Ghifari.

Perhatian mereka terhadap ilmu Agama, Ibadah dan Jihad

Ahli Shuffah mencurahkan segala perhatiannya


untuk mencari ilmu. Mereka beri'tikaf di Masjid
Nabawi untuk beribadah dan membiasakan diri hidup
dalam keadaan serba kekurangan. Jika sedang berdiri, yang mereka
lakukan adalah solat, membaca dan mempelajari Al-Quran, serta berzikir. Sebahagian lagi belajar
membaca dan menulis. Bahkan salah seorang dari mereka menghadiahkan busur kepada Ubadah
bin Ash-Shamith, kerana mengajari mereka Al-Quran, membaca dan menulis. [10]

ramai di kalangan mereka yang


Sehingga

dikenali sebagai ulama dan ahli hadits, kerana


banyak menghafal hadits-hadits Nabi S.a.w, seperti Abu Hurairah
r.a dan Hudzaifah ibnul Yaman r.a yang diketahui banyak meriwayatkan
hadits tentang fitnah.

Konsentrasi dan perhatian mereka tertuju pada ilmu agama dan ibadah, namun bukan bererti
mereka tidak berperanan dalam kegiatan masyarakat dan jihad. Di antara mereka ada yang mati
syahid dalam Perang Badar, seperti Shafwan bin Baidha', Khuraim bin Fatik Al-Asadi, Khubaib bin
Yasaaf, Salim bin Umair dan Haritsah bin An-Nu'man Al-Anshari. Dan dalam Perang Uhud, di antara
mereka yang mati syahid ialah Handzalah, yang dimandikan jenazahnya oleh malaikat. Sebahagian
lagi mengikuti Perjanjian Hudaibiyyah, seperti Jurhud bin Khuwailid dan Abu Suraihah Al-Ghifari.
Ada juga yang syahid dalam Perang Khaibar, seperti Tsaqf bin Amr, di Perang Tabuk seperti
Abdullah ibnul Bajadain. Mereka adalah para ahli ibadah di malam hari dan perajurit yang gagah
berani di siang hari. [11]

Pakaian mereka

Ahli Shuffah tidak memiliki pakaian yang dapat


melindungi diri mereka dari hawa dingin atau
menutupi seluruh anggota tubuh mereka. Mereka juga
tidak memiliki selimut tebal. [12] Tidak ada seorang pun di kalangan mereka
yang mempunyai pakaian lengkap. [13] Mereka mengikatkan baju dan selimut ke leher-leher
mereka. [14] Sebahagian lagi hanya memakai baju dan kain sarung. [15] Pakaian mereka hanya
menutup sampai setengah betis, bahkan ada pula yang tidak sampai pada kedua lutut. Banyak
sumber mengatakan bahawa mereka memakai serban, [16] iaitu gulungan kain yang diikatkan di
kepala. [17]

Selimut yang mereka pakai adalah Al-Hanaf , iaitu selimut yang menyerupai selimut keluaran
Yaman, dibuat dari bahan yang kasar dari kain terburuk. [18] Kadang-kadang mereka malu keluar,
kerana pakaian mereka tidak lengkap dan mudah terbuka auratnya. [19] Di samping itu pakaian
mereka cepat kotor kerana Shuffah tidak berdinding, yang mengakibatkan debu dan angin mudah
mengenai mereka, sehingga peluh mereka mudah sekali bercampur dengan debu dan kotoran. [20]

Makanan mereka

Kebanyakan makanan mereka adalah kurma. Rasulullah S.a.w


suka memberikan satu tangkup kurma untuk dua orang dari mereka setiap hari. Mereka
mengatakan bahawa dengan memakan kurma setiap hari seperti membakar perut mereka.
Rasulullah S.a.w tidak mampu memenuhi keperluan mereka selain kurma. Baginda S.a.w
menasihati mereka agar sentiasa bersabar, dan sentiasa menghiburkan mereka.

Baginda S.a.w pun sering mengundang mereka untuk makan bersama di rumah baginda S.a.w
walaupun dengan hidangan yang sangat sederhana, kerana baginda S.a.w sendiri tidak
berkecukupan. Biasanya baginda S.a.w menghidangkan susu, kadang-kadang bubur, daging, atau
kurma yang sudah dimasak. Kadang-kadang juga kurma yang sudah dihaluskan lalu dicampur
dengan tepung dan minyak susu. Hidangan lain adalah gandum panggang atau roti yang disiram
kuah maraq. Baginda S.a.w meminta maaf kerana tidak dapat menyajikan hidangan yang lebih baik.

Ahli Shuffah akan mendapatkan makanan yang lebih baik ketika ada dermawan dari kalangan
sahabat yang mengadakan jamuan makan, dan ini seringkali dilakukan oleh para sahabat. Tapi
biasanya Ahli Shuffah tidak mendapat makanan yang dapat menahan rasa lapar mereka. Semua itu
sangat berpengaruh pada kehidupan mereka, sehingga mereka terjatuh ketika melakukan solat
kerana menahan lapar. Sampaikan orang-ramai mengatakan "mereka adalah orang-orang gila". Abu
Hurairah sendiri pernah pengsan antara mimbar masjid dan rumah Aisyah r.a kerana lapar yang
dideritainya. Namun keadaan sedemikian tidak mendorong mereka berbuat jahat atau berebut
makanan. Mereka tetap menjaga hak-hak saudara sesama Muslim dan tetap bersikap sopan-
santun.

Perhatian Nabi S.a.w dan para sahabat terhadap Ahli Shuffah

Rasulullah S.a.w selalu menjaga, mengawasi dan memerhatikan Ahli Shuffah. Baginda S.a.w
mengunjungi mereka, memeriksa keadaan mereka, menjenguk yang sakit di antara mereka.
Baginda S.a.w juga banyak duduk-duduk bersama mereka. Baginda S.a.w menasihati,
mengarahkan, mengingatkan dan menganjurkan mereka agar selalu baca al-Quran,
mempelajarinya, berzikir mengingat Allah S.w.t, mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dan
tidak perlu berangan-agan untuk mendapatkan perhiasan dunia. Bila mendapat sedekah, Baginda
S.a.w mengirimkan kepada mereka dan Baginda S.a.w tidak ikut memakannya sedikit pun. Dan
kalau mendapat hadiah, Baginda S.a.w juga mengirimkan kepada mereka dan ikut serta
menikmatinya.

Seringkali Baginda S.a.w menjamu mereka di salah sebuah rumah isteri Baginda S.a.w. Nabi S.a.w
tidak pernah lalai sedikit pun tentang keadaan mereka. Bahkan sewaktu Hasan bin Ali r.a lahir ,
Baginda S.a.w meminta anaknya Fatimah r.a untuk memberikan sedekah kepada mereka dengan
perak seberat rambut kepala Hasan. Pernah Baginda S.a.w mendapat tawanan perang lalu Fatimah
r.a meminta seorang pembantu, kerana merasa lelah dalam mengerjakan tugas-tugas rumahtangga,
Baginda S.a.w menjawab;

"Patutkah aku memberi kalian berdua


pembantu dan meninggalkan Ahli Shuffah
kelaparan?"
Baginda S.a.w menjelaskan bahawa Baginda S.a.w akan menjual tawanan tersebut, dan akan
menginfakkan hasil penjualannya untuk Ahli Shuffah. Nampaknya Fatimah r.a meminta wang juga,
sebab ketika Rasulullah S.a.w mengunjungi Ali r.a, Baginda mendapati alas tidur keduanya sangat
pendek dan tidak cukup. Baginda S.a.w mengajarkan kepada mereka berdua satu doa, dan
mendahulukan kepentingan Ahli Shuffah, seraya bersabda;

"Aku tidak akan memberikan kalian


sementara Ahli Shuffah melilit perutnya
kerana lapar." [Musnad Imam Ahmad , jil 1 hal. 79, 106.]

Rasulullah S.a.w mewasiatkan para sahabat agar menginfakkan harta mereka kepada Ahli Shuffah.
Maka para sahabat pun berlumba-lumba berbuat baik kepada Ahli Shuffah. Para hartawan dari
kalangan sahabat mengirimkan makanan kepada mereka. Rasulullah S.a.w membahagikan Ahli
Shuffah kepada para sahabat selepas solat 'Isya' agar mereka dijamu di rumah para sahabat
tersebut. Rasulullah S.a.w bersabda yang maksudnya;

"Barangsiapa di rumahnya ada makanan yang cukup


untuk dua orang, hendaklah mengajak orang ketiga
untuk makan, kalau cukup bagi empat orang, maka
hendaklah mengajak orang kelima atau keenam."
Para sahabat r.a mulai mengajak mereka, sampai yang tersisa ikut ke rumah Rasulullah S.a.w untuk
makan malam bersama Baginda S.a.w.

Kejadian di atas nampaknya terjadi di awal-


awal Hijrah. Setelah Allah S.w.t mencukupkan
mereka kemudiannya, maka tidak perlu lagi mengajak
mereka untuk makan di rumah para sahabat.
Ada 70 orang sahabat dari kalangan Anshar yang dikenali sebagai ahli Qiro-ah (mereka yang mati
syahid dalam Peperangan Bi'ru Ma'unah) yang merasa prihatin dengan keadaan Ahli Shuffah.
Mereka lalu membaca dan mempelajari Al-Quran di malam hari, dan di siang hari mereka
mengambil air untuk diletakkan di masjid. Mereka mencari kayu bakar yang kemudiannya dijual, dan
hasilnya untuk Ahli Shuffah dan Faqir Miskin.

Muhammad ibnu Maslamah Al-Anshari dan para sahabat lainnya mengusulkan kepada Rasulullah
S.a.w, agar setiap orang dari kaum Anshar mengeluarkan setandan kurma dari kebun masing-
masing untuk Ahli Shuffah dan Faqir miskin. Rasulullah S.a.w lalu bersetuju dengan usul tersebut,
dan meletakkan tali di antara dua ruangan bahagian atas masjid. Mulailah para sahabat mengikat
tandan-tandan kurma tersebut pada tali itu. Jumlah yang terkumpul lebih kurang 20 tandan.

Mu'adz bin Jabal bertugas menjaga tandan-tandan kurma itu. Dalam riwayat lain menyebutkan
bahawa yang mengusulkan hal tersebut adalah Rasulullah S.a.w sendiri, dengan tujuan agar Allah
S.w.t menghilangkan gangguan yang menimpa kebun-kebun mereka, maka mereka pun
melaksanakannya.

Pernah Rasulullah S.a.w menolak setandan kurma yang kering, Baginda S.a.w ingin agar sedekah
bagi Ahli Shuffah diberikan dari kurma yang lebih baik dari itu. Dalam riwayat yang dipaparkan oleh
As-Samhudi disebutkan, bahawa kebiasaan menggantungkan tandan kurma di Masjid Nabawi terus
berlangsung, sekurang-kurangnya, sampai abad ke 2 Hijrah.

Semoga Allah S.w.t merahmati Ahli Shuffah yang


merupakan ahli ibadah, puasa, para Mujahid yang
zuhud. Jauh berbeza dengan kaum faqir miskin
jahiliyyah yang tidak lain membentuk kumpulan
pencuri, pembunuh dan segala bentuk jenayah yang
telah melenyapkan ketenangan dan rasa aman dalam
masyarakat. Ini adalah perbezaan yang menonjol antara generasi
didikan Rasulullah S.a.w dengan generasi
didikan jahiliyyah. Perbezaan antara Undang-undang Allah S.w.t dengan
Undang-undang ciptaan manusia. [21]

Ahli Shuffah meninggalkan kehidupan di As-Shuffah

Betapa mulia dan istimewanya kedudukan Ahli Shuffah di sisi Rasulullah S.a.w. Dan mereka inilah
antara golongan yang cuba dicontohi oleh mereka-mereka yang ingin menyucikan akhlaq lahir dan
batin, dan menjadi sumber rujukan dalam Ilmu Tasawwuf.

bahawa Ahli Shuffah terpaksa


Tetapi perlu juga diketahui,

tinggal di tepi masjid itu kerana darurat.


Tetapi setelah Islam gemilang, mereka
beransur-ansur tinggalkan As-Shuffah.
Sebagai contohnya ialah ketua Ahli Shuffah sendiri iaitu Abu Hurairah r.a. Majikannya yang kaya
telah menikahkan beliau dengan anaknya Bisrah binti Gazwan. Sejak menikah, Abu Hurairah
membahagi malamnya kepada tiga bahagian: untuk membaca Al-Quran, untuk tidur dan keluarga,
dan untuk mengulang-ulang hadits. Dia dan keluarganya meski pun kemudian menjadi orang
berada, tetapi tetap hidup sederhana. Dia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan
menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantu-pembantunya.

Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid, tidak pernah dia ketinggalan
dalam perang, dan tidak pula dari ibadat. Di zaman Umar bin Khatthab, dia dilantik sebagai Amir
(gabenor) untuk wilayah Bahrain. [22]

Wallahu a'lam .......

Nota kaki:

1 - Khalifah dalam at-Tarikh jilid 1 hal. 23 , dia mengutip riwayat-riwayat lain yang menyebutkan bahawa
perpindahan kiblat tersebut setelah 9, 10, 17 bulan atau 2 tahun, namun dalam Shahih Bukhari pada
Kitab Solat: Bab mengadap Kiblat jil 1 hal. 104 , peristiwa itu terjadi setelah 16 atau 17 bulan dari
hijrahnya Nabi S.a.w.
2 - As-Samhudi dalam Wafa-ul Wafa jild 1 hal. 321 , Yaqut dalam Mu'jamul Buldan (Dzullah) , Ibnu
Mandzur dalam Lisanul Arab.
3 - Rekondurf dalam Da'iratul Ma'arifil Islamiyyah (Ensiklopedia Islam) hal. 106.
4 - Mengenal Ash-Shuffah: Tempat Berlindungnya Kaum Miskin Muhajirin , republika.co.id
5 - Riwayat Muslim dalam Shahihnya kitab an-Nikah, hadits no. 93.
6 - Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 339 - 341.
7 - Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 341.
8 - As-Samhudi dalam Wafa-ul Wafa , jil 1 hal. 331.
9 - Haji Khalifah - Kasyfuth Thunun, jil 1 hal. 285. Ibnu Hajar - Al-Ishabah, jil 1 hal. 601.
10 - Abu Daud dalam Sunannya , jil 2 hal. 237. Ibnu Majjah dalam Sunannya , jil 2 hal. 730.
11 - Shahih Sirah Nabi - Dr Akram Dhiya' Al-Umuri , hal. 267.
12 - Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat al-Kubra , jil 1 hal. 255. Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 377.
13 - Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 341.
14 - Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 377.
15 - Shahih Bukhari jil 1 hal. 114. Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat al-Kubra , jil 1 hal. 255.
16 - Ahmad dalam Musnadnya , jil 14 hal. 128.
17 - Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arab.
18 - Ahmad dalam Musnadnya , jil 3 hal. 487. Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 374. As-
Samhudi dalam Wafa-ul Wafa , jil 1 hal. 323.
19 - Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 342.
20 - Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' , jil 1 hal. 341.
21 - Shahih Sirah Nabi - Dr Akram Dhiya' Al-Umuri , hal. 267-271.
22 - Rijal Haular Rasul - Khalid Muh. Khalid.

[Shahih Sirah Nabi - Dr Akram Dhiya' Al-Umuri / Athlas al-Hadith Al-Nabawi - Dr Sauqi Abu Khalil /
Rijal Haular Rasul - Khalid Muh. Khalid]

‫حاَببيِ ؛‬
‫سسببوُّا أص ح‬‫" ل ث س‬: ‫ قاَل رسسوُّل اس صسلى اس عليسه وس لم‬:‫عن أبيِ هريرة رضيِ ا عنه قاَل‬
‫ه‬ ‫صي ح‬
‫ف س‬ ‫هم ول ح نح ب‬
‫د ب‬‫ح ب‬‫دأ ح‬
‫م د‬ ‫هباَا ماَح أدحر ح‬
‫ك س‬ ‫ذ ح‬
‫د ح‬ ‫ل سأ س‬
‫ح د‬ ‫مثِ ح‬
‫ق ب‬ ‫كم أنن ح‬
‫ف ح‬ ‫ححد س‬ ‫دبه حلوُّ أ د‬
‫نأ ح‬ ‫سيِ ببيح ب‬
‫ذيِ حنف ب‬
‫وُّال ب‬
‫"ف ح‬
(2540) ‫مسلم‬
‫( و س‬3673) ِ‫رواه البخاَري‬
Dari Abu Hurairah Radliyallahu Anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda : “ Janganlah kalian mencela sahabat-sahabat ku ; maka demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian
menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka hal itu tidak akan menyamai satu mud
pun dari (kebaikan) mereka atau bahkan tidak pula separuhnya ”. Di riwayatkan oleh
Imam Bukhari (3673) dan Imam Muslim (2540).

Sahabat yang Paling Berani


Posted by Hairul Rantesigi on Kamis, 28 Februari 2013

Bismillahirrahmanirrahim

Walaupun fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq lemah dan kurus, tapi dia adalah orang yang kuat dalam
memegang kebenaran dan tidak takut kepada siapa pun karena Allah. Ali bin Abi Thalib, pernah
bertanya kepada para sahabat, "Siapakah orang yang paling pemberani?" "Engkau wahai Amirul
Mukminin", jawab mereka.

Kemudian Ali berkata lagi. "Tidak! Orang yang paling pemberani adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Demi Allah, aku pernah melihat Nabi SAW dikelilingi sekumpulan kaum kafir Quraisy yang sedang
meraik dan mendorong beliau. Sementara itu, kami mengintip dari jauh. Kemudian datanglah Abu
Bakar. Demi meyakinkan Nabi SAW yang sendirian dan diperlakukan demikian oleh kafir Quraisy,
Abu Bakar segera masuk dan menerobos orang-orang kafir tadi dan menghalangi mereka
menjamah Rasulullah SAW.

"Apakah kalian hendak membunuh orang yang mengatakan Rabbku adalah Allah?" Mendengar hal
itu, mereka meninggalkan NAbi SAW dan membopong Abu Bakar. Ketika Uqbah bin Abu Mu'ith
datang, Abu Bakar dibanting ke tanah. Uqbah lantas melepas sandal dan memukul wajah Abu
Bakar dengan sandal tersebut terus-menerus sehingga wajah Abu Bakar bengkak dan tidak
diketahui lagi bentuk hidungnya. Mengalirlah darah dari wajah Abu Bakar. Ia pun Pingsan.

Sejurus, datanglah kabilah Abu Bakar, Bani Tamim. Mereka membawanya ke rumah, dengan
sangkaan nyawa Abu Bakar tak tertolong lagi. Mereka berkata kepada ibunya, "Jika dia hidup,
maka berilah dia makan dan minum." Setelah itu, orang-orang Bani Tamim mendatangi Uqbah dan
mengancamnya, "Jika Abu Bakar sampai meninggal, mereka pasti akan menuntut balas atas
kematiannya."

Begitu siuman, kalimat yang keluar dari lisan Abu Bakar, "Apa yang terjadi pada Rasulullah SAW?"
ibunya yang waktu itu belum memeluk Islam menjawab, "Apakah kamu masih mengingatnya?"
"Demi Allah, aku tidak akan makan atau minum apapun hingga jiwaku merasa tenang dengan
keadaan Rasulullah SAW. Pergilah ke tempat Ummu Jamil Fatimah binti Al-Khattab dan buatlah
diriku tenang dengan menanyakan kabar Rasulullah kepadanya." Sang ibu pun pergi ke tempat
Fatimah binti Al-Khattab. Waktu itu putri Al-Khattab masih menyembunyikan keislamannya. Putri Al-
Khattab pun berkata,"Demi Allah aku tidak tahu tentang putramu dan Muhammad. Akan tetapi
apabila engkau menginginkan agar anakmu tenang, maka aku akan datang bersamamu."

Mereka berdua datang menemui Abu Bakar. "Apa yang terjadi dengan Rasulullah?" tanya Abu
Bakar. Fatimah menjawab, "Aku tidak mengetahui keadaan Rasulullah." Abu Bakar lalu berkata
lagi, "Jangan khawatir dia adalah ibuku." Fatimah lalu menjawab, "Dia baik-baik saja." Abu Bakar
kemudian berkata, "Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum hingga aku melihat sendiri
keaadaan beliau." "Tunggu sebentar," kata Fatimah. Abu Bakar mencoba berdiri, tetapi tidak dapat
berjalan. Akhirnya, ia dibopong oleh keduanya sampai di rumah Al-Arqam bin Abi Arqam.

Abu Bakar mengetuk pintu. Begitu pintu terbuka, terlihatlah Nabi SAW. Nabi melihat keadaan Abu
Bakar, Nabi pun merasa iba. Beliau menuntunnya dan memeluknya. "Demi Allah, wahai Rasulullah,
aku tidak apa-apa. Hanya wajahku saja yang terluka." kata Abu Bakar ketika melihat Rasulullah
SAW merasa khawatir dan kasihan kepadanya.

Melihat luka tersebut, Nabi pun merasa kasihan dan berdoa untuknya. Abu Bakar kemudian
berkata, "Ya, Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan petunjuk kepada ibuku!"
Nabi SAW kemudian berdoa, "Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibu Abu Bakar." Setelah itu, ibu
Abu Bakar berdiri dan mengucapkan dua kalimat syahadat, "Asyhadu an la Ilaha Illallah wa asyhadu
anna Muhammadar rasulullah.."

Alhamdulillah, kisah ini dikutip dari buku "Jejak Para Khalifah" oleh Amru Khalid.

Thanks for reading & sharing Kisah Kisah Islami

Sahabat Nabi yang Suaranya


Lebih Baik dari 100 Pedang di
Medan Jihad
By
Pirman Bahagia
-
November 13, 2015
0
7814

Sosok laki-laki surga dari Madinah ini lebih masyhur dalam perbincangan soal
jodoh. Padahal, beliau juga termasuk laki-laki gagah perkasa yang digentari
lawan di medan jihad. Saking gagahnya, sebagaimana disebutkan dalam
riwayat Imam as-Suyuthi yang dishahihkan oleh Nashiruddin al-Albani, suara
laki-laki ini di medan jihad lebih baik dari seribu pedang.

Mari sejenak berkenalan dengan ayah tiri dari sahabat mulia Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu ini.

Laki-laki ini menikah dengan Ummu Sulaim setelah suaminya, Malik, mati
dibunuh musuhnya sebelum masuk Islam. Saat melamar wanita idaman ini,
sosok yang tak lain bernama Abu Thalhah belum memeluk Islam. Maka, Ummu
Sulaim pun memberi syarat keislaman sebagai maharnya. Setelah bersyahadat
dan keduanya menikah, lahirlah anak-anak yang diberkahi oleh Allah Ta’ala.

Di dalam Perang Khaibar melawan kaum Yahudi, misalnya, Abu Thalhah


berhasil membunuh 20 orang Yahudi dengan gagah berani dan mengambil
semua harta rampasan dari kedua puluh orang tersebut. “Abu Thalhah,”
demikian disampaikan oleh Syeikh Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah,
“merupakan salah satu kstaria kaum Muslimin, sangat perwira, dan pemberani.”

“Tak pernah kulihat Abu Thalhah berpuasa,” demikian kesaksian Anas bin malik,
“di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Yang demikian ini bukanlah
ciri kemalasan ibadah, melainkan sebuah keringanan bagi sebagian orang yang
memang merasa lemah saat merasa lapar.

“Yang demikian itu,” terang Anas yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan
dikutip oleh Syeikh Abdullah Azzam, “untuk membuatnya kuat di medan jihad.”

Kemudian, setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, “Maka tak


pernah kulihat sedikit pun asap yang mengepul di dalam rumahnya.” Artinya,
dalam kondisi tidak berjihad, Abu Thalhah senantiasa melakukan ibadah puasa.

Riwayat ini merupakan salah satu keringanan bagi sebagian kaum Muslimin
yang memang benar-benar merasa lapar lantaran kosongnya perut ketika
melakukan amalan fisik. Tentunya, bagi yang benar-benar bisa merasa kuat,
ada ganjaran agung yang berhak didapatkannya.

Hendaknya pula, kita mengenali diri secara bijak. Agar tidak jatuh pada
menggampangkan untuk tidak berpuasa, atau bertindak konyol, padahal
terdapat keringanan di dalam amal tersebut. [Pirman/Kisahikmah]

http://kisahikmah.com/sahabat-nabi-yang-suaranya-lebih-baik-dari-100-pedang-di-medan-jihad/
Berikut 4 Sahabat Nabi yang dikenal paling ganteng, cakep, keren dan macho:

1- JARIR BIN ABDILLAH ALBAJALIY.

Dalam kitab Bidayah wan Nihayah disebutkan

‫وكان من أحسن الناس وجها‬


Beliau termasuk pria yang terGanteng diantara orang orang.

Dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan, anaknya bilang:

‫كانت نعل جرير بن عبدا طولها ذراع‬


Sendalnya Jarir bin Abdillah panjangnya 1 diro' (-+40cm)

Jadi beliau ini tampan dan tinggi besar. Saking tingginya, dia kerepotan menaiki kudanya.. dia sering
jatuh.. sehingga beliau mengadu kepada Rasulullah akan hal itu dan oleh Rasulullah disentuh dadanya
seraya berdoa:

‫ واجعله هاديا مهديا‬،‫اللهم ثبته‬

2- DIHYAH BIN KHOLIFAH ALKALABIY.

Dalam kitab Siyarul Alam wan Nubalaa' disebutkan:

‫ وكان دحية جميل‬، ‫ يأتيني جبريل في صورةا دحية‬: ‫ كان يقول‬-‫ صلى ا عليه وسلم‬- ‫ أن النبي‬: ‫عن أنس‬
Rasulullah berkata:"Jibril mendatangiku dalam menyerupai wajah Dihyah. Dihyah itu orangnya
memang tampan".

‫ بل أجمل الناس من نزل جبريل على‬: ‫ً فقال‬. ‫ أجمل الناس جرير بن عبد ا البجلي‬: ‫ قال رجل لعوانة بن الحكم‬، ‫قال عبد ا بن صالح العجلي‬
‫ يعني دحية‬، ‫صورته‬
Seorang lelaki berkata kepada Awanah bin Hakam: "Orang yang paling tampan adalah Jarir bin
Abdillah Albajaliy. Awanah bin Hakam menjawab:"Bukan, akan tetapi orang yang paling tampan
adalah orang yang biasa ditiru atau diserupai Jibril, yaitu Dihyah.

Jadi saking tampannya, Jibril sering menyerupai dia disaat turun ke bumi.

3- UKASYAH BIN MUHSHIN.

Dalam kitab Siyarul Alam wan Nubalaa' disebutkan:

‫ رضي ا عنه‬- ، ‫ وكان من أجمل الرجال‬، ‫وقتل بعد ذلك بسنة ببزاخة في خلفة أبي بكر الصديق سنة اثنتي عشرةا‬
Dia gugur disebuah pertempuran di era Khalifah Abu Bakar asshidiq pada tahun 12H. Beliau adalah
paling tampannya lelaki.

4- ZIBRIQON BIN BADAR ATTAMIMI.

Nama asli beliau adalah Hushoin. Di namakan Zibriqon yang artinya Rembulan dari Najd (saudi), ini
karena ketampanannya.

Warodhiyallahu anhum ajma'in Tsuma Allahu a'lam bis showab.


Sumber : http://www.muslimedianews.com/2015/05/4-sahabat-ini-dikenal-paling-
ganteng.html#ixzz4pE31kfBz

http://www.muslimedianews.com/2015/05/4-sahabat-ini-dikenal-paling-ganteng.html

Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Drً. Yusuf ibn Ahmad al-Qasim (dapat dibaca
di wwwً.al-mithaqً.net/articlesً.php?action=show&id=199)ً. Dalam artikelnya, beliau
mengambil datanya dari beberapa buku, di antaranya Tarikh al-Islam dan Sayr A’lam
al-Nubala`ً. Sementara saya, dalam tulisan ini berusaha menambahkan verifikasi saya
sendiri dari sumber-sumber lain yang saya jelaskan pada tempatnyaً.

1. Utsman ibn ‘Affan (47 SH – 35 H / 577 – 656 M)

1ً. Tarikah 1 (tunai) : 30 juta Dirham


2ً. Tarikah 2 (tunai) : 150ً.000 Dinar
3ً. Sedekah : 200ً.000 Dinar
4ً. Unta : 1000 ekor

(Sumber : al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 7, halً. 214, Ibn Katsir)

Jika dirupiahkan

1ً. Tarikah 1 (tunai) : 1ً.845ً.690ً.000ً.000


2ً. Tarikah 2 (tunai) : 291ً.219ً.750ً.000
3ً. Sedekah : 388ً.293ً.000ً.000
4ً. Unta : 7ً.740ً.000ً.000

Jumlah: 2.532.942.750.000 (Dua Triliun, Lima Ratus Tiga Puluh Dua Milyar,
Sembilan Ratus Empat Puluh Dua Juta, Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)

Perhitungan di atas bisa jadi lebih kecil dari realitanya karena beberapa aset dan
sedekah beliau yang tidak dimasukkan, seperti

 pembelian lahan untuk sumur "Rumah" senilai 20ً.000 Dirham,


 hibah 950 unta untukperlengkapan perang Tabuk/’Usrahً.
(arً.wikipediaً.org/wiki/‫)عثمان_بن_عفان‬
 aset tanah (dhiya’) dan kuda yang jumlahnya amat sangat banyak (Tarikh Ibn
Khaldun, Jil 1)

Anda dapat mengulangi perhitungannya dengan memasukkan data dari dua buku yang
saya sebutkanً.

Kekayaan lain, yaitu menikahi dua orang putri Rasulullah SAW (Ruqayyah lalu
Ummu Kultsum) gak usah dimasukkan ya! Sebab itu bukan kekayaan finansial, meski
itu juga sebuah kekayaan yang amat tak terkira.

2. Thalhah ibn ‘Ubaydillah ( ≈ 26 SH - 36 H / 598 - 656 M)

1ً. Tarikah 1 (tunai) : 2ً.200ً.000 Dirham


2ً. Tarikah 2 (tunai) : 200ً.000 Dinar
3ً. Sedekah 1 (tanah) : 300ً.000 Dirham (belum dapat verifikasinya)

Jika dirupiahkan

1ً. Tarikah 1 (tunai) : 135ً.350ً.600ً.000


2ً. Tarikah 2 (tunai) : 388ً.293ً.000ً.000
3ً. Sedekah 1 (tanah) : 18ً.456ً.900ً.000

Jumlah: 542.100.500.000 (Lima Ratus Empat Puluh Dua Milyar, Seratus Juta, Lima
RatusRibu Rupiah)

Sementara itu, sumber lain (al-Thabaqat al-Kubra,Juz 3, halً. 222, Ibn Sa’d) mengutip
bahwa total kekayaan (tunai dan non tunai) saat Thalhah RA wafat –termasuk poin a
dan b yang disebut di atas- adalah :

30.000.000 Dirham atau setara Rp. 1.845.690.000.000 (Satu Triliun, Delapan Ratus
Empat Puluh Lima Milyar, Enam Ratus Sembilan Puluh Juta Rupiah)ً.

Drً. Yusuf menjelaskan, informasi yang terakhir ini disampaikan oleh –salah satunya-
Muhamad ibn‘Amr al-Waqidiy yang oleh beberapa ulama diragukan ke-tsiqah-annyaً.
(Tentangal-Waqidiy, lihat :wwwً.libraryً.islamwebً.net/newlibrary/showalamً.php?
ids=15472)

3. Az-Zubayr ibn al-‘Awwam (28 SH -36 H / 594 - 656 M)

Konon, satu-satunya orang yang setanding dalam kemahiran beliau bertempur sambil
berkuda adalah Khalid ibn al-Walid (the Drawn Sword of God)ً. Kedua sahabat ini
mampu berkuda sambil kedua tangannya menggenggam pedang, sedangkan
pengendalian kuda dilakukan dengan kakinyaً.

Seperti diinformasikan oleh al-Bukhariy (al-Jami’ al-Shahih li al-Bukhariy, Juz 3, halً.


1137), Az-Zubayr RA wafat hanya meninggalkan kekayaan berupa aset tidak bergerak
(tanah), termasuk di antaranya adalah sebuah rimba belantara, 11 (sebelas) rumah
(besar/daar) di Madinah, 2 (dua) rumah di Bashrah, dan 1 (satu) rumah masing-
masing di Kufah dan di Mesirً.

Beliau mewasiatkan 1/3 dari total harta peninggalannya (tarikah) untuk para cucunyaً.
Lalu 2/3-nya dibagi-bagikan kepada ahli warisnyaً.

Beliau memiliki istri empat orang di mana setiap setiap istri mendapatkan waris
senilai 1ً.200ً.000 Dirham dari 2/3 total tarikah (Shahih al-Bukhariy)ً. Berdasarkan info
ini, berikut adalah perhitungan total nilai kekayaan peninggalan beliau, termasuk yang
diwasiatkannya kepada para cucunya :

 Bagian istri : 1ً.200ً.000 x 4 (orang istri) = 4ً.800ً.000Dirhamً.


Angka ini -sesuai akuntansi waris- adalah 1/8 dari 2/3 total tarikah (harta waris)
setelah dikurangi 1/3 untuk wasiatً.
 Total yang diwariskan : 4ً.800ً.000 Dirham x 8 = 38ً.400ً.000 Dirham = 2/3 total
tarikahً.
 Nilai yang diwasiatkan : 38ً.400ً.000 : 2 = 19ً.200ً.000 = 1/3 total tarikah

Total tarikah (termasuk wasiat) adalah

= 38ً.400ً.000 Dirham + 19ً.200ً.000 Dirham

= 57.600.000 Dirham

atau -jika dirupiahkan- setara dengan 3.543.724.800.000 (Tiga Triliun, Lima Ratus
Empat Puluh TigaMilyar, Tujuh Ratus Dua puluh Empat Juta, Delapan Ratus Ribu
Rupiah)ً.

Sampai sini maka kekayaan sayyidina az-Zubayr RA berada di atas kekayaan


sayyidina Utsman RA dan sayyidina Thalhahً. Hanya saja –sesuai info al-Bukhariy-
seluruhnya dalam bentuk aset tidak bergerakً.

4. ‘Abdurrahman ibn ‘Awf (44 SH - 32H / 580 - 652 M)

Kekayaan sahabat yang satu ini benar-benar membuat geleng kepalaً. Beliau adalah
orang kedelapan yang masuk Islamً. Usianya 10 tahun lebih muda dari Nabi SAWً.
Beliau mengikuti semua peperangan dalam sejarah perjuangan Islam di era Nabi
SAWً. Beliau terkenal sebagai pebisnis ulungً. Saat tiba di Madinah (era hijrah), beliau
datang dengan tangan kosongً. Seperak pun tidak dimiliknyaً. Lalu Rasulullah
menjalinkan mu’akhah antara beliau dengan Sa’d ibn al-Rabi’, salah satu orang kaya
Madinah saat ituً. Sa’d menawarkan setengah dari harta miliknya untuk beliau,
termasuk menceraikan salah satu dari dua orang istrinya untuk bisa dinikahi beliauً.
Namun beliau menolak halus dan penuh respek sambil berkata, “Semoga Allah
memberikan keberkahan kepadamu terkait istri dan hartamuً. Cukup tunjukkan aku di
mana pasarً.”

Total aset kekayaan saat beliau wafat –seperti dikutip oleh Ibn Hajar-
adalah 3.200.000 (Dinar [dalam asumsi Ibn Hajar, al-Fath, Juz 14, halً. 448])ً. Nilai ini
didapatkan dari informasi yang mengatakan bahwa saat wafat, masing-masing dari
empat orang istrinya menerima sebesar 100ً.000 Dinarً. Dengan akuntasi Fara`idh,
maka total tarikah (harta yang ditinggalkannya) adalah :

100ً.000 dinar x 4 (orang istri) x 8 (ashl al-mas`alah) = 3.200.000 Dinarً.

Jika dirupiahkan maka nilai tersebut setara dengan 6.212.688.000.000 (Enam


Triliun,Dua Ratus Dua Belas Milyar, Enam Ratus Delapan Puluh Delapan Juta
Rupiah)ً.

Sementara itu, terdapat versi lain, Ibn Katsir (al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 7,
hal, 184) mengutip, saat wafat beliau meninggalkan aset terdiri dari :

 1000 ekor unta


 100 ekor kuda
 3000 ekor kambing (di Baqi’)

Seluruh istrinya yang berjumlah empat orang memperoleh (dari harga jual aset
tersebut) sebesar 320ً.000 (Dinar[?])ً. Nilai ini adalah 1/8 dari total harta diwarisً.
Masing-masing istri mendapatkan 80ً.000(Dinar[?])ً.

Dengan data ini maka total peninggalan adalah 80ً.000 x 4 (orang istri) x 8
= 2.560.000 (Dinar[?])ً.

Jika dirupiahkan nilainya setara dengan 4.970.150.400.000 (Empat Triliun, Sembilan


Ratus Tujuh Puluh Milyar, Seratus Lima Puluh Juta, Empat Ratus Ribu Rupiah)

Pertanyaan yang menggantung di kepala sayaً.


Apakah aset yang disebut Ibn Katsir di sini berbeda dengan aset yang dikutip oleh Ibn
Hajar sebelumnya? Atau aset yang sama hanya berbeda perhitungan atau perbedaan
riwayat?

Jika aset berbeda maka sungguh sebuah kekayaan yang membuat kita layak ber-masya
Allah untuk seorang manusia yang –dalam waktu yang sama- telah diberitakan
sebagai penghuni surgaً. Sungguh, di dunia hasanah, di akhirat hasanahً.

Apapun asumsinya, bahkan jika kedua info itu terkait obyek yang sama maka
Abdurrahman -dengan nilai kekayaan seperti ini- tetap berada di peringkat pertama
dari 3 sahabat Rasulullah SAW yang sudah disebutkan di atasً.

Kerennya lagi, saat hendak wafat beliau berwasiat memberikan 400 Dinar kepada para
peserta perang Badr yang masih hidup yang jumlahnya saat itu sebanyak 100 orangً.
Total nilai wasiat menjadi 400 Dinar x 100 = 40.000 Dinar atau
setara 77.658.600.000 (Tujuh Puluh Tujuh Milyar, Enam Ratus Lima Puluh Delapan
Juta, Enam Ratus Ribu Rupiah)ً. Sayyidina Ustman RA dan sayyidina Ali RA
termasuk di antara yang menerimanyaً.

Wasiat tersebut belum termasuk wasiat yang diberikannya secara khusus kepada para
istri Rasulullah SAW yang masih hidup dengan jumlah besarً. Sampai Aisyah RA
sendiri berdoa, “Semoga Allah menyiraminya dengan cairan dari nektarً.” (nektar atau
salsabil atau madu bunga adalah cairan yang kaya dengan gula yang dihasilkan oleh
tumbuhan)ً. Belum lagi dengan budak-budak yang dimerdekakannya secara cuma-
cumaً.

Maa Sya`allah Kaan. Wa maa lam yasya` yo nasib!

5. Sa’d ibn Abi Waqqash (23 SH - 55 H / 600 - 675 M)

Dalam sepanjang sejarah peperangan Islam, beliau tercatat sebagai orang yang
pertama kali kena tusuk anak panah dan beliau pula yang pertama kali dalam sejarah
Islam melesatkan panah dari busurnya ke arah musuhً. Beliau termasuk generasi awal
yang masuk Islamً. Sebagian informasi menyebutnya sebagai orang keempat dari
kalangan laki-laki yang masuk Islam awalً. Sebelumnya ada Abu bakr, Ali dan Zayd,
radhiyallah ‘anhumً.

Nilai tarikah atau harta warisnya -seperti dikutip oleh Ibn Katsir- sebesar 250.000
Dirham (al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 8, halً. 84)ً. Jika dirupiahkan, nilai ini setara
dengan 15.380.750.000 (Lima Belas Milyar, Tiga Ratus Delapan Puluh juta, Tujuh
Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)ً.
----

Demikian data kekayaan 5 (lima) orang sahabat Rasulullah SAW yang terkaya, yang
dalam waktu yang sama diberi berita gembira tentang perolehan surgaً. Inilah harta
yang berada di tangan orang yang tepatً.Mal shalih fi yad rajul shalihً.

Mereka adalah manusia-manusia yang luar biasa karena -biasanya- kekayaan di mana-
mana sering menjauhkan diri dari Allah dan melenakan, sebagaimana sering
diingatkan oleh al-Qur`an dan Sunnahً. Mereka adalah teladanً. Bagaimana tidak?
Mereka turun sepenuhnya dari sisi finansial dan nyawa ke dalam pertempuran penuh
darah dalam membela dan menegakkan ajaran Islamً. Sebuah fenomena langka yang
sulit dijumpai pada orang kaya modernً.

----

Standar nilai tukar yang digunakan dalam tulisan ini :

 Harga beli Dinar (4,25 gram emas murni), 27 April 2013 di geraidinarً.com :
Rpً. 1ً.941ً.465
 Harga beli Dirham (4,25 gram perak murni), 27 April 2013 di geraidinarً.com :
Rpً. 61ً.523ً.
 Harga unta 3000 riyal per ekor (harga unta di pasar Ukaz tahun 2011 berkisar
antara 1ً.800 Riyal hingga 4ً.000 Riyal, tergantung usia untaً. Namun, yang
sesuai dengan diyat adalah 3ً.000 Riyal dengan usia 3 tahun)ً. 1 riyal (beli) =
Rpً. 2ً.580 (27 April 2013 – vipً.coً.id)ً. Asumsi “santai” 1 ekor unta = 3000 riyal
Saudi x 2ً.580 = Rpً. 7ً.740ً.000,-

Catatan:

 Di era Rasulullah, Nilai tukar 1 dinar = 10 Dirhamً. Meski demikian saya


menggunakan standar emas berbanding perak yang berlaku sekarang untuk
mendapatkan nilai yang mendekati di era sekarangً.
 Anda boleh tidak setuju dengan standar yang saya pakaiً. Saya juga tidak terlalu
serius untuk hal iniً. Standar ini hanya digunakan untuk mendapatkan kisaran
nilai umum sajaً.
 Biar bagaimana pun saya yakin seyakin-yakinnya bahwa perhitungan seluruh
aset kekakayaan di atas adalah lebih kecil dari realitanya, mengingat seluruh
sahabat yang disebut di atas dikenal sebagai dermawan “kelas super berat”ً.
Artinya, data di atas belum secara sepenuhnya menyebutkan
nilaicharity mereka selama hidupnyaً.
Radhiyallah 'an hum
http://alpontren.com/index.php?
mact=News,cntnt01,print,0&cntnt01articleid=65&cntnt01showtemplate=false&cntnt01returnid=15

SEMBILAN JENDRAL ISLAM TERHEBAT DALAM SEJARAH


ISLAM
4 September 2013 pukul 15:44

Islam merupakan agama dengan perkembangan terpesat di dunia. Manusia


berbondong-bondong memeluk agama suci ini. Seiring hebatnya tudingan terhadap
Islam, tidak menjadi penghalang lahirnya muallaf-muallaf baru. Sebagai contoh adalah
Inggris, negara Ratu Elizabeth ini merupakan salah satu negara dengan perkembangan
agama Islam terpesat. Terbukti dengan munculnya nama "Muhammad" sebagai nama
bayi terpopuler. Penyebaran Islam yang begitu luas tak bisa dipungkiri merupakan salah
satu hasil perjuangan para syuhada pada zaman dahulu. Mulai dari zaman awal lahirnya
Islam sampai saat ini. Bila kita mempelajari sejarah Islam secara mendalam, kita bisa
tahu bahwa perjuangan Islam tak lepas dari banyaknya peperangan yang terjadi antara
umat muslim dengan bangsa-bangsa di dunia seperti bangsa Romawi dll. Kemenangan
demi kemenangan diraih umat muslim berkat jendral-jendral Islam terhebat. Siapakah
beliau..? dibawah ini masdiqk berikan nama-nama "Jendral Perang Islam Terhebat dalam
Sejarah"

1. Khalid Bin Walid Khalid ibn al-Walid (584 - 642),

Khalid bin Walid, adalah seorang panglima perang pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin yang termahsyur dan ditakuti di medan perang serta dijuluki sebagai Saifullah
Al-Maslul (pedang Allah yang terhunus). Dia adalah salah satu dari panglima-panglima
perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya.

2. Muhammad Al-Fatih ( Mehmed II )

Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman:
Mehmed-i sani, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih, "sang
Penakluk"Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak
kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya
yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia
merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar
As-Siddiq.

3. Salahuddin Ayyubi ( Saladin )

Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah
seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia
mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz
dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan,
kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang
melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia
memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu
Dawud

4. Abu Ubaidah bin al-Jarrah.

Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekkah yang termasuk
paling awal untuk memeluk agama Islam. Ia ikut berhijrah ke Habasyah (saat ini
Ethiopia) dan kemudian, Ia hijrah ke Madinah. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam
membela Islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Ia merupakan salah satu calon
Khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Setelah terpilihnya Abu
Bakar sebagai Khalifah, Beliau ditunjuk untuk menjadi panglima perang memimpin
pasukan Muslim untuk berperang melawan Kekaisaran Romawi. Ia meninggal
disebabkan oleh wabah penyakit.

5. Sa'ad bin Abi Waqqas.

Sa`ad bin Abī Waqqās merupakan salah seorang yang awal masuk Islam dan salah satu
sahabat penting Muhammad. Kepahlawanan Sa'ad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta
emas saat memimpin pasukan Islam melawan melawan tentara Persia di Qadissyah.
Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam.

6. Tariq Bin Ziyad.

Tariq bin Ziyad, dikenal dalam sejarah Spanyol sebagai legenda dengan sebutan Taric el
Tuerto (Taric yang memiliki satu mata), adalah seorang jendral dari dinasti Umayyah
yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus (Spanyol, Portugal,
Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) pada tahun 711 M

7. Syurahbil bin Hasanah (583-639)

Adalah sahabat Muhammad. Dia merupakan salah satu komandan tersukes dalam
pasukan Rasyidin, bertugas di bawah Khalifah Rasyidin Abu Bakar dan Umar bin
Khattab. Dia merupakan salah satu komandan lapangan utama selama penaklukan
Muslim di Suriah, bertugas sejak tahun 634 hingga kematiannya pada tahun 639 akibat
wabah.

8. Abdullah bin Aamir.


Abdullah bin Aamir adalah gubernur Busrha (647–656) dan merupakan jenderal militer
yang sangat sukes pada masa pemerintahan Khalifah Rasyidin Utsman bin Affan. Dia
dikenal atas kehebatannya dalam administrasi dan militer.

9. Amru Bin Ash.

Pada awalnya Beliau pernah mengambil bagian dalam peperangan menetang Nabi
Muhammad SAW dan kaum Muslim. Ia masuk Islam bersama Khalid bin Walid. Enam
bulan setelah masuk Islam, beliau bersama Rasulullah SAW menaklukan Mekkah dalam
peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi
perang.Beliau adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis dan Mesir dari
cengkraman Romawi. Ia kemudian dilantik sebagai gubernur Mesir oleh Umar bin
Khattab, tetapi kemudian dipecat oleh Khalifah Usman bin Affan. Selanjutnya Muawiyah
bin Abu Sufyan melantik kembali beliau menjadi gubernur Mesir. Panglima Amru
mengerahkan tentara yang al-Quran menjujung diujung tombak, ia menggunakan cara
ini dalam pertempuran dengan Ali bin Abi Thalib agar Ali bin Abi Thalib menghentikan
serangan.
ABU DARDA RADHIYALLAHU ANHU, SAHABAT YANG ZUHUD DAN TAAT
BERIBADAH

Nama beliau adalah Uwaimir bin Amir bin Mâlik bin Zaid bin Qais bin Umayyah
bin Amir bin Adi bin Ka`b bin Khazraj bin al-Harits bin Khazraj. Ada yang
berpendapat, namanya adalah Amir bin Mâlik, sedangkan Uwaimir adalah
julukannya. Ibunya bernama Mahabbah binti Wâqid bin Amir bin Ithnâbah. Beliau
termasuk Sahabat yang akhir masuk Islam. Akan tetapi, beliau termasuk Sahabat
yang bagus keislamannya, seorang faqih, pandai dan bijaksana. Rasulullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Salman al-Fârisi
Radhiyallahu anhu . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Uwaimir
adalah hakîmul ummah (seorang yang sangat bijaksana).” Beliau Radhiyallahu
anhu mengikuti berbagai peperangan setelah perang Uhud. Adapun keikutsertaan
beliau dalam perang Uhud masih diperselisihkan. [Usudul ghâbah 5/97]

BELIAU ADALAH SAHABAT YANG ZUHUD DAN RAJIN BERIBADAH


Abu Juhaifah Wahb bin `Abdillâh Radhiyallahu anhu berkata, “Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mempersaudarakan Salman al-Fârisi dan Abu Darda`
Radhiyallahu anhuma.” Setelah itu Salmân Radhiyallahu anhu mengunjungi Abu
Darda` Radhiyallahu anhu. Dia melihat Ummu Darda`Radhiyallahu anha memakai
pakaian kerja dan tidak mengenakan pakaian yang bagus. Salman Radhiyallahu
anhu bertanya kepadanya, “Wahai Ummu Darda`, kenapa engkau berpakaian
seperti itu?”
Ummu Darda` Radhiyallahu anha menjawab, “Saudaramu Abu Darda` Radhiyallahu
anhu sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa
dan di malam hari dia selalu shalat malam.”
Lantas datanglah Abu Darda` Radhiyallahu anhu dan menghidangkan makanan
kepadanya seraya berkata, “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku
sedang berpuasa”

Salman Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku tidak akan makan hingga engkau
makan.” Lantas Abu Darda` Radhiyallahu anhu pun ikut makan.

Tatkala malam telah tiba, Abu Darda` Radhiyallahu anhu pergi untuk mengerjakan
shalat. Akan tetapi, Salman Radhiyallahu anhu menegurnya dengan mengatakan,
“tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak
shalat, dan Salman Radhiyallahu anhu berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” (dia
pun tidur lagi-pen)

Ketika malam sudah lewat Salman Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Darda`
Radhiyallahu anhu , “Wahai Abu Darda`, sekarang bangunlah”. Maka keduanya
pun mengerjakan shalat”

Setelah selesai shalat, Salman Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Darda`
Radhiyallahu anhu, “ (Wahai Abu Darda`) sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak
atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga
mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”

(selanjutnya) Abu Darda` Radhiyallahu anhu mendatangi Rasulullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Salman benar” [HR. al-Bukhâri no.
1867., kitab Ash-Shahâbah hlm.462]

Dalam riwayat lain yang lain, Abu Darda` Radhiyallahu anhu mengatakan, “Tatkala
Nabi diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin
menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu.
Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada
Allah Azza wa Jalla . Demi Allah Azza wa Jalla , alangkah senangnya seandainya
aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan
shalat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku
sedekahkan semua di jalan Allah Azza wa Jalla .”

Seseorang bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Darda` Radhiyallahu anhu ,


kenapa engkau membenci hal (harta) itu?”

Beliau menjawab, “Aku takut (hisab yang dahsyat). Pada hari kiamat Allah Azza
wa Jalla akan menghisab hartaku ini dan bertanya kepadaku dua hal :

Pertama : Darimana harta itu diperoleh, dan


Kedua : Kemana harta itu dibelanjakan. Harta yang halal ada hisabnya dan harta
yang haram ada siksanya.” [Ash-Shahâbah hlm. 461-463]
Dalam riwayat lain Abu Darda` Radhiyallahu anhu mengatakan, “Aku senang
seandainya aku bisa berdagang di jalan dekat pintu masjid, setiap harinya aku
bisa memperoleh 300 dinar dan aku bisa mengerjakan shalat lima waktu di
masjid. Aku tidaklah mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Akan tetapi aku lebih senang
menjadi orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari
beribadah kepada Allah Azza wa Jalla .’” [Al-Hilyah 1/20 / Ash-Shahabah hlm. 463]

KISAH BERPULANGNYA BELIAU RADHIYALLAHU ANHU MENGHADAP ALLAH


AZZA WA JALLA
Syumaith bin Ajlân rahimahullah berkata, “Tatkala Abu Darda` Radhiyallahu anhu
hendak meninggal dunia, beliau merasa gelisah. Ummu darda` Radhiyallahu anha
berkata kepadanya, ‘(Wahai Abu Darda`), bukankah engkau pernah
memberitahuku bahwa engkau mencintai kematian?’ Abu Darda` Radhiyallahu
anhu menjawab, ‘Demi Allah, benar’, akan tetapi tatkala aku yakin akan
meninggal dunia, aku menjadi benci kepada kematian, kemudian Abu Darda`
Radhiyallahu anhu menangis dan mengatakan, ‘Sekarang adalah detik-detik akhir
hidupku di dunia ini. Bimbinglah aku mengucapkan lâ ilâha illallâh.’ Akhirnya Abu
Darda` Radhiyallahu anhu senantiasa mengucapkan kalimat itu hingga meninggal
dunia.” Beliau wafat dua tahun sebelum pembunuhan Utsmân bin Affân
Radhiyallahu anhu . Ada yang mengatakan bahwa beliau wafat setelah perang
Siffin. Ada yang mengatakan tahun 23 atau 24 H. di kota Dimasyq dan ada juga
yang mengatakan tahun 38 atau 39. Akan tetapi, yang masyhur dari kebanyakan
para ahli ilmu adalah beliau wafat pada masa kekhalifahan Utsmân Radhiyallahu
anhu . [Usudul Ghâbah 4/18-19, no. 4136]
DI ANTARA PESAN-PESAN ABU DARDA RADHIYALLAHU ANHU
Beliau mengatakan, “Seandainya kalian mengetahui apa yang akan kalian lihat
setelah kematian, pasti kalian tidak akan berselera untuk makan, minum, dan
berteduh di dalam rumah. Kalian akan keluar menuju tempat-tempat yang tinggi
dan memukul-mukul dada kalian serta menangisi diri-sendiri. Sungguh, aku lebih
senang menjadi sebatang pohon yang dikunyah kemudian ditelan. [Az-Zuhd,
Imam Ahmad/ Ash-Shahâbah hlm. 465]
Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Siapa yang banyak mengingat kematian,
maka ia akan sedikit gembira dan jarang berbuat hasad”

Beliau berkata, “Ada 3 hal yang membuatku tertawa dan 3 hal yang membuatku
menagis. 3 hal yang membuatku tertawa yaitu :

Pertama : Orang yang cita-citanya adalah duniawi, padahal kematian selau


mengintainya

Kedua: Orang yang lalai dari kematian, padahal kematian tidak pernah lalai
kepadanya, dan

Ketiga: Orang yang berlalu banyak tertawa, ia tidak tahu apakah Allah Azza wa
Jalla murka atau ridha kepadanya.

Adapun 3 hal yang membuatku menangis adalah, dahsyatnya kiamat, terputusnya


amal, dan keadaanku di hadapan Allah Azza wa Jalla , apakah akan dimasukkan
di surga atau neraka.”

Beliau juga pernah berkata, “Wahai manusia, injakkan kakimu ke tanah.


Sesungguhnya sebentar lagi ia akan menjadi kuburmu. Wahai manusia,
sesungguhnya hidupmu hanya beberapa hari, tiap kali waktu berlalu, berarti
sebagian hidupmu telah pergi. Wahai manusia, engkau sekarang ini selalu
menghabiskan umurmu sejak lahir dari rahim ibumu. ” Seorang penyair
mengatakan:
‫طنوى نوهقسن نمنرابحقل‬ ‫ظنة نوأنسياقمننا تق ل‬ ‫ننبسليقر إبنلى لالْنجابل بملن قكصل لنلح ن‬
‫ي نبابطقل‬ ‫ن‬
‫ن ب س‬‫ما‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ل‬
‫ا‬ ‫ق‬ ‫ه‬ ‫ل‬
‫ت‬ ‫س‬ ‫ط‬ ‫خ‬‫ن‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫ت نحايقا نك ب ن‬
‫ما‬ ‫ن‬
‫ذا‬ ‫إ‬ ‫ق‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫ن‬‫ن‬ ‫أ‬ ‫نولنلم أننر بملثنل اللنملو ب‬
‫س نشابعقل‬ ‫ب بللسر ل‬
‫أ‬ ‫ق‬ ‫ل‬
‫ي‬ ‫س‬
‫ش‬ ‫وال‬ ‫بب ن‬‫ه‬‫ب‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ل‬
‫ي‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ف‬ ‫با‬
‫ن‬ ‫ص‬
‫ص‬ ‫ال‬ ‫ط فبلي نزنمبن‬ ‫نونما أنلقبننح التسلفبرلي ن‬
‫ب‬
‫ك أنسيانما نوهقسن قنلن ئبقل‬ ‫تننرسحلل بمنن الشدلننيا ببنزاند بمنن الشتنقى فنقعلمقر ن‬
Kita berjalan menuju ajal dalam setiap detiknya
Hari-hari kita selalu berlalu, dan memiliki tahapan-tahapan
Aku belum pernah melihat ada sesuatu yang lebih meyakinkan daripada
kematian
Seolah-olah, semua yang tidak dijangkau oleh angan-angan (kematian-pen), tidak
bisa diterima.
Alangkah buruknya perbuatan kita (meninggalkan agama-pen) tatkala muda
Lantas, bagaimana seseorang itu tetap meninggalkan agama, padahal ubannya
telah menyala
Berjalanlah kamu di dunia ini dengan bekal takwa
Karena, umurmu hanyalah beberapa hari, dan itu sangatlah sedikit
Demikian sosok sahabat yang agung, mudah-mudahan bisa kita jadikan sebagai
suri teladan yang baik. Wallâhu a`lam

Referensi
1. Kitab Ash-Shahabah,Dr, Shalih bin Thaha Abdul Wahid, Maktabah Ghuraba
2. Usudul Ghâbah fi Makrifati Shahabah, Izzudin bin Atsir Abil Hasan Ali bin
Muhammad al-Jaziri
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Sumber: https://almanhaj.or.id/3806-abu-darda-radhiyallahu-anhu-sahabat-yang-
zuhud-dan-taat-beribadah.html

Sahabat paling merdu suaranya

ABDULLAH IBNU MAS’UD


Dia adalah seorang sahabat Nabi SAW yang paling merdu suaranya ketika
membaca Al Qur’an. Seorang yang alim, faqih, cerdas dan terpelajar dan
seseorang yang selalu menyiapkan siwak dan sandal Rasulullah SAW. Sering juga
dia membentangkan kain untuk hijab bila Rasulullah SAW sedang buang hajat
dan mandi atau menyiapkan air untuk wudhu kekasihnya itu. Dialah Abdullah
Ibnu Mas’ud.Suatu hari beliau SAW berkata kepadanya : “Bacakanlah kepadaku
Al-Quran”, Abdullah bin Mas’ud berkata : sayamembacakan Al-Quran atasmu
sementara Al-Quran turun kepadamu ? Beliau SAW bersabda: “Aku sangat senang
mendengar ayat Al-Quran dari selainku”, makabeliaupun membaca surat An-Nisa,
maka Rasulullah SAW punmenangis dan berkata kepadanya: Cukuplah sampai
disitu !” (HR Bukhari).
Abdullah Ibnu Mas’ud r.a juga merupakan sahabat yang paling banyak dalam
menghafal Al Qurandengan kualitas suara yang sangat merdu. Karena itulah
Rasulullah saw pernah bersabda : “Mintalah kalian akan bacaan Al-Quran pada
empat sahabat : Abdullah bin Mas’ud, Salim maula Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab dan
Mu’adz bin Jabal”. (HR. Bukhari).
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh Abdullah bin Mas’ud memanjat
sebuah pohon untuk memetik buahnya, ketika para sahabat melihat betis
kakinya mereka tertawa, maka Rasulullah saw bersabda : “Apa yang kalian
tertawakan? sungguhkaki Abdullah bin Mas’ud lebih berat timbangannya pada
hari kiamat dari siapapun”. (HR. Ahmad, Ibnu Sa’ad dan Abu Na’im)
Mengenai kepahamannya dalam hal seluk beluk Al Qur’an Abdullah bin Mas’ud r.a
pernah berkata “ Saya mendapatkan dari lisan Rasulullah SAW tujuhpuluh puluh
surat, sungguh aku lebih faham tentang kitabullah dari sahabat lainnya padahal
aku tidak lebih baik dari mereka, dan tidak ada dalam kitabullah baik berupa
surat ataupun ayat kecuali aku tahu dimana diturunkan dan kapan diturunkan”
Masa kecil Abdullah Ibnu Mas’ud dihabiskan dengan mengembalakan kambing
milik tuannya Uqbah bin Mu’ith. Saat mengembalakan kambing inilah iapertama
kali bertemu dengan Rasulullah SAW yang waktu itu ditemani oleh Abu Bakar As
Shiddiq. Pertemuan waktu itu begitu berkesan karena RasulullahSAW sempat
menunjukkan mukjizatnya dengan mengusap usap puting kambing yang mandul
dan tidak pernah menghasilkan susu dan kemudiandari kambing betina yang
mandul itu menghasilkan air susu yang segar dan banyak. Abdullah bin Mas’ud r.a
terpesona dengan kejadian tersebut dan semakin kagum dengan ketinggian
akhlak Rasulullah SAW yang begitu indah.
Abdullah bin Mas’ud pun masuk islam dan termasuk dalam golongan yang awal
awal masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud r.a sangat tertarik dengan bahasa Al
Qur’an dan dia belajar sungguh sungguh untuk mendalaminya. Kalau dulu dia
dianggap sebelah mata oleh penduduk Mekkah karena seorang budak kini dia
menjadi pendidik bagi masyarakat Mekkah bila mereka hendak belajar Al Qur’an.
SungguhAllah SWT akan meninggikan kedudukan seseorang karena Al Qur’an
dan akan merendahkan kedudukan seseorang juga dengan Al Qur’an.
Abdullah bin Mas’ud juga seorang ahli hikmah ,pernah suatu hari diamemberi
nasihatnya “Wahai sekalian manusia, hendaklah kalian taat dan selalu berada
dalam jamaah, karena yang demikian adalah tali Allah yang telah diperintahkan,
dan sesungguhnya sesuatu yang kalian tidak sukai dalam berjamaah lebih baik
daripada sesuatu yang kalian cintai dalam berpecah belah”.
Saat umur 60 tahun Sahabat yang mulia ini menghembuskan nafas terakhirnya
dengan meninggalkan sembilan anak perempuan. Disaat sakaratul mautAmirul
Mukmini Utsman bin Affan datang menengoknya dan menawarkan sebagian harta
Khalifah untuk anak anak perempuannya, tapi Abdullah Ibnu mas’ud menolaknya
dan berkata “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang
membaca suratal-waqiah maka tidak menimpa dirinya kekurangan selamanya”.
(Ibnu Asakir).
Beliau beristirahat untuk selama lamanya bersama sahabat sahabat yang lain di
pemakaman Baqi.
Baca tausiyah-tausiyah inspiratif lainnya hanya di :

Sahabat ahli kedokteran

Jika kita menilik kembali sejarah, maka kita bisa menemukan beberapa Sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki andil dalam dunia
kesehatan.walaupun di saat itu belum ada yang benar-benar fokus menjadi
dokter atau bidan, kemudian membuka praktek khusus dengan plang nama di
rumah mereka. Berikut beberapa dari mereka yang memiliki andil dalam dunia
kesehatan.

1.’Aisyah binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha

‘Aisyah adalah sosok wanita yang cerdas. Kecerdasan beliau diakui oleh banyak
para sahabat dan murid-murid beliau.

Az-Zuhri Berkata,

“Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengan ilmu seluruh para wanita lain, maka
ilmu Aisyah lebih utama.” (Siyar A’lam An-Nubala’ 2/185)

Atha’ berkata,

“Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah


pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.” (Siyar A’lam An-
Nubala’ 2/185)

Kecerdasan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tercermin dari pintarnya ia juga dalam ilmu
kedokteran yang membuat orang lain kagum, ia hanya sekedar mendengar dan
menyaksikan tanpa ada yang mengajarkan secara langsung.

Hisyam bin Urwah menceritakan dari ayahnya yang berkata,

“Sungguh aku telah bertemu dengan Aisyah, maka aku tidak mendapatkan
seorangpun yang lebih pintar darinya tentang Al Qur’an, hal-hal yang fardhu,
sunnah, sya’ir, yang paling banyak meriwayatkan, sejarah Arab, ilmu nasab, ilmu
ini, ilmu itu dan ilmu qhadi dan ilmu kedokteran, maka aku bertanya kepada
beliau, “Wahai bibi, kepada siapa anda belajar tentang ilmu kedokteran?” Maka
beliau menjawab, “Tatkala aku sakit, maka aku perhatikan gejala-gejalanya dan
aku mendengar dari orang-orang menceritakan perihal sakitnya, kemudian aku
menghafalnya.” ( Hilyatul Auliya’ 2/49)
Suatu saat Hisyam bin Urwah berkata kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha,

“Wahai ibu (ummul mukminin), saya tidak heran/takjub engkau pintar ilmu fiqh
karena engkau adalah Istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anak Abu
Bakar. Saya juga tidak heran/takjub engkau ointar ilmu Sya’ir dan sejarah
manusia (Arab) karena engkau adalah anak Abu Bakar dan Abu bakar adalah
manusia yang paling pandai (mengenai sya’ir dan sejarah Arab). Akan tetapi
saya heran/takjub engkau pintar ilmu kedokteran, bagaimana dan darimana
engkau mempelajarinya?

Kemudian ia memegang kedua pundakku dan berkata,

Setiap utusan kabilah yang datang dari berbagai penjuru yang datang untuk
mengobati sakit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada akhir hayatnya,
maka aku mengamati/pelajari dari mereka dan aku mengobati dengan ilmu dari
sana.”(Hilyatul Auliya’ 2/50)

Ibnu Abdil Barr Berkata,

“Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan


dalam tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kedokteran, dan ilmu syair.”

2. Ummu Kultsum bin Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma

Beliau pernah menjadi “bidan” membantu persalinan di masa khalifah Umar bin
Khatthab radhillahu ‘anhu. Ya, tepatnya ketika beliau menemani sang suami yaitu
khalifah Umar membantu rakyatnya, ketika itu khalifah Umar sedang melakukan
kebiasaan rutinnya yaitu “ronda” pada malam hari melihat keadaan rakyatnya.
Berikut kisahnya:

Suatu ketika Umar keluar pada malam hari seperti biasanya untuk mengawasi
rakyatnya (inilah keadaan setiap pemimpin yang bertanggung jawab terhadap
yang dipimpinnya dalam naungan daulah Islamiyah), beliau melewati suatu desa
di Madinah. Tiba-tiba, beliau mendengar suara rintihan seorang wanita yang
bersumber dari dalam sebuah gubuk. Di depan pintu, ada seorang laki-laki yang
sedang duduk.

Umar mengucapkan salam kepadanya dan bertanya tentang apa yang terjadi.
Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin
mendapatkan kemurahan Amirul Mukminin. Umar bertanya tentang wanita di
dalam gubuk yang beliau dengar rintihannya. Laki-laki tersebut tidak mengetahui
bahwa yang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin, maka dia menjawab,
“Pergilah Anda! Semoga Allah merahmati Anda sehingga mendapatkan hal yang
Anda cari, dan janganlah Anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya
bagi Anda.”

Umar kembali mengulang-ulang pertanyaannya agar dia dapat membantu


kesulitannya, jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah istriku yang
hendak melahirkan dan tak ada seorang pun yang dapat membantunya.” Umar
pergi meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah dengan segera.

Beliau masuk menemui istrinya, yakni Ummu Kultsumdan berkata, “Apakah


kamu ingin mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?” Beliau
menjawab dalam keadaan penuh antusias dan berbahagia dengan kabar
gembira tersebut yang mana beliau merasa mendapatkan kehormatan
karenanya, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut, wahai Umar?” Maka Umar
memberitahukan kejadian yang beliau temui, kemudian Ummu Kultsum segera
bangkit dan mengambil peralatan untuk membantu melahirkan dan kebutuhan
bagi bayi, sedangkan Amirul Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada
mentega dan makanan. Beliau berangkat bersama istrinya hingga sampai ke
gubuk tersebut.

Ummu Kultsum masuk ke dalam gubuk dan membantu ibu yang hendak
melahirkan, dan beliau bekerja dengan semangat seorang bidan. Sementara itu,
Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil memasak
makanan yang beliau bawa. Tatkala istri laki-laki tadi melahirkan anaknya, Ummu
Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, “Beritakan kabar gembira
kepada temanmu, wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan
kepadanya seorang anak laki-laki.” Hal itu membuat orang Badui tersebut
terperanjat karena ternyata orang di sampingnya yang sedang memasak dan
meniup api adalah Amirul Mukminin.

3. Rufaidah binti Sa’ad radhiallahu ‘anha

Beliau terkenal sebagai perawat muslim pertama dizaman rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam . Wanita berhati mulia ini bernama lengkap Rufaidah binti Sa’ad
Bani Aslam Al-Khazraj. Beliau lahir di Yastrib dan tinggal di Madinah. Rufaidah
termasuk kaum Anshar, yaitu golongan yang pertama kali menganut Islam di
Madinah. Rufaidah mempelajari ilmu keperawatan saat ia bekerja membantu
ayahnya yang berprofesi sebagai seorang dokter.
Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Beliau hidup
di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di abad pertama
Hijriah/abad ke-8 Sesudah Masehi, dan diilustrasikan sebagai perawat teladan,
baik dan bersifat empati. Rufaidah seorang pemimpin, organisatoris, mampu
memobilisasi dan memotivasi orang lain. Dan digambarkan pula memiliki
pengalaman klinik yang dapat ditularkan kepada perawat lain, yang dilatih dan
bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek
klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan
masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit.
Rufaidah adalah public health nurse dan social worker, yang menjadi inspirasi
bagi profesi perawat di dunia Islam.

Ketika perang Badr, Uhud, Khandaq, dan perang khaibar, Rufaidah menjadi
sukarelawan yang merawat korban terluka akibat perang. Beberapa kelompok
wanita dilatihnya untuk menjadi perawat. Dalam perang Khaibar, mereka minta
ijin kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam , untuk ikut di garis
belakang pertempuran agar dapat merawat mereka yang terluka, dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkannya. Ketika damai, Rufaidah
membangun tenda di luar Masjid Nabawi untuk merawat kaum muslimin yang
sakit. Kemudian berkembang, dan berdirilah Rumah Sakit lapangan yang
terkenal saat perang dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
memerintahkan korban yang terluka dirawat olehnya. Tercatat pula dalam
sejarah saat perang Ghazwat Al-Khandaq, Sa’ad bin Ma’adh yang terluka dan
tertancap panah di tangannya, dirawat oleh Rufaidah hingga sembuh.

Beberapa wanita muslim yang terkenal sebagai perawat adalah :


• Ku’ayibat,
• Aminah binti Abi Qays Al-Ghifari,
• Ummu Atiyah Al-Ansariyat, dan
• Nusaibat binti Ka’ab Al-Maziniyat.

Litelatur lain menyebutkan beberapa nama yang terkenal menjadi perawat ketika
masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saat perang dan damai
adalah :
• Rufaidah binti Sa’ad Al-Aslamiyyat,
• Aminah binti Qays Al-Ghifariyat,
• Ummu Atiyah Al-Anasaiyat,
• Nusaibat binti Ka’ab Al-Amziniyat,
• Zainab dari kaum Bani Awad yang ahli dalam penyakit dan bedah mata.

Demikian semoga bermanfaat


Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam

Maraji’:

1.Siyar A’lam An-Nubala’

2.Hilyatul Auliya’

3.Mereka adalah Para Shahabiyah, Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa


Abu An-Nashir Asy-Syalabi, Pustaka At-Tibyan, Cetakan ke-10, 2009.

4.Martono, Nur.2006. Mengenang Perawat Muslim Pertama : Rufaidah binti


Sa’ad

https://muslimafiyah.com/tokoh-tenaga-medis-di-zaman-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html

SAHABAT YANG PALING BANYAK MERIWAYATKAN HADIS

Terdapat banyak tokoh yang sudah berperan dalam meriwayatkan hadis dari berbagai tobakot,
terutama kalangan sahabat yang bersentuhan langsung dengan Rasulullah saw. Kaitannya
dengan ilmu rijalul hadis, kuantitas sahabata dalam meriwayatkan hadis akan menentukan
penilaian para peneliti terhadap hadis yang diriwayatkannya, maka tersusunlah berbagai kitab
yang menuliskan tentang biografi perawi yang berhasil dikumpulkan oleh ulama-ulama yang
memang konsen dalam hal itu.
Dalam gambaran biografi tersebut, secara garis besar dikelompokan kepada dua kelompok, yaitu
al Muktsirun fi al riwayah yaitu para tokoh yang banyak meriwayatkan hadis, dan kelompok
kedua adalah para ulama hadis yang berhasil mentadwin hadis. Adapun yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah kelompok pertama.
Penting untuk diketahui, bahwa para sahabat telah dianggap banhyak meriwayatkan hadis bila ia
sudah meriwayatkan lebih dari 1000 hadis. Mereka itu adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Umar,
Anas bin Malik, Sayyidah Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, dan Abu Said al Hudri .

1. Abu Hurairah

Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis di antara tujuh orang
tersebut. Baqi bin Mikhlad mentahrijkan hadis Abu Hurairah sebanyak 5374 Hadis. Di antara
jumlah tersebut 352 hadis disepakati oleh Bukhori Muslim, 93 hadis diriwayatkan oleh Bukhori
sendiri dan 189 hadis diriwayatkan oleh Muslim sendiri. Menurut keterangan Ibn Jauzi dalam
Talqih Fuhumi al Atsar bahwa hadis yang diriwayatkannya sebanyak 5374, tapi menurut al
Kirmani berjumlah 5364 dan barada dalam Musnad Ahmad terdapat 3848 buah hadis.
Rasulullah sendirilah yang menjulukinya Abu Hurairah, ketika beliau melihatnya membawa
seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah itu semata karena kecintaan beliau kepadanya
sehingga jarang ada orang memanggilnya dengan nama sebenarnya yaitu Abdurrahman bin
Sakhir yang berasal dari bani Daus bin Adnan. Abu Hurairah memeluk islam pada tahun tujuh
hijriyah yaitu pada tahun terjadinya perang Khoibar dan meninggal di Aqiq pada tahun 57 H.
demikian menurut pendapat yang kuat.
Ia adalah pemimpin para ahli suffah yang menggunakan seluruh waktunya untuk beribadah di
masjid Nabi. Suffah adalah tempat beratap di dalam masjid para sahabat yang juhud itu
melindungkan diri di sana. Allah ternyata mengabulkan doa Nabi agar Abu Hurairah dianugrahi
hafalan yang kuat. Ia memang paling banyak hafalannya di antara para sahabat. Imam Bukhori,
Muslim dan at Tirmidzi mentakhrijkan sebuah hadis darinya bahwa ia pernah berkata “aku
pernah mengadu kepada Rasulullah, wahai utusan Allah aku pernah mendengar banyak darimu
tetapi aku tidak hafal. Rasulullah bersabda, bentangkanlah selendangmu, akupun
membentangkannya lalu Rasulullah menceritakan banyak hadis kepadaku dan aku tidak
melupakan sedikitpun apa yang beliau ceritakan kepadaku.”
Abu Hurairah telah meriwayatkan dari Nabi, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman
bin Zaid, Aisyah dan sahabat sahabat lain. Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya
melebihi 800 orang terdiri dari para sahabat dan tabi’in seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik. Sedangkan dari tabi’in di antaranya Said bin Al
Musayyad, Ibn Sirrin, Ikrimah, Mujahid dan as Sya’bi.
Sanad paling soheh yang berpangkal darinya ialah Ibn Shihab az Zuhri, dari Said bin al
Musayyad dari Abu Hurairah. Adapun yang paling dhoif adalah Assari bin Sulaiman, dari Daud
bin Yazid al Audi, dari bapaknya (Yazid al Audi) dari Abu Hurairah.

2. Abdullah bin Umar

Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2630 hadis. Di antara jumlah tersebut yang muttafaq
alaihi sebanyak 170 hadis, yang dari Bukhori sebanyak 80 hadis dan yang dari Muslim sebanyak
31 hadis.
Abdullah bin Umar adalah putra kholifah ke dua yaitu kholifah Umar bin Khottob dan saudara
kandung sayyidah Hafsah ummul mukminin. Ia salah seorang di antara orang orang yang
bernama Abdullah (al abadillah al arba’ah) yang terkenal sebagai pemberi fatwa.
Abdullah bin Umar dilahirkan tidak lama sesudah Nabi di utus. Umurnya 10 tahun ketika masuk
Islam bersama ayahnya, kemudian mendahului ayahnya untuk hijrah ke madinah pada saat
perang Uhud ia masih sangat muda sehingga Rasulullah menganggapnya masih terlalu kecil
untuk ikut perang dan tidak diizinkan. Tetapi sesudah perang Uhud ia banyak mengikuti
peperangan seperti perang Yarmuk, penaklukan Afrika, Mesir, serta penyerbuan Basrah.
Di antara silsilah sanad yang paling soheh yang sampai kepada Abdullah bin Umar ialah melalui
Malik ibn Anas dari Nafi’ sedangkan yang paling lemah ialah melalui Muhammad Abdullah ibn
Kosim dari ayahnya kemudian dari kakeknya.
Disamping menghafal hadis hadis yang diterimanya, beliau juga menuliskannya dalam beberapa
risalahnya. Hal ini diantaranya diketahui oleh Nafi’ di antara hadis hadis yang diriwayatkannya
ada juga yang ditulis oleh para ulama yang menerimanya seperti Sa’id bin Jubair, Abdul Ajiz bin
Marwan, Abdul Malik bin Marwan dan Nafi’.
Abdullah bin Umar wafat pada tahun 73 H, ada yang mengatakan bahwa al Hajjaj menyusupkan
seseorang ke rumahnya kemudian membunuhnya. Dikatakan mula-mula di racun, kemudian di
tombak dan dirajam. Pendapat lain mengatakan bahwa Ibn Umar meninggal secara wajar,
informasi ini diragukan kebenarannya.

3. Anas bin Malik

Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2286 hadis. Di antara jumlah tersebut yang muttafaq
alaihi sebanyak 168 hadis yang diriwayatkan Bukhori sebanyak 8 hadis dan yang diriwayatkan
Muslim sebanyak 70 hadis.
Nama lengkap Anas bin Malik adalah Anas ibn Malik ibn an Nadzor ibn Damdam ibn Zaid ibn
Harom Ibn Jundub ibn Amir ibn Gonam ibn Addi ibn an Najar al anshori. Ia dikenal juga dengan
sebutan Abu Hamzah.
Anas bin Malik lahir pada tahun 10 sebelum hijrah dan wafat pada tahun 93 h di basrah. Beliau
adalah sahabat yang paling akhir meninggal di Bashrah.
Ia hidup bersama Rasulullah dalam kedudukannya sebagai pembantu yang dipersembahkan oleh
ibunya yaitu Ummu Sulaim pada usia 10 tahun. Ayahnya bernama Malik ibn an Nadzor.
Rasulullah sediri memperlakukannya dengan sangat bujaksana, bukan sebagai seorang tuan
kepada pembantunya. Dalam hal ini Anas pernah bercerita bahwa Rasulullah tidak pernah
menyinggung perasaannya, bermasam muka, atau menegur apa saja yang dikerjakan maupun
yang ditinggalkan kecuali hanya menyerahkannya kepda Allah.
Silsilah sanad yang paling soheh yang sampai kepadanya ialah melalui Malik bin Anas dari Ibn
Syihab az Zuhri. Sedangkan yang paling lemah ialah melalui Daud ibn al Muhabbir dari ayahnya
dari Abban ibn Abi Iyasi.
Karena keluasan ilmunya tersebut Qatadah mengatakan di hari wafatnya Anas bahwa Muwarid
berkata pada hari ini telah lenyap seperdua ilmu.

4. Aisyah Ummul Mukminin

Beliau meriwayatkan hadis dari Rasulullah sebanyak 2210 hadis dari jumlah tersebut 174 hadis
muttafakun alaihi, 64 hadis diriwayatkan Bukhori dan 68 Hadis diriwayakan Muslim.
Aisyah adalah istri Nabi, putri Abu Bakar as Siddiq, teman sekaligus orang yang paling dikasihi
Nabi. Aisyah masuk Islam ketika masih kecil sesudah 18 orang yang lain. Rasulullah
memperistrinya pada tahun dua hijriah, Rasulullah selalu mengalah kepadanya dan mengikuti
kesenangannya dengan penuh cinta. Hal itu tidaklah aneh karena akhlak mulia yang ada pada
dirinya tidak dimiliki oleh wanita lain. Beliau mempelajari bahasa, syair, ilmu kedokteran, nasab
nasab. Berkata az Zuhri andaikan ilmu yang dikuasai Aisyah dibandingkan dengan yang dimiliki
semua isteri Nabi dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah masih lebi utama. Urwah
menambahkan aku tidak pernah melihat seorang pun yang mengerti ilmu kedokteran, syair, dan
fiqh melebihi aisyah.
Dalam menyampaikan sebuah hadis Aisyah kerap kali menggambarkan perihal yang
meyebabkan nabi mengeluarkan hadis dan dalam kontek apa maksud dan tujuan yang hendak
ditunjukan. Itulah sebagian dari keluasan ilmunya.
Selain menerima hadis hadis langsung dari Rasul, ia juga menerima dari sahabat sahabat lainnya
Abu Bakar, Umar, Saad ibn Abi Waqas, Fatimah az Zahra dan Usaid ibn Hudair. Sementara yang
menerima hadis dari Aisyah bukan hanya para tabi’in tapi juga para sahabaty lainnya. Di antara
pada sahabat yang meriwatkan hadis darinya adalah Abu Hurairah, Abu Musa al Asy’ari, Zaid ibn
Khalid al Juhni dan Safiah binti Saibah. Sedangkan para tabiin yang menerima hadis darinya
diantaranya Said ibn Musayyab, Alkomah ibn Qais, Masruk ibn Al Ajda’, Aisyah binti Tholhah,
Hafsah binti Sirrin.
Silsilah sanad yang paling tinggi derajatnya samapai kepadanya adalah melalui Yahya ibn Said
dari ubaidah ibn Amr ibn Hafs dari al Kosim ibn Muhammad. Silsilah lainnya ialah melalui ibn
Syihab az Zuhri atau Hisyam ibn Urwah ibn Zubair. Sedangkan silsilah yang paling lemah adalah
melalui al Haris ibn Syubl dari Ummu an Nu’man.
Murid-murid Aisyah diantaranya adalah generasi tabi’in. setidaknya ada 4 ulama besar yang lahir
darinya antara lain Urwah ibn Zubair, Al Qasim ibn Muhammad, Umrah binti Abi Rahmah dan
Muadzah al Adawiyah.

5. Abdullah Ibn Abbas


Hadis-hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 1660 hadis. Dari jumlah tersebut yang muttafaq
alaihi sebanyak 95 hadis diriwayatkan Bukhori sebanyak 28 hadis dan yang diriwayatkan Muslim
sebanyak 49 hadis.
Abdullah ibn Abbas adalah anak paman Rasul yaitu al Abbas ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn
Manaf al Makky al Madani at Thaifi. Sedang ibunya adalah saudara Maimunah istri Rasulullah,
yaitu Ummu Al Fadl Lubabah binti al Haris al Hilaliah. Ia dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah dan
meninggal di Thaif tahun 68 hijrah.
Hadis-hadis yang telah diriwayatkannya disamping diterima dari Rasul juga menerima dari ayah
dan Ibunya, Abu Bakar, Usman, Ali, Umar, dan Ubay ibn Ka’ab, Muad ibn Jabal dan sahabat
sahabat lainnya. Sedangkan para ulama yang meriwayatkan hadisnya diantaranya ialah Abdullah
ibn Umar, Abu at Tufail, Said ibn Al musayyab, Anas ibn Malik, dan lainnya.
Hadis yang langsung diterima dari Nabi sendiri sebanyak sebagaimana yang ditemukan pada
sohih Bukhori dan Muslim adalah lebih dari 10 hadis. Yang menurut para ulama lainnya
bagaimana yang dikemukakan oleh al Asqalani menyebutkan jumlahnya lebih kecil dari itu,
menurut al Ghazali hanya empat hadis, menurut Ghandar hanya 9 hadis, dan menurut Yahya al
Qattan hanya 10 hadis.
Silsilah sanad hadis yang paling tinggi nilainya yang sampai kepadanya adalah ialah melalui ibn
Shihab az Zuhri dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah. Sedang silsilah yang paling lemah adalah
melaui Muhammad ibn Marwan as Suddi as Shogir dari al Kalbi dari Abu Sholeh.
6. Jabir bin Abdullah

Hadis-hadis yang diriwayatkannya sebanyak 1540 hadis dari jumlah teresebut yang mutaffaq
alaihi sebanyak 60 hadis, yang diriwayatkan Bukhari sebanyak 16 hadis dan yagn diriwayatkan
Muslim sebanyak 126 hadis.
Beliau dilahirkan pada tahun 16 sebelum hijrah sedangkan meninggalnya di Madinah tahun 78
hijrah. Ayahnya adalah Abdullah ibn Amr ibn Haram ibn Sa’labah al Khajraji al Anshori as Salami.
Di masjid Nabawi madinah ia memberikan bimbingan pengajian pada masyarakat kemana saja ia
pergi seperti ke Mesir dan Syam selalu dikunjungi masyarakat yang ingin mengambil ilmunya
dan meneladani ketakwaannya. Ia mendapat gelar kehormatan di antaranya al faqih, al imam,
dan mufti Madinah.
Beliau menerima hadis hadis disamping dari Rasulullah sendiri, juga dari para sahabat lainnya
seperti Abu Bakar, Umar, Ali, dan Abu Ubaidah, Tholhah, Muad ibn Jabal, Ammar ibn Yasin,
Kholid ibn al Walid, abu Burdah ibn Nayyar, Abu Hurairah dan banyak lagi sahabat sahabat
lainnya.
Sedang para tabi’in yang meriwayatkan hadis darinya ialah Abdurrahman, Uqail dan Muhammad
(anaknya sendiri), Said ibn al Musayyab, Abu az Zubair dan lain lain.
Silsilah sanad yang paling tinggi nilainya adalah hadis hadis yang diriwayatkan oleh ulam Makkah
melalui Sufyan ibn Uyainah dari Amr Ibn Dinar.

7. Abu Said al Hudri

Hadis hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 1170 hadis, dari jumlah tersebut yang muttafaq
alaihi sebanyak 46 hadis, yang diriwayatkan bukhori sebanyak 16 dan yang diriwayatkan Muslim
sebanyak 52 hadis.
Abu Said al Hudri adalah nama gelar yang diberikan kepadanya sedang nama aslinya adalah
Saad ibn Malik ibn Sinan al Khajraji al Anshori. Ia dibawa ayahnya menngunjungi Rasul untuk
ikut berperang pada perang Uhud pada waktu itu ia baru berumur 13 tahun tetapi Rasul
melarangnnya karena dinilai masih terlalu kecil. Ia meninggal pada tahun 74 hijriyah.
Kepribadiannya ia dikenal sebagai seorang yang zuhud dan ‘alim. Dalam perjuangan untuk
menegakkan agama Islam, Abu Said ikut berperang sebanyak 12 kali.
Hadis hadis yang diterima disamping dari rasul adalah dari para sahabat lainnya seperti Malik
Ibn Sinan (ayahnya) Qatadah ibn an Nukman (saudaranya se ibu) Abu Bakar, Umar, Usman, Ali,
Abu Musa al Asyari, Zaid ibn Sabit dan Abdullah ibn Salam.
Sedang para sahabat yang meriwayatkan hadis hadisnya antara lain Abdurrahman (anaknya),
Zainab binti Ka’ab Ibn ajrad, Abdullah ibn Umar, kAbdullah ibn Abbas, Abu At Tufaili, Nabi’ dan
Ikrima.

Daftar Pustaka

Suparta, Munzir. Ilmu Hadis, Jakarta: Rajawali Press, 2003


Shalih, Subhi , Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Pustaka Pirdaus, 2007
Rahman, Fathur, Ikhtisar Mustalahul Hadis, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1974
Diposting oleh zakaria anshorie di 23.37

isah Rumaysho (Ummu Sulaim) yang Begitu


Penyabar
Rumaysho adalah nama lain dari Ummu Sulaim, seorang sahabat wanita dari kalangan sahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah ibu dari sahabat mulia, Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu. Dahulu menikah dengan Malik, setelah itu menikah lagi dengan Abu Tholhah. Di antara kisah yang
menunjukkan kesabarannya adalah saat puteranya meninggal dunia. Ia begitu ridho dan sabar atas
ketentuan Allah kala itu. Berikut kisahnya.
َ‫صثببى كفكلاما‬‫ض اًل ا‬ ‫ كفقجْثب ك‬، ‫ كفكخكركج أكجْبو كطللكحكة‬، ‫س لبثن كماَثلعك – رضى ا عنه – كقاَكل ككاَكن اًلبةن لكثبى كطللكحكة كيِلشكتثكى‬ ‫كعلن أككن ث‬
، َ‫ب ثملنكها‬ ‫صاَ ك‬ ‫ كفكقاركب ل‬. ‫ت أ جْبم جْسكلليِعم جْهكو أكلسككجْن كماَ ككاَكن‬
‫ جْثام أك ك‬، ‫ت إثكلليِثه اًللكعكشاَكء كفكتكعاشى‬ ‫كركجكع أكجْبو كطللكحكة كقاَكل كماَ كفكعكل اًلبثنى كقاَكل ل‬
» ‫ا – صلى ا عليِه وسلم – كفأ كلخكبكرهجْ كفكقاَكل‬ ‫صكبكح أكجْبو كطللكحكة أككتى كرجْسوكل ا ث‬ ‫ كفكلاماَ أك ل‬. ‫صثباى‬‫ت كواًثر اًل ا‬ ‫كفكلاماَ كفكركغ كقاَكل ل‬
‫ت جْغلكرماَ كقاَكل ثلى أكجْبو كطللكحكة اًلحكفلظجْه كحاتى كتألثتكى ثبثه‬ ‫ كفكولككد ل‬. « َ‫ كقاَكل » اًللاجْهام كباَثرلك كلجْهكما‬. ‫ كقاَكل كنكعلم‬. « ‫أكلعكرلسجْتجْم اًللاليِلككة‬
– ‫ كفأ ككخكذهجْ اًلانثببى‬، ‫ت‬ ‫اًلانثباى – صلى ا عليِه وسلم – كفأ ككتى ثبثه اًلانثباى – صلى ا عليِه وسلم – كوأكلركسلك ل‬
‫ت كمكعجْه ثبكتكمكراً ع‬
– ‫ كفأ ككخكذكهاَ اًلانثببى – صلى ا عليِه وسلم‬. ‫ت‬ ‫ كقاَجْلواً كنكعلم كتكمكراً ة‬. « ‫صلى ا عليِه وسلم – كفكقاَكل » أككمكعجْه كشلىةء‬
.‫ا‬‫ كوكساماَهجْ كعلبكد ا ث‬، ‫ كوكحانككجْه ثبثه‬، ‫صثبلى‬ ‫ جْثام أككخكذ ثملن ثفيِثه كفكجكعلككهاَ ثفى ثفى اًل ا‬، َ‫ضكغكها‬ ‫كفكم ك‬
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa putera Abu Tholhah sakit. Ketika itu Abu
Tholhah keluar, lalu puteranya tersebut meninggal dunia. Ketika Abu Tholhah kembali, ia berkata, “Apa
yang dilakukan oleh puteraku?” Istrinya (Ummu Sulaim) malah menjawab, “Ia sedang dalam keadaan
tenang.” Ketika itu, Ummu Sulaim pun mengeluarkan makan malam untuk suaminya, ia pun
menyantapnya. Kemudian setelah itu Abu Tholhah menyetubuhi istrinya. Ketika telah selesai memenuhi
hajatnya, istrinya mengatakan kabar meninggalnya puteranya. Tatkala tiba pagi hari, Abu Tholhah
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan tentang hal itu. Rasulullah pun
bertanya, “Apakah malam kalian tersebut seperti berada di malam pertama?” Abu Tholhah menjawab,
“Iya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mendo’akan, “Allahumma baarik lahumaa, Ya Allah
berkahilah mereka berdua.” Dari hubungan mereka tersebut lahirlah seorang anak laki-laki. Anas berkata
bahwa Abu Tholhah berkata padanya, “Jagalah dia sampai engkau mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengannya.” Anas pun membawa anak tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu Sulaim juga menitipkan membawa beberapa butir kurma bersama bayi tersebut. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu mengambil anak tersebut lantas berkata, “Apakah ada sesuatu yang dibawa dengan
bayi ini?” Mereka berkata, “Iya, ada beberapa butir kurma.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengambilnya dan mengunyahnya. Kemudian beliau ambil hasil kunyahan tersebut dari mulutnya,
lalu meletakkannya di mulut bayi tersebut. Beliau melakukan tahnik dengan meletakkan kunyahan itu di
langit-langit mulut bayi. Beliau pun menamakan anak tersebut dengan ‘Abdullah. (HR. Bukhari no. 5470
dan Muslim no. 2144).
Dalam riwayat Muslim disebutkan,

‫ت لكلهلثكهاَ لك جْتكحلدجْثواً أككباَ كطللكحكة ثباَلبثنثه كحاتى أكجْكوكن أككناَ أ جْكحلدجْثجْه – كقاَكل‬ ‫ت اًلبةن لكثبى كطللكحكة ثملن أ جْلم جْسكلليِعم كفكقاَكل ل‬ ‫س كقاَكل كماَ ك‬‫كعلن أككن ع‬
َ‫ك كفكوكقكع ثبكهاَ كفكلاما‬ ‫ت كلجْه أكلحكسكن كماَ ككاَكن كت ك‬
‫صانجْع كقلبكل كذلث ك‬ ‫صانكع ل‬‫ب – كفكقاَكل – جْثام كت ك‬ ‫ت إثكلليِثه كعكشاَرء كفأ ككككل كوكشثر ك‬ ‫– كفكجاَكء كفكقاركب ل‬
‫ت كفكطكلجْبواً كعاَثركيِكتجْهلم أككلجْهلم‬‫ت لكلو أكان كقلورماَ أككعاَجْرواً كعاَثركيِكتجْهلم أكلهكل كبليِ ع‬
‫ت كيِاَ أككباَ كطللكحكة أككرأكليِ ك‬ ‫ب ثملنكهاَ كقاَلك ل‬‫صاَ ك‬ ‫ت أكانجْه كقلد كشثبكع كوأك ك‬‫كرأك ل‬
‫ كفاَلنكطلككق كحاتى‬.‫ت جْثام أكلخكبلرثتثنى ثباَلبثنى‬ ْ‫ب كوكقاَكل كتكرلكثتثنى كحاتى كتلكاطلخ ج‬ ‫ض ك‬ ‫ كقاَكل كفكغ ث‬.‫ك‬ ‫ب اًلبكن ك‬‫ت كفاَلحكتثس ث‬ ‫ كقاَلك ل‬.‫ل‬‫أكلن كيِلمكنجْعوجْهلم كقاَكل ك‬
‫اجْ لكجْككماَ ثفى‬ ‫ك ا‬ ‫ » كباَكر ك‬-‫صلى ا عليِه وسلم‬- ‫ا‬ ‫ كفأ كلخكبكرهجْ ثبكماَ ككاَكن كفكقاَكل كرجْسوجْل ا ث‬-‫صلى ا عليِه وسلم‬- ‫ا‬ ‫أككتى كرجْسوكل ا ث‬
‫ت‬‫ كقاَكل كفكحكملك ل‬.« َ‫كغاَثبثر لكليِلكثتجْككما‬
Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Tholhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim
berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu Tholhah tentang anaknya sampai aku yang
memberitahukan padanya.” Diceritakan bahwa ketika Abu Tholhah pulang, istrinya Ummu Sulaim
kemudian menawarkan padanya makan malam. Suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian
Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun
menyetubuhi Ummu Sulaim. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas dan telah menyetubuhi
dirinya, ia pun berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada
salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?”
Abu Tholhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian
puteramu.” Abu Tholhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu
hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?” Abu Tholhah pun
bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendo’akan, “Semoga
Allah memberkahi kalian berdua dalam malam kalian itu.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi. (HR.
Muslim no. 2144).
Kisah di atas menunjukkan keutamaan sahabat Ummu Sulaim. Dari kisah di atas kita bisa melihat
bagaimana kuatnya kesabaran Ummu Sulaim atau Rumaysho, sungguh ia begitu penyabar. Sampai-
sampai ketika puteranya meninggal dunia pun, ia bisa bersabar seperti itu. Ketika dapat musibah kala itu,
ia tetap melayani suaminya seperti biasa, bahkan ia pun berdandan begitu istimewa demi memuaskan
suaminya di ranjang. Tatkala suaminya puas, baru ia kabarkan tentang kematian
puteranya. Subhanallah … Sungguh kesabaran yang luar biasa.
Beberapa faedah lainnya dari kisah di atas:
1- Dianjurkan istri untuk berhias diri untuk suaminya dengan dandan yang istimewa. Namun yang terjadi
di kebanyakan wanita saat ini, mereka hanya mau berdandan ketika di depan orang banyak saat keluar
rumah, bukan di hadapan suaminya. Cobalah ambil teladan dari kisah Rumaysho di atas yang ia masih
mau berdandan cantik walau sedang dirundung duka.

2- Istri harus bersungguh-sungguh dalam berkhidmat pada suami dan membantu mengurus hal-hal yang
bermasalahat bagi suami seperti yang dilakukan Ummu Sulaim pada suaminya dengan menyediakan
makan malam.

3- Mustajabnya do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mendo’akan keberkahan bagi malam
Ummu Sulaim dan Abu Tholhah, akhirnya mereka pun dikaruniai lagi seorang anak.
4- Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah ganti dengan yang lebih baik.
Lihatlah Ummu Sulaim begitu ridho dan penyabar dengan ketentuan Allah sehingga ia pun dikaruniai
putera yang dinamakan ‘Abdullah. Bahkan dari ‘Abdullah inilah lahir sembilan keturunan yang
kesemuanya para penghafal Al Qur’an sebagaimana disebutkan dalam riwayat lainnya. Bahkan mereka
menjadi para ulama sebagaimana disebutkan Imam Nawawi rahimahullah.
5- Disunnahkan ridho terhadap takdir yang terasa pahit.
6- Sesuatu yang bisa menguatkan sabar adalah dengan seseorang mengenal dirinya sendiri bahwasanya
ia berasal dari sesuatu yang tidak ada. Manusia adalah milik Allah. Yang manusia miliki hanyalah titipan
dari Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.

7- Disunnahkan melakukan tahnik dengan mengunyah kurma dan dimasukkan dalam langit-langit mulut
bayi. Hal ini juga disunnahkan berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama. Lihat bahasan mengenai
tahnik di Rumaysho.Com: Hadiah di Hari Lahir (1), Mengunyah Kurma (Tahnik) ke Mulut Bayi.
8- Disunnahkan memberi nama pada si buah hati pada hari lahirnya.

9- Disunnahkan memberi nama yang terbaik bagi anak dan sebaik-baik nama adalah ‘Abdullah. Lihat
bahasan Rumaysho.Com: Hadiah di Hari Lahir (2), Nama Terbaik untuk Si Buah Hati.
10- Boleh meminta orang sholih untuk memberikan nama pada anak.

11- Hendaknya memberi kabar kematian pada orang lain dengan lemah lembut.

12- Boleh menggunakan kata-kata kiasan yang seolah-olah mengandung dusta ketika hajat (dibutuhkan).

Semoga jadi ilmu yang bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan
pertama, tahun 1433 H.
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul
Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 94-96.
Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhish Sholihin, Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, terbitan Muassasah Ar Risalah,
cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 40-41.

Diselesaikan di pagi hari penuh berkah, 5 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak,
Girisekar, Panggang, Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com

Sumber : https://rumaysho.com/3539-kisah-rumaysho-ummu-sulaim-yang-begitu-penyabar.html

https://rumaysho.com/3539-kisah-rumaysho-ummu-sulaim-yang-begitu-penyabar.html
KESABARAN ABDULLAH BIN
HUDZAFAH
KISAHMUSLIM.COM · MAY 25, 2011
1 0 16K 4

Apabila manusia melihat keadaan Abdullah bin Hudzafah bin Qais radhiyallahu
‘anhu ketika Raja Romawi hendak menghalanginya dari agamanya, niscaya mereka kan
melihat kedudukan yang mulia dan laki-laki yang agung.

Umar bin Khattab radhiayallahu ‘anhu memberangkatkan tentaranya menuju Romawi.


Kemudian tentara Romawi berhasil menawan Abdullah bin Hudzafah dan membawanya
pulang ke negeri mereka. Kemudian mereka berkata, “Sesungguhnya ia adalah salah
seorang sahabat Muhammad.” Raja Romawi berkata, “Apakah kamu mau memeluk
agama Nashrani dan aku hadiahkan kepadamu setengah dari kerajaanku?” Abdullah bin
Hudzafah menjawab, “Seandainya engkau serahkan seluruh kerajaanmu dan seluruh
kerajaan Arab, aku tidak akan meninggalkan agama Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam sekejap mata pun.” Raja Romawi berkata, “Kalau begitu, aku akan
membunuhmu.” Ia menjawab, “Silahkan saja!”

Maka Raja memerintahkan prajuritnya untuk menyalibnya dan berseru kepada pasukan
pemanah, “Panahlah ia, arahkan sasarannya pada tempat-tempat yang terdekat
dengan badannya.” Sementara dia tetap berpaling, enggan, dan tidak takut. Maka raja
Romawi pun menurunkannya dari tiang salib. Dia perintahkan kepada pengawalnya
untuk menyiapkan belanga (kuali) yang diisi dengan air dan direbus hingga mendidih.
Kemudian ia perintahkan untuk memanggil tawanan-tawanan dari kaum muslimin.
Kemudian ia lemparkan salah seorang dari mereka ke dalam belanga tadi hingga
tinggal tulang belulangnya. Namun, Abdullah bin Hudzafah tetap berpaling dan enggan
untuk masuk agama Nashrani. Kemudian Raja memerintahkan pengawalnya untuk
melemparkan Abdullah bin Hudzafah ke dalam belanga jika ia tidak mau memeluk
agama Nashrani. Ketika mereka hendak melemparkannya beliau menangis. Kemudian
mereka melapor kepada Raja, “Sesungguhnya dia menangis.” Raja mengira
bahwasanya beliau takut, maka ia berkata, “Bawa dia kemari!” Lalu berkata, “Mengapa
engkau menangis?” Jawabnya, “Aku menangisi nyawaku yang hanya satu yang jika
engkau lemparkan ke dalamnya maka akan segera pergi. Aku berharap seandainya
nyawaku sebanyak rambut yang ada di kepalaku kemudian engkau lemparkan satu per
satu ke dalam api karena Allah.” Maka, Raja tersebut heran dengan jawabannya.
Kemudian ia berkata, “Apakah engkau mau mencium keningku, kemudian akan
kubebaskan engkau?” Abdullah menjawab, “Beserta seluruh tawanan kaum muslimin ?”
Ia menjawab, “Ya.” Maka ia pun mencium kening raja tersebut dan bebaslah ia beserta
seluruh tawanan kaum Muslimin. Para tawanan menceritakan kejadian ini kepada Umar
bin Khattab. Maka, berkatalah Umar, “Wajib bagi setiap muslim untuk mencium kening
Abdullah bin Hudzafah. Aku yang akan memulainya.” Kemudian Umar mencium
keningnya. [Lihat Siyaru A’lami An-Nubalaa’, Adz-Dzahabi, 2/14 ; dan Al-Ishabah fi
Tamyizi Ash-Shahabah, 2/269].

Ini adalah kedudukan yang agung lagi mulia karena Abdullah bin Hudzafah tetap teguh
memegang agamanya dan tidak menerima agama selainnya walaupun ia diiming-imingi
dengan kerajaan Kisra dan yang semisalnya untuk diberikan kepadanya dan seluruh
kerajaan Arab. Kemudian ia tetap membenarkan atas Allah tidak takut terhadap para
pemanah yang hendak memanahnya dalam keadaan tubuh sedang disalib. Ia juga
tidak takut terhadap belanga yang berisi air yang mendidih ketika ia melihat salah
seorang tawanan dilemparkan ke dalamnya hingga nampak tulang belulangnya.
Bersamaan dengan itu ia berharap jika nyawanya sejumlah rambut di kepalanya yang
disiksa di jalan Allah karena Allah semata. Maka ketika ia melihat kemashlahatan
umum yaitu dibebaskannnya para tawanan, ia pun mau untuk mencium kening raja
tersebut. Hal ini adalah merupakan suatu kebijakan yang amat agung. Maka, Allah pun
ridha terhadap Abdullah bin Hudzafah dan iapun ridha kepada-Nya.

Dikutip dari Indahnya Kesabaran


Penulis: Said bin Ali Wahf al-Qahthany, Pustaka At-Tibyan, Solo
Artikel www.KisahMuslim.com

Read more http://kisahmuslim.com/807-kesabaran-abdullah-bin-hudzafah.html

Kisah Sahabat Nabi: Qais bin


Sa'ad, Ahli Strategi yang
Gagah Berani
Red: Chairul Akhmad

Wordpress.com

Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Qais bin Sa'ad adalah seorang pemuda lihai, banyak tipu
muslihat, mahir, licin dan cerdik. Ia pernah berujar, "Kalau bukan karena
Islam, aku sanggup membikin tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh
orang Arab manapun!"

Pada Perang Shiffin, peperangan antara Ali dan Muawiyah, ia berdiri di pihak
Ali. Maka duduklah ia merencanakan suatu tipu muslihat yang akan
membinasakan Mu'awiyah dan para pengikutnya di suatu hari nanti.

Namun, ketika ia menyadari bahwa muslihat itu sangat jahat dan berbahaya,
ia pun teringat akan firman Allah, "Dan tipu daya jahat itu akan kembali
menimpa orangnya sendiri." (QS. Fathir: 43).

Maka ia pun segera membatalkan rencana tersebut sambil memohon ampun


kepada Allah, seolah-olah mulutnya berkata, "Demi Allah, seandainya
Mu'awiyah dapat mengalahkan kita nanti, maka kemenangannya itu
bukanlah karena kepintarannya, tetapi hanyalah karena kesalehan dan
ketakwaan kita."

Sesungguhnya pemuda Anshar dari Suku Khazraj ini adalah dari golongan
pemimpin besar, yang mewariskan sifat-sifat mulia. Ia putra Sa'ad bin
Ubadah, seorang pemimpin Khazraj.

Tak ada perangai lain pada dirinya yang lebih menonjol dari kecerdikannya
kecuali kedermawanannya. Dermawan dan pemurah bukanlah merupakan
perangai baru bagi Qais. Sebab, ia adalah keturunan orang-orang yang
dikenal dermawan dan pemurah.

Suatu hari, Umar bin Al-Khathab dan Abu Bakar Ash-Shiddiq bercakap-cakap
seputar kedermawanan Qais. "Kalau kita biarkan terus pemuda ini dengan
kedermawanannya, niscaya akan habis licin harta orang tuanya," kata Umar.

Pembicaraan tentang Qais itu sampai kepada sang ayah, Sa'ad bin Ubadah.
"Siapa yang dapat membela diriku terhadap Abu Bakar dan Umar? Diajarnya
anakku kikir dengan memperalat namaku," kata Sa'ad.

Selain itu, Qais bin Sa'ad juga terkenal dengan keberanian di medan juang.
Ia turut membela Rasulullah SAW—dengan gagah berani— dalam setiap
pertempuran, ketika beliau masih hidup. Dan kemasyhuran itu bersambung
pada pertempuran-pertempuran yang dijalaninya setelah Rasulullah wafat.

Sesungguhnya, keberanian sejati memancar dari kepuasan pribadi orang itu


sendiri. Kepuasan ini bukan karena dorongan hawa nafsu dan keuntungan
tertentu, tetapi disebabkan oleh ketulusan diri pribadi dan kejujuran
terhadap kebenaran.

Demikianlah, sewaktu timbul pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah, Qais


memencilkan diri. Dia terus berusaha mencari kebenaran dari celah-celah
kepuasannya itu. Hingga akhirnya, demi melihat kebenaran itu berada di
pihak Ali, bangkitlah ia, tampil di samping sepupu Rasulullah itu dengan
gagah berani.

Di medan Perang Shiffin, Jamal, dan Nahrawan, Qais merupakan salah


seorang pahlawan yang berperang tanpa takut mati. Dialah yang
meneriakkan bendera Anshar dengan kata-kata, "Bendera inilah bendera
persatuan!"

Keberanian Qais mencapai puncak dan kematangannya sesudah syahidnya


Ali dan dibaiatnya Hassan. Sesungguhnya Qais memandang Hassan ra
sebagai tokoh yang cocok menurut syariat untuk jadi Imam (Kepala Negara),
maka ia pun berbaiat kepadanya. Qais berdiri di samping Hassan sebagai
pembela, tanpa mempedulikan bahaya yang akan menimpanya.

Ketika perang telah mencapai puncaknya dan Hassan menderita luka-luka


kemudian membaiat Mu'awiyah, maka tanggungjawab pasukan ada di
pundak Qais. Ia mengumpulkan mereka semua, kemudian berkata, "Jika
kalian menginginkan perang, aku akan tabah berjuang bersama kalian
hingga salah satu di antara kita dijemput maut terlebih dahulu. Namun, jika
kalian memang memilih perdamaian, maka aku akan mengambil langkah-
langkah untuk itu."

Pasukannya memilih yang kedua. Maka mereka meminta jaminan keamanan


dari Mu'awiyah yang kemudian memberikannya dengan suka cita. Mu'awiyah
merasa takdir telah membebaskannya dari musuhnya yang terkuat, paling
gigih, serta berbahaya!
Pada tahun 59 H, di Kota Madinah Al-Munawwarah, telah pulang ke
rahmatullah seorang pahlawan. Seorang pemberani yang dengan
keislamannya dapat mengendalikan kecerdikan dan keahlian tipu muslihat
menjadi obat penawar bisa.

Lelaki yang pernah berkata, "Kalau tidaklah aku pernah mendengar


Rasulullah bersabda, 'Tipu daya dan muslihat licik itu di dalam
neraka,' Niscaya akulah yang paling lihai di antara umat ini!" itu pun
menemui Rabb-nya. Meninggalkan nama harum sebagai seorang laki-laki
yang jujur, terus terang, dermawan dan berani.

Kisah Sahabat Nabi: Abdullah


bin Amr, Ahli Ibadah yang
Rajin Tobat
Red: cr01

tigosotigo.blogspot.com

Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah bin Amr lebih dulu masuk Islam ketimbang


bapaknya, Amr bin Ash. Dan semenjak ia dibaiat dengan menaruh telapak
tangan kanannya di telapak tangan kanan Rasulullah SAW, hatinya tak
ubahnya seperti cahaya Subuh yang cemerlang diterangi nur Ilahi dan
cahaya ketaatan.

Sejak awal Abdullah memusatkan perhatiannya terhadap Al-Qur'an. Setiap


turun ayat, maka dihapalkan dan diusahakan untuk memahaminya, hingga
setelah semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hapal seluruhnya.

Abdullah telah ditakdirkan Allah menjadi seorang suci dan rajin beribadah.
Tak satu pun kekuatan di dunia ini yang mampu menghalangi terbentuknya
bakat yang suci ini dan tertanamnya nur Ilahi yang telah ditakdirkan bagi
dirinya.

Apabila tentara Islam maju ke medan laga untuk menghadapi orang-orang


musyrik yang melancarkan peperangan dan permusuhan, maka ia akan
dijumpai berada di barisan terdepan.

Ketika perang telah usai, ia akan ditemui di mana lagi, kalau tidak masjid
atau mushola rumahnya. Ia berpuasa di waktu siang dan mendirikan shalat
di waktu malam. Lidahnya tak kenal akan percapakan soal dunia, walaupun
yang tidak terlarang. Sebaliknya, lidahnya tiada henti berdzikir kepada Allah,
bertasbih dan memuji-Nya.

Untuk mengetahui betapa jauhnya Abdullah terlibat dalam ibadah, cukuplah


kita perhatikan Rasulullah yang sengaja datang menyeru manusia untuk
beribadah kepada Allah, terpaksa campur tangan agar ia tidak sampai
keterlaluan dan berlebihan. Demikianlah salah satu pelajaran yang dapat
ditarik dari kehidupan Abdullah bin Amr.

Suatu hari Rasulullah memanggilnya, dan menasihatinya agar tidak


berlebihan dalam beribadah. Rasulullah SAW bertanya, "Kabarnya engkau
selalu puasa di siang hari tak pernah berbuka, dan shalat di malam hari tak
pernah tidur? Cukuplah puasa tiga hari setiap bulan!"

Abdullah berkata, "Saya sanggup lebih banyak dari itu."

"Kalau begitu, cukup dua hari dalam seminggu."

"Aku sanggup lebih banyak lagi."

"Jika demikian, baiklah kamu lakukan puasa yang lebih utama, yaitu puasa
Nabi Daud, puasa sehari lalu berbuka sehari!"
Dan benarlah ketika Abdullah bin Amr dikarunia usia lanjut, tulang-
belulangnya menjadi lemah. Ia selalu ingat nasihat Rasulullah dulu. "Wahai
malang nasibku, kenapa dulu tidak melaksanakan keringanan dari
Rasulullah."

Pada saat terakhir, Rasulullah menasihatinya agar tidak berlebih-lebihan


dalam beribadah sambil membatasi waktu-waktunya. Amr bin Ash,
bapaknya, kebetulan hadir. Rasulullah mengambil tangan Abdullah dan
meletakkannya di tangan bapaknya. "Lakukanlah apa yang kuperintahkan,
dan taatilah bapakmu!" pesan Rasulullah SAW.

Dan sepanjang usianya, sesaat pun Abdullah tidak lupa akan kalimat pendek
itu, "Lakukanlah apa yang kuperintahkan, dan taatilah bapakmu!"

Dan ketika terjadi Perang Shiffin (perang antara Ali dan Muawiyah), Amr bin
Ash berpihak kepada Muawiyah. Dia pun mengajak anaknya, Abdullah bin
Amr, untuk turut serta bersamanya membela Muawiyah.

Demikianlah, Abdullah berangkat demi ketaatannya terhadap sang ayah.


Namun ia berjanji takkan pernah memanggul senjata dan tidak akan
berperang dengan seorang Muslim pun.

Pada suatu hari, ketika ia sedang duduk-duduk dengan beberapa sahabatnya


di Masjid Rasul, lewatlah Husein bin Ali bin Abi Thalib. Mereka pun bertukar
salam. Tatkala Husein berlalu, berkatalah Abdullah kepada orang-orang di
sekelilingnya, "Sukakah kalian aku tunjukkan penduduk bumi yang paling
dicintai oleh penduduk langit? Dialah yang baru saja lewat di hadapan kita
tadi, Husein bin Ali. Semenjak Perang Shiffin, ia tak pernah berbicara
denganku. Sungguh ridhanya terhadap diriku, lebih kusukai dari barang
berharga apa pun juga."

Abdullah berunding dengan Abu Said Al-Khudri untuk berkunjung kepada


Husein. Demikianlah, akhirnya kedua orang mulia itu bertemu di muka
rumah Husein. Abdullah bin Amr terlebih dahulu membuka percakapan,
hingga menjurus ke Perang Shiffin.

Husein mengalihkan pembicaraan ini sambil bertanya, "Apa yang


membawamu hingga kau ikut berperang di pihak Muawiyah?"

Abdullah menjawab, "Pada suatu hari, aku diadukan bapakku Amr bin Ash
menghadap Rasulullah SAW. Kata bapakku, 'Abdullah ini puasa setiap hari
dan beribadah setiap malam.' Rasulullah berpesan kepadaku, 'Hai Abdullah,
shalat dan tidurlah, serta berpuasa dan berbukalah, dan taatilah bapakmu!'
Maka sewaktu Perang Shiffin itu, bapakku mendesakku dengan keras agar
ikut bersamanya. Aku pun pergi, tetapi demi Allah aku tidak pernah
menghunus pedang, melemparkan tombak atau melepaskan anak panah!"

Tatkala usianya mencapai 72 tahun, ia sedang berada di musholanya,


beribadah dan bermunajat. Tiba-tiba ada suara memanggil untuk melakukan
perjanalan jauh, yaitu perjalanan abadi yang takkan pernah kembali.
Abdullah bin Amr wafat dan menyusul mereka yang telah mendahuluinya
menghadap Ilahi.

Miliki Amalan Rahasia, Laki-laki


Ini Dijamin Surga oleh Nabi
By
Pirman Bahagia
-
August 23, 2016
0
6034

ilustrasi @www1.mahdi-news.com
Adalah Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam an-Nasa’i Rahimahumallahu Ta’ala
yang meriwayatkan hadits ini dari sahabat mulia Anas bin Malik Radhiyallahu
‘anhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda, “Akan datang kepada
kalian seorang laki-laki penghuni surga.”

Sejak pertama berujar demikian, banyak sahabat yang antusias mengetahui


siapakah laki-laki beruntung yang dijanjikan surga oleh Nabi. Hingga datanglah
seorang laki-laki yang menjinjing sandal di tangan kirinya dan jenggotnya
dalam keadaan basah.

Satu hingga dua hari setelah itu, Nabi Shallalllahu ‘Alaihi Wa sallam
menyampaikan kalimat serupa. Hingga laki-laki ini dijamin tiga kali oleh Nabi
untuk mendapatkan surga.

Dalam tiga kali penyebutan, yang berlalu di hadapan para sahabat adalah laki-
laki yang sama.

Guna mengobati keingintahuan dan berniat sunguh-sungguh untuk meneladani


amalan si laki-laki terjamin surga, maka sahabat mulia Abdullah bin Amr bin
‘Ash mendatangi si laki-laki dan meminta izin untuk menginap.

Selama tiga hari tiga malam, Abdullah menjadi penyelidik bagi si laki-laki.
Mengamati secara teliti sampai si laki-laki tidur dan ia bangun mendahului si
laki-laki. Abdullah tidak ingin melepaskan satu detik pun, kecuali dia
mengetahui amalan laki-laki hingga dijamin masuk surga.

Tepat di hari ketiga, Abdullah mengaku kepada si laki-laki. Ia telah berpura-


pura sedang bermasalah dengan ayahnya hingga menginap di rumahnya. Ia,
tutur Abdullah, hanya ingin mengetahui amalan rahasianya hingga dijamin
masuk surga oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

“Tiada amalanku yang istimewa. Hanya seperti yang engkau saksikan.” ujar si
laki-laki.

Anak Amr bin ‘Ash ini pun berlau. Seperti memendam kecewa.
Ketika jaraknya belum terlalu jauh, sang laki-laki memanggil Abdullah. “Tiada
amalan rahasiaku, kecuali yang engkau saksikan. Hanya saja, aku tidak pernah
dengki dengan kebaikan dan nikmat yang didapat oleh orang lain.” tutur si laki-
laki yang tak lain adalah sahabat mulia Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu
‘anhu.

Seketika setelah mendengar penuturan tersebut, sahabat mulia Abdullah bin


Amr bin ‘Ash berujar, “Amalan itulah yang membuatmu dijamin masuk surga
oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Dan amalan itu pula yang tidak sanggup
kami lakukan.”

Dengki merupakan akhlak yang tercela. Ia bisa membakar iman sebagaimana


api yang melumat habis kayu bakar. Jangan sampai Anda menderita atas
kebahagiaan yang dirasakan oleh orang lain dan berbahagia atas penderitaan
yang dialami oleh sesama.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

http://kisahikmah.com/dijamin-masuk-surga/

Mengenal Al-Fuqaha’ As-Sab’ah (1) (Tujuh Tokoh Ulama dari Madinah)


 admin
 September 12, 2012
 No Comments

Madinah An-Nabawiyyah, telah menyimpan banyak kenangan bersejarah yang tidak akan terlupakan dalam sendi
kehidupan kaum muslimin. Di sanalah tonggak jihad fi sabilillah mulai dipancangkan di bawah naungan nubuwwah
dalam rangka meninggikan kalimat Allah ‘azza wajalla di muka bumi dan memadamkan api kesombongan dan
keangkaramurkaan kaum musyrikin.
Semakin tumbuh dan berkembang kota tersebut sebagai ibukota sebuah negara Islam yang baru lahir, di bawah
pimpinan insan terbaik yang terlahir di muka bumi. Kota Madinah menjadi pusat penggemblengan pahlawan-
pahlawan Islam yang akan meneruskan tongkat estafet jihad fi sabilillah dan para ulama yang akan menyebarkan
dakwah Islam di seluruh penjuru negeri.
Seiring dengan pergantian waktu, namanya pun semakin bertambah harum semerbak laksana mawar yang sedang
tumbuh merekah dengan warnanya yang indah dan menawan. Halaqah-halaqah ilmu tumbuh semarak dan
berkembang dengan sangat pesatnya mewarnai kehidupan kaum muslimin. Dengan di bawah bimbingan para ulama
shahabat yang telah mendapatkan warisan ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lahirlah melalui tangan
mereka, generasi terbaik kedua umat ini, yaitu generasi Tabi’in, yang berhasil mewarisi ilmu dari para shahabat
sehingga mereka benar-benar menjadi tokoh terkemuka dalam ilmu dan amal.
Kota Madinah pun menjadi impian, dambaan, dan angan-angan para penuntut ilmu di seluruh penjuru negeri untuk
bisa mereguk manisnya warisan nubuwwah. Satu di antara sekian buah usaha pendidikan dan bimbingan para
sahabat, lahirlah di sana sejumlah ulama yang dikenal dengan sebutan Al-Fuqaha’ As-Sab’ah yang mumpuni dalam
hal ilmu dan amal. Mereka itu adalah:
1. Sa’id bin Al-Musayyib
2. ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-’Awwam
3. Sulaiman bin Yasar
4. Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr
5. Abu Bakr bin ‘Abdirrahman
6. Kharijah bin Zaid
7. ‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud
Mereka adalah tujuh orang ulama kota Madinah yang keluasan ilmunya tidak saja diakui oleh penduduk negeri
tersebut namun diakui pula oleh para ulama di seluruh penjuru negeri. Dikatakan oleh seorang penyair:
‫ت كعثن اًللثعـِللثم كخاَثركجلة‬ ‫ثركواًكيِجْتجْهلم كلليِكس ل‬ ‫إثكذاً ثقليِكل كملن ثفيِ اًللثعللثم كسلبكعجْة أكلبجْحعر‬
‫ك‬
‫كسثعليِةد أجْب لوكبلكعر جْسكلليِـِكماَجْن كخـِاَثركجلة‬ ‫ا جْعلركوةة كقاَثسـِةم‬ ‫كفقجْلل جْهلم جْعكبليِجْد ث‬
Jika dikatakan siapa (yang keluasan) ilmunya (seperti) tujuh lautan
Riwayat mereka tidak keluar dari ilmu
Katakanlah mereka itu adalah ‘Ubaidullah, Urwah, Qasim
Sa’id, Abu Bakr, Sulaiman, dan Kharijah
Dengan memohon pertolongan kepada Allah ta’ala, berikut ini akan kami sebutkan biografi singkat mereka satu
persatu, Insya Allah kami akan menampilkannya secara bersambung, dimulai dengan Sa’id bin Al-Musayyib,
penghulu para Tabi’in, dengan harapan agar kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari ilmu dan amalan
yang mereka miliki sehingga kita bisa meneladaninya dalam kehidupan kita di zaman sekarang.
Sa’id bin Al Musayyib
(Penghulu Para Tabi’in)
Kunyah dan Nama Lengkap Beliau
Beliau memiliki kunyah dan nama lengkap sebagai berikut:
Abu Muhammad Sa’id bin Al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb bin ‘Amr bin A’idz bin ‘Imran bin Makhzum bin
Yaqzhah Al-Qurasyi Al-Makhzumi Al-Madani.
Dialah seorang yang ‘alim dari kalangan penduduk Madinah, seorang tokoh tabi’in pada zamannya, seorang yang
ahli dalam bidang fiqh pada masanya, satu dari tujuh tokoh ulama ahli fiqh yang terkenal dalam sejarah Islam dan
bahkan termasuk dari pemimpin para ulama. Beliau menempati thabaqah kedua yang dikenal di kalangan ahlul
hadits adalah thabaqahnya tokoh-tokoh besar tabi’in. Adapun para shahabat, mereka berada pada thabaqah
pertama.
Dilahirkan di kota Madinah, dua tahun sejak ‘Umar bin Al-Khaththab mulai memegang tampuk kekhilafahan, beliau
adalah seorang yang memiliki kepribadian yang bersahaja. Kepala dan jenggot beliau berwarna putih dan beliau
sangat menyenangi pakaian yang berwarna putih. Salah seorang shahabat beliau pernah mengatakan: “Aku belum
pernah melihat Sa’id memakai pakaian selain pakaian putih.”
Keilmuan, Ibadah, dan Akhlak Beliau
Beliau berjumpa dengan banyak sahabat dan meriwayatkan hadits dari mereka, di antaranya adalah ‘Umar bin Al-
Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari, Sa’d bin Abi Waqqash,
‘Aisyah binti Abi Bakr, Abu Hurairah, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Muhammad bin Maslamah, Ummu Salamah, ‘Abdullah bin
‘Umar, Sa’d bin Ubadah, Abu Dzarr Al-Ghifari, Ubay bin Ka’b, Bilal bin Abi Rabah, Abu Darda’, Ummu Syuraik, Hakim
bin Hizam, ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, Abu Sa’id Al-Khudri, Hassan bin Tsabit, Shuhaib Ar-Rumi, Shafwan bin
‘Umayyah, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan yang lainnya.
Beliau adalah orang yang paling mengetahui hadits-hadits yang disampaikan Abu Hurairah dan beliaulah yang
menikahi putrinya.
Dan di antara ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Al-Imam Az-Zuhri, Qatadah, ‘Amr bin Dinar, Yahya
bin Sa’id Al-Anshori, Syarik bin Abi Namir, ‘Abdurrahman bin Harmalah, ‘Atha Al-Khurasani, Maimun bin Mihran, dan
yang lainnya.
Beliau adalah seorang yang memiliki kelebihan dan keutamaan dalam ilmu dan amal. Tentang kelebihan yang dimiliki
oleh beliau dalam hal ilmu, sebagaimana digambarkan berikut:
Para ulama mengakui bahwasanya beliau memang seorang mufti (pemberi fatwa) di zamannya dalam keadaan para
shahabat bahkan para pembesar shahabat masih hidup di tengah-tengah kaum muslimin pada zaman tersebut.[1]
Fatwa-fatwa beliau dalam berbagai permasalahan selalu menjadi bahan rujukan kaum muslimin dan selalu
dikedepankan dalam menyelesaikan berbagai problem umat. Dan di kalangan para fuqaha’ (ahli dalam masalah
fiqih), beliau adalah seorang yang sangat pandai dalam bidang fiqih dan hasil pemikiran-pemikiran beliau selalu
mendapat tempat yang mulia di hati kaum muslimin di samping beliau pun menguasai sunnah-sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dahulu, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz sewaktu masih menjabat sebagai gubernur di kota Madinah, tidaklah dia berani
memutuskan suatu perkara kecuali setelah menanyakan terlebih dahulu perkara tersebut kepada Sa’id bin Al
Musayyib.
Suatu ketika ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz mengalami suatu masalah yang sangat membutuhkan jawaban dan solusi yang
cepat dan tepat. Maka beliau mengutus salah seorang utusan untuk menanyakan masalah tersebut kepada Sa’id bin
Al-Musayyib. Alkisah sang utusan tersebut berhasil membawa beliau ke hadapan ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz. Melihat
kedatangan Sa’id bin Al Musayyib, terkejutlah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz dan rona wajahnya pun berubah menunjukkan
rasa malu kepada beliau. Maka berkatalah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz: “Aku meminta maaf kepadamu wahai Sa’id atas
kesalahpahaman utusanku. Sebenarnya aku mengutus dia adalah untuk menanyakan kepadamu tentang suatu
masalah di majelismu dan bukan untuk menyuruh engkau untuk hadir di hadapanku.”
Dikisahkan pula bahwasanya beliau diberikan kelebihan oleh Allah ‘azza wajalla berupa ilmu tentang tabir mimpi
(menafsirkan mimpi seseorang) sebagaimana kemampuan yang telah Allah ta’ala berikan kepada Nabi Yusuf ‘alaihis
salam. Beliau mempelajari ilmu ini dari shahabiyah Asma’ bintu Abi Bakr Ash- Shiddiq, dan Asma’ mengambil ilmu
tersebut dari ayahnya yaitu Abu Bakr Ash-Shiddiq. Tentang masalah ini, dikisahkan sebagai berikut:
Telah datang seorang laki-laki kepada beliau menceritakan tentang mimpinya:
“Dalam mimpiku seakan-akan aku melihat ‘Abdul Malik bin Marwan[2] kencing di arah kiblat masjid Nabawi sebanyak
4 kali.” Maka Sa’id berkata: “Kalau mimpimu memang benar seperti itu maka tafsirannya adalah sebagai berikut:
sesungguhnya akan lahir dari sulbi ‘Abdul Malik bin Marwan 4 orang khalifah.”[3]
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwasanya beliau melihat dalam mimpinya seakan-akan di antara
kedua matanya tertulis ayat:
‫قل هو ا أحد‬
maka dia dan keluarganya gembira dengan mimpi tersebut. Maka diceritakanlah mimpi tersebut kepada Sa’id bin Al-
Musayyib. Beliau berkata menafsirkan mimpi tersebut: “Kalau memang benar mimpi yang engkau ceritakan, maka
ajalmu tinggal sebentar lagi.” Dan Al Hasan bin Ali pun meninggal tidak lama setelah itu.
Seseorang menceritakan mimpinya kepada beliau: “Aku melihat dalam mimpiku seorang wanita cantik berada di atas
puncak menara.” Kemudian beliau menafsirkannya bahwa Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi akan menikahi anak
perempuan ‘Abdullah bin Ja’far.
Seseorang berkata kepada beliau: “Wahai Abu Muhammad, aku melihat dalam mimpiku seakan-akan aku berada di
sebuah tempat yang teduh kemudian aku berdiri di bawah sinar matahari.” Beliau berkata: “Jika memang mimpimu
tersebut benar, maka sungguh engkau akan keluar dari Islam.” Kemudian orang itu berkata lagi : “Wahai Abu
Muhammad, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku tersebut aku dipaksa keluar dari tempat yang teduh ke
tempat terik matahari, maka aku duduk di bawahnya.” Beliau berkata: “Engkau akan dipaksa untuk keluar dari Islam.”
Maka orang tersebut ditawan oleh musuh dalam suatu pertempuran dan dipaksa untuk murtad namun kemudian
kembali kepada Islam.
Seseorang menceritakan kepada beliau bahwa dalam mimpinya dia melihat seakan-akan dia masuk ke dalam api.
Kata beliau : “Engkau tidak akan mati sampai engkau bisa mengarungi lautan, dan engkau mati dalam keadaan
terbunuh.” Maka orang tersebut pergi mengarungi lautan dan telah dekat masa kematian baginya.
Dia terbunuh pada peristiwa Qudaid yaitu sebuah tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah. Di tempat itulah
pada tahun 130 H pernah terjadi pertempuran hebat yang memakan banyak korban antara penduduk Madinah
dengan pasukan Abu Hamzah Al-Khariji.
Beliau juga merupakan teladan di dalam semangatnya menuntut ilmu. Beliau pernah berkata: “Aku pernah
melakukan perjalanan sehari semalam hanya untuk mendapatkan satu hadits saja.”
Dan tidak kalah pula, beliau adalah seorang yang sangat semangat dalam beribadah kepada Allah ‘azza wajalla.
Beliau pernah mengatakan: “Aku tidak pernah tertinggal shalat jama’ah sejak 40 tahun yang lalu.” Beliau juga
berkata: “Tidaklah seorang muadzdzin mengumandangkan adzan sejak 30 tahun yang lalu kecuali aku telah berada
di masjid.” Beliau juga sangat rajin dan istiqamah dalam melaksanakan ibadah puasa. Dan selama hidupnya beliau
telah melaksanakan ibadah haji sebanyak 40 kali.
Beliau adalah seorang ulama yang terkenal wara’. Tentang wara’nya beliau ini, pernah disebutkan dalam sebuah
riwayat bahwasanya beliau mendapatkan tawaran gaji tunjangan dari Baitul Mal (kas negara) sebanyak 30 ribu lebih.
Namun beliau menolak tawaran tersebut seraya berkata: “Aku tidak membutuhkan terhadap harta tersebut.”
Beliau pernah mengatakan: “Barangsiapa yang merasa cukup dengan Allah maka manusia akan butuh kepadanya.”
Beliau juga mendapati masa berkuasanya gubernur Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi di wilayah Irak. Dia adalah
seorang penguasa yang kejam dan bengis pada masa itu. Ribuan kaum muslimin dan para ulama menjadi korban
keberingasannya. Sangat sedikit sekali di antara kaum muslimin dan para ulama yang selamat dari tangannya. Dan
di antara para ulama yang selamat dari keberingasannya adalah Sa’id bin Al-Musayyib. Sampai-sampai ada salah
seorang yang bertanya kepada beliau: “Ada apa sebenarnya dengan Al-Hajjaj, kenapa dia tidak pernah
memanggilmu untuk menghadap kepadanya, dan dia tidak pernah mengganggumu dan menyakitimu?” Beliau
berkata: “Demi Allah aku tidak tahu, kecuali dulu aku pernah melihat dia (Al-Hajjaj) suatu hari masuk ke masjid
bersama bapaknya, kemudian dia melaksanakan shalat tetapi dia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya dengan
baik. Maka aku mengambil batu kerikil dan aku lemparkan ke arahnya sebagai isyarat agar dia menyempurnakan
ruku’ dan sujudnya.” Maka sejak saat itu Al-Hajjaj pun memperbagus shalatnya. Jadi seakan-akan Al-Hajjaj
berhutang budi kepada beliau atas nasehat dan tegurannya dalam memperbaiki cara shalatnya, oleh karena itulah
beliau aman dari gangguannya.
Pujian Para ‘Ulama kepada Beliau
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallau ‘anhu berkata: “Sa’id bin Al-Musayyib -demi Allah- adalah termasuk dari para mufti
(ahli fatwa).”
Qatadah, Mak-hul, Az-Zuhri, dan yang lainnya berkata: “Tidaklah aku melihat seorang yang lebih alim daripada Sa’id
bin Al-Musayyib.”
‘Ali bin Al-Madini berkata: “Aku tidaklah mengetahui salah seorang dari kalangan tabi’in yang lebih luas ilmunya
daripada Sa’id bin Al-Musayyib. Dan dia menurutku adalah seorang tabi’in yang paling mulia.”
Maimun bin Mihran berkata: “Aku datang ke kota Madinah, maka aku bertanya kepada penduduk Madinah siapa
orang yang paling pandai di antara mereka. Maka mereka pun mengarahkanku kepada Sa’id bin Al-Musayyib.”
Inilah perkataan Maimun bin Mihran -seorang tabi’in- dalam keadaan di kota tersebut masih ada ‘Abdullah bin ‘Abbas
dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.[4]
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata: “Tidaklah ada seorang alim pun di kota Madinah kecuali ia mendatangiku dengan
ilmunya, adapun aku, maka aku mendatangi Sa’id bin Al-Musayyib karena sesuatu yang ada pada sisinya berupa
ilmu.”
Cobaan yang Menimpa Beliau
Telah menjadi sunnatullah bahwasanya setiap manusia yang hidup di muka bumi pasti akan mengalami cobaan atau
musibah. Allah ta’ala berfirman:
‫اًلم أحسب اًلناَس أن يِتركواً أن يِقولواً آمناَ وهم ل يِفتنون‬.
“Alif Laam Miim, Apakah manusia mengira bahwasanya mereka akan dibiarkan untuk mengatakan bahwa kami telah
beriman sementara mereka belum diuji.” (Al-’Ankabut: 1-2).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫إن من أشد اًلناَس بلء اًلنبيِاَء ثم اًلذيِن يِلونهم ثم اًلذيِن يِلونهم ثم اًلذيِن يِلونهم‬.
“Orang yang paling keras cobaannya adalah dari kalangan para nabi kemudian orang yang berikutnya (semisalnya),
kemudian orang yang berikutnya (semisalnya), dan kemudian orang yang berikutnya (semisalnya).”
Diceritakan bahwa pada masa kekhilafahan dipegang oleh shahabat ‘Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma,
beliau mewakilkan kota Madinah kepada Jabir bin Al-Aswad Az-Zuhri. Dia (Jabir) menyeru manusia untuk berbaiat
kepada ‘Abdullah bin Az-Zubair. Maka berkatalah Sa’id: “Aku tidak mau berbaiat sampai manusia semuanya sepakat
untuk membaiatnya.” Maka beliau pun dicambuk sebanyak 60 cambukan. Sampailah kabar tersebut kepada
‘Abdullah bin Az-Zubair dan beliau pun menulis surat celaan kepada Jabir dan memerintahkan untuk membiarkan
Sa’id bin Al-Musayyib.
Kemudian pula di masa berkuasanya khalifah Al-Walid bin ‘Abdil Malik dan Sulaiman bin ‘Abdil Malik. Beliau diminta
untuk berbaiat kepada keduanya namun beliau tidak segera menyambutnya dan menunggu situasi kondusif terlebih
dahulu. Maka beliau dicambuk sebanyak 60 cambukan dan diarak di hadapan masyarakat dalam keadaan hanya
memakai celana kemudian setelah itu dijebloskan ke dalam penjara.
Kemudian pula beliau pernah disiksa oleh ‘Abdul Malik bin Marwan berupa cambukan sebanyak 50 kali kemudian
dijemur di panas matahari dalam keadaan hanya memakai celana.
Dan bentuk cobaan lain yang menimpa beliau adalah pemerintah yang berkuasa pada saat itu melarang kaum
muslimin untuk duduk bermajelis dengan beliau.
Namun beliau menghadapi semua itu dengan penuh kesabaran dan selalu mengharap datangnya pertolongan dari
Allah subhanahu wata’ala.
Wafat Beliau
Beliau wafat pada tahun 94 Hijriyah karena sakit keras yang menimpanya. Dan tahun tersebut dikenal sebagai tahun
Fuqaha’, karena banyaknya para fuqaha’ yang meninggal pada tahun tersebut. Semoga Allah subhanahu wata’ala
memberikan ampunan dan rahmat-Nya kepada beliau.
Bersambung, Insya Allah edisi berikutnya biografi ‘Urwah bin Az-Zubair.
Daftar rujukan:
1. Siyar A’lamin Nubala’
2. Al-Bidayah Wan Nihayah
3. Tadzkiratul Huffazh
4. Tahdzibut Tahdzib
5. Taqribut Tahdzib
dirangkum oleh Muhammad Rifqi dan Abu Abdillah Kediri
[1] Namun hal ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih utama daripada para shahabat yang masih hidup ketika itu.
Bahkan para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang terbaik dan paling utama sepeninggal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun yang datang setelah mereka -sampai hari kiamat nanti- yang
lebih utama dan lebih baik daripada para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
[2] Salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berkuasa antara tahun 64 H sampai 86 H.
[3] Memang benar keempat anak Abdul Malik kemudian menjadi khalifah, yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan
Hisyam.
[4] Sekali lagi ini bukan menunjukkan bahwa beliau lebih mulia dan lebih baik daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Abu
Hurairah. Pernyataan ini disebutkan sebatas untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu beliau tentang agama
ini. Ahlussunnah tetap berada di atas aqidah bahwa para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang
paling baik dan paling utama sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
http://www.assalafy.org/mahad/?p=404#more-404
http://www.darussalaf.or.id/biografi/mengenal-al-fuqaha-as-sabah-1-tujuh-tokoh-ulama-dari-madinah/

Keutamaan Sepuluh Orang Sahabat


yang Dijamin Masuk Surga
Hadits ibnumajah 130

‫صندنقاة مبان املامنثننى أنابو املامنثننى النننخقعشي نعمن‬ ‫س نحندنثننا ن‬ ‫سى مبان ايوان ن‬ ‫شاام مبان نعنمادر نحندنثننا قعي ن‬ ‫نحندنثننا قه ن‬
‫صنلى ن‬ ‫سول ا ن ق‬ ‫سقعيند مبنن نزميقد مبقن نعممقرو مبقن اننفميدل نياقول ا نكانن نر ا‬‫سقمنع ن‬ ‫ح مبقن املنحاقر ق‬
‫اا‬ ‫ا ن‬ ‫ث ن‬ ‫نجددقه قرنيا ق‬
‫ن‬
‫شنردة نفنقال ن أابو نبمكدر قفي املنجننقة نواعنمار قفي املنجننقة نواعمثنماان قفي املنجننقة نونعلقيي قفي‬ ‫سنلنم نعاقشنر نع ن‬ ‫نعنلميقه نو ن‬
‫سمعدد قفي املنجننقة نونعمباد النرمحنمقن قفي املنجننقة نفققيل ن لناه‬ ‫املنجننقة نونطملنحاة قفي املنجننقة نوالشزنبميار قفي املنجننقة نو ن‬
‫نممن النتاقساع نقال ن أنننا‬
Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Sa'd di surga &
Abdurrahman di surga. Lalu dikatakan kepadanya, Siapa yg kesembilan?
ia menjawab: Saya. [HR. ibnumajah No.130].

Hadits ibnumajah No.130 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin 'Ammar] berkata, telah menceritakan kepada kami [Isa bin Yunus]
berkata, telah menceritakan kepada kami [Shadaqah bin Mutsanna Abul Mutsanna An Nakha'i] dari kakeknya [Riyah
bin Ibnul Harits] ia mendengar [Sa'id bin Zaid bin 'Amru bin Nufail] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah kesepuluh dari sepuluh orang." Sa'id berkata; "Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di
surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Sa'd di surga dan Abdurrahman di surga." Lalu dikatakan kepadanya,
"Siapa yang kesembilan?" ia menjawab: "Saya."]]]

Hadits ibnumajah 131

‫ف نعمن نعمبقد‬ ‫سا د‬‫صميدن نعمن قهنلقل مبقن ني ن‬ ‫شمعنبنة نعمن اح ن‬ ‫ي نعمن ا‬ ‫شادر نحندنثننا امبان أنقبي نعقد ي‬ ‫نحندنثننا امنحنماد مبان نب ن‬
‫سقممعاتاه‬‫سلننم أندني ن‬ ‫صنلى ن‬
‫ا ا نعلنميقه نو ن‬ ‫اق ن‬ ‫سوقل ن‬ ‫شنهاد نعنلى نر ا‬ ‫سقعيقد مبقن نزميدد نقال ن أن م‬‫ا مبقن نظالقدم نعمن ن‬ ‫نق‬
‫سنلنم‬ ‫صنلى ن‬
‫اا نعنلميقه نو ن‬ ‫ا ن‬ ‫سول ا ن ق‬ ‫شقهيدد نونعنداهمم نر ا‬‫صدديدق أنمو ن‬ ‫نياقول ا امثابمت قحنرااء نفنما نعنلمينك إقنل ننقبيي أنمو ق‬
‫سقعياد مبان نزميدد‬‫ف نو ن‬ ‫سمعدد نوامبان نعمو د‬‫أنابو نبمكدر نواعنمار نواعمثنماان نونعلقيي نونطملنحاة نوالشزنبميار نو ن‬
Hai Hira`, diamlah kamu!, Karena di atasmu ada seorang Nabi atau shiddiq (orang yg jujur) atau syahid (orang yg
syahid). Kemudian Rasulullah menyebutkan mereka: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'd, Ibnu 'Auf
& Sa'id bin Zaid. [HR. ibnumajah No.131].

Hadits ibnumajah No.131 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu
'Adi] dari [Syu'bah] dari [Hushain] dari [Hilal bin Yasaf] dari [Abdullah bin Zhalim] dari [Sa'id bin Zaid] ia berkata; Aku
bersaksi atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa aku mendengarnya bersabda: "Hai Hira`, diamlah kamu!,
Karena di atasmu ada seorang Nabi atau shiddiq (orang yang jujur) atau syahid (orang yang syahid)." Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan mereka: "Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'd,
Ibnu 'Auf dan Sa'id bin Zaid."]]]

https://www.mutiarahadits.com/92/38/76/keutamaan-sepuluh-orang-sahabat-yang-dijamin-masuk-
surga.htm

Autoriti dan Keutamaan Tafsir Sahabat Nabi Muhammad

Imam Asy-Syafi’i berkata,

“Mereka (para sahabat) mengatasi kita dalam ilmu, ijtihad, wara’, kecerdikan dan dalam hala-hal yang
memerlukan ilmu pengetahuan dan pengambilan hukum”.

Al-Zarkasyi pula dalam kitabya al-Burhan fi Ulumil Qur’an,

“Penafsiran sahabat perlu diberi perhatian, sekiranya tafsiran dibuat dari susudt bahasa maka mereka
adalah ahli bahasa. Dan sekiranya tafsiran berkaitan dengan sebab-sebab kenapa sesuatu ayat itu
diturunkan, maka ia tidak boleh dipertikaikan lagi”.

Al-Hafidz Imam Ibnu Kathir juga menyebutkan tentang keutamaan tafsir para sahabat di,
“Metode penafsiran yang paling benar, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an. Jika anda tidak dapat
menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, maka hendaklah anda menafsirkannya dengan hadith. Dan jika
tidak menemukan penafsirannya di dalam al-Qur’an dan hadith, maka hendaklah merujuk pada pendapat
para sahabat, karena mereka lebih mengetahui berdasarkan konteks dan kondisi yang hanya merekalah
menyaksikan nya, selain itu mereka iuga memiliki pemahaman yang sempurna, pengetahuan yang benar,
dan amal shalih. Namun jika tidak ditemukan juga, maka kebanyakan para imam merujuk kepada
pendapat para Tabi’in dan Ulama’ sesudahnya.”

Ahli-ahli Tafsir Dari Kalangan Sahabat yang Terkenal

Sekumpulan para sahabat amat dikenali kerana cerdas dan bijak dalam mentafsirkan ayat Al-Qur’an.
Antara mereka ialah empat khalifah Abu Bakar as-Siddiq, Umar al-Khattab, Uthman bin Affan dan Ali bin
Abli Talib (semoga Allah redha kepada mereka semua). Ini dinyatakan oleh Imam Suyuti dalam kitabnya
al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Namun begitu tidak laporan tafsir diterima dari 3 khalifah yang pertama. Ini
lantaran, mereka sibuk dengan urusan pemerintahan negara. Selain itu, keperluan untuk mencatat tafsir
mereka ketika itu masih belum ada, memandangkan ramai orang yang mengetahui ilmu tafsir.

Selain empat orang sahabat ini, beberapa sahabat lain juga sering dirujuk dan dijadikan panduan dalam
ilmu tafsir. Mereka ialah Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubair, Zaid bin
Thabit, Ubay bin Kaab dan Abu Musa Al-Asy’ari.

Ali bin Abi Talib (semoga Allah redha kepada beliau) wafat tahun 40 H

Ali bin Abi Talib mempunya banyak keutamaan. Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat keutamaan Ali bin Abu
Talib selepas Abu Bakar, Umar dan Uthman. Beliau termasuk dari 10 orang sahabat nabi yang dijanjikan
syurga.

Beliau dikenali dengan sifat berani dan fikiran yang cerdas. Beliau menyertai kebanyakan peperangan
bersama-sama Nabi Muhammad. Bahkan merupakan pemegang bendera dalam kebanyakan peperangan.

Ali adalah sahabat yang paling banyak tafsiran Al-Qur’an, lantaran kelapangan masa dan tidka terikat
dengan jawatan khalifah sehingga akhir khalifah Uthman. Lebih-lebih lagi usia beliau yang panjang
memungkinkan beliau memberi sumbangan dalam periwayatan tafsir kepada umat Islam.

Abdullah bin Abbas, seorang sahabat muda yang cerdas yang juga sepupu beliau menyebutkan,

“Ilmu tafsir yang aku kumpul adalah dari Ali Bin Abi Talib” dan beliau juga berkata,

“Sekiranya datang keterangan daripada Ali, kami tidak akan mencari yang lain”.
Pada suatu ketika Ali dilaporkan pernah mengajak umat Islam untuk belajar tafsir langsung daripadanya,

“Tanyalah aku, tanyalah aku dan tanyalah kepada aku tentang kitab Allah. Demi Allah, tidak ada satu
ayatpun kecuali aku tahu waktu mana ianya turun, sama ada malam atau siang.”

Namun begitu wujud juga laporan-laporan tafsir yang palsu disandarkan kepada Ali. Ini dilakukan
golongan Syiah demi menegakkan pemikiran mereka yang sesat.

Abdullah bin Abbas (wafat 68 H)

Beliau merupakan kanak-kanak cerdas yang membesar pada zaman Nabi. Lahir 3 tahun sebelum hijrah.
Ini bermakna beliau hanya sempat hidup bersama nabi selama 13 tahun sahaja.

Beliau didoakan oleh nabi, “Ya Allah! Kurniakan dia kefahaman dalam agama”.

Berkat doa Rasulullah dan juga ketekukan beliau menuntut ilmu, akhirnya beliau dikenali sebagai sahabat
yang cerdas dan bijak. Walaupun pada usia yang sangat masih muda, beliau tetap dijadikan rujukan oleh
sahabat-sahabat yang lebih dewasa.

Abdullah bin Mas’ud pernah memujinya,

“Abdullah bin Abbas adalah sebaik-baik pentafsir Al-Qur’an. Sekiranya dia sebaya kami, pasti tidak
seorangpun daripada kami yang dapat menandinginya”.

Abdullah bin Umar pertanya ditanya tentang tafsir suatu ayat, maka beliau mengarahkan supaya ditanya
kepada Abdullah bin Abbas,

“Pergilah berjumpa Abdullah bin Abbas dan tanyalah dia. Sesungguhnya dialah orang yang paling
mengetahui tentang wahyu yang turun ke atas Nabi Muhammad sekarang ini”. Dan pada ketika yang lain
Abdullah bin Umar berkata,

“Abdullah bin Abbas adalah umat Muhammad yang paling mengetahui mengenai apa yang diturunkan
kepada Muhammad”. (Imam Az-Zahabi, Tafsir wa Mufassirun)

Manakala seorang tabi’in terkenal Ato’ bin Abi Rabah memuji Abdullah bin Abbas yang menjadi gurunya,

“Aku tidak pernah melihat majlis ilmu yang lebih mulia daripada majlis ilmu Abdullah bin Abbas yang
dipenuhi kefahaman dan diselubungi rasa takut kepada Allah. Penuntut ilmu fikih, tafsir dan syair
menghadiri majlisnya. Beliau memenuhi hajat mereka daripada lembah ilmu yang luas”.

Begitu pula pujian seorang tabi’in , Abu Wa-il,


“Abdullah bin Abbas, sebagai pemimpin jemaah haji yang dilantik oleh Uthman telah membaca khutbah
semasa musim haji. Beliau membacakan surah an-Nur membaca satu demi satu ayat dan
mantafsirkannya. Tidak pernah aku lihat mahupun mendengar percakapan seperti lelaki itu. Kalaulau
Parsi, Rom, dan Tukri mendengar kata-katanya, pasti mereka akan memeluk Islam”.

Antara anak murid beliau yang terkenal meriwayatkan tafsir darinya ialah Mujahid bin Jabr, Ikrimah, Ato’
bin Abi Robah dan Said bin Jubair.

Abdullah bin Mas’ud (wafat 32 H)

Abdullah bin Mas’ud merupakan antara orang yang awal memeluk Islam. Beliau terlibat dalam dua hijrah
yakni Hijrah ke Habsyah dan hijrah ke Madinah. Beliau mengambil secara langsung 70 surah Al-Qur’an
seperti yang direkodkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Sahihnya.

Ketika mula-mula Nabi Muhammad berkenalan dengan Abdullah bin Mas’ud, beliau sudah mengesan
kebijaksanaan dan kecerdasan Abdullah bin Mas’ud. Kata Nabi,

“Sesungguhnya engkau seorang budak yang akan menguasai ilmu” (HR Ahmad, hassan menurut Syuaib
Arnauth)

Abdullah bin Mas’ud menguasai Al-Qur’an dan tafsirannya lantaran beliau sering mendampingi nabi.
Seperti yang diceritakan oleh Abu Musa Al-Asy’ari, “Aku dan saudara lelakiku datang dari Yaman. Dan
ketika kami datang, kami menyangka Abdullah bin Mas’ud dan ibunya adalah termasuk ahli keluarga (ahli
bait) Rasulullah kerana mereka berdua sering masuk dan berada di rumah Rasulullah”. (Sahih Muslim)

Dalam peristiwa yang lain Abu Musa bercerita lagi, “Abdullah bin Mas’ud memang selalu bersama
Rasulullah ketika kita tidak turut serta, dan beliau diizinkan masuk ke rumah nabi ketika kita tidak
diizinkan masuk”. (Sahih Muslim)

Selain sering mendampingi nabi, Abdullah bin Mas’ud gigih menuntut ilmu Al-Qur’an. Katanya,

“Para sahabat Rasululah tahu bahawa aku paling pandai di antara mereka tentang Kitab Allah. Seandainya
aku tahu ada orang yang lebih pandai dari aku, maka aku akan pergi berjumpa dengannya (untuk
berguru)”. (Sahih Muslim)

Kata nabi lagi memuji Abdullah bin Mas’ud,

“Sesiapa yang ingin membaca Al-Qur’an persis ketika ia diturunkan, maka bacalah mengikut bacaan anak
Ummu ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud)”.

Abdullah bin Mas’ud sendiri pernah melaporkan hadith dari nabi,


“Pelajarilah Al-Qur’an dari empat orang ; 1) Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud), 20 Ubay bin Kaab, 3)
Salim, bekas budak Hudzaifah, dan 4) Muadz bin Jabal” (Sahih Muslim)

Beliau dihantar oleh Khalifah Umar untuk mengajar agama di Kufah. Orang-orang Kufah mendapat
manfaat dari luas dan dalamnya ilmu Abdullah bin Mas’ud Antara tabi’in di Kufah yang menjadi anak
muridnya yang terkenal termasuklah Qatadah, Alqomah, Asy-Sya’bi dan Masruq.

Ubay bin Kaab (w 30 H)

Ubay bin Kaab merupakan juru tulis pertama bagi Nabi Muhammad setelah berhijrah ke Madinah. Beliau
sempat mengkuti Perjanjian Aqabah dan termasuk sahabat yang menyertai Perang Badar.

Ubay ialah Sayyid Qurra, salah seorang penulis wahyu Nabi Muhammad sehingga nabi mengatakan, “ Yang
paling baik bacaan Al-Qur’an dari kalangan mereka ialah Ubay ”.

Sahabat Anas bin Malik melaporkan,

“Pada masa Rasulullah ada empat orang yang menghimpunkan Al-Qur’an, yang semuanya dari kaum
Ansar. Mereka ialah Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Kaab, Zid bin Thabit dan Abu Zaid”. (Sahih Muslim)

Antara anak murid beliau ialah Zaid bin Aslam, Abu Aliyah dan Muhamamad bin Kaab al-Khurodi.

Rujukan

1. Bagaimana Memahami Al-Qur’an. Muhammad Jamil Zainu. Terjemahan Salafudin Aj. Pustaka Al-
Kautsa, Jakarta (2006).
2. Fahami Al-Qur’an Menurut Kaedah Para Ulama’. Mohd Sabri Mohamed. Karya Bestari, Shah Alam
(2007).

3. Pengantar Usul Tafsir. Dr. Fauzi Deraman dan Mustaffa Abdullah. Akademi Pengajian Islam
Universiti Malaya, Kuala Lumpur (2006).

4. Pengenalan Ringkas Ususl Tafsir. Muhammad bin Soleh al-Uthaimin. Terjemahan Fadlan bin Mohd
Othman. Jahabersa, Johor Bahru (2005).

5. Tafsir Ibnu Katsir (jilid 1). Peneliti ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu
Syaikh. Terjemahan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta (2005)

6. Ringkasan Sahih Muslim. Muhammad Nasiruddin al-Albani. Gema Insani, Jakarta.

https://kitabtafseer.wordpress.com/2010/10/30/sahabat-nabi-muhammad-yang-pandai-tafsir-al-quran/
Dan setelah Rasulullah saw. wafat, para sahabat mulai memahami al-Quran dan
menafsirinya. Berikut ini 10 Tokoh Ahli Tafsir Dari Kalangan Sahabat :

 Abu Bakar al-Shiddiq


 Umar Bin Khatthab
 Ustman bin Affan
 Ali bin Abi Thalib
 Abdullah Bin Mas'ud
 Abdullah bin Abbas
 Ubay bin Ka'ab
 Zaid bin Tsabit
 Abu Musa al-Asy'ari
 Abdullah bin Zubair
Dikalangan para khulafaurrasyidin, yang paling banyak riwayat berkenaan penafsian al-
Quran adalah Ali bin Abi Thalib, hal ini dikarenakan tiga khalifah sebelumnya lebih
dahulu wafat.

Lantas siapakah yang paling terkenal sebagai seorang Mufassir diantara sepuluh
sahabat diatas? yang paling terkenal sebagai mufassir diantara sepuluh sahabat diatas
adalah Abdullah bin Abbas. Selain memiliki julukan Turjuman al-Quran "Penerjemah al-
Quran", Hal ini dilandasi dengan sebuah riwayat hadits, bahwa Rasulullah saw. sendiri
memberikan penghargaan dengan sebuah doa yang sangat masyhur :

‫اللهم فقهه في الدين وعلمه التأويل‬


"Ya Allah berikan dia (Abdullah bin Abbas) pemahaman didalam Agama, dan ajarilah
dia Ta'wil"
Nah, apakah para pembaca tertarik memiliki Tafsir Ibnu Abbas? gampang, silahkan
anda download pada link berikut secara gratis : Kitab Tafsir Ibnu Abbas

Imam Syafi'i pernah berkomentar tentang Abdullah bin Abbas sebagai seorang Mufassir
" Telah ada sekitar 100 Riwayat berkenaan dengan Tafsir Abdullah bin Abbas".

As-Suyuuthiy rahimahullah berkata:


[‫ قاله مسلم في ]وآخرهم‬.‫سننة مئة[ من الهجرة‬ ‫صحَّابة ]موتتا[ ممطلقا ]أبو ال ط‬
‫طفُّيل[ عامر بن واثلة الليثي ]مات ن‬ ‫أي ال ص‬
‫»صحَّيحَّه« ورواه الحَّاكم في »المستدرك« عن خليفُّة بن خصياط‬.
‫خر بعد المئة‬
‫ إصنه تأ ص‬:‫وقال خليفُّة في غير رواية الحَّاكم‬.
‫ قاله ممصعب بن عبد ا الطزبيري‬.‫سننة اثنتين ومئة‬
‫ مات ن‬:‫ل‬
‫وقي ن‬.
‫سننة سبع ومئة‬
‫ أصنه مات ن‬:‫ وأبو زكريا بن منده‬,‫ وابن قانع‬,‫وجزم ابن حصبان‬.
‫ هذا أبو‬:‫ فقالوا‬,‫ت عنها‬
‫ فسأل م‬,‫ت جنازة‬
‫ فرأي م‬,‫سننة عشر ومئة‬ ‫ت بم ص‬
‫كة ن‬ ‫ كن م‬:‫ عن أبيه‬,‫وقال وهب بن جرير بن حازم‬
‫ال ط‬.
‫طفُّيل‬
‫سننة عشر‬
‫هبي أصنه ن‬
‫حَّحَّ الصذ ن‬
‫وص ص‬.
‫ وال ز‬,‫ وابن منده‬,‫ ومصعب الطزبيري‬,‫ فجزم به مسلم‬,‫طلتقا‬
‫مززي في آخرين‬ ‫صحَّابة موتتا مم ط‬
‫وأصما كونه آخر ال ص‬.
‫جل رآمه‬
‫ وما على وجه الرض ر م‬- ‫ صلى ا عليه وسلم‬- ‫سول ا‬ ‫وفي »صحَّيحَّ« ممسلم عن أبي ال ط‬
‫ رأيت نر م‬:‫طفُّيل‬
‫غيري‬.

“Dan yang paling akhir di kalangan shahabat yang meninggal dunia secara mutlak adalah
Abu Thufail ‘Aamir bin Waatsilah Al-Laitsiy. Ia meninggal dunia tahun 100 H, sebagaimana
dikatakan Muslim dalam Shahiih-nya[1]. Diriwayatkan pula oleh Al-Haakim dalam Al-
Mustadrak[2] dari Khaliifah bin Khayyaath.
Telah berkata Khaliifah (bin Khayyaath)[3] dalam selain riwayat Al-Haakim :
“Sesungguhnya ia meninggal dunia setelah tahun 100 H”.
Dan dikatakan : “Ia meninggal dunia tahun 102 H – sebagaimana dikatakan Mush’ab bin
‘Abdillah Az-Zubairiy[4]”.
Ibnu Hibban[5], Ibnu Qaani’, dan Abu Zakariyya bin Mandah men-jazm-kan (menetapkan)
bahwasannya ia meninggal dunia tahun 107 H.
Wahb bin Jariir bin Haazim berkata dari ayahnya : Aku pernah berada di Makkah pada
tahun 110 H. Lalu aku melihat jenazah dan kemudian aku tanya orang-orang perihal
dirinya. Mereka berkata : “Ini adalah Abuth-Thufail”.[6]
Adz-Dzahabiy membenarkan[7] bahwa ia meninggal dunia tahun 110 H.
Keberadaan Abuth-Thufail sebagai shahabat yang paling akhir meninggal dunia secara
mutlak, maka hal itu telah ditetapkan oleh Muslim, Mush’ab Az-Zubairiy, Al-Mizziy[8], dan
yang lainnya.
Dalam Shahiih Muslim[9], dari Abu Thufail, ia berkata : “Aku pernah melihat
Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada seorang pun (yang masih hidup) di
muka bumi (saat ini) yang pernah melihat beliau selain aku” [Tadriibur-Raawiy, 2/691-692,
tahqiq : Abu Qutaibah Al-Faryaabiy; Maktabah Al-Kautsar, Cet. 2/1415 H].
Adapun jika diklasifikasikan menurut negeri, maka yang paling akhir menurut penjelasan
beberapa ulama adalah :
a. Makkah : Abuth-Thufail – dengan penjelasan di atas.
b. Madiinah : Sahl bin Sa’d As-Saa’idiy.
‫سطعدد‬ ‫ن ن‬ ‫ل طب م‬ ‫سطه م‬‫ت ن‬ ‫ُّ نقا ن‬،‫ي‬
‫ " نما ن‬:‫ل‬ ‫مطنزذزر اطل ز‬
‫حَّنزازم ط‬ ‫ن اطل م‬‫م طب م‬
‫هي م‬‫ُّ ثنننا إزطبنرا ز‬،‫ي‬
‫شطعنرانز ط‬
‫مدد ال ص‬‫حَّ ص‬
‫ن مم ن‬‫ل طب م‬ ‫ض م‬‫ُّ ث نننا اطلنفُّ ط‬،‫ل‬
‫منؤصم ز‬‫ن اطل م‬ ‫ممد طب م‬ ‫حَّ ص‬
‫خبننرننا مم ن‬‫أن ط‬
‫ه‬
‫ه نوآلز ز‬‫صصلى الل صمه نعلنطي ز‬
‫ي ن‬‫ب الصنزب ز‬
‫حَّا ز‬ ‫ن أن ط‬
‫ص ن‬ ‫ت زم ط‬ ‫ن نما ن‬ ‫خمر نم ط‬‫هنو آ ز‬‫ُّ نو م‬،‫ن‬‫سزعي ن‬ ‫حندىَ نوتز ط‬‫ة إز ط‬
‫سنن ن‬‫ة ن‬ ‫مزدينن ز‬ ‫س زباطل ن‬‫كصنى أننبا اطلنعصبا ز‬ ‫ُّ مي ن‬،‫ي‬
‫عزد ط‬ ‫سا ز‬‫ال ص‬
‫ة‬
‫سنن د‬‫ة ن‬ ‫ن‬
‫ن زمائ ز‬ ‫هنو اطب م‬‫ة نو م‬ ‫مزدينن ز‬ ‫ط‬
‫م زبال ن‬ ‫ص‬
‫سل ن‬ ‫" نو ن‬
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Muammal : Telah menceritakan
kepada kami Al-Fadhl bin Muhammad Asy-Sya’raaniy : Telah menceritakan kepada kami
Ibraahiim bin Al-Mundzir Al-Hizaamiy, ia berkata : Sahl bin Sa’d As-Saa’idiy yang berkun-
yah Abul-‘Abbaas meninggal dunia di Madiinah pada tahun 91 H, dan ia adalah orang
terakhir yang meninggal dunia dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa
sallam di Madiinah, yang berusia 100 tahun” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim, 3/572;
sanadnya hasan hingga Ibraahiim].
Al-Mizziy berkata :
‫ ليس بيننا فى ذلك اختلفا ـ يعنى فى أنه آخر من مات بالمدينة من الصحَّابة‬: ‫قال محَّمد بن سعد‬
“Muhammad bin Sa’d berkata : Tidak ada perbedaan pendapat di antara kami tentang hal
itu’ – yaitu bahwa ia adalah orang yang terakhir meninggal dunia di Madiinah dari kalangan
shahabat” [Tahdziibul-Kamaal, 12/190].
Akan tetapi Al-‘Iraaqiy mengatakan bahwa Mahmuud bin Ar-Rabii’-lah yang paling akhir
meninggal dunia di Madiinah, yaitu tahun 99 H [Tadriibur-Raawiy, 2/694].
c. Kuufah : ‘Abdullah bin Abi Aufaa.
‫صصلى اللصمه‬ ‫ل اللص ز‬
‫ه ن‬ ‫سو ز‬
‫ب نر م‬
‫حَّا ز‬
‫ص ن‬ ‫ن أن ط‬ ‫ت زباطلمكونف ز‬
‫ة زم ط‬ ‫ن نما ن‬
‫خنر نم ط‬
‫نآ ز‬ ‫ " نونقطد زقي ن‬:‫ل‬
‫ل إز ص‬ ‫ُّ نقا ن‬،‫جزريدر‬
‫ن ن‬
‫ممد طب م‬ ‫ُّ ث نننا مم ن‬،‫جطعنفُّدر‬
‫حَّ ص‬ ‫ن ن‬ ‫خلنمد طب م‬‫خبننرزني نم ط‬ ‫أن ط‬
‫ن أنزبي أنطونفى‬ ‫م نعطبمد الل ص ز‬
‫ه طب م‬ ‫سل ص ن‬
‫ه نو ن‬ ‫" نعل نطي ز‬
‫ه نوآلز ز‬
Telah mengkhabarkan kepadaku Makhlad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Jariir, ia berkata : “Dan sungguh telah dikatakan, sesungguhnya orang
terakhir yang meninggal dunia di Kuufah dari kalangan shahabat Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa aalihi wa sallam adalah ‘Abdullah bin Abi Aufaa” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim
3/571; sanadnya hasan hingga Muhammad bin Jariir].
Ibnu Hajar berkata :
‫ُّ و هو آخر من مات بالكوفة من الصحَّابة‬، ‫ُّ و عمر بعد النبى صلى ا عليه وسلم دهرا‬، ‫شهد الحَّديبية‬
“Ia menyaksikan perjanjian Hudaibiyyah dan berumur panjang sepeninggal Nabishallallaahu
‘alaihi wa sallam. Ia adalah orang terakhir yang meninggal dunia di Kuufah dari kalangan
shahabat” [Tahdziibut-Tahdziib, 5/152].
‘Abdullah bin Abi Aufaa ‘Alqamah bin Khaalid bin Al-Haarits Al-Aslamiy, Abu Ibraahiim/Abu
Muhammad/Abu Mu’aawiyyah; salah seorang shahabat Nabishallallaahu ‘alaihi wa
sallam yang mulia. Meninggal dunia pada tahun 87 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 492 no.
3236].
d. Khurasaan : Buraidah bin Al-Hashiib.
Ibnu Hajar berkata :
‫ن‬
‫ت زم ن‬
‫ن نما ن‬
‫خمر نم ط‬
‫هنو آ ز‬
‫ُّ نو م‬،‫خطيبننر‬ ‫شنهند نفطت ن‬
‫حَّ ن‬ ‫ُّ ن‬،‫ي‬
‫م ط‬ ‫صيبز اطل ن ط‬
‫سلن ز‬ ‫ن اطل ن‬
‫حَّ ز‬ ‫هنو اطب م‬
‫ُّ مبنرطيندمة م‬،‫ة‬
‫حَّابن ز‬
‫ص ن‬ ‫ن ال ص‬ ‫ة زم ن‬‫ ث ننلث ن ة‬:‫ه‬‫ُّ نوزفي ز‬،َّ‫ح‬
‫حَّي ة‬
‫ص ز‬‫ث ن‬ ‫حزدي ة‬ ‫هنذا ن‬ ‫ن‬
‫ها‬
‫شنهطد ن‬ ‫م ين ط‬ ‫ن‬
‫ُّ نول ط‬،‫ل بنطددر‬ ‫ن‬
‫م قطب ن‬ ‫ن‬
‫سل ن‬ ‫ن‬
‫ُّ نوأ ط‬،‫ن‬‫سا ن‬‫خنر ن‬ ‫ة بز م‬
‫حَّابن ز‬
‫ص ن‬‫ُّال ص‬،
Ini adalah hadits shahih. Padanya terdapat tiga orang shahabat, yaitu : (1) Buraidah bin Al-
Hashiib Al-Aslamiy. Ia menyaksikan peperangan Khaibar, dan ia adalah orang terakhir yang
meninggal dunia dari kalangan shahabat di Khurasaan. Masuk Islam sebelum peperangan
Badr, namun ia tidak ikut serta di dalamnya...” [Ittihaaful-Khairah, 1/122].
Abu Nu’aim berkata :
‫ن‬
‫س زتي ن‬ ‫ة اطثنننتطي ز‬
‫ن نو ز‬ ‫سنن ن‬
‫ن ن‬
‫سا ن‬
‫خنرا ن‬
‫ة بز م‬
‫حَّابن ز‬
‫ص ن‬ ‫ن ال ص‬
‫ت زم ن‬
‫ن نما ن‬
‫خمر نم ط‬
‫هنو آ ز‬
‫نو م‬
“Ia (Buraidah bin Al-Hashiib) adalah orang terakhir yang meninggal dunia dari kalangan
shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Khurasaan, pada tahun 62 H” [Ma’rifatush-
Shahaabah, 1/34].
Akan tetapi Al-‘Iraaqiy menyanggah bahwa Abu Barzah Al-Aslamiy lah yang paling akhir
meninggal dunia di sana, yaitu tahun 74 H [Tadriibur-Raawiy, 2/697].
e. Syaam : ‘Abdullah bin Busr.
Abu Nu’aim berkata :
‫ة‬
‫حَّابن ز‬
‫ص ن‬ ‫ن ال ص‬
‫شازم زم ن‬
‫ت زبال ص‬
‫ن نما ن‬
‫خمر نم ط‬
‫ُّ آ ز‬،‫ن‬ ‫ أنمبو ن‬:‫ل‬
‫صطفُّنوا ن‬ ‫كصنى أننبا بز ط‬
‫ُّ نوزقي ن‬،‫سدر‬ ‫ي مي ن‬ ‫ي اطل ن‬
‫ماززنز ط‬ ‫سل ن ز‬
‫م ط‬ ‫ن ال ط‬ ‫سرد أنمبو ن‬
‫صطفُّنوا ن‬ ‫ن مب ط‬ ‫نعطبمد الل ص ز‬
‫ه طب م‬
“’Abdullah bin Busr, Abu Shafwaan As-Sulamiy Al-Maaziniy, berkun-yah Abu Bisr, atau
dikatakan : Abu Shafwaan. Ia adalah orang terakhir yang meninggal dunia di Syaam dari
kalangan shahabat” [Ma’rifatush-Shahaabah, 3/106]
Taajuddiin As-Subkiy berkata :
ُّ،‫ن‬ ‫ن نوث ن ن‬
‫مازني ن‬ ‫ة ثن ن‬
‫ما د‬ ‫ت نونفاتممه ن‬
‫سنن ن‬ ‫ُّ نونكان ن ط‬،‫شازم‬
‫ة زبال ص‬
‫حَّابن ز‬
‫ص ن‬ ‫ن ال ص‬
‫ت زم ن‬
‫ن نما ن‬
‫خمر نم ط‬
‫صودر آ ز‬‫ن نمطن م‬ ‫ن طب ز‬‫ن بنزني نمازز ز‬‫ي زم ط‬ ‫ماززنز ط‬ ‫سرد اطل ن‬ ‫ن مب ط‬
‫ه طب م‬ ‫نعطبمد الل ص ز‬
‫ث‬‫حازدي م‬ ‫ي أن ن‬ ‫ب‬
‫ز صز ز‬‫ن‬‫ال‬ ‫ن‬‫ع‬‫ن‬ ‫ه‬
‫م‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫و‬
‫ن‬ ُّ،‫ن‬‫ن‬ ‫ني‬
‫ز‬ ‫ما‬
‫ن‬ ‫ن‬ ‫ث‬ ‫و‬
‫ن‬ ‫ع‬
‫ط د‬‫ب‬ ‫س‬‫ن‬ ‫ة‬‫ن‬ ‫ن‬
‫ن‬ ‫س‬
‫ن‬ :‫ل‬‫نوزقي ن‬
“’Abdullah bin Busr Al-Maaziniy dari Bani Maazin bin Manshuur, orang terakhir yang
meninggal dunia dari kalangan shahabat di Syaam. Ia meninggal dunia tahun 88 H, dan
dikatakan pula tahun 87 H. Ia mempunyai beberapa hadits dari Nabishallallaahu ‘alaihi wa
sallam” [Mu’jamusy-Syuyuukh, no. 172].
f. Bashrah : Anas bin Maalik.
Al-Baghawiy berkata:

‫ة نثلثد‬ ‫سنن ن‬
‫ت بزنها ن‬ ‫ن اطلبن ط‬
‫ُّ نما ن‬،‫صنرنة‬ ‫ك ن‬‫س ن‬‫م ن‬ ‫سل ص ن‬‫ه نو ن‬‫ا نعل نطي ز‬ ‫صصلى م‬ ‫خازدمم الصنزبيز ن‬
‫ُّ ن‬،‫ي‬
‫ج ط‬‫خطزنر ز‬ ‫ي اطل ن‬‫جازر ط‬
‫منزنة الصن ص‬‫ح ط‬‫ك أنمبو ن‬ ‫ن نمالز د‬ ‫س طب م‬‫نوأننن م‬
‫ب‬
‫حَّا ز‬
‫ص ن‬ ‫ن‬
‫نأ ط‬ ‫ت زباطلبن ط‬
‫صنرزة زم ط‬ ‫ن نما ن‬ ‫خنر نم ط‬‫نآ ز‬ ‫ُّ نونكا ن‬،‫صنرزة‬
‫ن اطلبن ط‬‫ن زم ن‬ ‫خطي ز‬ ‫ف نعنلى نفطر ن‬
‫س ن‬ ‫ن زبالطص ز‬
‫ُّ نومدفز ن‬،‫ة‬
‫منع د‬ ‫ج م‬
‫ن نزطيدد زفي م‬ ‫جابزمر طب م‬‫هنو نو ن‬‫ُّ م‬،‫ن‬ ‫سزعي ن‬‫نوتز ط‬
‫م‬ ‫ص‬ ‫ل‬‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬
‫م ن ط ز ن ن ن‬ ‫ي‬‫ن‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫ا‬ ‫لى‬ ‫ص‬ ‫ص‬
‫الصنزب ز ن‬
‫ي‬
“Anas bin Maalik, Abu Hamzah An-Najjaariy Al-Khazraajiy, pembantu Nabishallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Tinggal di Bashrah dan meninggal dunia di sana pada tahun 93 H. Ia dan Jaabir
bin Zaid meninggal dunia pada hari Jum’at. Dikuburkan di Thaff yang berjarak
2 farsakh dari Bashrah. Ia adalah orang terakhir yang meninggal dunia di Bashrah dari
kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Syarhus-Sunnah, 1/29].
g. Sijistaan : Al-‘Adaa’ bin Khaalid bin Haudzah.
Ibnu Hajar berkata :
‫و ذكر أبو زكريا بن مندة أنه آخر من مات من الصحَّابة بالرخيخ‬
“Abu Zakariyyaa bin Mandah menyebutkan bahwa ia adalah orang yang paling akhir
meninggal dunia dari kalangan shahabat di Rakhiij” [Tahdziibut-Tahdziib, 7/163].
As-Suyuuthiy berkata :
‫ ذكرهما أبو زكريا بن نمطنده‬,‫هطوذة‬
‫ النعنداء بن خالد بن ن‬:‫هم بسجستان‬
‫آخر م‬
“Orang yang paling akhir dari kalangan shahabat yang meninggal dunia di Sijistaan adalah
Al-‘Adaa’ bin Khaalid bin Haudzah. Kedua hal itu disebutkan oleh Abu Zakariyyaa bin
Mandah” [Tadriibur-Raawiy, 2/697].
h. Thaaif : Ibnu ‘Abbaas.
i. Ashbahaan : An-Naabighah Al-Ja’diy.
j. Samarqand : Qutsam bin Al-‘Abbaas.
As-Suyuuthiy berkata :
‫وآخرهم بال ص‬.
‫ ابن عصباس‬:‫طائف‬
‫ وأبو منعيم‬,‫شطيخ‬
‫ قاله أبو ال ص‬,‫جطعدي‬
‫ الصنابغة ال ن‬:‫هم بأصبهان‬
‫وآخر م‬.
‫ مقنثم بن العصباس‬:‫وآخرهم بسمرقند‬
“Yang paling akhir meninggal dunia dari mereka (shahabat) di Thaaif adalah Ibnu ‘Abbaas.
Yang paling akhir meninggal dunia dari mereka di Ashbahaan adalah An-Naabighah Al-
Ja’diy. Dan yang paling akhir meninggal dunia dari mereka di Samarqand adalah Qutsam
bin Al-‘Abbaas” [idem].
Wallaahu a’lam.
Itu saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor –27021435/29122013 –
22:30].

[1] Setelah hadits no. 2340 :

‫سل ص ن‬
‫م‬ ‫ا نعلنطي ز‬
‫ه نو ن‬ ‫صصلى م‬ ‫ل الل ص ز‬
‫ه ن‬ ‫سو ز‬
‫ب نر م‬
‫حَّا ز‬
‫ص ن‬ ‫ن أن ط‬
‫ت زم ط‬
‫ن نما ن‬
‫خنر نم ط‬ ‫ُّ نونكا ن‬،‫ة‬
‫نآ ز‬ ‫ة زمائن د‬
‫سنن ن‬ ‫ت أنمبو الط طنفُّطي ز‬
‫ُّ ن‬،‫ل‬ ‫ نما ن‬:‫ج‬
‫جا ز‬
‫حَّ ص‬
‫ن ال ط‬
‫م طب م‬
‫سزل م‬ ‫نقا ن‬
‫ل مم ط‬

Muslim bin Al-Hajjaaj berkata : “Abuth-Thufail meninggal dunia pada tahun 100 H, dan ia adalah
orang terakhir yang meninggal dunia dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.

[2] 3/618.

[3] Ath-Thabaqaat hal. 30 & 279.

[4] Diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 3/618 :

‫ن نعطبزد الل ص ز‬
‫ه‬ ‫ة طب ز‬ ‫ن نواثزلن ن‬ ‫ " نعازممر طب م‬:‫ل‬ ‫ُّ نقا ن‬،‫ه‬ ‫ن نعطبزد الل ص ز‬ ‫ب طب م‬ ‫ُّ ثنننا مم ط‬،‫ي‬
‫صنع م‬ ‫ق اطل ن‬
‫حَّطربز ط‬ ‫حَّا ن‬‫س ن‬ ‫ن إز ط‬ ‫م طب م‬ ‫هي م‬ ‫ُّ ثنننا إزطبنرا ز‬،‫ه‬‫ن نبالننوطي ز‬
‫مند طب ز‬‫ح ن‬‫ن أن ط‬‫ممد طب م‬ ‫حصدثنزني أنمبو بنطكدر مم ن‬
‫حَّ ص‬ ‫ن‬
‫ل‬ ‫ز‬
‫ن ن ن‬‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ني‬‫ز‬ ‫س‬‫ز‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ما‬ ‫ن‬ ‫ث‬
‫ن ن ن ن‬‫م‬ ‫ص‬ ‫ل‬‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬
‫ز‬ ‫ز‬ ‫ل‬‫وآ‬
‫ط ن‬‫ه‬
‫ز‬ ‫ي‬‫ن‬ ‫ل‬ ‫ع‬
‫ن‬ ‫ه‬ ‫م‬ ‫ص‬ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫لى‬ ‫ص‬ ‫ص‬ ‫ي‬
‫صز ز ن‬‫ب‬‫ن‬ ‫ال‬ ‫ة‬
‫ز‬ ‫يا‬ ‫ح‬ ‫ن‬ ‫م‬
‫ز‬
‫ن ط ن ن ط ن ن‬ ‫ك‬ ‫ر‬ ‫د‬‫ن‬ ‫أ‬‫و‬ ُّ،‫د‬‫د‬ ‫ح‬‫ن م‬‫م‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫عا‬
‫ن‬ ‫د‬‫م ن‬‫ز‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ث‬
‫د‬ ‫ي‬‫ن‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫د‬
‫ز‬
‫ط ز ن ط ط ز ط‬ ‫ع‬ ‫س‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ن‬
‫ن‬ ‫يا‬ ‫ح‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ش‬ َّ‫ح‬
‫ط ز ط ز ن ط ز ط ز ن ص‬ ‫ج‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫رو‬ ‫م‬ ‫ع‬
‫ن‬ ‫ن‬
‫طب ز‬
‫ن نوزمائن د‬
‫ة‬ ‫ة اطثنننتطي ز‬ ‫سنن ن‬ ‫ت ن‬ ‫م نما ن‬ ‫سل ص ن‬ ‫ه نو ن‬ ‫ه نوآلز ز‬ ‫صصلى الل صمه نعلنطي ز‬ ‫ه ن‬ ‫ل الل ص ز‬
‫سو ز‬ ‫ب نر م‬‫حَّا ز‬ ‫ص ن‬ ‫ن‬
‫نأ ط‬ ‫ت زم ط‬ ‫ن نما ن‬ ‫خمر نم ط‬ ‫هنو آ ز‬ ‫ت نو م‬‫حصتى نما ن‬ ‫ة ن‬‫ك ن‬‫م ص‬‫م بز ن‬ ‫ن‬
‫م أنقا ن‬ ‫" اطلمكونف ن‬
‫ُّ مث ص‬،‫ة‬

Telah menceritakan kepadaku Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Baalawaih : Telah menceritakan
kepada kami Ibraahiim bin Ishaaq Al-Harbiy : Telah menceritakan kepada kami Mush’ab bin ‘Abdillah,
ia berkata : “’Aamir bin Waatsilah bin ‘Abdillah bin ‘Amru bin Jahsy bin Hayyaan bin Sa’d bin laits, lahir
pada tahun peperangan Uhud. Ia menjumpai kehidupan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa
sallam selama 8 (delapan) tahun. Tinggal di Kuufah, lalu menetap di Makkah hingga meninggal dunia.
Ia adalah orang terakhir yang meninggal dunia dari kalangan shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa aalihi wa sallam. Meninggal dunia tahun 102 H”.

Sanadnya shahih, para perawinya tsiqaat:

a. Muhammad bin Ahmad bin Baalawaih, Abu Bakr Al-Jalaab An-Naisaabuuriy; seorang imam di
jamannya. Termasuk thabaqah ke-15, dan wafat tahun 340 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 15/419 no.
233].
b. Ibraahiim bin Ishaaq bin Ibraahiim bin Basyiir Al-Baghdaadiy Al-Harbiy, Abu Ishaaq; seorang
imam, tsiqah, lagi haafidh. Lahir tahun 198 H dan wafat tahun 285 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’,
13/356-372 no. 173].

c. Mush’ab bin ‘Abdillah bin Mush’ab bin Tsaabit bin ‘Abdillah bin Az-Zubair bin Al-‘Awwaam Al-Qurasyiy
Al-Asadiy, Abu ‘Abdillah Az-Zubairiy Al-Madaniy; seorang yangtsiqah dan ‘aalim dalam masalah nasab.
Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 156 H, dan wafat tahun 236 H. Dipakai oleh An-Nasaa’iy dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 946 no. 6738 dan Tahriirut-Taqriib 3/383 no. 6693].

[5] Taariikh Ash-Shahaabah hal. 184.

[6] Abu Nu’aim membawakan riwayat tersebut sebagai berikut:

‫ُّ ينمقو م‬،‫ت أنزبي‬


" :‫ل‬ ‫مطع م‬
‫س ز‬
‫ ن‬:‫ل‬
‫ُّ ينمقو م‬،‫جزريدر‬
‫ن ن‬
‫ب طب ن‬
‫ه ن‬
‫ت نو ط‬
‫مطع م‬ ‫س ز‬ ‫ُّ ن‬،‫ي‬
‫ن نعزل ز د‬ ‫صمر طب م‬‫ُّ ثنا نن ط‬،‫مدرو اطلبنصزانر‬ ‫ن نع ط‬ ‫مند طب ن‬ ‫ت أن ط‬
‫ح ن‬ ‫مطع م‬ ‫س ز‬ ‫ ن‬:‫ل‬ ‫ُّ نقا ن‬،‫ن مبطنندادر‬‫ممد طب م‬‫ح ن‬‫حصدثنننامه أن ط‬‫ن‬
‫ل‬ ‫ي‬
‫ط ز‬ ُّ‫ف‬
‫ن‬ ‫ط‬ ‫ط‬ ‫ال‬ ‫بو‬ ‫م‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ذا‬
‫ن‬ ‫ه‬
‫ن‬ :‫لوا‬‫م‬ ‫قا‬
‫ن‬ ‫ن‬
‫ف‬ ُّ،‫ها‬ ‫ن‬ ‫ع‬
‫ن‬
‫م ط ن‬ ‫ت‬ ‫ط‬
‫ل‬ ‫ن‬ ‫أ‬‫س‬‫ن‬ ‫ن‬
‫ف‬ ُّ،‫ة‬‫ت‬ ‫ز‬ ‫نا‬ ‫ج‬
‫ز‬
‫ن ط م ن ن‬ ‫ت‬ ‫ي‬‫ن‬ ‫أ‬ ‫ر‬‫ف‬‫ن‬ ُّ،‫ة‬
‫د‬ ‫ن‬ ‫ئ‬‫ما‬
‫ز‬ ‫و‬ ‫ة‬
‫د‬
‫ط ن ن‬ ‫ر‬‫ش‬ ‫ع‬
‫ن‬ ‫ة‬
‫ن‬ ‫ن‬ ‫س‬
‫ن ن‬ ‫ة‬
‫ن‬ ‫ص‬
‫ك‬ ‫م‬
‫" ط م ز ن‬
‫ب‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫ك‬‫م‬

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Bundaar, ia berkata : Aku mendengar Ahmad bin ‘Amru
Al-Bazzaar : Telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy : Aku mendengar Wahb bin Jariir
berkata : Aku mendengar ayahku berkata : “Aku pernah berada di Makkah pada tahun 110 H. Lalu
aku melihat jenazah dan kemudian aku tanya (orang-orang) perihal dirinya. Mereka berkata : ‘Ini
adalah Abuth-Thufail” [Ma’rifatush-Shahaabah no. 5214].

Sanad riwayat ini shahih, para perawinya tsiqaat:

a. Ahmad bin Bundaar bin Ishaaq Al-Ashbahaaniy Asy-Syaa’ir Adh-Dhaahiriy, Abu ‘Abdillah; seorang
imam yang tsiqah. Wafat tahun 359 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 16/61-62 no. 42].

b. Ahmad bin ‘Amru bin ‘Abdil-Khaaliq bin Khalaad bin ‘Ubaidillah, Abu Bakr Al-‘Atakiy Al-Bazzaar Al-
Bashriy, shaahibul-musnad; seorang yang tsiqah lagi haafidh, namun mempunyai banyak kekeliruan
dalam hadits. Wafat tahun 291 H [Irsyaadul-Qaadliy wad-Daaniy, hal. 145-146 no. 155].

c. Nashr bin ‘Aliy bin Nashr bin ‘Aliy bin Shahbaan bin Abil-Azdiy Al-Jahdlamiy, Abu ‘Amru Al-Bashriy Ash-
Shaghiir; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 250 H di Bashrah.
Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-
Tahdziib, hal. 1000 no. 7170].

d. Wahb bin Jariir bin Haazim bin Zaid bin ‘Abdillah bin Syujaa’ Al-Azdiy, Abul-‘Abbaas Al-Bashriy;
seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9 dan wafat tahun 206 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1043 no. 7522].

e. Jariir bin Haazim bin Zaid bin ‘Abdillah Al-Azdiy Al-‘Atakiy Abun-Nadlr Al-Bashriy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-6, wafat tahun 170 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 196 no.
919 dan Tahriir At-Taqriib 1/212 no. 911].

[7] Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 3/470, Al-Kaasyif 2/52, dan dengannya Ibnu Hajar berkata dalam At-
Taqriib hal. 288.

[8] Tahdziibul-Kamaal, 14/81, ia berkata :

‫ُّ و هو آخر من مات من جميع أصحَّاب النبى صلى ا عليه وسلم‬، ‫ُّ و أقام بها حتى مات سنة مئة‬، ‫ُّ ثم سكن مكة‬، ‫سكن الكوفة‬

“Tinggal di Kuufah, lalu di Makkah dan menetap di sana hingga meninggal dunia tahun 100 H. Ia
adalah orang terakhir yang meninggal dunia dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam”.
30 Sahabat Nabi Yang Dijamin Surga oleh Allah - Siapa sajakah mereka yang Allah janjikan
surga nan megah? Ya, mereka adalah para sahabat Nabi yang sangat taat dan patuh pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka telah menjadi emas berkilau dan berdebu di depan mata-mata mereka laksana
rombongan yang dihibur. Mereka menghabiskan waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri
dengan membaca kitab Allah (Al-Qur’an), mereka beristirahat antara kening-kening dan telapak kaki
mereka. Jika pagi telah menjelang, mereka pun berdzikir kepada Allah, mereka tegak bagaikan
tegaknya pohon pada hari yang berangin kencang, air mata mereka bercucuran hingga pakaian
mereka menjadi basah. Mereka itulah para pemimpin petunjuk dan penerang-penerang itu.

Mereka adalah kaum yang menanam pohon-pohon kesalahan di dalam relung-relung hati, lalu
menyiraminya dengan air taubat, sehingga membuahkan penyesalan dan kesedihan tanpa disertai
kegilaan dan kebutaan. Dan sesungguhnya, mereka itulah para sastrawan yang fasih lagi mengetahui
tentang Allah dan Rasul-Nya.

Kemudian merek meminum dari gelas yang bersih lagi menyenangkan, kemudian mereka mewarisi
kesabaran atas penderitaan panjang yang telah mereka alami, sehingga menjadikan hati mereka
rindu terhadap kerajaan yang megah, dan menjadikan pikiran mereka dapat menerangi istana raja
yang dihalangi kekuasaan. Dan mereka bernaung di serambi penyesalan, dan juga mereka membaca
lembaran-lembaran kesalahannya yang menyebabkan mereka cemas, sehingga dapat mengantarkan
mereka ke puncak kezuhudan dengan titian wara’ dan menjauhkan kepahitan dengan meninggalkan
dunia.

Dan mereka menganggap lunak akan kerasnya tempat pembaringan sehingga mereka mencapai
kemenangan melalui tali kesuksesan da ikatan kesejahteraan (keselamatan). Ruh-ruh mereka bebas
di puncak ketinggian sehingga menempati taman-taman kenikmatan, dan mereka menyelam ke dasar
lautan kehidupan, dan mereka juga menambal parit-parit kecemasan dan kekhawatiran,
menyeberangi jembatan nafsu sehingga mereka menempati teras ilmu.

Dan mereka menimba air dari kolam yang penuh hikmah, mengendarai kapal kecerdasan, berlayar
dengan angin kesuksesan dalam laut keselamatan, sehingga mengantarkan mereka sampai pada
taman-taman peristirahatan dan tambang kemuliaan dan kehormatan.

Dan seakan akan Allah berfirman kepada mereka, “Sesungguhnya ada hamba dari hamba-hambaKu
yang mana mereka mencintai-Ku dan Aku pun mencintai mereka, mereka merindukan-Ku dan Aku
pun merindukan mereka, mereka mengingat-Ku dan Aku pun mengingat mereka, mereka melihat-Ku
dan Aku pun melihat mereka.”

Siapakah sajakah mereka?


Mereka adalah 30 Sahabat Nabi yang Dijamin Surga oleh Allah SWT.
 Abu Bakar, Ash Shiddiq
 Umar Ibnu Khathab, Al-Faruq

 Utsman Bin Affan, Dzunnurain (Si Pemilik Dua Cahaya)

 Ali Bin Abi Thalib, Imam Umat Islam

 Thalhah Bin Ubaidillah, Orang Mati Syahid yang Masih Hidup

 Az-Zubair Bin Al-‘Awwam, Sang Pembela Rasulullah

 Abdurrahman Bin ‘Auf, Sang Pemberi Fatwa

 Sa’ad Bin Abi Waqqash, Sang Pemanah


 Sa’id Bin Zaid Bin Amru Bin Nufail, Putra Al-Hanif

 Abu Ubaidah Bin Al-Jarrah, Lelaki Kepercayaan Umat

 Khadijah Binti Khuwailid, Kekasih Pertama Rasulullah

 Fatimah Binti Rasulullah, Penghulu Para Wanita Penghuni Surga

 Al-Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib, Pemuka Para Pemuda Penghuni Surga

 Al-Husain Bin Ali Bin Abi Thalib, Pemimpin Para Pemuda Penghuni Surga

 Hafshah Binti Umar, Ummul Mukminin

 Bilal Bin Rabbah

 Ja’far Bin Abi Thalib

 Ukkasyah Bin Mihshan, Penunggang Kuda Arab Terbaik

 Sa’adz Bin Mu’adz, ‘Arsy Allah Berguncang Karenanya

 Ar-Rumaisha’, Cucu Perempuan Ayyub

 Amru Bin Tsabit (Al-Ushairim), Masuk Surga dan Belum Pernah Bersujud Satu
Kalipun Kepada Allah

 Keluarga Yasir, Kisah Keluarga Penghuni Surga

 Haritsah Bin Suraqah, Pemuda Yang Meraih Surga Fidaus Tertinggi

 Abdullah Bin Salam

 Umair Bin Hammam

 Arab Badui Yang Syahid

 Budak Hitam Yang Syahid

 Syuhada’ Yang Tidak Dikenal

 Walid & Abu Said Al-Khudri

Mereka bernaung dari panasnya siang hari sebagaimana pengembala yang iba hati pada
gembalaannya. Mereka merindukan pada waktu terbenamnya matahari sebagaimana keinginan
burung yang kembali kepada sangkarnya menjelang terbenamnya matahari, maka apabila malam
menjadi gelap dan kegelapan menjadi bertambah pekat, dan tempat tidur pun dihamparkan, setiap
keluarga pun menjadi satu. Diibaratkan juga seperti menyepinya seorag kekasih dengan kekasihnya,
sementara itu mereka menegakkan kaki-kakinya kepada-Nya, mereka menghadapkan wajah-
wajahnya kepada-Nya, dan mereka pun bermunajat dengan membaca firman-Nya.

Dan mereka pun memohon kepada-Nya atas kenikmatan-kenikmatan dari-Nya; meminta tolong,
menangis, memohon perlindungan serta mengadu, berdiri serta bersimpuh, dan antara rukuk serta
bersujud, dengan penglihatan-Nya apa yang mereka kerjakan hanya karena-Nya, dengan
pendengaran-Nya apa yang mereka adukan dan keluhkan karena cinta kepada-Nya.

Dihadapan Anda sekarang ini yang akan mengingatkan Anda tentang 30 Sahabat yang diberi kabar
gembira dengan surga melalui keterangan hadits-hadits yang shahih serta dengan memperhatikan
apa yang menunjukkan kabar gembira kepada mereka, kemudian dengan mengamati perbuatan yang
mereka itu menjadi ahlinya terhadap medali penghargaan yang mulia dan berharga ini.

Anda mungkin juga menyukai