Disusun Oleh:
_Adamas Taufik | 11200360000019
_Faishal Thariq | 11200360000022
_Maulana Fadlurrahman | 11200360000023
_Nur Asyifah Kosasih | 112003600000113
Filsafat Barat
Filsafat Islam
4
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), cet. ke-
12, hal. 7.
Metode berfikir Filsafat barat lebih mengedepankan hal empiris dan
rasionalis. Dalam pandangan mereka, ilmu pengetahuan hanya bisa
didapat dari hal hal yang bisa diindrai (empiris) dan masuk diakal
(rasional). Mereka cenderung berpikir dan berspekulasi terhadap segala
sesuatu dengan bebas sebebas-bebasnya, termasuk bebas dari dogma,
kepercayaan, dan agama, yang mereka anggap sebagai pengekang
kegiatan berpikir.
Sebenarnya filsafat islam memiliki dasar pemikiran yang
sama dengan filsafat lainnya tetapi Islam dengan sifat ketundukan dan
kepatuhannya terhadap aturan agama, tentu tidak menerapkan kegiatan
berfikir yang bebas-sebebas-bebasnya seperti metode berpikir filsafat
Barat, karena sikap bebas itu sendiri bertentangan dengan namanya Islam
= tunduk patuh, buka bebas tanpa batasan.
Perjalanan filsafat barat di mulai dari masa yunani kuno,
yang terfokus kepada pemikiran asal kejadian alam secara rasional,
segala bentuk harus berdasarkan logika kemudian pada abad pertengahan
berubah arah menjadi neo sentrik perjalanan berikutnya para pendeta
dogmatis tersebut ditinggal oleh para ilmuwan yang kemudian beralih
pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang realis.
Secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang
berlandaskan wahyu yang telah dilandasi Dengan ajaran islam dan
memadukan filsafat dan agama.
- Persamaan
Tujuan filsafat barat dan islam mempunyai kesamaan, akan tetapi Karena
terjadinya perbedaan agama maka dalalm filsafat islam memiliki batasan-
batasan diantaranya menyelidiki sesuatu yang ada secra mendalam
dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya, jadi dalam filsafat
objeknya tidak membatasi diri.
5
Abid Al-Jabiri, Takwin al-Aql al-Arabi (Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, 1991), hlm. 29-30.
Dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan
keterbatasan yang ada padanya, setiap manusia itu pada hakikatnya
dapat mengetahui dan mengenal, memilih dan memilah,
membedakan, menilai dan menentukan mana yang haq dan yang
bathil. Apa pun yang kita ketahui pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi dua: (1) ada yang hanya berupa ide atau
konsep. Misalnya, konsep tentang orang dan binatang. Dan (2) ada
yang sudah berbentuk kalimat, pernyataan, atau ungkapan. Misalnya,
setiap yang hidup pasti akan mati.6 Kombinasi konseptual tasdiq
merupakan pernyataan yang memuat nilai kebenaran dan merupakan
pengakuan kebenaran.
Apa yang kita ketahui dapat diekspresikan dalam bentuk
pernyataan, maka berdasarkan sumber-sumber tersebut pengetahuan
dapat kita klasifikasikan sebagai berikut: (1) pengetahuan berupa
pernyataan yang menunjuk obyek persepsi indrawi, seperti yang kita
tahu kalau madu itu manis rasanya. (2) berupa ungkapan yang
menunjuk hal-hal yang kita ketahui secara a priori, seperti ½ lebih
besar daripada ¼. (3) pernyataan yang mewakili intuisi, pengalaman
mistik, visi spiritual atau supernatural, seperti pengetahuan yang
diberikan kepada para nabi dan orang-orang shalih. (4) pernyataan
yang memuat berita wahyu yang didengar, diriwayatkan, dan sumber-
sumber otoritatif.
A. Karakteristik Filsafat Barat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakteristik
ialah tanda, ciri, atau fitur yang bisa digunakan sebagai identifikasi.
Adapun karakteristik dasar filsafat menurut Jan Hendrik Rapar
diungkapkan setidaknya ada lima hal, yaitu berpikir radikal, mencari
asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan berfikir rasional.7
Filsafat dikenal sebagai mater scientiarium, yaitu induk dari segala
ilmu. Diikatakan sebagai induk dari segala ilmu8, karena kajian
6
Imam al-Ghazali, Mi’yar al-‘ilm, ed. Sulayman Dunya (Kairo: Dar al-Ma’anif, 1961), hlm. 67-
68.
7
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1996), h. 21-24.
8
Arkom kuswanjono, hakikat pemikiran ilmu dalam Islam, Agustus 2016, h.292
filsafat memiliki sifat begitu mendasar atau mengakar yang tidak lain
merupakan suatu pencarian abadi terhadap kebenaran.9
Sejarah mencatat pada abad ke 6 SM mempunyai sistem
kepercayaan, bahwa segala sesuatu yang bersumber dari dongeng
atau mitos yang berlaku dalam masayarakat harus diterima sebagai
suatu kebenaran yang mutlak. Dengan sistem kepercayaan yang
seperti itu, tentunya suatu kebenaran yang dihasilkan lewat akal pikir
(logos) apabila tidak sesuai dengan mitos atau dongeng yang berlaku
maka tidak bisa dikatakan sebagai suatu kebenaran. Maka dapat
dikatakan bahwa pada abad tersebut menjadikan tradisi lisan sebagai
peganggan.
Membahas mengenai kebenaran, setelah abad ke 6 SM,
mulai bermunculan para filsafat Yunani yang menentang adanya
sistem kepercayaan yang berdasar pada mitos. Dimasa inilah akal
sebagai tolak ukur kebenaran yang dimana mereka mulai
mempertanyakan wujud sesuatu dan sebab dari sesuatu itu. Filsafat
Yunani terbagi menjadi dua periode yaitu Yunani kuno dan Yunani
klasik dari kedua periode tersebut sama-sama membahas mengenai
alam semesta. Diantara tokoh-tokoh yang membahas alam semesta
pada masa itu ialah:10
Plato (427-347 SM). Menurutnya, pengetahuan indera dapat
berubah-ubah dan pengetahuan akal sifatnya tetap. Dalam bahasanya,
ada dua dunia yaitu dunia pengalaman dan dunia ide. Dunia
pengalaman bersifat tidak tetap, sedangkan dunia ide sifatnya tetap
dan dunia ide inilah dunia yang sesungguhnya yaitu dunia realitas.
Aristoteles (384-322 SM), orang pertama yang mengenalkan
ilmu logika. Pemikirannya mencakup beberapa aspek ilmu
pengetahuan, diantaranya tentang logika, silogisme, pengelompokan
ilmu pengetahuan, potensia dan dinamika, etika, politik dan negara.
Menurut Aristoteles, suatu pengertian memuat dua golongan yaitu
9
Arkom kuswanjono, hakikat pemikiran ilmu dalam Islam, Agustus 2016, h.292
10
Mahfudz elsaha, karakteristik filsafat barat, juli 2012
substansi (sebagai sifat yang umum) dan aksidensia (sebagai sifat
yang secara tidak kebetulan).
Menurut Kartodirdjo Kedua pemikiran tersebut memberikan
pijakan awal dalam perdebatan pemikiran filsafat yang kemudian
akan memunculkan berbagai aliran pemikiran, karena tidak dapat
dipungkiri, budaya pemikiran Barat tidak dapat terlepas dari
Platonisme dan Aristotelisme yang sangat bernafaskan jiwa
kebebasan Yunani, dan telah berpengaruh tidak hanya dalam
perkembangan filsafat, tetapi juga di bidang ketatanegaraan, etika,
dan pendidikan. Maka dapat dikatakan bahwa karakteristik filsafat
barat ialah Tradisi berpikir bebas (free thinking) dari bangsa Yunani
yang kemudian menjadi jiwa dari perkembangan pemikiran Barat,
yang juga menjadi nafas dari perkembangan ilmu pengetahuan.
B. Karakteristik filsafat Islam
Dalam pembahasan sebelumnya yaitu filsafat Barat memiliki
karakteristik, di filsafat Islam juga memiliki karakteristik tertentu
yang membedakan filsafat ini dengan cabang filsafat lainnya yaitu
keberadaan tokoh-tokoh pemikirnya yang berasal dari suatu umat
yaitu umat Muslim dan sumber utama pengetahuannya adalah wahyu,
yang dikodifikasi dalam Al-Qur'an. Dapat dikatakan bahwa
perkembangan filsafat Islam ini berasal dari satu titik yang tidak
dapat digoyahkan yaitu Al-Qur'an.11
Karakteristik dari filsafat Islam itulah yang kemudian
mempengaruhi karakter dalam dunia keilmuannya. Al-Qur'an yang
notabene adalah wahyu, dalam filsafat Islam berusaha
dirasionalisasikan agar membumi dan mampu dikomunikasikan
terhadap manusia, dan itulah fungsi dari akal manusia (al-'aql), yang
dalam Islam sangat bersamaan dengan keberadaan akal dalam proses
memperoleh pengetahuan dan pemahaman terhadap dalil-dalil agama.
Diantara tokoh-tokoh pemikirnya ialah:
11
Musa As'arie Filsafat Islam...op.cit. 2001 hal. 31.
- Al-kindi menurutnya, filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu
tidak akan bertentangan, karena keduanya merujuk pada satu
kebenaran. Apabila terjadi pertentangan antara nalar logika dengan
dalil dalil agama dalam Al-Qur'an, mestinya ditempuh dengan jalan
ta'wil yaitu penerjemah atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan.
Hal ini karena dalam bahasa (termasuk bahasa Arab), terdapat dua
makna: makna hakiki (hakikat, esensi) dan makna majasi (figuratif,
metafora). Selain itu, menerima dan mempelajari filsafat sejalan
dengan anjuran Al-Qur'an yang memerintahkan pemeluknya untuk
meneliti dan membahasa fenomena di alam semesta ini, terdapat
dalam Qur’an surah Al-Hasyr ayat 2.
- Akal dalam pandangan Al-Farabi Allah sebagai Akal; kedua, akal-
akal dalam filsafat emanasi: satu sampai sepuluh; Akal pada jenis
pertama dan yang kedua tidak berfisik (materi/rohani) dan tidak
menempati fisik, namun antara keduanya terdapat perbedaan yang
sangat tajam. Allah sebagai Akal adalah Pencipta dan Esa semutlak-
mutlaknya, Maha sempurna dan esa. Maka dapat dikatakan bahwa
filsafat Islam dengan proses rasionalisasi dengan fungsi akal (al-'aql)
mencoba membumikan dan mengkomunikasikan sumber-sumber
keagamaan kepada nalar manusia.
- Adapun hikmah menurut ibnu sina adalah mencari kesempurnaan
diri manusia sehingga dapat menggambarkan segala urusan dan
memberikan segala hakikat, baik yang bersifat teori maupun praktek
menurut kadar kemampuannya.
SIMPULAN
Filsafat barat merupakan hasil pemikiran radikal oleh para
filosof barat sejak abad pertama sampai abad modern, sedangkan filsafat
islam brfikir bebas, radikal, dan ber ada pada taraf makna yang
mempunyai sifat dan karakter yang menyelamatkan dan kedamaian hati.
filsafat islam di sebut religious karna filsafat ini berasal dari ajajran islam
yang dmna tokoh pemikirnya merupakan umat islam yang hidup dengan
kebudayaan islam filsafat ini hadir sebagai lanjutan dari pembahasan-
pembahasan keagamaan dan teologi yang ada sebelumnya.
Adapun karakteristik dasar filsafat menurut john hendrik
mengungkapkan ada lima hal yaitu berfikir radikal, mencari asas,
memburu kebenaran, mencari kejelasan dan rasional. Sedangkan
karakteristik filsafat islam memiliki ketentuan yang membedakan dengan
cabang filsafat yang lainnya diantaranya kebenaran tokoh-tokoh
pemikirnya yang berasal dari suatu umat dan sumber utama
pengetauannya adalah wahyu, yang dikodifikasi dalam al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Abid Al-Jabiri, Takwin al-Aql al-Arabi (Markaz al-Tsaqafi al-
Arabi, 1991), hlm. 29-30.
Arkom kuswanjono, hakikat pemikiran ilmu dalam Islam,
Agustus 2016, h.292.
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2006), cet. ke-12, hal. 7.
Imam al-Ghazali, Mi’yar al-‘ilm, ed. Sulayman Dunya (Kairo:
Dar al-Ma’anif, 1961), hlm. 67-68.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Mahfudz elsaha, karakteristik filsafat barat, juli 2012.
Musa As'arie Filsafat Islam...op.cit. 2001 hal. 31.
Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leamen, bagian 1, him. 36-37.
Bandingkan dengan penjelasan Muhammad Yusuf Musa, Al-
Qur’an wa al-Falsafah, (Mesir: Dar al-Ma'arif, 1966), hlm. 29.
Zubaidi, Filsafat Barat, (Yogjakarta: Arruz Media, 2007), hal. 12.
1996), h. 21-24.