Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TOKOH-TOKOH NU (KH. BISRI SYANSURI, KH. RASNAWI, KH.

RIDWAN ABDULLAH, KH. MAS ALWI)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Aswaja ke-Nu an”

Dosen Pengampu :

Muhammad Umar Fauzi, M.Pd.I

Disusun oleh :
ASMAUL FAUZI’AH (20210880260152)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’AH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ‘ULA
NGLAWAK, KERTOSONO, NGANJUK

2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas taufif dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “tokoh-tokoh nu (kh. bisri
syansuri, kh. rasnawi, kh. ridwan abdullah, kh. mas alwi). Shalawat serta salam
senantiasa kita dengung sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan sahabat serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita
termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Hanya kata syukur yang bisa penulis sampaikan sehingga makalah yang
menjadi tugas mata kuliah aswaja atau ke-nuan bisa terselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hatinya ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Zainal Arifin M.pdi selaku ketua sekolah tinggi agama islam
miftahul’ula
2. Bapak Muhammad Umar Fauzi, M.Pd.I selaku dosen pengampu
mata kuliah Aswaja atau ke-nuan
3. Ayah dan bunda sebagai inspirasi serta motivasi bagi penulis.
4. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran senantiasa kami harapkan agar
makalah ini dapat lebih ditingkatkan kedepannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Nganjuk, 10 Mei 2023

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................2
A. Latar Belakang.......................................................................................................2
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
A. KH. Bisri Syansuri.................................................................................................4
B. KH. Rasnawi..........................................................................................................9
C. KH. Ridwan Abbdullah........................................................................................12
D. KH. Mas Alwi......................................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................15
A. Kesimpulan...........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kiai merupakan tokoh masyarakat atau ulama yang menjadi panutan
sebagai tempat bertanya serta belajar ilmu agama. keberadaan kiai sangat
esensial bagi pesantren maupun masyarakat. Kiai dalam pesantren
biasanya sebagai pengelola, pengasuh maupun figur tunggal pemilik suatu
pesantren.Menurut Zamakhsari Dhofir, kiai adalah gelar yang diberikan
oleh masyarakat kepada orang yang ahli agama Islam serta memilik atau
menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitabkitab klasih (kuning)
kepada santrinya.Sebagai sosok yang diberi predikat ahli agama oleh
masyarakat, keberadaan kiai laksana seorang pemimpin yang sentral.
Idealnya, kiai berperan sebagaiUlil Amri dan Khadimul Ummah. Sebagai
Ulil Amri, kiai bertanggungjawab penuh terhadap segala persoalan yang
muncul di tengah masyarakat, sehinggan harus berusaha bersikap adil
untuk melindungu masyarakat, terutama kaum mustadh’afin. Sementara
sebagai khadimul ummah, kiai memiliki orientasi melayani masyarakat
berkelindan melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Penulisan memiliki beberapa rumusan masalah yang akan di kaji
dalam makalah ini ialah :

1. Bagaimana sejarah, pengalaman dan profil KH. Bisri Syansuri?


2. Bagaimana sejarah, pengalaman dan profil KH. Rasnawi ?
3. Bagaimana sejarah,pengalaman dan profil KH. Ridwan Abdullah?
4. Bagaimana sejarah, pengalaman dan profil KH. Mas Alwi

C. Tujuan
Penulis juga memiliki beberapa tujuan yaitu :

3
1. Untuk mengetahui profil, sejarah dan pengalaman KH. Bisri
Syansuri
2. Untuk mengetahui profil, sejarah dan pengalaman KH. Rasnawi
3. Untuk mengetahui profil, sejarah dan pengalaman KH. Ridwan
Abdullah
4. Untuk mengetahui profil, sejarah dan pengalaman KH. Mas Alwi

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KH. Bisri Syansuri

1. Profil KH. Bisri Syansuri

Bisri Syansuri dilahirkan di Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah,


tanggal 18 September 1886. Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya
bernama Mariah. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara.[butuh
rujukan] Ia memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal,
antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH Fathurrahman bin Ghazali
di Sarang Rembang, Syaikhona Muhammad Kholil di Bangkalan, dan KH
Hasyim Asy'arie di Tebu Ireng, Jombang. Saat belajar tersebut ia juga
berkenalan dengan rekan sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang
kelak juga menjadi tokoh NU.1

KH Bisri Syansuri adalah salah seorang kiai pendiri NU yang dinilai


menyelesaikan persoalan melalui pendekatan fiqih murni. Pandangan ini
terkadang sering bertolak belakang dengan kiai pendiri NU yang lain,
yaitu KH Abdul Wahab Chasbullah yang ahli di bidang ilmu ushul fiqih.
Meski demikian, keduanya menyandarkan pendapat pada literatur
keilmuan Islam yang luas, buah kaderisasi langsung dari Hadratussyekh
KH Hasyim Asy’ari dan ulama-ulama lain.

Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal


atas penguasaannya di bidang fikih agama Islam. Bisri Syansuri juga
pernah aktif berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota
Dewan Konstituante, ketua Majelis Syuro Partai Persatuan
Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia adalah kakek
dari Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia keempat. Bisri
1
Sugendal, Zainuddin (23 Juni 2022). "Kiai Wahab dan Kiai Bisri Menurut Hadratussyaikh"

5
Syansuri dilahirkan di Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah, tanggal 18
September 1886. Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya bernama Mariah.
Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia memperoleh pendidikan
awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di
Kajen, KH Fathurrahman bin Ghazali di Sarang Rembang, Syaikhona
Muhammad Kholil di Bangkalan, dan KH Hasyim Asy'arie di Tebu
Ireng, Jombang. Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan
sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak juga menjadi tokoh
NU.2

2. Pengabdian di NU

KH. Bisri Syansuri termasuk salah seorang Kiai yang hadir dalam
pertemuan 31 Januari 1926 di Surabaya, saat para ulama menyepakati
berdirinya organisasi NU. KH. Bisri Syansuri duduk sebagai A’wan
(anggota) Syuriah dalam susunan PBNU pertama kali itu. Sejak KH.
Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, jabatan Rais Akbar dihapuskan,
diganti dengan Rais ‘Aam. Posisi itu dijabat oleh KH. Abdul Wahab
Chasbullah, di mana KH. Bisri Syansuri i ditetapkan sebagai wakilnya.
Tahun 1971 ia menggantikan KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai Rais
‘Aam sampai akhir hayatnya.3

Setelah wafatnya KH. Abdul Wahab Chasbullah 1971, KH. Bisri


Syansuri diangkat sebagai Rais Aam Syuriah pimpinan tertinggi Nahdlatul
Ulama. Saat ketika NU bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan
beliau pernah menjabat sebagai Ketua Majlis Syuro. KH. Bisri
Syansuri terpilih menjadi anggota DPR hingga tahun 1980.Bisri Syansuri
dilahirkan di Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah, tanggal 18 September
1886. Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya bernama Mariah. Ia adalah
anak ketiga dari lima bersaudara. Ia memperoleh pendidikan awal di
2
Sugendel, Zainuddin (23 Juni 2022) ‘’Kiai Wahab dan Kiai Bisri Menurut Hadratussyaikh’’
3
KH. Abdurrahman Wahid, Khazanah Kiai Bisri Syansuri: Pencinta Fiqh Sepanjang Hayat
(Jakarta: Pensil 324, 2010).

6
beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH
Fathurrahman bin Ghazali di Sarang Rembang, Syaikhona Muhammad
Kholil di Bangkalan, dan KH Hasyim Asy'arie di Tebu
Ireng, Jombang. Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan
sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak juga menjadi tokoh
NU.

3. Pendidikan

Semasa kecil, KH. Bisri Syansuri belajar pada KH. Abd Salam,
seorang ahlidan hafal al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih. Atas
bimbingannya beliau belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir,
hadits. Gurunya itu dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam
menjalankan aturan-aturan agama. Watak ini menjadi salah satu
kepribadian Bisri yang melekat di kemudian hari. Sekitar usia 15 tahun,
KH. Bisri Syansuri mulai belajar ilmu agama kepad kedua tokoh agama
yang terkenal pada waktu itu yaitu KH. Kholil Kasingan Rembang dan
KH. Syu’aib Sarang Lasem. Kemudian ia melanjutkan berguru
kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah beliau kemudian
bertemu dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah, seorang yang kemudian
menjadi kawan dekatnya. Setelah berguru kepada Syaikhona Kholil,
KH. Bisri Syansuri kemudian berguru kepada Hadratussyekh KH. Hasyim
Asy’ari di Tebuireng. Di pesantren itu, beliau belajar selama 6 tahun.
Beliau memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab
agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad
hingga ke kitab-kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim. Ia kemudian
mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama
terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id
Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad
Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz
Termas. Ketika berada di Mekkah, Bisri Syansuri menikahi adik
perempuan Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan

7
Bisri Syansuri menikah dengan KH Wahid Hasyim dan menurunkan KH
Abdurrahman Wahid dan Ir.H. Solahuddin Wahid. Sepulangnya dari
Mekkah, dia menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang,
selama dua tahun. Ia kemudian berdiri sendiri dan pada 1917 mendirikan
Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Saat itu, Bisri
Syansuri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-
santri wanita di pesantren yang didirikannya.4

4. Riwayat

Ketika NU secara formal tergabung dalam partai berlambang ka’bah


itu. Salah satu prestasi yang paling mengesankan, ketika KH. Bisri
Syansuri berhasil mendesakkan disahkannya UU perkawinan hasil
rancangannya bersama-sama ulama NU. Padahal sebelumnya pemerintah
sudah membuat rancangan undang-undang perkawinan ke Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).Setelah KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat,
Rais Aam NU berada di pundak KH. Bisri Syansuri pada tahun 1972, era
mulai menguatnya pemerintahan Orde Baru. Tantangan besar yang
pertama adalah munculnya sebuah Rancangan Undang-Undang
Perkawinan yang secara keseluruhan berwatak begitu jauh dari ketentuan-
ketentuan hukum agama, sehingga tidak ada alternatif lain kecuali
menolaknya. Sangat menarik untuk diikuti bahwa proses perundingan
dalam upaya menyetujui RUU tersebut agar menjadi Undang-Undang
(UU) berlangsung sangat alot dan ketat.

KH. Bisri Syansuri begitu kukuh dalam memegangi kaidah-kaidah


hukum fiqh, dan begitu teguh dalam mengkontekstualisasikan fiqh kepada
kenyataan-kenyataan hidup secara baik. Hal ini lah yang membuat,
KH. Bisri Syansuri menjadi tidak kaku dan kolot dalam berinteraksi
dengan masyarakat.

4
KH. Abdurrahman Wahid, Khazanah Kiai Bisri Syansuri: Pencinta Fiqh Sepanjang Hayat
(Jakarta: Pensil 324, 2010).

8
Persinggungannya dengan politik praktis diawali ketika KH. Bisri
Syansuri bergabung dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
mewakili Masyumi, KH. Bisri Syansuri menjadi anggota Dewan
Konstituante dan puncaknya ketika dipercaya menjadi Ketua Majelis
Syuro PPP. Hasil pemilu 1955 mengantarkan dirinya menjadi anggota
Konstituante, sampai lembaga itu dibubarkan oleh Presiden Soekarno
lewat dekrit Presiden 5 Juli 1959. Hasil Pemilu 1971 mengantarkan
KH. Bisri Syansuri kembali duduk sebagai anggota DPR RI dari unsur
NU. Jabatan itu dipegangnya sampai beliau wafat.5

KH Bisri Syansuri meninggal dunia dalam usia lanjut tahun 1980


di Denanyar, Jombang, Jawa Timur dan dimakamkan di sisi utara Masjid
Jami' Pesantren Denanyar, Jombang.6

B. KH. Rasnawi

1. Profil

KH. M. Arwani Amin Said lahir pada hari Selasa Kliwon pukul
11.00 siang tangga l5 Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September 1905
M di kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa Tengah. Beliau merupakan
putra dari pasangan H. Amin Said dan Hj.Wanifah. Nama asli beliau
sebenarnya Arwan. Tambahan “I” di belakang namanya menjadi “Arwani”
itu baru dipergunakan sejak kepulangannya dari Haji yang pertama pada
1927. Sementara Amin bukanlah nama gelar yang berarti “orang yang bisa
dipercaya”. Tetapi nama depan Ayahnya; Amin Sa’id. KH. Arwani Amin
adalah putera kedua dari 12 bersaudara. Saudara-saudara beliau secara
berurutan adalah Muzainah, Arwani Amin, Farkhan, Sholikhah, H. Abdul
Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah,
Muflikhah dan Ulya. Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi, kelebihan
Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang

5
KH. Abdussalam Shohib, dkk, Kiai Bisri Syansuri; Tegas Berfiqih, lentur bersikap (Surabaya:
Pustaka Idea, 2015).
6
Abdurrahman, Syarif (2021-10-23). ‘’Makam Ulama Jombang, Nomor Dua Tokoh Hebat’’

9
senang membaca al-Qur’an. Di mana orangtuanya selalu menghatamkan
membaca al-Qur’an meski tidak hafal. Selain barokah, orang tuanya yang
cinta kepada al-Qur’an, KH. Arwani Amin sendiri adalah sosok yang
sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau
berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-
ulama.Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan Thariqat Naqsabandiyah
Kholidiah yang pusat kegiatannya bertempat di mesjid Kwanaran. Beliau
memilih tempat ini karena suasana di sekeliling cukup sepi dan sejuk.
Disamping itu tempatnya dekat perumahan dan sungai Gelis yang airnya
jernih untuk membantu penyediaan air untuk para peserta kholwat.7

2. Pendidikan

KH. M. Arwani Amin dan adik-adiknya sejak kecil hanya


mengenyam pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil
memulai pendidikannya di Madrasah Mu’awanatul Muslimin, Kenepan,
sebelah utara Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini sewaktu
berumur 7 tahun. Madrasah ini merupakan madrasah tertua yang ada di
Kudus yang didirikan oleh Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Salah satu
pimpinan madrasah ini di awal-awal didirikannya adalah KH. Abdullah
Sajad. Setelah sudah semakin beranjak dewasa, akhirnya memutuskan
untuk meneruskan ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di tanah Jawa,

seperti Solo, Jombang, Jogjakarta dan sebagainya. Dari perjalanannya


berkelana dari satu pesantren ke pesantren itu, talah mempertemukannya

dengan banyak kiai yang akhirnya menjadi gurunya (masyayikh).Adapun


sebagian guru yang mendidik KH. M. Arwani Amin diantaranya adalah
KH. Abdullah Sajad (Kudus), KH. Imam Haramain (Kudus), KH.
Ridhwan Asnawi (Kudus), KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH.
Muhammad Manshur (Solo), KH. M. Munawir (Yogyakarta) dan lain-lain.
Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang kuat dalam menuntut ilmu.

7
silsilah sanad guru KH. M. Arwani Amin Said (Mbah Arwani Kudus)

10
Pada masa remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu mengembara dari
pesantren ke pesantren. Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau
dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke kota yang dimulai dari
kotanya sendiri yaitu Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Jam
saren Solo, tebuireng jombang" Pesantren TebuIreng Jombang, Pesantren
al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan diakhiri di Pesantren Popongan
Klaten.

3. Riwayat

Beliau mengajarkan al-Qur’an pertama kali sekitar tahun 1942 di


Masjid Kenepan Kudus yaitu setamat beliau nyantri dari Pesantren al-
Munawir Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini santri-santri beliau
kebanyakan berasal dari luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu
sedikit demi sedikit santri beliau semakin bertambah banyak dan bukan
hanya dari Kudus dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar propinsi
bahkan dari luar pulau Jawa. Kemudian beliau membangun sebuah pondok
pesantren yang diberi nama quran-kudus Yanbu’ul Qur’an yang berarti
Sumber al-Quran. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H/1979
M. Pesantren Yanbu’ul Qur’an Adalah pondok huffadz terbesar yang ada
di Kota Kudus. Santrinya tak hanya dari kota Kudus. Tetapi dari berbagai
kota di Nusantara. Bahkan, pernah ada beberapa santri yang datang dari
luar negeri seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.Pondok tersebut
adalah pondok peninggalan KH. M. Arwani Amin. Salah satu Kyai Kudus

yang sangat dihormati karena kealimannya, sifatnya yang santun dan


lemah lembut. KH. M. Arwani Amin dilahirkan dari pasangan H. Amin

Sa’id dan Hj. Wanifah pada Selasa Kliwon, 5 Rajab 1323 H., bertepatan

dengan 5 September 1905 M di Desa Madureksan Kerjasan, sebelah


selatan masjid Menara Kudus.

KH. M. Arwani Amin juga pernah menjadi pimpinan Jam’iyah


Ahli ath-Thariqat al-Mu’tabarah yang didirikan oleh para kyai pada

11
tanggal 10 Oktobrr 1957 M. Dan dalam Muktamar NU 1979 di Semarang
nama tersebut diubah menjadi Jam’iyyah Ahl ath-Thariqat al-Mu’tabarah
an-Nahdliyyah (JATMAN).

Sewaktu masih belajar Qiraat Sab’ah pada KH. Munawwir di


Krapyak yang pelajarannya dimulai pada pukul 02.00 dinihari sampai
menjelang Shubuh beliau sudah siap pada pukul 12.00 malam. Dan sambil
menunggu waktu pelajaran dimulai beliau manfaatkan untuk
melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Kebiasaan tersebut tetap berlanjut
setelah beliau kembali dan bermukim di Kudus. KH. M. Arwani Amin
dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam beribadah. Dalam
melaksanakan sholat wajib beliau selalu tepat waktu dan senantiasa
berjamaah meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan tersebut sudah beliau
jalani sejak berada di pesantren.

Dengan keharuman namanya dan berbagai pujian dan sanjungan


penuh rasa hormat dan ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada taggal

25 Rabiul Akhir tahun 1415 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober


tahun 1994 M dalam usia 92 tahun (dalam hitungan Hijriyah). Beliau
dimakamkan di komplek Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus

C. KH. Ridwan Abbdullah

1. Profil

KH. Ridwan Abdullah lahir pada 1 Januari 1884 di Bubutan


Surabaya. KH. Ridwan Abdullah tidak memiliki pesantren. Beliau adalah
seorang pendakwah dan pengajar yang pindah sari satu tempat ke tempat
yang lain. Dari satu desa ke desa yang lain, dari satu kampung ke
kampung yang lain. Sewaktu KH. Wahab Chasbullah membentuk
Nahdlatul Wathan, jauh sebelum NU lahir, Kiai Ridwan adalah
pendamping utamanya. Bersama KH. Wahab, KH. Alwi dan KH. Mas
Mansur, Kiai Ridwan aktif mengajar di Madrasah Nahdlatul Wathan.

12
2. Pendidikan

Sesudah tamat dari Sekolah Dasar Belanda, KH. Ridwan Abdullah


nyantri di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Madura, di
antaranya, Pondok Buntet Cirebon, Pondok Siwalan Panji Buduran
Sidoarjo dan di Pesantren Syaikhona Cholil Bangkalan, Madura. Di tahun
1901, KH. Ridwan Abdullah pergi ke tanah suci Makkah dan bermukim di
sana selama kurang lebih tiga tahun. Di tahun 1911 beliau kembali lagi ke
Mekkah dan bermukim di sana selama 1 tahun.

3. Riwayat

Nama KH. Ridwan Abdullah sendiri, dalam benak banyak orang


khususnya warga Nahdliyyin, sangat erat dengan kontribusi beliau
menciptakan lambang NU.Awal mula dikenalnya lambang NU sendiri
terjadi ketika perhelatan Muktamar kedua NU di Surabaya tanggal 9
Oktober 1927. Pada saat itu peserta muktamar dan seluruh warga Surabaya
tertegun melihat lambang Nahdlatul Ulama yang dipasang tepat pada pintu
gerbang Hotel Peneleh. Lambang itu masih asing karena baru pertama kali
ditampilkan.Untuk mengetahui arti lambang NU yang asing itu, lantas
diadakanlah majelis khusus yang dipimpin oleh Kiai Raden Adnan dari
Solo. Dalam majelis ini, pimpinan sidang meminta Kiai Ridwan Abdullah
menjelaskan arti lambang Nahdlatul Ulama.

Di masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, KH.


Ridwan Abdullah ikut bergabung dalam barisan Sabilillah. Pengorbanan
Kiai Ridwan Abdullah tidak sedikit, seorang puteranya yang menjadi
tentara PETA (Pembela Tanah Air) gugur di medan perang.Pada tahun
1948, beliau ikut berperang mempertahankan kemerdekaan RI hingga
pasukannya dipukul mundur sampai ke Jombang.

Selain dikenal sebagai kiai yang alim, KH. Ridwan Abdullah juga
dikenal sebagai ulama yang memiliki keahlian khusus dibidang seni lukis
dan seni kaligrafi. Salah satu karya beliau adalah bangunan Masjid

13
Kemayoran Surabaya. Kelak, dari tangan beliau, lambang Nahdlatul
Ulama’ yang kita kenal sampai hari ini lahir dan melegenda.

Beliau wafat pada 16 Februari 1962 diusianya yang ke-78. Kiai


Ridwan Abdullah dimakamkan di pemakaman Tembok Surabaya.

D. KH. Mas Alwi

1. Profil

KH. Mas Alwi Abdul Aziz lahir pada sekitar tahun 1890-an di
Surabaya. Beliau merupakan putra dari KH. Abdul Aziz yang masuk
dalam keluarga besar Ampel, Surabaya.

2. Pendidikan

KH. Mas Alwi Abdul Aziz memulai pendidikanya dengan belajar


di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura. Ketika belajar
kepada Mbah Kholil, beliau satu angkatan dengan Kiai Ridlwan Abdullah,
dan Kiai Wahab Hasbullah.Kiai Ridlwan mengisahkan kepada putranya
Kiai Mujib bahwa Kiai Wahab dan Kiai Mas Alwi adalah dua Kiai yang
sudah terlihat hebat sejak berada di pondok, baik kecerdasan dan
kepandaiannya. Kiai Mujib kemudian menyebutkan bahwa dua Kiai
tersebut kemudian melanjutkan ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo,
kemudian ke Makkah termasuk juga Kiai Ridlwan Abdullah.

3. Riwayat

KH. Mas Alwi Abdul Aziz, Surabaya. Nama ini tidak


semasyhur Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Chasbullah. Kiai Mas
Alwi sosok yang sunyi, tetapi beliau orang penting dalam jejak lahirnya
NU. Ayahnya, Kiai Abdul Aziz al-Zamadghon, seorang ulama besar pada
jamannya, termasuk keluarga besar Sunan Ampel. Kiai Mas Alwi punya
saudara sepupu yang juga masyhur, yakni KH. Mas Mansur Abdul Aziz,
awalnya bersama Kiai Wahab dalam mendirikan tashwirul afkar, tapi

14
kemudian pindah ke Muhammadiyah. Kiai Mas Alwi Abdul adalah salah
satu pendiri Nahdlatul Ulama bersama Kiai Abdul Wahab
Hasbullah dan Kiai Ridlwan Abdul dan lainnya, yang ketiganya bergerak
secara aktif sejak NU belum didirikan. Beliaulah yang pertama
mengusulkan nama Nahdlatul Ulama. Kiai Mas Alwi Abdul merupakan
putra Kiai besar kala itu, yaitu KH. Abdul Aziz yang masuk dalam
keluarga Ampel, Surabaya. Beliau pernah belajar di pesantren Syikhona
Kholil Bangkalan, Madura. Kemudian melanjutkan ke pondok pesantren
Siwalan Panji, Sidoarjo lalu kemudian di Mekkah.

KH. Mas Alwi Abdul Aziz bersama Kiai Ridlwan Abdullah,


Kiai Wahab Hasbullah dan saudara sepupunya Kiai Mas Mansur, turut
membidani berdirinya sekolah Nahdlatul Wathon, dan Kiai Mas Mansur
lah yang menjadi kepala sekolah sebelum terpengaruh pemikiran
pembaharuan Islam di Mesir yang akhirnya menjadi pengikut
Muhammadiyah. Namun, setelah tersiar kabar bahwa Kiai Mas Alwi ikut
kerja dalam pelayaran, maka beliau dipecat dari sekolah tersebut, akan
tetapi sepulang dari Eropa beliau diterima kembali mengajar di Nahdlatul
Wathon, dan justru Kiai Mas Mansur yang akhirnya dipecat oleh para Kiai
karena telah terpengaruh pemikiran Muhammad Abduh. Di masa itu,
orang yang bekerja sebagai pelayaran mendapat stigma yang sangat buruk
dan memalukan bagi keluarga, sebab pada umumnya pekerja pelayaran
selalu melakukan perjudian, zina, mabuk dan lain sebagainya. Sejak saat
itulah keluarga Kiai Mas Alwi mengeluarkannya dari silsilah keluarga dan
‘diusir’ dari rumah.

Tidak ditemukan data pasti mengenai kapan wafatnya Kiai Mas Alwi.
Namun di batu nisan makam tertulis bahwa Beliau wafat di 55 tahun.
Beliau dimakamkan di pemakaman Rangkah, Surabaya. Berada di gang
kecil seberang makam pahlawan Nasional pencipta lagu kebangsaan yaitu
W.R Supratman.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam proses pembuatan makalah penulis menggunakan sumber-
sumber yang relevan dan mengandalkan ilmu yang penulis dapatkan, maka
menyimpulkan bahwa Kyai adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi
pemimpin disuatu pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada
para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga disebut seorang 'alim. Peran Kyai
menggunakan fungsinya dengan baik saling memberikan manafaat kepada
sesama, dimana sebagai tokoh agama sering memberikan pengajaran
pengajian dan ceramah agama sehingga tidak menutup kemungkinan
seorang kyai menjadfi sentral perhatian dan dijadikan panutan oleh
keluarga santri alumni dan masyarakatnya.

B. Saran
Dari pembahasan diatas, Penelitian terbagi menjadi dua aspek yaitu
aspek teoritis dan aspek akademis. Manfaat secara aspek teoritis berguna
untuk memberikan kontrbusi terhadap teori dan perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia akademik. Sementara manfaat secara praktis yaitu
berguna untuk memberikan kontribusi praktis dari peneliti kepada objek
yang diteliti.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sugendal, Zainuddin (16 September 2021). ‘’Kiai Bisri Syansuri; dari


Melawan Penjajah sampai Orde Baru’’

KH. Abdurrahman Wahid, Khazanah Kiai Bisri Syansuri: Pencinta Fiqh


Sepanjang Hayat (Jakarta: Pensil 324, 2010).

KH. Abdussalam Shohib, dkk, Kiai Bisri Syansuri; Tegas Berfiqih, lentur
bersikap (Surabaya: Pustaka Idea, 2015).

Abdurrahman, Syarif (2021-10-23). ‘’Makam Ulama Jombang, Nomor


Dua Tokoh Hebat’’ silsilah sanad guru KH. M. Arwani Amin Said (Mbah Arwani
Kudus).

https://www.laduni.id/silsilah/58582/biografi-kh-ridwan-abdullah.html?
relasi=guru di akses pada tangaal 14 Mei 2023

https://www.laduni.id/silsilah/58197/biografi-kh-mas-alwi-abdul-
aziz.html?relasi=guru di akses pada tanggal 14 Mei 2021

17

Anda mungkin juga menyukai