Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Keislaman
Dosen Pembimbing: Dr. K.H. Zainal Sukawi, MA
Disusun Oleh:
Ma’arif Gunawan:
1
ANALISIS MODEL ISLAMISASI SAINS SAYED HOSSEIN NASR
Oleh: Ma’arif Gunawan
Abstrak
Untuk mewujudkan nilai spiritualitas Islam secepatnya mengembalikan kepada
kekuatan nilai-nilai Islam yang sudah terbaratkan. Bagi umat Islam, tidak perlu
mencari-cari ke luar Islam. Umat Islam harus menyadari betul tentang daya
intelektual segala dimensinya, tapi mengabaikan hal yang amat fundamental. Dari
sisi ini, wajar kalau pemikirannya cenderung lebih menyelami makna asensial dari
Islam. Dalam konteks ini Nasr lebih menyupayakan suatu pendekatan baru
terhadap Islam tanpa meninggalkan dunia batin. Seperti semua seni Islam murni
yang melahirkan bentuk plastis yang dapat membuat orang merenungkan keesaan
Ilahi dalam manivestasi multiplisitas, begitu pula semua sains yang pantas disebut
bersifat Islam menunjukkan kesatupaduan alam. Kita dapat mengatakan bahwa
tujuan dari semua sains Islam-dan lebih umum lagi dari semua sains kosmologi
adab pertengahan dan zaman kuno ialah untuk menunjukkan keterpaduan dan
interrelasi dari segala yang ada, menuju kearah kesatuan edasar Ilahi yang
dibayangkan dalam kesatuan alam. Untuk mewujudkan sains Islami, Nasr
menggunakan perbandingan dengan apa yang telah diraih Islam pada zaman
keemasan (zaman pertengahan). Menurutnya, pada saat itu dengan teologi yang
mendominasi sains, sains telah memperoleh kecerahan dan dapat menyelamatkan
umat dari sifat destruktif sains.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak Kalangan cendikiawan muslim yang menyoroti masalah
kemunduran Barat dari segi spiritual meskipun ketika itu dunia Barat
berkembang dari segi ilmu pengetahuan dan material. Tidak jarang
cendikiawan muslim yang menganjurkan untuk mengambil nilai-nilai Barat
sebagai pelengkap bagi kemajuan Islam karena semakin lama peradaban
Islam semakin mengalami kemunduran. Salah satunya adalah Sayyed
Husain Nasr berpandangan bahwa dewasa ini dunia modern merupakan
dunia sekuler sehingga manusia-manusia modern memarginalkan
spiritualnya. Beliau menawarkan solusi dari permasalahantersebut dengan
menghubungkan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilaispiritual agama Islam.
Salah satu konsep beliau yang terkenal adalahtradisionalisme Islam.
Tradisionalisme Islam yang ditawarkan oleh Sayyed Husain Nasr
merupakan paham bahwasanya kita harus kembali ke akar tradisi yang
merupakan sumber segala sesuatu. Tradisi disini tidak lain adalah
agamayang menjadi landasan kita yang meneliti kehidupan yang telah
modern.
Di dalam makalah ini penulis akan sedikit menjelaskan konsep,
analisis model islamisasi sains Sayyed Husain Nasr
B. Rumusan Masalaha
a. Bagaimana Biografi dan dan apa karya Sayyed Husain Nasr ?
b. Bagaimana Konsep Analisis Islamisasi Sayyed Husain Nasr?
c. Bagaimana Analisis Model Islamisasi Sayyed Husain Nasr?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Tri Astutik Haryati, Modernitas dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr, vol. 8, No.2,
November 2011, hlm. 309
2
Syarif Hidayatullah, Konsep Ilmu Pengetahuan Syed Hussein Nashr: Suatu TelaahRelasi
Sains dan Agama,( Bandung 2006)Hal. 122
3
Ibid. (https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/download/30199/20205, ). Diakses
padatanggal 22 Desember 2022, hlm. 120
4
Di satu sisi Nasr sangat kredibel dalam measprisasi
khazanahkeilmuan tradisional Islam seperti karya Suhwardi, Ibn Arabi, dan
MullaSadra. Di sisi lain, latar belakang pendidikan Barat yang
ditempuhnyamenjadikan ia mampu meapresiasi khazana-khazanah
intelektual Barat.Kombinasi latar belakang kurtural dan intelektual tersebut
membuat Nasr menempati posisi khusus dalam berbicara dan berkarya,
mempunyaiotoritas dalam berbicara mengenai banyak topik, terutama
mengenai perjumpaan Timur Barat, tradisi dan modernisasi. Selama
berkiprah didunia akademis dan intelektual, Nasr banyak mempengaruhi
filsafat Islammodern di Iran melalui karya-karyanya 4. Diantara karya –
karyanya yaitu:
4
Ibid, hal. 121
5
5
di kalangan pemikir Barat Mereka melihat bahwa peradabannya
telahmenghanguskan fitrah manusia, menghadang ketentraman jiwa
danmeruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia tentu saja tidak
bisamengangkat dirinya secara spiritual dengan begitu saja. Tapi
manusiamemerlukan petunjuk Tuhan dan harus mengikuti petunjuk itu,
agar diadapat menggunakan seluruh potensi yang dimiliki dan agar ia
mampumengatasi rintangan dalam menggunakan akalnya 6.
5
Ibid, hlm. 124
6
Syarif Hidayatullah, Konsep Ilmu Pengetahuan Syed Hussein Nashr: Suatu Telaah
Relasi Sains dan Agama,( Bandung 2006)Hal. 127
7
Ibid, hlm. 123.
6
fundamentalisme Islam, seperti halnya yang di lakukan di Iran, Turki,
dankelompok fundamentalis lainnya. Usaha Nashr untuk menggulirkan
idesemacam itu paling tidak merupakan tawaran alternatif sebuah nilai-
nilaihidup bagi manusia modern maupun sebuah Negara yang telah
terjangkit pola pikir modern, dengan sifat fropanik dan sekuleristik, untuk
kemudiankembali pada sebuah akar tradisi yang bersifat transedental
denganmenjadikan ajaran Islam sebagai pondasi dasar bagi pengembangan
ilmu pengetahuan. 8
8
Ibid Hal 124
9
Ibid Hal 129
7
dalamfilsafat Barat pasca abad pertengahan. Nasr menegaskan, metafisika
yang dipahami dalam perspektif filsafat perenial merupakan
sesuatu“pengetahuan Ilahiah” yang sesugguhnya, bukan suatu konstruk
mentalyang akan berubah dengan berubahnya gaya budaya suatu zaman
ataudengan munculnya penemuan-penemuan baru dari pengetahuan dunia
material.
8
intelegensinya, tapi nilai spiritualnya sudah hancur berkeping-keping
dihempas gelombang nafsu keserakahan mereka sendiri. Dengan bekal
pengalaman di forum-forum ilmiah internasional, yaitu dengan
memberikan ceramah di kota-kota, seperti di Eropa, Amerika Serikat,
Timur Tengah, Asia (tentu saja Indonesia). Karya-karyanya lebih dua
puluh buku di tulis dalam bahasa Eropa, terutama Inggris dan Prancis.
Beberapa karya yang penting, Kowledge and The Scard Linging and
Though, Science and Civilization in Islam, Sufi Essays, dan Word
Spiritualy (Theology, Philosofy, and Spirituality, Three Muslim Seges) dan
yang lainnya. 10
10
Journal SSN (p): 2442-3858, ISSN (e): 2745-4681Volume VI, Nomor 2, Juli-Desember
2020, Halaman 121-131
11
Ghulsani,Mahdi,1996, Filsafat Sains Menurut Al-Qur‟an,Bandung: Mizan
9
amat kaya dan luar biasa. Pemikiran Nasr tentang “ spiritualisme” Islam
tersebut merupakan suatu antisipasi atas nilai-nilai Barat yang kuat dan
sudah mencapai titik puncak.12
12
Habib,Zainal,2007,Islamisasi Sains: Mengembangkan Integrasi, Mendialogkan
Perspektif, Malang: UIN Malang Pres.
13
Nasr,Sayyed Hossein, 1976, Islam and the plight modern man,London: Longmas,
atau dalam edisi terjemahan Islam Nestapa Manusia Modern(Bandung: Penerbit Tustaka, 1983)
10
masih duduk dalam program S1 (1950-1954). Nash (2000:154), merasa
resah dengan fisika yang kosong dengan nilai spiritualitas.
14
Journal SSN (p): 2442-3858, ISSN (e): 2745-4681Volume VI, Nomor 2, Juli-Desember
2020
11
Menurut Nash, desakralisasi ilmu pengetahuan di Barat bermula
pada periode renaissance (kelahiran kembali), ketika rasio mulai
dipisahkan dari iman. Pemisahan tersebut terus terjadi sehingga studi
agama pun didekati dengan pendekatan sekular sehingga sekularisasi
pada akhirnya terjadi dalam studi agama. Visi yang menyatukan ilmu
pengetahuan dan iman, agama dan sains, dan teknologi dengan semua
segi kepedulian intelektual telah hilang dalam ilmu pengetahuan Barat
modern 15 .
Kemudian nasr mengajukan Sains Sakral (Sacred Science) sebagai
solusi sekularisasi ilmu. Menurutnya, iman tidak terpisah dari ilmu dan
intelek tidak terpisah dari iman (credo ut intelligam et intelligo ut credom).
Fungsi ilmu adalah sebagai jalan utama menuju Yang Sakral. “Aql artinya
mengikat kepada Yang Primordial.” Sama halnya dengan religio dalam
bahasa Latin yang artinya mengikat. Bagaimanapun, Nasr menegaskan,
Sains Sakral bukan hanya milik ajaran Islam, tetapi dimiliki juga oleh
agama Hindu, Budha, Confuchious, Taoisme, Majusi, Yahudi, Kristen,
dan Filsafat Yunani Klasik. Gagasan Nasr tentang Sains Sakral bisa
dikatakan sebagai manifestasi dari filsafat perennial yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh para Tradisionalis lainnya seperti Rene
Guenon (1886-1951), gAnanda K. Coomaraswamy (1877-1947), dan
Frithjof Schuon (1907-1998). Semua gagasan mereka dikenal dengan
berbagai nama seperti tradisi primordial, sanata dharma, sophia perennis,
philosophia perennis, philosophia priscorium, prisca theologia, vera
philosophia dan scientia sacra. Semua istilah tersebut bermaksud
kebenaran adalah abadi dan universal, namun sekaligus termanifestasikan
dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda Meskipun sama-sama kritis
terhadap sains sekular, pemikiran Nasr tentang sains Sakral tida identik
dengan Islamisasi ilmu pengetahuan.16
15
Nasr,Sayyed Hossein, 1976, Islam and the plight modern man,London: Longmas,
atau dalam edisi terjemahan Islam Nestapa Manusia Modern(Bandung: Penerbit Tustaka, 1983)
16
Nasr from 1958. Though April 1993.cd. Aminrazavi and Moris (Kuala Lumpur, tp. 1994)
12
Di antara keduanya (Sains Sakral dan Islamisasi ilmu
pengetahuan) terhadap persamaan sekaligus perbedaan. Persamaannya
terletak dalam mengkritisi sekularasi ilmu (ilmu yang terpisahkan dari
agama). Tapi, ada perbedaan besar antara keduanya. Jika Sains Sakral
dibangun di atas konsep semua agama sama pada level esoteris (batin),
maka Islamisasi ilmu oengetahuan dibangun di atas kebenaran Islam. Sains
Sakral menafikan keunikan hanya milik Islam karena keunikan adalah
milik semua agama. Sedangkan Islamisasi ilmu pengetahuan menegaskan
keunikan ajaran Islam sebagai agama yang benar.17
17
Hand rianto,Budi,2010, Islamisasi Sains: Sebuah Upaya Mengislamkan Sains
Barat Modern, Jakarta: Ppustaka Al-Kautsar.
18
Habib,Zainal,2007,Islamisasi Sains: Mengembangkan Integrasi, Mendialogkan
Perspektif,Malang: UIN Malang Pres
13
menonjol dari orisinalitas risetnya. Kemampuannya ini telah membuat
Nasr menjadi ahli sejarah Islam yang paling berpengaruh yang menulis
tentang Islam dan sains, karenanya ia pernah menjabat sebagai presiden
sebuah organisasipenulis Iran yang didanai pemerintah. Dalam
pemikirannya, Nasr tergolong dalam aliran illuminis khususnya
madzhab Mulla Sandra19
19
Handrianto,Budi,2010, Islamisasi Sains: Sebuah Upaya Mengislamkan Sains
Barat Modern,Jakarta: Ppustaka Al-Kautsar.
14
menunjukkan keterpaduan dan interrelasi dari segala yang ada, menuju
kearah kesatuan edasar Ilahi yang dibayangkan dalam kesatuan alam
20
William, C. Chittick,1 Preface “dalam The Complete Bibliografi Sayyed Hossein
15
dengan perjalanan waktu, satu baginya yang tumbuh pindah dari bidang
nyata ke kawasan supra nyata. Nasr menunjukkan bahwa pengunduran
diri tersebut bukan bermula dari terpecahnya tubuh politik Islam, tapi
sebelum itu di tengah zaman emas kesuksesan, belum ada kebangkitan
doktrin metafisik sufisme. Jadi, perubahan ini tergolong hal intrinsik
umat dan evolusi kesatuan tampak sepanjang waktu hingga kini. Nasr
tidak berpendapat bahwa filsafat dan sains telah mati di dunia Islam
setelah Imam Al-Ghazali menulis Tahafut al-Falasifah atau dengan
wafatnya Ibn Rusyd.
21
Nasr dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, cet 2,
1991)
22
Nasr,Sains dan Peradaban dalam Islam, terj. J. Mahyudin,Bandung: Pustaka. 1997
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sayyed Hossein Nasr merupakan salah satu tokoh yang
mengangkat tentang Islamisasi Sains yang dimana dia berasal dari Iran dan
telah menghabiskan banyak waktu di Amerika serikat. Sayyed Hossein
Nasr ini merupakan mahasiswa di MIT jurusan Matematika dan
memperoleh gelar serjana sains dalam fisika pada tahun 1954. Selanjutnya
gelar Master diambil oleh Nasr pada tahun 1956 dari Harvard
University. Nasr memilih kosmologi sebagai suatu disiplin ilmu yang
secara langsung terkait dangan yang sakral sebagai materi disertasinya.
Pada tahun 1957, ia ke Prancis dan bertatap muka langsung dengan
para eksponen utama filsafat perennial seperti Frithjot Schuon, Titus
Burckhardt, Marco Pallis dan Martin Lings. Sebagaiman Al-Attas dan
Al-Faruqi, Sayyed Hossein Nasr juga mengkritisi pemikiran sekuler dan
gigah mengajukan sains sakral sebagai solusi terhadap desakralisasi
ilmu pengetahuan dunia modern. Menurutnya, desakralisasi ilmu
pengetahuan Barat bermula pada periode Renaicance ketika rasio mulai
dipisahkan dari iman. Nasr mengajukan Sains sakral sebagai solusi
sekularisasi ilmu. Menurutnya, iman iman tidak terpisah dari ilmj dan
intelek tidak terpisah dari iman. Gagasan Nasr tentang Sains Sakral
bisa dikatakan sebagai manifestasi dari filsafat perennial yang telah
dikemukakan sebelumnya oleh tokoh-tokoh lain. Nasr memiliki
pandangan bahwa semangat yang ditimbulkan dari wahyu Islam akan
melahirkan suatu peradaban dengan manivestasi khas Islam. Sains dan
seni dalam Islam berdasarkan paham kesatupaduan yang merupakan inti
dari wahyu muslim. Namun demikian, Nasr tidak mentolelir kaum
liberal dan meodernis yang mengklaim kesesuaian antara Islam dan sains
modern.
B. Saran-dan masukan
Penulis sadari, bahwa penulisan makalah ini masih sangat banyak
kekurangan dalam segi apapun, penulis berharap, bagi para pembaca sudi
kiranya memberikan masukan, arahan serta keritikan yang membangun
demi untuk memperbaiki penulisan makalah selanjutnya. Apabila ada
17
kebaikan, semata –mata hanya dari allah subhanahu wa ta’ala, dan tentunya
banyak sekali kekurangan, semata-mata dari kekurangan literasi penulis.
18