DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH:
1. ABELIA AMANDA (12111323130)
2. FIKRI (12111312281)
3. HANIFA PERMATA SUKMA (12111322393)
4. WILDA RAMADHAN (12111310214)
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Swt. Karena berkat limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai “Pemikiran Filsafat
Pendidikan Islam Sayyed Hussein Nasr”. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang member bantuan, dorongan dan arahan kepada
penyusun. Ucapan terimakasih tersebut kami sampaikan kepada:
1. Dosen Pengampu, yang telah memberi dukungan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Univeristas Islam Sultan Syarif Kasim Riau, yang juga telah memberi dukungan kepada
kami, hingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Semoga makalah ini mampu menambah pengetahuan, khususnya bagi kami sebagai
penyusun dan umumnya bagi pembaca itupun demi kesempurnaan dan kemajuan makalah ini
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Permasalahan yang dihadapi umat Islam saat ini salah satunya adalah pendidikan.
Pendidikan Islam belum mampu untuk melahirkan ulama dan intelek secara bersamaan.
Mayoritas pendidikan hanya membidik satu sisi antara agama atau ilmu pengeahuan.
Padahal apabila kembali melihat sejarah Islam beberapa abad silam pendidikan
tradisional klasik telah mampu melahirkan sosok yang memiliki kematangan
kemampuan agama yang ditunjang oleh kematangan intelek. Dengan demikian akan
muncul keseimbangan pikir, dzikir dan serta membawa perubahan positif dalam sejarah
peradaban Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Biografi Sayyed Hossein Nasr?
2. Bagaimana Pandangan Keagamaan Seyyed Hossein Nasr?
3. Jelaskan Gagasan Pendidikan Islam Seyyed Hossein Nasr?
1
4. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ?
5. Bagaimana Filsafat Perennial Seyyed Hossein Nasr
6. Bagaimana Kritik Nasr terhadap Ilmu Pengetahuan barat
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Biografi Sayyed Hossein Nasr?
2. Untuk mengetahui Pandangan Keagamaan Seyyed Hossein Nasr?
3. Untuk mengetahui Gagasan Pendidikan Islam Seyyed Hossein Nasr?
4. Untuk mengetahui Islamisasi Ilmu Pengetahuan ?
5. Untuk mengetahui Filsafat Perennial Seyyed Hossein Nasr
6. Untuk mengetahui Kritik Nasr terhadap Ilmu Pengetahuan barat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Seyyed Hossein Nasr lahir pada tanggal 7 April 1933 di kota Teheran Iran. Ia
lahir dari keluarga ulama dan fisikawan tradisional. Ayahnya adalah Seyyed Waliullah
Nasr, seorang ulama terkenal pada masanya dan seorang dokter yang berpengalaman
baik dalam ilmu pengobatan tradisionan dan ilmu pengobatan modern. Nama “Nasr”
yang berarti “kejayaan” adalah nama yang diambl dari gelar “Nasr Al Thibb” (kejayaan
para dokter) yang merupakan gelar yang diberikan oleh raja persia kepada kakeknya”.!
Selain itu ayahnya merupakan tokoh pendidikan dam diangkat setingkat menteri (masa
sekarang) pada masa pemerintahan Reza Shah.”1
Nasr belajar di luar negeri sejak usia 12 tahun. tepatnya pada tahun 1945 setelah
Perang Dunia ke-II. Ia mengawali pendidikannya di Peddie Schooldi Highstown. New
Jersey pada tahun 1946. Di sekolah ini ia mempelajari sastra Inggris. sains, sejarah
Amerika, kebudayaan Barat dan agama Kristen.Nasr adalah murid yang cerdas
1
Seyyed Hossein Nasr, Islam Antara Cita dan Fakta, alih bahasa: Abdurrahman Wahud dan Hasyim Wahid,
Yogyakarta: Pustaka 2001, hlm. 151
2
2Ach. Maiumun, Seyyed Hossein Nasr, Pergulatan Sains dan Spiritualitas Menuju Paradigma Kosmologi
Alternatif, Yogyakarta: Ircisod, 2015, hlm. 43
3
Ibid., 341.
3
sehingga pada tahun kelulusannya ia mewakili kelasnya memberikan sambuutan dan
mendapat penghargaan Wrclifte Award penghargaan yang diberikan sekolah untuk
murid dengan prestasi tertinggi.4
Seyyed Husein Nasr adalah sosok muslim yang kritis dalam menanggapi berbagai
permasalahan yang terjadi dewasa ini. Kritik terhadap berbagai permasalahan tersebut
tidak anya disampaiakan secara lisan, nmaun ia juga menyapaikan gagasan gagasan
tersebut melalui tulisan sehingga banyak buku yang ditulis berkenaan dengan sains,
politik, filsafat, seni dan lain-lain. Secara keyakinana ia menganut Syiah Itsna
Asyarivah (Syiah 12).
Syiah berasal dari bahasa arab yaitu Syiah Ali yang bermakna “penyokong Ali”
yang merupakan khalifah ke-empat dari khulafaur rasyidin. Kelompok ini berawal dari
sebagaian kelompok yang sebenarnya menghendaki Ali bin Abi Thalib menjadi
pengganti Rosul memimpin umat Islam bukan Abu Bakar. Pendukung Ali menjadi
khalifah pengganti rosul akhirnya bergabung dan setelah kematian Ali di tangan
4
Ghazali, “Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr,” 13
5
Siti Binti AZ, “Spiritualitas Dan Seni Islam Menurut Sayyed Hossein Nasr (Spirituality and Islamic Art
accordingto Sayyed Hossein Nasr),”Harmonia: Journal of Arts Research and Education 6, no. 3
(2005),doi:10.15294/harmonia.v6i3.809
4
Khawarij kelompok ini semakin berkembang menjadi suatu gerakan politik keagamaan
yang terorganisir di Irak bahkan saat ini 1390 umat Islam di seluruh dunia menganut
ajaran syiah.6 Dalam “The Heart of Islam”, Nasr mengungkapkan bahwa kini syiah
terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Syiah Itsna Asyariyah. Golongan syiah memiliki pengikut yang paling banyak
dibanding dengan golongan golongan yang lain. Mereka meyakini 12 imam yaitu:
Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Ali bin Husain, Muhammad al
Bagir, Ja'far ash-Shadig, Musa al-Kadzim, Ali ar-Ridha, Muhammad al-Jawad, Ali
al-Hadi, Hasan al-Asykari dan Mahdi. Mahdi yang merupakan imam ke-12 diyakini
memiliki hidup yang panjang hingga akhir dunia tetapi berada di alam gaib. Kelak
ketika ketidakadilan serta penindasan telah merajalela ia kembali untuk
memperbaiki kondisi umat dan mempersiapkan kedatangan isa dari surga.
2. Syiah Ismailliyah. Golongan ini memisahkan diri dari mayoritas syiah karena
perdebatan identitas imam ke-tujuh. Hal tersebut dikarenakan imam syiah ke-enam
memiliki putra bernama ismail dan ia menunjukkan sebagai imam ke-tujuh. Namun
pada realitanya ismail meninggal ketika ayahnya Ja'far Ash-Shodig masih hidup
hingga golongan syiah menjadikan putra imam ke 6 yang bernama Musa al khadim
sebagai imam ke tujuh.
3. Syiah Zaidiyah. Cabang ketiga ini memilih zaid putra imam ke-empat sebagai
pemimpin mereka. Imam yang diyakini syiah bukan setingkat nabi, lebih pada
seorang mujjaddid (pembaharu) dalam agama. Hal ini berbeda dengan apa yang
sebagian orang tuduhkan atas syiah. Bahkan di kalangan mereka sendiri yang
menyamakan imam setara dengan nabi dianggap melakukan bid'ah.
5
melatih seluruh potensi pada diri siswa (tarbiyah). Selanjutnya Nasr juga menyatakan
bahawa “guru” tidak cukup didefinisikan dengan muallim (penyampai pengetahuan)
namun lebih tepat dengan murabbi (pelatih jiwa dan kepribadian). Dengan demikian,
pendidikan Islam melatih pikiran, jiwa dan keseluruhannya. Ia tidak pernah
memandang pengehuan (transfer of knowledge) tanpa dibarengi dengan kematangan
moral dan spiritual.7'? Dalam konteks pendidikan saat ini model pendidikan Nasr dapat
ditarik pada pendidikan kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek diajarkan
secara seimbang dan tidak didominasi oleh sebagaian saja. Dengan pendidian semacan
ini , akan memperoleh manusia yang memilki kualitas intelektual dan kualitas spritual
sehingga anatara pikir dan zikir dapat berjalan bersama.
Masjid yang merupakan tempat ibadah umat Islam sebaiknya terintegrasi dengan
lembaga pendidikan. Dengan adanya tempat ibadah serta pengkajian al-gur'an dan
agama nilainilai ilmu pengetahan tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Hal tersebut
akan membuat atmosfir dimana ilmu agama yang menjadi dasar dan semangat dalam
mempelajari ilmu sains, begitu juga sebaliknya ajaran-ajaran sains akan memperkuat
keagamaan siswa yang mempelajarinya. Berkenaan dengan kurikulum secara general
Nasr mengklasifikasinya menjasi dua kategori, yaitu :
7
Iqbal,Pemikiran Pendidikan Islam, 353
8
Ibid., 353–354
6
2. Sains intelektual yang meliputi: matematika, sain kealaman, filsafat, logika dan lain
sebagainya.9
Melihat urgensi pendidikan dalam pengembangan mutu SDM umat Islam, Nasr
menambahkan bahwa sistem pendidikani Islam klasik telah mampu melahirkan ulama'
sekaligus intelek sepatut menjadi model bagi pengembangan model pendidikan saat ini
agar pendidikan tidak kehilangan ruhnya baik kepada tuhan maupun ke sesama
makhluk dalam arus dunia modern. Jika hal tersebut dapat diwujudkan maka
kebangkitan umat Islam sebagai bangsa terbaik dapat diukir kembali dalam sejarah
peradaban manusia.
9
Ibid., 254.
10
Ibid., 355
7
Pada saat pemerintahan dipimpin oleh Pahlevi (1925-1978), agama dan juga para
ulama pasif dan jauh dari politik, hal ini karena agama dikendalikan secara hati-hati.
Dampak modernisasi yang luas dari program modernisasi Pahlevi hanya dapat
dirasakan oleh sekelompok minoritas elite tertentu, dan kemilaunya kota modern
menutupi kondisi aktual kaum urban yang miskin dan masyarakat desa iran.
Perasaan kecewa mulai tumbuh dan menyebar di kalangan masyarakat luas pada
tahun 1970-an. Keprihatinan akan intervensi asing dan ketergantungan pada Barat
tidak hanya dirasakan oleh sekelompok tradisional tetap juga oleh generasi terpelajar
modern yang mengetahui politik di Iran, dengan demikian, kondisi politik masa
Pahlevi menyiratkan usaha sistematis meminggirkan peran ulama dalam kehidupan
politik dan perannya di masyarakat.
Konflik yang terjadi antara agama dan sains menimbulkan dikotomi keilmuan
antara ilmu agama dan sains, seakan-akan dua ilmu ini tidak akan pernah berjalan
bersama. Hal tersebut terjadi hingga saat ini sehingga muncul ide-ide untuk
menggabungkan antara agama (khususnya agama Islam) dengan sain dalam bingkai
“Islamisasi sains”. Salah satu tokoh yang mengusung ide tersebut adalah Seyyed
Hossein Nasr seorang tokoh muslim yang sering mengkritisi keadaan serta
permasalahan yang terjadi dalam tubuh umat Islam. Selain Hossein Nasr ada beberapa
tokoh yang juga mengususng ide tersebut seperti Al Farugi dan Naguib Al Attas
8
melihat kenyataan bahwa pada hakikatnya Islam mendorong umatnya untuk
mempelajari sains.
Permasalahan konflik antara agama dengan sain bukan bersumber dari ajaran
agama Islam Islam. Permasalahan tersebut muncul pada abad pertengahan ketika
otoritas gereja menjatuhkan hukuman kepada Galileo Galilei pada tahun 1663.
Hukuman tersebut dilatar belakangi oleh teori Copernicus (bahwa bumi dan planet-
planet mengelilingi matahari (heliosentris)) oleh Galileo Galilei. Teori tersebut
berlawan dengan teori Ptolomeus yang didukung oleh Aristoteles dan otoritas gereja
yang meyakini bahwa bumi sebagai pusat alam semesta (geosentris). Seseorang tentu
tidak bisa mempercayai kedua teori tersebut akibatnya apabila ia mempercayai
kebenaran agama (kristen) akan belawan dengan kebenaran ilmu pengetahuan,
sedangkan apabila mengikuti kebenaran ilmu pengetahuan akan mengingkari kebenaran
agama dan dituduh sebagai kafir.11" Hal inilah yang menjadi awal dikotomi antara
agama (kristen) dan sains. Terdapat kesalahan istilah yangn seharusnya hanya berlaku
untuk agama kristen namun digeneralisasikan dengan kata agama yang berdampak
memberi stimulus bahwa semua agama berlawanan dengan sains.
Nama kitab suci umat Islam berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Al Our'an
(bacalah), Al Furgan (ketajaman) dan Ummul Kitab (induk kitab). Al Our'an sendiri
menagcu secara praktis dalam setiap babnya untuk mementingkan ilnteleksi dan ilmu
pengetahuan dan ayat pertamam kali diturunkan dengan bacaan (igra”),
11
Kurniawan, “Dikotomi Agama Dan Ilmu Dalam Sejarah Umat Islam Serta Kemungkinan Pengintegrasiannya.
9
mengimplikasikan pengetahuan dan sains (ilm menjadi ta'lim (mengajar) dan allama
(memahami).12
Filsafat Perennial atau Philoshopia perennis, secara etimologis berasal dari bahasa
Latin yaitu perennis, yang artinya kekal, selama-lamanya atau abadi, sehingga acapkali
disebut filsafat keabadian. “Philoshophv Perennis is the universal gnosis which always
has existed and always will exist” Nasr pernah mengatakan bahwa Filsafat Perennial
adalah pengetahuan yang selalu ada dan akan selalu bersifat universal. Maksudnya
“ada” adalah akan selalu ada dalam setiap zaman dan setiap tempat, mengingat sifatnya
yang universal.14
12
Seyyed Hossein Nasr,Pengetahuan Dan Kesucian, trans. Suharsono (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 12.
13
Seyyed Hossein Nasr, Sains Dan Peradaban Di Dalam Islam, trans. J. Mahyudin (Bandung: PUSTAKA,
1968),23.
14
Arqom Kuswanjono,Ketuhan dalam Telaah Filsafat Perennial Refleksi Pluralisme Agama diIndonesia,
(Yogyakarta: CV. Arindo Nusa Media, 2006, Cetakan I), 21.
15
Leibnitz sendiri tidak pernah menyebutnya dengan term perennial dalam karyanya
10
sejak masa-masa sebelumnya. Hanya saja, tertutupi dengan masa setelahnya. Masa
dimana manusia lebih mementingkan kehidupan materialistik sehingga jauh dari nilai
spiritualitas. Hal ini, ditandai pula dengan munculnya filsafat baru di barat, yang
pemikirannya lebih menekanakan pada evolusi pemikiran dan “kemajuan”. Muncul
pula modernitas, yang menjanjikan kehidupan yang lebih dari sebelumnya. Akan tetapi,
realitanya menyimpang dari jargonnya. Jargon modernisme ditentang sengit oleh
postmodernisme. Postmodernisme beranggapan bahwa modernitas telah gagal
melaksanakan tugasnya.
Filsafat Perennial dilatar belakangi oleh masalah agama, yang selalu mengklaim
dirinya adalah yang terbaik, sehingga sering terjadi pergejolakan dan pertentangan.
Filsafat perennial hadir, bukan untuk menyamakan semua agama, akan tetapi, untuk
menyelaraskan dan menyadarkan. Bahwa setiap agama adalah sama. Sesuatu yang
keluar dari yang satu pada hakikatnya adalah sama. Hadirnya filsafat perennial, bukan
berarti menyamakan antara agama yang satu dengan yang lain, akan tetapi bertujuan
untuk menumbuhkan rasa toleransi antar manusia.
Filsafat perennial dalam hal ini bukanlah berarti menyamakan semua agama atau
ingin menciptakan agama universal. Akan tetapi, justru membuka jalan terhadap
pendakian spiritual melalui tradisi-tradisi keagamaan yang berkembang dalam setiap
agama. Nasr berpendapat, filsafat perennial mengakui adanya tradisi sakral sebagai
sesuatu yang berasal dari surga (heaven) atau asal ilahiah (divine origin) yang harus
dihargai dan dihormati dengan layak.16
16
Arqom Kuswanjono, Ketuhanan dalam Telaah Filsafat Perennial Refleksi Pluralisme AgamaIndonesia,
(Yogyakarta: CV. Arindo Pustaka, 2006, Cetakan I), 4.
11
mistik, kesadaran yang bersumeber dari pengetahuan secara langsung.17 Dua aspek
inilah yang diterapkan filsafat perennial dalam mengenal tuhan, karena untuk
memahami tuhan tidak boleh menafikan salah satunya.18
Pemikiran Nasr terpengaruh dalam tradisional syi'ah yang masih kental dalam
hidupnya. Apalagi ia hidup dalam ketegangan antara pemikiran Barat dan Timur. Dan
peradaban Barat yang mulai mempengaruhi umat muslim. Pergolakan dimulai setelah
pasca renainsance di barat dengan jargonnya menderivasi antara pengetahuan, sains,
dan agama. Yang dikenal dengan masa modernitas. Hal ini, dimulai pada abad XVII,
sekaligus puncak kemenangan supremasi rasionalisme, empirisme, positivisme dari
dogma kristen. Nasr berpendapat, krisis peradaban Barat modern bersumber dari
penolakan (negation) terhadap hakekat manusia dan penyingkiran nilai spiritual secara
gradual dalam kehidupan mereka.19
17
Ahmad Hariyadi, Konsep Ketuhanan Seyyed Hossein Nasr dalam Perspektif Filsafat Perennial,dalam skripsi
Uinsa, 3
18
Ibid..,8-9.
19
Ali Maksum, Tasawuf sebagai Pembebasan Manusia Modern Telaah Signifikansi Konsep “Tradisionalisme
Islam” Seyyed Hossein Nar,(Surabay: Pustaka Pelajar, 2003, Cetakan I), 8.
20
Ibid..,83.
21
Seyyed Hossein Nar, “Islam dan Nestapa Manusia Modern”,(Bandung: Pustaka, 1983, cetakanI), 6.
12
Menurut Nasr manusia modern hanya berkutat sebatas eksistensinya saja. Tidak
pada“ Pusat spiritualitas dirinya” sehingga ia lupa siapa dirinya.22 Oleh karena itu,
timbullah pertanyaan siapakah manusia, asal-muasal, dan untuk apa di dunia ini. Dalam
menanggapi pertanyaan ini, sejak dari Descartes berusaha menyelesaikan masalah ini.
Akan tetapi, bukan keberhasilan yang diperoleh malah jauh dari nilai eksistensi dan
jauh dari mengenal hakikat dirinya.23
Termasuk dalam agama, yang hadir untuk menyatukan dan memperbaiki umat,
malah keluar dari esensi yang sebenarnya. Hal ini, juga dialami oleh Agama Islam,
Nasrani, Yahudi, dan agama lainnya. Schingga timbullah pemikiran manusia untuk
menanggulangi problem-problem yang terjadi disetiap agama. Nasr juga menyinggung
terma Scientia Sacra yakni suatu pengetahuan suci (Sacred Knowledge) yang berada
dalam jantung setiap wahyu. Dan ia adalah pusat dari segala wahyu. Sekaligus sebagai
sentral dalam tradisi lingkungan. Nasr mencanangkan tradisi sebagai al-din al-Sunnah,
yaitu segala sesuatu yang didasarkan atas model-model sakral yang sudah menjadi
kebiasaan turun-temurun dikalangan masyarakat tradisional.25
Hossein Nasr tinggal di barat cukup lama sejak menginjak usia 12 tahun paska
perang dunia ke-II seperti yang telah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya. Dari
22
Komaruddin Hidayat & Muhammad Wahyuni Nafis,Agama Masa Depan, Perspektif FilsafatPerennial,(Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Umum, 2003), 2.
23
Ahmad Hariyadi,Konsep Ketuhanan Seyyed Hossein Nasr dalam Perspektif Filsafat Perennial,(Surabaya:
UINSA, 2011), 2.
24
Ali Maksum, Tasawuf sebagai Pembebasan Manusia Modern Telaah Siignifikansi...,201.
25
Arqom Kuswanjono, Ketuhan dalam Telaah Filsafat Perennial Refleksi Pluralisme Agama diIndonesia,
(Yogyakarta: CV. Arindo Nusa Media, 2006, Cetakan I), 62.
13
hal tersebut ia memberikan kritik terhadap pemahaman/konsep ilmu pengetahuan yang
tumbuh dan berkembang di barat. Ia menilai bahwa ilmu pengetahuan (sains) barat
bercirikan positivistik artinya nyata, terukur, teramati, pasti dapat diprediksi, dan dapat
diulang.
Positivistik barat tidak dapat menjangkau hal hal yang bersifat metafisika,
sebagaimana yang diyakini oleh Nasr. Hal tersebut menjadi cacat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di barat, karena tidaks semua pengetahuan dapat didekati dengan
menggunakan pendekatan positivistik seperti alam gaib, kehidupan setelah kematian
dan lain sebagainya. Melihat fakta yang terjadi dalam konsep yang berikembangan di
barat, Nasr merasa perlu untuk melakukan islamisasi ilmu dalam rangka
mengembangkan teori positivistik yang hanya terbatas pada suatu yang nampak saja
guna dapat menangkap ilmu pengtahaun yang tak bisa diukur secara wujud bendanya.
Dengan adanya islamisasi ilmu maka perkembangan ilmu pengtahuyan untk
menjangkau hla-hal yang tak nampak akan lebih mudah serta memasukkan value (nilai)
dalam upaya pengambagan ilmu pengtahuan. Karena bagian dari positivistik adalah
bebas nilai (value free) yang hal tersebut sering kali melanggar norma-norma
kemanusiaan. Dengan islamisasi ilmu pengetahuan maka pengembangan ilmu
pengeahuan akan memasukkan nilai (value bound) dalam pengamabangannya untuk
kesejahteraan umat manusia.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran Hossein Nasr secara tajam mengkritisi kondisi muslim dan bagaimana
seharusnya Islam diterapkan dari berbagai bidang politik, filsafat, seni hingga
pendidikan. Menurut Nasr pendidikan Islam tidak bole memisahkan (ilmu) agama dan
sains.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan,
kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian yang sifatnya membangun, demi menuju kesempurnaan makalah-
makalah kami yang akan datang. Atas kritik dan saran saudara kami ucapkan
terimakasih.
15
DAFTAR PUSTAKA
WAHYUNI, Dwi; YURNARLIS, S. A. F. H.; IDRIS, Mhd. Filsafat Perenial Dan Dialog
Agama: Studi Pemikiran Seyyed Hossein Nasr. Jurnal Al-Aqidah, 2021, 13.1: 103-
116.
HARYATI, Tri Astutik. Modernitas dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr. Jurnal
Penelitian, 2011, 8.2: 307-324.
AZ, Siti Binti. “Spiritualitas Dan Seni Islam Menurut Sayyed Hossein Nasr (Spirituality
andIslamic Art according to Sayyed Hossein Nasr ).”Harmonia: Journal of Arts
Researchand Education 6, no. 3 (2005). doi:10.15294/harmonia.v6i3.809.
Ghazali, Rafi ’ah. “Manusia Menurut Seyyed Hossein Nasr .” Laporan Penelitian.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat, 2013.
Iqbal, Abu Muhammad.Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Kurniawan. “Dikotomi Agama Dan Ilmu Dalam Sejarah Umat Islam Serta Kemungkinan
Pengintegrasiannya.”STAIN KUDUS.
Nasr, Seyyed Hossein.Pengetahuan Dan Kesucian. Translated by Suharsono.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1997
The Heart of Islam: Pesan Pesan Universal Islam Unutk Kemanusiaan. Translated by
Nurasiah Fakih Sutan Harahap. Bandung: Mizan Media Utama, 2003.
Hariyadi, Ahmad. 2011.Konsep Ketuhanan Seyyed Hossein Nasr dalam Perspektif Filsafat
Perennial. dalam skripsi. Surabaya: t.p.
Hidayat, Komaruddin & Muhammad Wahyuni Nafis. 2003.Agama Masa Depan, Perspektif
Filsafat Perennial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum
Nasr, Seyyed Hossein. 1983. Islam dan Nestapa Manusia Modern. Bandung:Pustaka.
16