ISMAFARSI memiliki kepanjangan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh
Indonesia yang awalnya bernama MAFARSI (Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia). Organisasi ini didirikan pada tanggal 22 Desember 1955 di Kaliurang, Yogyakarta. Awal berdirinya organisasi ini dilatarbelakangi oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang pada saat itu memiliki masalah yang sama (Farmasi UGM pada tahun 50-an merupakan bagian dari Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi, sedangkan Farmasi ITB terbagi menjadi jurusan riset dan jurusan apoteker yang merupakan bagian dari Fakultas Teknik). Hal tersebut kemudian dianggap menimbulkan masalah. Pada akhirnya, mahasiswa UGM dan ITB sepakat untuk mendirikan MAFARSI yang pada saat itu merupakan organisasi mahasiswa intra universitas professional pertama dan satu-satunya di Indonesia. Awal berdirinya MAFARSI berkisar pada perjuangan untuk menyempurnakan kurikulum, disamping kegiatan rutin yang dilakukan seperti diskusi, pengadaan diktat, simposium, dll. Namun pada tahap berikutnya, MAFARSI dipercaya untuk untuk terlibat dalam penyusunan Undang-undang Pokok Kesehatan dan Undang-undang Khusus Farmasi. Salah satu peristiwa penting MAFARSI adalah pergantian nama organisasi MAFARSI menjadi ISMAFARSI pada tanggal 10-19 Oktober 1970 bertempat di Bukittinggi, Sumatera Barat. Pergantian nama ini sebagai akibat kebijaksanaan pemerintah tentang penataan kembali kehidupan kampus melalui Instruksi Dirjen Dikti Nomor: 002/Int/Dj/1978, SK Mendikbud Nomor: 0230/J/1979, dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1980.
ISMAFARSI merupakan organisasi yang berbentuk konfederasi. Konfederasi
adalah suatu bentuk pemerintahan atau organisasi yang dipimpin oleh sekretariat jenderal dan diatur oleh konstitusi tertinggi dalam susunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), atau dengan kata lain segala sesuatu dari lembaga eksekutif mahasiswa dan untuk lembaga itu sendiri. Struktur organisasi ISMAFARSI terdiri dari sekretaris jenderal, badan pengawas, staf ahli nasional, koordinator wilayah, dan staf ahli wilayah. Badan pengawas berkoordinasi dengan sekretaris jenderal ISMAFARSI, koordinator wilayah,serta staf ahli nasional. Badan pengawas juga dapat berkoordinasi dalam keadaan khusus dengan LEM. Sekretaris jenderal berkoordinasi/bekerja sama serta berhak memberi komando pada koordinator wilayah. Staf ahli nasional bekerja sama dengan korwil dan staf nasional tidak dapat memberi komando pada korwil, staf ahli wilayah, serta lembaga eksekutif mahasiswa. Koordinator wilayah (Korwil) tidak dapat memberi perintah/komando pada sekretaris jenderal.. Staf ahli wilayah bertugas membantu kinerja koordinator wilayah (korwil) dalam mengembangkan ISMAFARSI di wilayah masing-masing, juga turut serta dalam meningkatkan kualitas dan pengetahuan mahasiswa farmasi, demi kemajuan profesi farmasi. Staf ahli (SA) terdiri dari SA kesekretariatan.
ISMAFARSI memiliki konstitusi yaitu AD/ART dan juga GBHO. Dalam
konstitusi tersebut memuat banyak bab dan pasal-pasal. Salah satu isi Anggaran Dasar yang ingin saya kritik adalah dalam bab II mengenai azas dan bentuk pasal 4 berbunyi: Organisasi ini berasaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI serta dijiwai semangat kemahasiswaan dan profesionalitas sebagai farmasis. Yang ingin saya kritik adalah mengenai kalimat `serta dijiwai semangat kemahasiswaan dan profesionalitas sebagai farmasis`. Menurut saya kalimat ini masih belum sesuai dengan kenyataan yang ada. Faktanya, tidak banyak mahasiswa farmasi yang memiliki semangat kemahasiswaan baik dalam organisasi maupun non-organisasi. Mereka cenderung memikirkan masalah mereka sendiri, misalnya dengan banyaknya laporan praktikum yang harus mereka kerjakan dengan deadline tertentu. Dengan satu masalah tersebut, mahasiswa farmasi lebih memilih untuk tidak mengikuti organisasi atau kegiatan lain dengan alasan mengerjakan laporan praktikum yang banyak dan tidak memiliki waktu untuk mengikuti kegiatan lainnya. Selain masalah itu, kata `profesionalitas sebagai farmasis` juga masih belum memenuhi kriteria. Banyak dari farmasis yang kurang memiliki profesionalitas, hal ini dapat diketahui dengan banyaknya penyalahgunaan obat oleh pasien maupun orang lain. Padahal dalam hal ini seorang farmasis dibekali kompetensi sedemikian rupa untuk menjalankan tugas dan amanahnya. Farmasis seharusnya juga ikut andil dalam memerangi penyalahgunaan obat / narkoba mengingat Indonesia saat ini sedang dalam kondisi darurat narkoba. Selain itu, farmasis seharusnya ikut andil dalam hal kesalahan pemakaiaan obat oleh konsumen, terutama masalah penggunaan antibiotik, yang jika salah dalam penggunaannya bisa berakibat fatal bagi pemakainya.
Berdasarkan Anggaran Dasar ISMAFARSI pasal 9 mengenai usaha ayat 3 yang
berbunyi `ikut serta secara aktif dalam mengembangkan daya penalaran, keahlian, keterampilan, dan kreativitas mahasiswa yang berkaitan dengan keilmuan dan profesi kefarmasian` serta pasal 4 yang berbunyi `Menampung dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa farmasi khususnya dan kefarmasian pada umumnya`. Menurut saya, kalimat dalam dua pasal tersebut masih belum sesuai dengan kenyataan di lapangan. Salah satu faktanya yang saya dapatkan dari sebuah seminar yang pernah saya ikuti adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh Indonesia dibidang farmasi saat ini ialah kebanyakan obat dan bahan mentahnya disuplai dengan cara import. Padahal kita tahu bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, dan tentunya hal ini bisa dijadikan alternatif untuk mengurangi penggunaan produk impor. Dan yang menjadi masalah mendasar dalam hal ini ialah kompetensi atau kemampuan sumber daya manusia Indonesia. Salah satu yang mengemban tugas untuk memecahkan masalah ini adalah generasi muda Indonesia, dan yang paling umum menjadi sorotan adalah mahasiswa, terutama mahasiswa farmasi. Karena pada masa ini adalah masa produktif bagi mereka untuk melakukan sebuah perubahan yang dapat berdampak besar bagi Negara.