Anda di halaman 1dari 74

ISLAMISASI ILMU

PENGETAHUAN
Adnin Armas, M.A.
Direktur Eksekutif INSISTS

Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer


Desakralisasi Ilmu Pengetahuan
Pro-Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Aksi dari Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sebuah proses yang panjang

Desakralisasi Ilmu Pengetahuan

Seyyed Hossein Nasr Syed Muhammad Naquib al-Attas Ismail Raji al-Faruqi

Seyyed Hossein Nasr (1933)


Kritik terhadap Sains Modern yang sekular:
1. Pandangan sekular tentang alam semesta yang melihat tidak
ada jejak Tuhan di dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi
sebagai ayat-ayat Alah tetapi entitas yang berdiri sendiri.
2. Alam yang digambarkan secara mekanistis bagaikan mesin dan
jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan
diprediksikan secara mutlak-yang menggiring kepada
munculnya masyarakat industri modern dan kapitalisme.
3. Rasionalisme dan empirisisme.
4. Warisan dualisme Descartes yang mengandaikan sebelumnya
pemisahan antara subjek yang mengetahui dan objek yang
diketahui.
5. Eksploitasi alam sebagai sumber kekuatan dan dominasi.
(Ibrahim Kalin, The philosophy of Seyyed Hossein Nasr, 453).

Desakralisasi Ilmu Pengetahuan


-Desakralisasi filsafat
Desakralisasi kosmos
Desakralisasi sains
Desakralisasi bahasa
Desakralisasi agama

Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986)

Akar dari kemunduran umat Islam dalam berbagai dimensi karena


dualisme sistem pendidikan. Dalam pandangannya mengatasi
dualisme sistem pendidikan inilah yang merupakan tugas terbesar
kaum Muslimin pada abad ke-15 H. Pada satu sisi, sistem pendidikan
Islam mengalami penyempitan dalam pemaknannya dalam berbagai
dimensi, sedangkan pada sisi yang lain, pendidikan sekular sangat
mewarnai pemikiran kaum Muslimin.

Syed Muhammad Naquib al-Attas (1931)

Tantangan terbesar yang dihadapi kaum


Muslimin adalah ilmu pengetahuan modern
yang tidak netral telah merasuk ke dalam
praduga-praduga agama, budaya dan
filosofis, yang sebenarnya berasal dari
refleksi kesadaran dan pengalaman manusia
Barat. Jadi, ilmu pengetahuan modern harus
diislamkan.

DEWESTERNISASI ILMU
PENGETAHUAN

Syed Muhammad Naquib al-Attas:


Westernisasi ilmu telah mengangkat keraguan dan
dugaan ke tahap metodologi ilmiah dan
menjadikannya sebagai alat epistemologi yang sah
dalam keilmuan.
Westernisasi ilmu bukan dibangun di atas Wahyu dan
kepercayaan agama, tetapi dibangun di atas tradisi
budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang
terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan
manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur

DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN


Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Ilmu pengetahuan Barat-modern dibangun di
atas visi intelektual dan psikologis budaya dan
peradaban Barat. (1) Akal diandalkan untuk
membimbing kehidupan manusia; (2) bersikap
dualistik terhadap realitas dan kebenaran; (3)
menegaskan aspek eksistensi yang
memproyeksikan pandangan hidup sekular; (4)
membela doktrin humanisme; dan (5)
menjadikan drama dan tragedi sebagai unsurunsur yang dominant dalam fitrah dan

DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN

Syed Muhammad Naquib al-Attas:


Wahyu merupakan sumber ilmu tentang
realitas dan kebenaran akhir berkenaan
dengan makhluk ciptaan dan Pencipta.
Wahyu merupakan dasar kepada kerangka
metafisis untuk mengupas filsafat sains
sebagai sebuah sistem yang menggambarkan
realitas dan kebenaran dari sudat pandang
rasionalisme dan empirisisme.

DEWESTERNISASI ILMU
PENGETAHUAN
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Tanpa Wahyu, ilmu sains dianggap satusatunya pengetahuan yang otentik (science is
the sole authentic knowledge) dan ilmu
pengetahuan hanya dikaitkan dengan
fenomena. Akibatnya, kesimpulan kepada
fenomena akan selalu berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, realitas
yang dipahami hanya terbatas kepada alam
nyata ini yang dianggap satu-satunya
realitas.

Gagasan Islamisasi Ilmu


Pengetahuan Kontemporer: S. M.
N. Al-Attas

Ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. Ini


mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu
modern; beserta aspek-aspek empiris dan rasional,
dan yang berdampak kepada nilai dan etika; penafsiran
historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya,
praduganya berkaitan dengan dunia, dan rasionalitas
proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam
semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya
dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan
sosial harus diperiksa dengan teliti.

KONTRA ISLAMISASI ILMU

FAZLUR
BASSAM
RAHMAN
TIBI

MUHSIN

ABDUS

ABDUL

MAHDI

SALAM

KARIM
SORUSH

Kontra atas Islamisasi Ilmu

Konsep Ilmu menurut Fazlur Rahman:


Ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena tidak ada
yang buruk di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya
hanya dalam menyalahgunakan.
Ilmu pengetahuan memiliki dua kualitas, seperti senjata
bermata dua yang harus digunakan dengan hati-hati
dan bertanggung-jawab sekaligus sangat penting
menggunakannya secara benar ketika memperolehnya

Kontra Islamisasi Ilmu


Pengetahuan
Konsep ilmu dalam

pandangan Fazlur
Rahman adalah relatif.
It is obviously not necessary that a certain
interpretation once accepted must continue
to be accepted; there is always both room
and necessity for new interpretations, and
this is, in truth, an ongoing process.
(Islam and Modernity, 145).

Kontra atas Islamisasi Ilmu

Abdus Salam:
Hanya ada satu sains universal, problemproblemnya dan bentuk-bentuknya adalah
internasional dan tidak ada sesuatu seperti sains
Islam sebagaimana tidak ada sains Hindu, sains
Yahudi atau sains Kristen. (There is only one
universal science, its problems and modalities
are international and there is no such thing as
Islamic science just as there is no Hindu science,
no Jewish science, nor Christian science)

Kontra atas Islamisasi Ilmu


Bassam Tibi:
Islamisasi ilmu pengetahuan juga dianggap

sebagai pribumisasi (indigenization).


Islamisasi ilmu adalah tanggapan dunia
ketiga kepada klaim universalitas ilmu
pengetahuan Barat. Islamisasi adalah
penegasan kembali lokalitas menentang ilmu
pengetahuan global yang menginvasi.

Kontra atas Islamisasi Ilmu

Abdul Karim Sorush:


Islamisasi ilmu pengetahuan adalah tidak logis
atau tidak mungkin (the impossibility or illogicality
of Islamization of knowledge). Alasannya,
Realitas bukan Islami atau bukan pula tidak
Islami. Kebenaran untuk hal tersebut bukan
Islami atau bukan pula tidak Islami. Oleh sebab
itu, Sains sebagai proposisi yang benar, bukan
Islami atau bukan pula tidak Islami. Para filosof
Muslim terdahulu tidak pernah menggunakan
istilah filsafat Islam. Istilah tersebut adalah label
yang diberikan oleh Barat (a western coinage).

Kontra atas Islamisasi Ilmu

Abdul Karim Sorush:


(1) metode metafisis, empiris atau logis adalah
independent dari Islam atau agama apa pun. Metode
tidak bisa diislamkan; (2) Jawaban-jawaban yang
benar tidak bisa diislamkan. Kebenaran adalah
kebenaran dan kebenaran tidak bisa diislamkan; (3)
Pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang
diajukan adalah mencari kebenaran, sekalipun
diajukan oleh Non-Muslim; (4) Metode yang
merupakan presupposisi dalam sains tidak bisa
diislamkan.

Sains Sakral
Kebenaran ada dalam semua tradisi
Konsep Manusia
Intelek dan Rasio

Hikmah Abadi
menolak pandangan hidup filsafat modern

yang relatifistik, positivistik dan


rasionalistik.
menegaskan titik-temu agama-agama.

Menegaskan Titik-Temu AgamaAgama (Hikmah Abadi)


Ren Gunon

Primordial Tradition
Religio Perennis
Religion of the Heart

Frithjof Schuon

Seyyed Hossein Nasr

Sophia Perennis/
al-Hikmah al-Khalidah/
Sanatana Dharma
Scientia Sacra

Ren Gunon:

Ilmu yang utama adalah ilmu tentang spiritual. Ilmu yang lain
harus dicapai juga, namun ilmu tersebut hanya akan
bermakna dan bermanfaat jika dikaitkan dengan ilmu
spiritual.

Substansi dari ilmu spiritual bersumber dari supranatural dan


transendent. Ilmu tersebut adalah universal. Oleh sebab itu,
ilmu tersebut tidak dibatasi oleh suatu kelompok agama
tertentu. Ia adalah milik bersama semua Tradisi Primordial.

Perbedaan teknis yang terjadi merupakan jalan dan cara


yang berbeda untuk merealisasikan Kebenaran. Perbedaan
tersebut sah-sah saja karena setiap agama memiliki
kontribusinya yang unik untuk memahami Realitas Akhir.

Tokoh Utama Filsafat


Perennial
Rene Gunon:
Semua agama memiliki kebenaran
dan bersatu pada level kebenaran
Whoever understands the unity of
traditions, is necessarily
unconvertible to anything.
There is in it nothing that implies the
superiority of one traditional form in
itself- over another, but merely what
one could call reasons of spiritual
convenience.

Seyyed Hossein Nasr: Makna Islam


Islam merujuk kepada dua makna. Pertama, Islam yang bermakna kepada
agama yang diwahyukan melalui al-Quran. Kedua, Islam dalam makna yang
lebih umum, yaitu bermakna agama saja. (In a particular sense Islam refers to
the religion revealed through the Quran but in a more general sense it refers to
religion as such).
Muslim mengandung tiga level makna yang berbeda. Pertama siapa saja
yang menerima wahyu Tuhan adalah seorang Muslim dalam makna yang
paling universal, terlepas apakah dia itu seorang Mulim, Kristen, Yahudi,
Majusi ataupun Hindu. Kedua, Muslim bermakna seluruh makhluk di alam
semesta yang menerima Hukum Tuhan yang di dunia Barat dikenal dengan
hukum alam. Ketiga, Muslim bermakna yang merujuk kepada para wali dan
inilah makna yang paling tinggi.

Seyyed Hossein Nasr

Agama-Agama Samawi

Tuhan tidak mengirim kebenaran-kebenaran yang berbeda kepada para Nabi-Nya


yang banyak tetapi ungkapan-ungkapan dan bentuk-bentuk yang berbeda dari
kebenaran mendasar tentang Tauhid. Nabi Ibrahim as merupakan simbol kesatuan
tradisi Yahudi, Kristen dan Islam, dimana anggota-anggota komunitas Ibrahim
(Abrahamic community) berasal. Yahudi, Kristen dan Islam berasal dari tradisi
Ibrahim (Abrahamic tradition). Yahudi dianggap sebagai tradisi pertama tradisi
Ibrahim.
Islam merupakan manifestasi ketiga dari tradisi Ibrahim. (the third great
manifestation of the Abrahamic tradition, after Judaism and Christianity).

Seyyed Hossein Nasr


mensejajarkan Islam dengan agama Yahudi dan Kristen sebagai satu kelompok
agama yang bersumber kepada kepercayaan agama Ibrahim, yang ketiga-tiganya
berasal dari Allah melalui Nabi Musa as, Isa as dan Muhammad saw. Padahal,
hanya ada satu agama yang berasal dari agama Ibrahim, yaitu agama Islam,
yang dulunya dikenal dengan Din al-Fitrah. Jadi, Islam bukanlah agama yang
terakhir (the last religion), setelah agama Yahudi dan Kristen. Namun, Islam
adalah satu-satunya agama samawi yang asli yang diturunkan kepada manusia
untuk setiap masa dan tempat. Islam adalah satu-satunya agama wahyu. Islam
adalah satu-satunya agama samawi yang dibawa oleh semua nabi-nabi
terdahulu, baik nabi Ibrahim, Musa ataupun Isa. Dengan datangnya Muhammad
saw, agama samawi ini akhirnya disahkan Allah sebagai agama-Nya dengan
nama Islam. Agama Yahudi dan Kristen bukanlah termasuk agama samawi.
Keduanya adalah agama budaya.


Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak
ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah
olehmu sekalian akan aku". (Al-Anbiya 21: 25).










Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (AlBaqarah 2: 213).

Allah berfirman yang artinya:



Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orangorang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al-Nahl: 16: 36)

Allah berfirman:



Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian. terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang
kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang
terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu
perselisihkan itu. (Al-Maidah 48)


Allah mengingatkan

"Bahwa ini adalah


jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya" (Q.s. alAn'am: 153).

Allah berfirman:




Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya
Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu
Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang
akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala
Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata. (Al-Saff: 6)

Jalaluddin Rahmat:
Dalam pandangan Muthathhari, yang dimaksud dengan Islam
adalah kepasrahan kepada al-Haqq, Kebenaran atau Allah,
dan bukan agama terakhir yang dibawa Nabi Muhammad
saw. Dengan demikian, siapa saja yang berserah diri pada
Kebenaran, yang ia temukan dalam perjalanan hidupnya,
kemudian ia memberikan komitmen total kepadanya, ia telah
menganut din yang benar. Tidak jadi soal apakah kebenaran
yang diyakininya itu Islam atapun agama lainnya.

Al-Baydawi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Tawil:


Ibn Kathir, Tafsir al-Quran al-Azim,


{
} :


.

Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya al-Tafsir al-Kabir menyatakan bahwa


kata Islam memiliki makna syara yaitu keimanan. Fakhruddin al-Razi
mendasarkan pada ayat 19 dan 85 dari surat al-Imran. Pertama, ayat 19
dari surat Ali Imran bermakna agama yang diterima Allah hanyalah
Islam. Seandainya keimanan bukan Islam, niscaya keimanan tidak akan
menjadi agama yang diterima oleh Allah, dan itu adalah salah. Kedua,
ayat 85 dari surat Ali Imran. Sekiranya iman bukan Islam, pastilah
keimanan bukan menjadi agama yang diterima Allah taala. Jika
disebutkan ayat al-Hujurat ayat 14:

Orang-orang Arab Badui berkata: Kami telah beriman. Katakanlah
kepada mereka, Kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah
tunduk, untuk menunjukkan bahwa Islam bukanlah iman, maka
sebenarnya maksud ayat tersebut adalah kamu belum tunduk di dalam
jiwa dan batin akan tetapi katakanlah kami telah tunduk secara lahiriah
(lam tuslimu fi al-qalb wa al-batin, wa lakin qulu aslamna fi al-zahir).

Muhammad al-Tahir ibn Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, dalam Surat Ali Imran 19:


(nama sesuatu yang sudah terang menjadi totalitas agama yang dibawa
oleh Muhammad saw).

Gagasan menyamakan kebenaran agama juga dibangun di atas sebuah


asumsi bahwa agama-agama memiliki Tuhan yang sama. Gagasan kesamaan
Tuhan adalah keliru karena sebenarnya masing-masing agama memiliki konsep
Tuhan yang ekslusif atau berbeda satu sama lain. Jadi, gagasan titik-temu
agama-agama pada level esoteris pun terdapat perbedaan mendasar antara
Islam dengan agama-agama lain.
Sekedar memercayai adanya Tuhan tidaklah cukup dalam Islam. Iblis juga
memercayai adanya Tuhan. Jadi, memercayai Tuhan akan salah, jika tidak
tunduk kepada-Nya dengan cara, metode, jalan dan bentuk yang dipersetujui
oleh-Nya seperti yang ditunjukkan oleh para rasul yang telah di utus-Nya. Jika
hanya mengakui-Nya namun mengingkari cara, metode, jalan dan bentuk yang
dipersetujui-Nya, maka seseorang itu akan disebut kafir karena ia tidak benarbenar berserah diri kepada-Nya. Iblis yang mempercayai Tuhan yang satu,
mengakui-Nya sebagai pencipta alam semesta, masih juga di sebut kafir
disebabkan pengingkaran kepada perintah-Nya. Jadi, memahami dan mengakui
Tuhan harus dengan mengikuti perintah, bentuk cara, jalan-Nya.

Sains Sakral
Rasio dan Intelek
Dimensi esoteris dan eksoteris yang inheren dalam agama berasal dari
dan diketahui melalui lntelek.
Meister Eckhart, akar intelek adalah Ilahi, karena intelek adalah increatus
et increabilis.
Secara psikologis, ego manusia terkait dengan badan (body), otak (brain)
dan hati (heart). Jika badan diasosiasikan dengan eksistensi fisik, otak
dengan fikiran (mind), maka hati (heart) dengan Intelek. Jika dikaitkan
dengan realitas, maka Intelek dapat diasosiasikan dengan Esensi Tuhan
(Yang Satu) dan langit (alam yang menjadi model dasar) sedangkan fikiran
dan badan meliputi dunia fisik, terrestrial. Intelek sangat penting karena
otak dan badan di bawah kendali, dan berasal dari Intelek.

Intelek adalah pusat manusia (the centre


of human being), yang bersemayam di
dalam hati. Kualifikasi intelektual harus
didampingi dengan kualifikasi moral. Jika
tidak, maka secara spiritual, Intelek tidak
akan berfungsi. Hubungan antara
intelektualitas dan spiritualitas adalah
bagaikan hubungan antara pusat dan
pinggiran. Intelektualitas menjadi
spiritualitas ketika manusia sepenuhnya,
bukan Intelektualitasnya saja, hidup di
dalam kebenaran.

Intelek lebih tinggi dari rasio karena jika rasio itu


menyimpulkan sesuatu berdasarkan kepada data, maka
mental berfungsi karena eksistensi intelek. Rasio hanyalah
media untuk menunjukkan jalan kepada orang buta, bukan
untuk melihat. Sedangkan Intelek, dengan bantuan rasio,
terungkap dengan sendirinya secara pasti. Selain itu, Intelek
dapat menggunakan rasio untuk mendukung aktualisasinya.

Di dunia fisik, Intelek terbagi menjadi fikiran (mind) dan


badan (body). Namun, hanya di dunia fisik Intelek terbagi.
Di alam langit yang menjadi model dasar, atau di dalam Ide
Plato, fikiran dan badan merupakan makna yang tidak
dibedakan: Fikiran adalah eksistensi dan eksistensi adalah
fikiran.

Manusia memahami kebenaran melalui intuisi. Sebagai


sebuah daya, Intelek adalah dasar bagi intuisi. Intuisi
intelek membedakan antara yang ril dan ilusi, antara
wujud yang wajib dan wujud yang mungkin. Implikasinya,
ada realitas transenden diluar dunia bentuk. Jadi, dengan
Intelek, manusia mengetahui bahwa Realitas dapat dibagi
menjadi dua, Absolut dan relatif, Ril dan ilusi, Yang Harus
dan mungkin, yang esoteris dan eksoteris.

Sumber dari kepastian logika dan matematika dallam fikiran manusia dan
hukum-hukum tersebut berkorespondensi dengan aspek-aspek realitas objektif
karena bersumber dari Intelek ilahi yang refleksi di dalam dataran manusia
merangkum keyakinan, koherensi dan keteraturan hukum-hukum logika dan
matematika yang mana pada saat yang sama, adalah sumber dari keteraturan
objektif dan harmoni yang mana aakala manusia mampu untuk mengkaji melalui
hukum-hukum tersebut.Hukum-hukum logika berakar di dalam Ilahi dan memiliki
realitas ontologis. Hukum-hukum logika tersebut merupakan ilmu pengetahuan
prinsip yang secara tradisional diasosiakan dengan hikmah. Sayangnya,
perspektif hikmah pada zaman modern dan desakralisasi ilmu bukan hanya
telah mengabiakan teologi alami namun juga telah menceraikan logika dna
matematika dara yang sakral dana mereka telah digunakan sebagai alat-alat
utama untuk sekularisasi dan proses pengetahuan.

Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan


intelek tidak terpisah dari iman. (credo ut intelligam et
intelligo ut credam). Rasio merupakan refleksi dan ekstensi
dari Intellek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait
dengan Intelek Ilahi dan Bermula dari segala yang sakral.

Makna Metafisis dalam Penemuan Sains


Kesadaran manusia yang non-fisis
Eugene Wigner, salah seorang penemu mekanika quantum menyebut
consciousness the first absolute reality and outward reality secondary reality.
David Bohm, seorang fisikiawan menyatakan implicate order.
Begitu juga pendapat para fisikiawan terkemuka seperti Erwin Schrodinger,
Carl Friedrich von Weizacker, Wigner, dan lainnya.
Dalam ekologi, hipotesa Gai yang memandang bahwa bumi bukan sesuatu
kompleks yang mati, tetapi sebagai a living being which itself controls the
condition of various elements such air, associated with life, is impregnated eith
metaphysical significance.
Dalam neurologi, menolak pendapat bahwa akal manusia dapat diredusri
menjadi mesin yang kompleks atau tingkah laku yang diterministik.

Seyyed Hossein Nasr


Menolak sekularisasi dan desakralisasi

ilmu pengetahuan
Mengartikulasikan kembali warisan S & T
Islam sebagai contoh Islamisasi S & T
modern
Saintis Muslim terdahulu
mengadaptasikan S & T kuno dan
menyesuaikanya dengan pandangan
alam/hidup Islam untuk menciptakan S &
T yang Islami.

Seyyed Hossein Nasr:


An Introduction to Islamic Cosmological

Doctrines: Conceptions of Nature and Methods


Used for its Study by the Ikhwan al-Shafa, alBiruni and Ibn Sina (1964)
Science and Civilization in Islam (1968)
Islamic Science: An Illustrated Study (1976)
Knowledge and the Sacred (1981)
Man and Nature (1987)
The Need for a Sacred Science (1993)

Seyyed Hossein Nasr

Tawhid digunakan sebagai dasar untuk


integrasi alam tabii (natural world)
Alam tabii sebagai tanda kepada Realitas
Absolut
Mengimani kepada multi-eksistensi seperti
alam tabii, alam yang tidak tampak, dll.

Seyyed Hossein Nasr


Alam

adalah simbol/bayangan/dari
Realitas Absolut
Sains Islam: alam ini adalah sakral tetapi
bagi sains modern tidak tetapi sebagai
tujuan akhir (an end in itself)

Seyyed Hossein Nasr

Sains sakral dibangun di atas konsep kesatuan


transendent agama-agama yang
termanifestasikan dalam ruang dan waktu yang
berbeda.
Phytagoras dan Plato mengekspresikan
kebenaran dalam semua agama. Oleh sebab itu,
mereka berada dalam alam Islami dan tidak
dianggap asing kepadanya. (Knowledge and the
Sacred, 71-72).
Tradisionalisasi sains atau sains sakral.

Ismail Raji al-Faruqi menyimpulkan solusi terhadap persoalan sistem


pendidikan dualisme yang terjadi dalam kaum Muslimin saat ini adalah
dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan harus dibenahi
dan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan
dengan jiwa Islam dan berfungsi sebagai bagian yang integral dari
paradigmanya. Paradigma tersebut bukan imitasi dari Barat, bukan juga
untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis
pelajar untuk ilmu pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau
pencapaian materi. Sistem pendidikan harus diisi dengan sebuah misi,
yang tidak lain adalah menanamkan visi Islam, menancapkan hasrat
untuk meralisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu.

Geneaologi Gagasan Islamisasi Ilmu


Ismail Raji al-Faruqi (l.1921)
I.R. al-Faruqi mengundang S. M. N. Al-Attas
pada tgl 22-24 April 1976 sebagai
pembicara utama pada forum Association
of Muslim Social Scientists (AMSS) di
Philadelphia.
I. R. Al-Faruqi meminta S. M. N. Al-Attas
menulis buku Dialogue with Secularism
pada tanggal 17 Februari 1976.

Geneaologi Gagasan Islamisasi Ilmu


Ismail Raji al-Faruqi (l.1921)
Menyampaikan gagasan Islamizing the Social
Sciences pada Konferensi Dunia Pertama Pada
tahun 1977.
Mendirikan International Institute of Islamic
Thought (IIIT) pada tahun 1981.
Menulis The Islamization of Knowledge (IIIT:
1982).
Menulis Tawhid: Its Implications for Thought and
Life (1982)

Gagasan Islamisasi Ilmu Ismail Raji AlFaruqi


Akar dari persoalan ummat: politik,

ekonomi, agama, budaya dan pendidikan.


Memfokuskan pada ilmu-ilmu sosial
(Islamic Revealed Knowledge and Human
Sciences)
Islamisasi dibagun di atas konsep Tawhid,
Penciptaan, Kebenaran dan Ilmu
Pengetahuan Kehidupan dan Kemanusiaan.

Sains dalam pandangan Ismail Raji


Al-Faruqi
Pendekatan hukum
Berdasarkan kepada usul fiqh dan teks

Quran/Hadits
Berguna untuk menentukan hukum dan
etika dari produk sebuah sains tetapi
bukan isi sains tersebut.

Sistem pendidikan di dunia Muslim saat ini selain terpengaruh


dengan ilmu sekular juga memiliki kekurangan dan
kelemahan internal. Kekurangan metodologi tradisional
selanjutnya diatasi dengan prinsip-prinsip metodologi Islam
seperti Tawhid (The Unity of Allah), kesatuan penciptaan (The
Unity of Creation), Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan Ilmu
Pengetahuan (The Unity of Truth and the Unity of Knowledge)
dan Kesatuan Kehidupan (The Unity of Life).

(1) menguasai disiplin-disiplin ilmu pengetahuan


(2) mensurvey disiplin-disiplin ilmu pengetahuan
(3) menguasai warisan Islam: antologi
(4) menguasai warisan Islam: analisis
(5) menetapkan relevansi Islam kepada disiplin-displin
(6) menilai kritis disiplin-disiplin modern
(7) menilai kritis warisan Islam
(8) mensurvei problem-problem utama ummat
(9) mensurvei problem-problem utama manusia
(10) analisa kreatif dan sintesis
(11) buku-buku teks Universitas
(12) penyebaran ilmu pengetahuan Islam.

(1) menguasai disiplin-disiplin ilmu pengetahuan

(3) menguasai warisan Islam: ant

(2) mensurvey disiplin-disiplin ilmu pengetahuan

(6) menilai kritis disiplin-disiplin modern

(5) menetapkan relevansi Islam k

(7) menilai kritis warisan Islam

(8) mensurvei problem-problem utama ummat

(9) mensurvei problem-problem utama manusia


(10) analisa kreatif dan sintesis
(11) buku-buku teks Universitas
(12) penyebaran ilmu pengetahuan Islam.

Ilmu Pengetahuan Barat

Warisan Islam

Menguasai disiplin ilmu pengetahuan substansif

menguasai teknnik-teknik analitis dan sintetis

Buku-buku teks Universitas

Ilmu Pengetahuan Barat

Warisan Islam

Metode-metode Usul

Metode-metode Barat
Metode-Metode

Ilmu pengetahuan Islam

Ilmu Pengetahuan Barat

Warisan Islam

Menguasai disiplin ilmu pengetahuan substansif oleh sarjanaSarjana individu

menguasai teknnik-teknik analits dan sintetis oleh sarjana-sarjana individ

Buku-buku teks Universitas


Review kritis oleh komunitas ilmiah Muslim
Ilmu pengetahuan Islam

Ismail Raji al-Faruqi:


International Institute of Islamic Thought di Herndon,
Virginia, pada tahun 1981.
International Islamic University, Malaysia (1983)
Fakultas Islamic Revealed Knowledge and Human
Sciences.
Penambahan Kurikulum dalam studi Islam di semua
fakultas yang ada.
The American Journal of Islamic Social Sciences
(Diterbitkan bersama oleh Asosiasi Sarjana-Sarjana Sosial
dan International Institute of Islamic Thought) dan
diterbitkan secara simultan di Washington DC, Kuala
Lumpur dan Islamabad, Pakistan.

Gagasan Islamisasi Ilmu


Pengetahuan Kontemporer: S. M.
N. Al-Attas
Pra-syarat Islamisasi ilmu
Seseorang yang mengislamkan ilmu
perlu memenuhi pra-syarat, yaitu ia
harus mampu mengidentifikasi
pandangan-hidup Islam (the Islamic
worldview) sekaligus mampu memahami
budaya dan peradaban Barat.

Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Kontemporer: S. M. N. Al-Attas

Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer


melibatkan dua proses:
(i) mengisoliir unsur-unsur dan konsep-konsep
kunci yang membentuk budaya dan peradaban
Barat (5 unsur yang telah disebutkan
sebelumnya), dari setiap bidang ilmu
pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam
ilmu pengetahuan humaniora. Bagaimanapun,
ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus
diislamkan juga khususnya dalam penafsiranpenafsiran akan fakta-fakta dan dalam formulasi
teori-teori.

Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
(ii) memasukkan unsur-unsur Islam

beserta konsep-konsep kunci dalam


setiap bidang dari ilmu pengetahuan saat
ini yang relevant.

Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
Membebaskan manusia dari magik, mitologi,

animisme, tradisi budaya nasional yang


bertentangan dengan Islam, dan kemudian dari
kontrol sekular kepada akal dan bahasanya.
membebaskan akal manusia dari keraguan
(shakk), dugaan (ann) dan argumentasi
kosong (mira) menuju keyakinan akan
kebenaran mengenai realitas spiritual,
intelligible dan materi

Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Kontemporer: S. M. N. Al-Attas
Mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu

pengetahuan kontemporer dari ideologi,


makna dan ungkapan sekular.

Syed Muhammad Naquib al-Attas mendirikan International


Institute of Islamic Thought and Civilization pada tahun 1989
dan ia memimpinnya hingga 13 Oktober 2002.
Jurusan:
Islamic Thought
Islamic Science
Islamic Civilization

Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the


Malay-Indonesian Archipelago (1969), Islam and Secularism (1978), The
concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of
Education (1980), The Positive Aspects of Tasawwuf: Preliminary Thoughts
on an Islamic Philosophy of Science (1981), Prolegomena to the
Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the
Worldview of Islam (1995)

Dampak Konsep Islamisasi Ilmu


Pengetahuan Kontemporer
Penolakan dan Penyaringan terhadap

disiplin dan teori ilmu pengetahuan modern.


Pengkajian serius terhadap pemikiran para
pemikir Muslim dalam lintas disiplin ilmu.
Munculnya beberapa disiplin ilmu baru:
Sains Islam dan Ilmu-ilmu Sosial Islam.

Sekularisasi ilmu merupakan fondasi utama dari peradaban Barat


modern saat ini. Wajah peradaban Barat modern saat ini merupakan
refleksi dari epistemologi sekular yang terpantul dalam berbagai aliran
seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme, agnotisisme,
positivisme, objektifisme, subjektifisme dan relativisme. Sekularisasi
ilmu telah menceraikan antara ilmu dan agama, melenyapkan Wahyu
sebagai sumber ilmu, memisahkan wujud dari yang sakral, meredusir
Intelek kepada rasio dan menjadikan rasio yang manjadi basis
keilmuan, menyalah-pahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan
tujuan ilmu yang sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan
sebagai metodologi ilmiah ; dan menjadikan ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, abadi
berubah. dengan abadi berubah. Oleh sebab itu, gagasan Islamisasi
ilmu pengetahuan, terutama yang dikemukakan oleh Syed Muhammad
Naquib al-Attas, merupakan sebuah revolusi epistemologis untuk
menjawab tantangan hegemoni westernisasi ilmu yang sedang
melanda peradaban dunia saat ini.

Anda mungkin juga menyukai