Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ALWASHLIYAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah:Ilmu Kalam

Dosen Pengampu:Dr.H.Ujang Ruhiat, M.Ag

Disusun oleh:

 Najwa Fauziyyah Az-zahra


 Indi Nur Kezia

SEMESTER 1

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAPERI CIBINONG
2023

Jl. Kp. Curug No.7, Pakansari, Kec. Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat 16915
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, saya
panjatkan puja dan puji atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah
pada mata kuliah Ilmu Kalam.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya ucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar nantinya saya dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata semoga makalah saya yang berjudul “ALWASHLIYAH” dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, 21 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Tokoh-tokoh Alwashliyah ....................................................................................6


2. Madzhab Alwashliyah ........................................................................................12

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan ..........................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-jamiyatul washliyah yang selanjutnya disebut “Al-washliyah” adalah ormas islam
yang lahir pada tanggal 30 November 1930 di Medan. Al jamiyatul washliyah bermula dari
sebuah kelompok studi yang dibentuk oleh murid-murid MIT (Maktab Islamiyah Tapanuli)
yang duduk dikelas tertinggi pada tahun 1928. Pada perkembangan selanjutnya para anggota
kelompok diskusi merasakan perlunya wadah organisasi yang lebih besar dari sekedar
kelompok diskusi. Lalu upaya ke arah ini mulai dirintis dengan melakukan beberapa kali
pertemuan. Sehingga puncaknya pada tanggal 30 November 1930 dideklarasikanlah
Organisasi Al Jamiyatul Washliyah dengan pengurusnya Ismail Banda sebagai ketua I dan A.
Rahman Syihab sebagai ketua II.
Menarik untuk dicatat bahwa berdirinya Al Jamiyatul Washliyah tidak tergantung pada
seorang tokoh sentral kharismatik sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan
Muhammadiyah ataupun Hasyim Asy‟ari dengan NU. Pendirian dan pertumbuhan awal Al
Jamiyatul Washliyah lebih merupakan hasil upaya bersama beberapa orang dengan peran dan
keistimewaannya masing-masing. Kesemuanya dipersepsi sebagai orang-orang yang berperan
sangat penting dalam pendirian dan pengembangan organisasi ini.
Perhatian utama organisasi Al-Washliyah pada masa awal perkembangannya mencakup
beberapa hal yaitu Program kerjanya, setidaknya mencakup bidang: tabligh (ceramah
agama), tarbiyah (pengajaran), Pustaka/penerbitan, fatwa, penyiaran, urusan anggota, dan
tolong menolong. Lalu sebagai unit pelaksana dari program-program tersebut Al-Jamiyatul
Washliyah membentuk majelis-majelis, seperti Majelis Tabligh, yaitu majelis yang mengurus
kegiatan dakwah Islam dalam bentuk ceramah; Majelis Tarbiyah,yaitu yang mengurus
masalah pendidikan dan pengajaran; Majelis Studie Founds,yaitu majelis yang mengurus
beasiswa untuk pelajar- pelajar di luar; Majelis Fatwa, yaitu majelis yang mengeluarkan fatwa
mengenai masalah sosial yang belum jelas status hukumnya bagi masyarakat; Majelis
Hazanatul Islamiyah, yang mengurus dan bantuan sosial untuk anak yatim piatu dan fakir
miskin, dan penyiarkan Islam di daerah Toba.
Untuk merealisasikan program-program tersebut, maka Al Jamiyatul Washliyah mulai
membuka madrasah yang pertama dengan nama Maktab Djam‟iatoel Washliyah yang terletak
di daerah Petisah Medan. Selanjutnya pada tahun 1933 telah dibuka pula beberapa Afdeeling
Alwashliyah di Medan, yaitu Afdeeling Kampung Baru tanggal 31 Juli 1933, Afdeeling Titi
Kuning pada tanggal 9 Agustus 1933, dan Afdeeling Sei Kerah pada tanggal 15 Agustus
1933.
Aktivitas awal yang tanpa pamrih telah menghasilkan karya dan monument besar yang
diwariskan kepada generasi selanjutnya. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi adalah bukti sejarah yang tidak dapat dipungkiri. Kegigihan dan keikhlasan
adalah modal dasar keberhasilan para pendahulu untuk meaktualisasikan cita-cita mereka.
Selanjutnya para penerus yang menerima estafet organisasi telah berusaha untuk
meningkatkan peran organisasi di tengah-tengah masyarakat bahkan di pentas nasional.

1
Usaha untuk mengembangkan dakwah, pendidikan, sosial, bahkan ekonomi termasuk
agenda yang menjadi fokus kerja. Lembaga pendidikan telah mengalami perkembangan dari
sisi materi pelajaran, dimana pada masa awal lebih terfokus kepada pendidikan agama seperti
Ibtida‟iyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Namun pada periode generasi penerus telah
dikembangkan pada pendidikan umum. Bahkan Univa maupun beberapa Perguruan dan
Sekolah Tinggi yang muncul tidak lagi hanya berkonsentrasi pada fakultas agama, tetapi
sudah mengembangkan fakultas umum seperti yang ada di Universitas Muslim Nusantara
(Umn) Al washliyah Medan yang didirikan setelah Universitas Alwashliyah (Univa)
Kemajuan di sector pendidikan tidak diikuti dengan penataan aset yang baik. Aset seperti
lahan dan bangunan dari lembaga pendidikan Al washliyah terutama di tingkat Sekolah
Dasar, Menengah dan Atas tidak tertata dengan baik. Banyak aset yang dahulunya berasal
dari wakaf dan infaq warga, kemudian beralih fungsi menjadi milik pribadi. Hal ini terjadi
karena sistem managemen kepemilikan aset tidak langsung kepada induk organisasi. Maka,
banyak bermunculan lembaga dengan nama Yayasan Al Washliyah, tetapi yang menjadi
nazirnya adalah pribadi-pribadi yang menguasai aset organisasi secara bathil (buruk) .
Sehingga hal tersebut menyebabkan timbulnya konflik internal dalam kepengurusan Yayasan
Al Washliyah itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa Tokoh Pendiri Alwashliyah ?
2. Apa Madzhab Alwashliyah ?

C. Tujuan Masalah
Untuk Mengetahui Sejarah berdirinya Alwashliyah
Untuk Mengetahui Tokoh-tokoh Alwashliyah
Untuk Mengetahui Madzhab Alwashliyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Tokoh Pendiri Alwashliyah


a. Muhammad Arsyad Thalib Lubis
Tuan Syech Arsyad Thalib Lubis adalah seorang Politikus Indonesia, Penulis, Ulama, dan
tokoh pendiri Al Washliyah. Ia adalah anak ke lima dari delapan bersaudara, ayahanda ia
bernama H. Lebai Thalib Lubis bin Haji Ibrahim Lubis. Perkataan Lebai menunjukkan ia
seorang ulama di daerahnya.
Kelahiran: 8 Oktober 1908
Meninggal: 6 Juli 1972
Buku: Keesaan Tuhan menurut ajaran Kristen dan Islam
Organisasi didirikan: Al Washliyah
Dikenal sebagai: Anggota Konstituante Fraksi Masyumi Penulis, Ulama Dan Pendiri Al
Washliyah

b. Abdurrahman Shihab
Mantan Anggota Konstituante Republik Indonesia
Anregurutta Prof. H. Habib Abdurrahman Shihab adalah seorang akademikus, politikus, dan
ahli tafsir Alquran Indonesia dari Sulawesi Selatan. Sebagai politikus, Abdurrahman pernah
menjadi anggota Konstituante Republik Indonesia dari fraksi Partai Masyumi.
Kelahiran: 14 Januari 1915, Makassar
Meninggal: 1986, Makassar
Anak: Ahmad Nizar Shihab, Umar Shihab, M. Quraish Shihab
Cucu: Najwa Shihab, Najelaa Shihab, Nahla Shihab, Najla Shihab, Ary Iftikhar Shihab,
lainnya
Pendidikan: Jamiat Kheir
Cicit: Izzat Assegaf, Namiyah binti Ibrahim Assegaf
Organisasi didirikan: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

c. Ismail Banda

Ismail Banda adalah seorang Diplomat, Aktivis, Ulama dan tokoh Pendiri Al Washliyah. Ia
pernah aktif sebagai diplomat Indonesia di beberapa negara Timur tengah.

Kelahiran: 1910

Meninggal: 22 Desember 1951


Organisasi didirikan: Al Washliyah
Anak: Nur laila

3
2. Mazhab Alwashliyah
AL JAM‟IYATUL WASHLIYAH merupakan organisasi Islam moderat yang
memiliki jumlah pengikut signifikan di Indonesia. Dari sisi paham keagamaan, Al Washliyah
berasas Islam serta bermazhab Syâfi„i dan Ahlussunnah wal Jamâ„ah. Anggaran Dasar Al
Jam‟iyatul Washliyah yang disahkan pada tanggal 12 Februari 1950 menegaskan bahwa
“perkumpulan ini berasas Islam, dalam hukum fikih bermazhab Syâfi„i dan dalam I‟tiqad
Ahlussunnah wal Jama‟ah.”
Asas ini terus dipertahankan sampai saat ini kecuali terkait redaksi mazhab fikih. Pada
Muktamar Al Jam‟iyatul Washliyah ke-XVIII di Bandung, 25-28 November 1997, redaksi
tentang mazhab fikih Al Washliyah mengalami sedikit perubahan dari dalam hukum fikih
bermazhab Syâfi„i” menjadi “Al Washliyah berakidah Islam, dalam iktikad dan dan hukum
fikih bermazhab Ahlussunnah wal Jamâ„ah dengan mengutamakan mazhab Syâfi„i.”
Sampai akhirnya, dalam Muktamar Al Jam‟iyatul Washliyah ke-XXI di Jakarta, 22-24
April 2015, pasal asas dan akidah kembali berubah menjadi “Al Washliyah berasaskan Islam,
beriktikad Ahlussunnah wal Jamâ„ah, dalam fikih bermazhab Syâfi„i.” Redaksi terakhir ini
tetap bertahan dalam Muktamar Al Jam‟iyatul Washliyah ke-XXII di Jakarta, meskipun
sebagian ulama lebih setuju dengan redaksi pasal akidah dan asas hasil Muktamar Al
Jam‟iyatul Washliyah ke-XVIII di Bandung, yakni mengutamakan mazhab Syâfi„i.
Terlihat bahwa Al Washliyah merupakan organisasi berasas Islam. Dalam bidang fikih,
Al Washliyah menganut mazhab Syâfi„i. Dalam bidang akidah, Al Washliyah menganut
mazhab Ahlussunnah wal Jamâ„ah. Dengan demikian, ada tiga kata kunci terkait dengan
paham keagamaan Al Washliyah, yakni Islam, mazhab Syâfi„i, dan mazhab Ahlussunnah wal
Jamâ„ah. Agar konstituen Al Washliyah tidak salah paham terkait makna tiga kata kunci ini,
para pendiri Al Washliyah kemudian merancang dan mengesahkan Tafsir Anggaran Dasar Al
Jam‟iyatul Washliyah di Medan pada tanggal 23 Rabi„ al-Akhir 1369/12 Februari 1950. Saat
itu, semua pendiri Al Washliyah masih hidup, terutama Abdurrahman Sjihab, Ismail Banda,
M. Arsjad Th. Lubis dan Yusuf Ahmad Lubis.
Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah, telah dijelaskan makna berasas
Islam serta makna bermazhab Syâfi„i dan bermazhab Ahlussunnah wal Jamâ„ah. Sayang
sekali, Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah tidak pernah diterbitkan kembali, dan
terakhir diterbitkan dalam bagian akhir dari buku Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Al Jam‟iyatul Washliyah yang disahkan pada tanggal 25 Januari 1979. Tentu saja,
tafsir seperti ini perlu diterbitkan kembali dan disempurnakan sebagaimana telah dilakukan
oleh para pendiri Al Washliyah terdahulu agar pengurus dan konstituen Al Washliyah tidak
keliru dalam memahami Anggaran Dasar Al Washliyah, terutama terkait makna asas dan
akidah Al Washliyah.
Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah, disebutkan bahwa Al Washliyah
berasas Islam, dalam arti bahwa, segala usaha yang dijalankan atas nama organisasi harus
didasarkan pada agama Islam. Usaha-usaha organisasi Al Washliyah tidak boleh bertentangan
dengan agama Islam. Karena itu, para pemimpin, pengurus dan anggota Al Washliyah harus
menyesuaikan usaha-usaha organisasi dengan ketentuan hukum Islam.
Berikut ini kutipan teks mengenai arti berasas Islam, “Perkumpulan ini berasas Islam,
artinya segala sesuatu usaha yang dibangunkan atas namanya haruslah ditegakkan di atas

4
Islam yang menjadi asasnya. Tidak boleh sekali-kali sedikit pun keluar daripadanya. Tiap-tiap
pemimpin, pengurus dan anggota, tiap-tiap ranting, cabang dan daerah harus lebih dahulu
mencocokkan tiap-tiap usaha yang akan digerakkan dan diperjuangkan atas nama
perkumpulan ini dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Hanya yang
diizinkan hukum Islam yang boleh dikerjakan, yang tidak diizinkan sekali-kali tidak boleh
digerakkan dan dicampuri.”
Terkait dengan mazhab Syâfi„i dijelaskan bahwa maksud mazhab Syâfi„i adalah mazhab
Imam Syâfi„i. Maksud dari mazhab Syâfi„i di sini adalah hukum-hukum fikih yang ditetapkan
dan dikeluarkan Imam Syâfi„i dari Alquran dan Hadis melalui ijtihadnya.
Dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah diungkap dua poin penting
mengenai arti bermazhab Syâfi„i. Poin pertama, arti mazhab Syâfi„i menjadi asas Al
Washliyah. Arti mazhab Syâfi„i menjadi asas dalam organisasi Al Washliyah adalah “(1)
segala sesuatu usaha yang digerakkan atas nama perkumpulan ini atau yang dicampurinya
haruslah dilakukan di dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum fikih dalam mazhab
Syâfi„i. (2) Segala sesuatu pertikaian yang terjadi di dalam perkumpulan ini yang mengenai
ketentuan hukum-hukum fikih, haruslah diputuskan menurut mazhab Syâfi„i. Dengan ini
dapat diketahui bahwa ketentuan-ketentuan itu hanya berlaku di
dalam perkumpulan dan atas nama perkumpulan pula.”
Kesimpulan poin pertama ini adalah bahwa maksud Al Washliyah bermazhab Syâfi„i
adalah bahwa usaha-usaha atas nama Al Washliyah harus didasarkan pada mazhab Syâfi„i,
dan pertikaian yang terjadi dalam organisasi harus diputuskan menurut mazhab Syâfi„i. Jadi,
mazhab Syâfi„i adalah mazhab organisasi.
Poin kedua adalah terkait mazhab fikih anggota Al Washliyah secara personal. Dalam
Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah disebutkan sebuah poin penting bahwa “di
luar itu, anggota-anggota Al Washliyah bebas memperluas pahamnya dan bebas
mengamalkan ilmunya.” Ini menunjukkan bahwa mazhab Syâfi„i adalah mazhab organisasi,
dalam arti bahwa amal usaha organisasi harus didasarkan pada mazhab Syâfi„i, dan
perselisihan di internal Al Washliyah harus diselesaikan menurut mazhab Syâfi„i. Namun, di
luar itu semua, anggota Al Washliyah bebas memperluas pahamnya dan bebas mengamalkan
ilmunya dalam bidang fikih. Ini karena Al Washliyah menghargai kemerdekaan berpikir,
berekspresi dan berpendapat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Tetapi, ini tidak bermakna bahwa anggota Al Washliyah bebas tanpa batas dalam
memperluas paham dan mengamalkan ilmunya. Sebab, Al Washliyah adalah organisasi
moderat (wasathiyyah) yang tidak ekstrem kiri dan tidak ekstrem kanan sebagaimana
dikatakan Ustaz Ramli Abdul Wahid (Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah periode 2015-2020)
bahwa “paham yang dikehendaki Islam itu sebenarnya adalah paham wasathiyah, bukan
ekstrem kanan (radikalisme dan terorisme) ataupun ekstrem kiri (liberalisme, pluralisme dan
sekularisme)
Hal ini bisa dilihat dalam Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah terkait alasan
mazhab Syâfi„i dijadikan sebagai asas Al Washliyah. Bahwa alasan mazhab ini dijadikan
sebagai asas karena tiga hal.
“(1) semua pengurus dan anggota yang mula-mula membangunkan perkumpulan ini
adalah bermazhab Syâfi„i. (2) umumnya penduduk Sumatera Timur tempat perkumpulan ini
mula-mula didirikan adalah juga bermazhab Syâfi„i. (3) untuk menjaga persatuan dalam

5
perkumpulan, supaya dalam tiap-tiap pertikaian ada yang dijadikan asas dan dalam tiap-tiap
usaha yang digerakkan ada tempat berdiri, ditetapkanlah untuk pertama kali mazhab Syâfi„i.”
Tetapi, ini tetap memungkinkan bahwa anggota Al Washliyah secara pribadi
menganut mazhab fikih selain mazhab Syâfi„i seperti mazhab Maliki, Hanafi dan Hanbali.
Tetapi, tegas dinyatakan bahwa amal usaha dan penyelesaian perselisihan dalam organisasi
harus didasarkan pada mazhab Syâfi„i.
Terakhir, Al Washliyah menganut mazhab Ahlussunnah wal Jamâ„ah. Dalam Tafsir
Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah, disebutkan bahwa Ahlussunnah wal Jamâ„ah
adalah “orang-orang yang berjalan menurut sunnah (jalan Nabi Muhammad Saw.) dan
jamâ„ah (golongan orang banyak).” Ahl al-Sunnah adalah “orang-orang yang menurut jalan
Nabi Muhammad Saw., yaitu jalan yang dijalani oleh orang-orang saleh yang dahulu,
beralasan Alquran dan Hadis.” Dalam hadis disebutkan bahwa umat Islam terpecah menjadi
73 golongan, dan golongan yang akan masuk surga adalah al-jamâ„ah, yaitu golongan orang
banyak. Golongan ini mengikuti jalan Nabi dan sahabat-sahabatnya.” Golongan ini akan
bebas dari neraka dan merupakan golongan ahli surga.
Dalam bagian akhir dari Tafsir Anggaran Dasar Al Jam‟iyatul Washliyah ditegaskan
bahwa Ahlussunnah wal Jamâ„ah adalah iktikad menurut jalan Nabi Muhammad Saw. dan
para sahabatnya. Berbeda dari ketentuan dalam mazhab fikih, anggota Al Washliyah secara
personal tidak mungkin menganut mazhab selain Ahlussunnah wal Jamâ„ah, karena bagi Al
Washliyah, mazhab inilah yang akan membawa ke surga.
Secara spesifik, Ustaz Ramli Abdul Wahid, dalam artikelnya yang berjudul “Akidah
Al Jam‟iyatul Washliyah”, menegaskan bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah mazhab
akidah yang didirikan oleh Imam Abû al-Hasan al-Asy„ari. Kitab-kitab yang dikarang oleh
para ulama mazhab Asy„ariyah mengajarkan masalah enam rukun iman (percaya kepada
Allah Swt., malaikat-malaikat, kitab-kitab samawi, rasul-rasul, hari pembalasan dan takdir)
dan sifat duapuluh.
Ulama-ulama Al Washliyah juga menulis buku-buku akidah dalam mazhab
Ahlisunnah Wal Jamaah. Para guru di madrasah-madrasah Al Washliyah juga menjadikan
karangan para ulama mazhab ini sebagai bacaan wajib para pelajarnya. Itulah mengapa Al
Washliyah dapat disebut sebagai benteng mazhab Syâfi„i dan Ahlussunnah wal Jama„ah di
Indonesia.
Jelas bahwa Al Washliyah berasas Islam, serta menganut mazhab Syâfi„i dan
Ahlussunnah wal Jamâ„ah. Tetapi, Al Washliyah tetap menghargai kemajemukan terutama
dalam konteks berbangsa dan bernegara sebagai bukti bahwa Al Washliyah mengedepankan
pikiran, sikap dan perilaku moderat. Al Washliyah juga sudah memberikan panduan etis
dalam menyikapi perbedaan sebagaimana termaktub dalam Shibghah Al Washliyah.
Dalam Shibghah Al Washliyah yang diperkenalkan Ustaz M. Ridwan Ibrahim Lubis,
bahwa ciri pemimpin, pengurus dan anggota Al Washliyah di antaranya adalah “berkata yang
manis dan berbuat lemah lembut.”
Dalam Shibghah Al Washliyah yang diajukan oleh Dewan Fatwa Al Washliyah dan disahkan
dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Al Jam‟iyatul Washliyah di Bogor tahun 2016,
disebutkan bahwa di antara jati diri dan kepribadian anggota Al Washliyah adalah berakhlak
mulia terhadap Allah, dalam pergaulan sesama manusia dan dalam membina hubungan
dengan makhluk lain dan lingkungan hidup. Al Washliyah menolak cara-cara ekstrem dan

6
tidak etis dalam menyikapi perbedaan. Nashrun minallâh wa fathun qarîb, wa basysyiril
mu‟minîn.

7
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
AL-Jam‟iyatul Washliyah merupakan perluasan dari Debating Club, sebuah
perkumpulan pelajar MIT yang didirikan pada tahun 1928. Al-Jam‟iyatul Washliyah
didirikan pada tahun 1930, bermazhab Syafi‟i dengan i‟tiqad Ahli Sunnah Wal Jama‟ah.
Majelis yang paling berhasil adalah majelis Tarbiyah dan majelis Tabligh. Dalam
mensyiarkan Islam Al-Jam‟iyatul Washliyah menggunakan metode Tabligh, sehingga
dapat menyaingi Zending Kristen di daerah Tapanuli. Dengan prestasinya itu maka Al-
Jam‟iyatul Washliyah patut diperhitungkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat
nasional dan khususnya di Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai