Npm: 2031010055
Semester: 5
"RESUME 10 JURNAL"
1. FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR
Ditinjau dari segi sejarah kelahiran, falsafah yang sangat populer dewasa ini di Nusantara merupakan
pemberontakan terhadap cara berpikir kuno di Yunani Purba kira-kira abad 26 SM. Cara berpikir kuno
yang dimaksud adalah cara berpikir yang menempatkan mitos sebagai acuan (sumber) berpikir dan
diterima sebagai ukuran kebenaran bahkan keberadaan dirinya sendiri. Dengan demikian, dasar
kebenaran akan segala sesuatu bukan terletak pada diri manusia sendiri sebagai makhluk yang berpikir
dan dengannya mencari tahu melalui kemampuan manusiawi yang ada di dalam dirinya. Cara berpikir
demikian dinilai lemah karena mengandalkan keyakinan, tidak bersifat kritis, dan tidak membuka
kemungkinan tafsir lain yang sebenarnya dapat mengantarkan pada level kebenaran yang lebih tinggi
dari yang sudah ada dan yang sudah berlaku sekalipun.Pemberontakan intelektual yang dilanjutkan
dengan penolakan terhadap penjelasan yang bersifat mitologis diakui menjadi tonggak perubahan
berpikir Yunani Kuno yang berdampak sangat 12 Kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk
menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis
tentang arti bahasa merupakan tugas pokok falsafah dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya
fungsi falsafah. Para filsuf analitika seperti G.E. Moore, B. Russell, L. Wittgenstein, G. Ryle, J.L. Austin dan
lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan dengan cara
menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu
tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide. Lihat Ibid13 Falsafah mencoba menggabungkan
kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi satu pandangan dunia
yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan sudut pandangan yang khusus
sebagaimana dilakukan oleh ilmuwan. Para filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap
kehidupan sebagai suatu totalitas. Lihat Ibid, besar kepada peradaban Barat secara keseluruhan.
Dengan tumbangnya dominasi mythos atas kenyataan hidup sehari-hari memunculkan paradigma
berpikir baru yang bertumpu pada pengamatan dan penalaran logis yang bersifat filosofis selanjutnya
1
Ahmad sulton, "FILSAFAH NUSANTARA SEBAGAI JALAN KETIGA ANTARA FALSAFAH BARAT DAN FALSAFAH TIMUR", Hal-11
disebut logos (kata, tuturan, bahasa maupun juga rasio). Dengan demikian, logos melampaui rasio atau
akal budi tetapi tidak terlepas darinya.14Maksud dari penalaran filosofis di atas adalah bahwa terhadap
hasil pengamatannya sejumlah orang-orang Yunani berusaha menemukan apa yang dinamakan dengan
arkhe’ atau asas; prinsip dasar; sesuatu yang hakiki di balik penampakan suatu benda melalui akal
budinya sendiri.15 Untuk berpikir demikian, sudah barang tentu diperlukan kemampuan melakukan
abstraksi pada diri yang bersangkutan dan dengan itu kecenderungan untuk menghasilkan pemikiran
yang spekulatif, tak terbatas, melampaui yang fisik atau yang nampak.Perkembangan terakhir filsafat
Barat menunjukkan kecenderungan yang jauh berbeda dibandingkan tahapan-tahapan yang
mendahuluinya. Jika di masa Yunani perhatian lebih tertuju pada persoalan bahan dasar alam semesta
(kosmologi, kosmosentris)16, sejak masa Socrates, terutama, perhatian besar diberikan kepada manusia
(antroposentris)17, menggantikan alam (kosmos). Pergeseran perhatian filsuf lagilagi terjadi di Abad
Pertengahan ketika gereja menunjukkan dominasinya atas kehidupan. Pada saat itu manusia, yang
semula menduduki posisi sentral sebagai pusat dunia, digantikan oleh kemahakuasaan Tuhan
(teosentris, teologis) atas semua yang ada, termasuk diri manusia.18 Pada masa modern, mulai abad ke-
17 yang dipopuler dengan sebutan Renaissance (kelahiran kembali), manusia kembali “ditemukan”
sampai akhirnya persoalan bergeser lagi pada abad ke-20 ini kepada persoalan yang tidak dapat
dilepaskan dari seluruh keberadaan manusia, yakni mempersoalkan bahasa-khususnya dalam filsafat
bahasa atau analisis bahasa.
falsafah Hukum, falsafah Pendidikan, falsafah Ekonomi, falsafah Politik dan lain sebagainya.Falsafah
Barat merupakan tradisi falsafi yang berkembang di Eropa seperti Yunani, Jerman, Perancis, Inggris,
Italia, Polandia dan negara negara Eropa Barat lainnya dan sebagian di Amerika. Salah satu karakteristik
atau ciri khas dari falsafah Barat adalah sekularisasi antara agama dan falsafah. Meskipun harus diakui
bahwa hubungan anatara agama dan falsafah mengalami pasang surut. Pada Abad Pertengahan,
misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi
pembalasan yang besar-besaran akibatnya agama tidak memiliki makna apa-apa dalam area refleksi
pengetahuan Barat.
Sementara itu, falsafah Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Republik Rakyat China, negara-negara Islam di Timur Tengah, dan daerahdaerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Salah satu ciri khas falsafah Timur yaitu dekatnya hubungan falsafah dan
agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan sama dengan falsafah Barat, terutama di Abad
Pertengahan. Falsafah Timur memiliki karakter yang sangat kuat, yaitu memperlihatkan ciri kerohanian
atau spiritualitas. Selanjutnya dalam pembahasan yang berkaitan dengan falsafah Timur akan lebih
banyak menggunakan falsafah Islam.
Sementara itu, falsafah Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Republik Rakyat China, negara-negara Islam di Timur Tengah, dan daerahdaerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Salah satu ciri khas falsafah Timur yaitu dekatnya hubungan falsafah dan
agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan sama dengan falsafah Barat, terutama di Abad
Pertengahan. Falsafah Timur memiliki karakter yang sangat kuat, yaitu memperlihatkan ciri kerohanian
atau spiritualitas. Selanjutnya dalam pembahasan yang berkaitan dengan falsafah Timur akan lebih
banyak menggunakan falsafah Islam.
Maha Pencipta atau dikenal dengan sebutan sikap religius dari bangsa Indonesia. Namun demikian
selain dari sikap-sikap positif tersebut mungkin meninggalkan pula sikap negatif yang dibawanya seperti
menjaga keharmonisan di dalam kehidupan bersesama dapat mematikan sikap kritis dan kreatif. Pada
masa kolonial pendidikan diarahkan untuk menjadi pegawai negeri, pegawai kolonial. Tujuan pendidikan
yang demikian, yang masih mendominasi pendidikan nasional dewasa ini bukan melahirkan manusia-
manusia yang kritis dan kreatif tetapi melahirkan manusia-manusia yang bermental pegawai.30Dalam
konteks falsafah pengembangan kebudayaan dan pendidikan, Ki Hajar Dewantara mengemukakan
pemikiran filosofisnya yang dikenal dengan teori Trikon. Seperti kita ketahui teori Trikon Ki Hajar
Dewantara berpusat kepada prinsip konvergensi, kontinuitas, dan konsentrasi di dalam pengembangan
budaya. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat atau lebih daripada itu,
pendidikan berdasarkan kebudayaan.31Kita berpijak di bumi Nusantara, dan kita dapat melihat dunia
luar untuk kepentingan kita. Inilah prinsip konsentris dalam pengembangan kebudayaan. Bung Karno
pernah mengatakan ketika berkunjung ke Sulawesi Utara sebagai berikut: “Onze gedachten mag naar de
top of Klabat, maar onze voeten steeds in Airmadidi.” Gunung Klabat adalah gunung yang tinggi di
Minahasa dan Kota Airmadidi terletak di kaki gunungnya. Hal ini dengan jelas yang dimaksudoleh Bung
Karno ialah kita dapat melihat dunia luar seluas-luasnya tetapi kaki kita tetap di tanah air Indonesia.
❑ Sedangkan, sophos yang berarti ‘an sage' (seorang yang arif, cerdas), 'a wise one'(seorang yang
bijaksana) atau sophia yang berarti 'wisdom' (kebijaksanaan),'knowledge' (pengetahuan), 'skill'
(kecakapan, kepandaian), 'practical wisdom ofexperinece' (kebijaksanaan atau pengalaman yang
berguna), 'intelligence' (intelegensi,kecerdasan).
❑ Di balik kata kebijaksanaan (sophos) masih terdapat arti lain yang dilekatkankepadanya, di antaranya
pengetahuan, intelegensi, dan pengalaman yang berguna.
❑ Kebijaksanaan tersebut akan menjadi pandangan hidup yang tersirat dalam filsafatnusantara.¹
Filsafat Nusantara
• Studi tentang falsafah Nusantara pertama kali diperkenalkan oleh M. Nasroen, Guru Besar Luar Biasa
pada Jurusan Filsafat di Universitas Indonesia dalam buku yang berjudul Falsafah Indonesia (1967),
Nasroen menjelaskan bahwa filsafat Nusantara merupakan suatu falsafah khas yang tidak Barat dan
tidak Timur, yang amat jelas termanifestasi dalam ajaran falsafi mufakat, pantun, Pancasila, hukum adat,
ketuhanan, gotong-royong, dan semangat kekeluargaan.
• Produk nyata dari pemikiran filosofis dinamakan dengan kebudayaan. Sebagaimana diketahui
bahwaterdapat beranekaragam kebudayaan di Nusantara dan tiap-tiap kebudayaan tentu mempunyai
atau berdasarkan falsafah sendiri-sendiri.
• Misalnya, falsafah hidup dalam kebudayaan Bali TRI HITA KARANA yang memiliki arti kehidupan
harmonis antara manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam semesta, dan manusia dengan
Maha Pencipta. Sikap hidup harmonis tersebut akan melahirkan tingkah laku positif seperti hidup
bersama yang harmonis, kehidupan demokratis, gotong-royong, sopan-santun dan lain sebagainya.
• Filsafat Nusantara berusaha untuk mengungkap makna dibalik kebijaksanaan yang telah menjadi
jatidiri bangsa dilandasi oleh kebudayaan yang terdapat dalam lingkup geografis mencakup sistem sosial,
politik, ekonomi, bahasa dan seni namun tidak terlepas oleh sejarah panjang atau peradaban bangsa
Indonesia.²
Bentuk-bentuk tersebut menjadi bagian dari kearifan local sebagaisistem nilai filsafat Nusantara dengan
dua cara, yaitu (Sutrisno, 2005: 1) :
▪ Berpikir logis adalah berpikir dengan cara mengurai kenyataan menurut aturan ‘logos’ yaitu kebenaran
rasionalitas budi yang dimulai dari menggolongkan, menguraikan secara rasional, mengklasifikasikannya
dalam kategori sebab dan akibat atau antara logis yang bisa disistematisasi menggunakan rasio dan
illogis yang tidak bisa ditemukan penalaran logisnya.
▪ Berpikir simbolis adalah menggunakan penalaran untuk mengetahui, memahami kenyataan melalui
simbol-simbol atau tanda-tanda yang disusun sedemikian rupa sehingga orang dapat paham
maksudanya. Susunan tanda tersebut disebut kode yang harus dipahami secara keseluruhan.³
• Menurut Rahyono, kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis
tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari
masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain.
Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui
perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut, hal tersebut dinamakan
kebudayaan.
• Antropolog, seperti Koentjaraningrat, Spradley, Taylor, dan Suparlan mengkategorisasikan kebudayaan
manusia yang menjadi wadah kearifan lokal berdasarkan idea, aktivitas sosial, dan artefak. Dengan
demikian, kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok manusia,
dijadikan sebagai pedoman hidup untuk menginterpretasikan lingkungannya dalam bentuk tindakan-
tindakannya sehari-hari.⁴
GLOBALISASI
▪ Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan hidup,
produk, pemikiran, dan aspekaspek kebudayaan lainnya atau suatu keadaan dan tindakan dimana
aktivitas kehidupan tidak lokal dalam suatu negara tetapi mendunia.
▪ Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi global ketika transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara
massal.
▪ Istilah komunikasi global juga kita temukan ketika kita berbincang-bincang tentang penggunaan
internet sebagai media komunikasi yang dapat mengakses berita dari seluruh dunia tanpa ada aturan
yang terlalu ketat.
▪ Globalisasi sebagai gejala perubahan di masyarakat yang hampir melanda seluruh bangsa sering
dianggap ancaman dan tantangan terhadap integritas suatu negara (Soesastro dalam Oetama, 2000:36).
▪ Dengan demikian bila suatu negara mempunyai identitas yaitu kearifan lokal, ia tidak mungkin lepas
dari pengaruh globalisasi (Seabrook, 2004). Dalam lingkungan yang pesimistik, globalisasi menyebabkan
adanya globalophobia,suatu bentuk ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau lembaga
harus mewaspadai secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu.⁸
2
2
Mu’minatus Fitriati Firdaus, S.Fil.I, M.Phil, "Filsafat nusantara dan kearifan lokal", Hal 1-8
3. SEJARAH FILSAFAT NUSANTARA
Berfikir logis dari asal katanya "logos" berarti berfikir model mengurangi kenyataan. Menurut aturan
logos yaitu kebenaran rasionalitas budi. Cara kerjanya mulai dari menggolongkan, menguraikan secara
rasional, mengotakkannya dalam kategori sebab dan akibat.
Sedangkan berfikir simbolis adalah menggunakan penalaran untuk mengetahui, memahami kenyataan
namun lewat simbol simbol atau tanda tanda.
Memahami sastra misalnya bila hanya lewat pemahaman logis luputlah dari kode kode sastra.
Simulasi yang mencampur rancu antara nyata dan tidak nyata antara ilusi mimpi dan realitas dalam.
Siman mau di letakkan pemecahan di antara budara pikir mengurai dan budaya merajut sintensis?
Pernyataan mendasar ini sebenernya menemukan jawaban jitu cerdasnya pasa kearifan bangsa
nusantara ini yang kunci jawabban rahasia mengapa kita yang nusantara lalu mengetahui indonesia ini.
Indonesia adalah bhineka kekayaan penyususnan dari etnik agama tradisi keindahan dan kebijak sanaan
lokalnya maka hormatilah dan beri hak hidup unik masing masing dalam perbedaan agar dari
kebhinekaan kita buat sintesis ke ika an indonesia.
Inilah yang di tangkap secara amat cerdas oleh generasinya bung hatta bung karno, bung sjahir, bung
agus salim dkk. Ketika mereka sampai pada kesadaran bersama mengenai sumber kekuatan
mengindonesia dari kebhinekaan.
Socrates mengatakan "hidup yang tidak di renungi dalam refleksi bukanlah hidup yang manusuawi"
Dalam buku pertamanya ini bung hatta memberikan sebagai emas kawin buat rahmi istrinya dan
bangsa.
Rakyat indonesia harus bisa berdaulat itulah obsesi perjuangan hatta yang nama majalahnya pendidikan
watak dan menjadi sumber visi perhimbunan bangsa.
Filsafat itu menurutnya pecah 2. Di satu pihak muncul sains, seperti matematika, ilmu alam dan
masyarakat. Di lain pihak muncul dialektika dan logika. Antara filsafat dan dialektika memang sulit untuk
di pisahkan, karena hubungan antara keduanya seperti ibu dengan anaknya. Demikian pula antara sains
dan logika sulid di bedakan karena keduanya itu adalah saudara kembar.
Logika aslah pola pikir yang eksak, jelas dan pasti. Mala di katakannya, sulitlah untuk mempelajari logika
kalau tidak terlebih dahulu mempelajari geometri. Logika berkata bahwa "ya" itu semata mata hanya
"ya' ya itu bukan tidak. Dialektika mau membawa problem logika ke tingkat yang lebih tinggi, kesuatu
problem yang lebih sulit yang tidak bisa di jawab hanya dengan ya atau tidak.
Untuk memberi dasar dialektika itu berdasarkan materi tan malaka mengatakannya dalam bentuk
pertanyaannya "manakah yang lebih dulu pikiran atau benda kejadian" menurutnya para pemikiran
idealis selalu memberi jawaban keterkelit dengan mengatakan "wenn und aber". 3
3
Mudji sutrisni dkk, SEJARAH FILSAFAT NUSANTARA Alam pemikiran indonesia
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat,
sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdomkearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut
merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila
suatu tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara
terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau
mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh
penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.
Menurut Fuad Hasan, budaya Nusantara yang plural merupakan kenyataan hidup (living reality) yang
tidak dapat dihindari. Kebhinekaan ini harus dipersandingkan bukan dipertentangkan. Keberagaman ini
merupakan manifestasi gagasan dan nilai sehingga saling menguat dan untuk meningkatkan wawasan
dalam saling apresiasi. Kebhinekaannya menjadi bahan perbandingan untuk menemukan persamaan
pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan (virtue and wisdom).
1. Benturan nilai dan relativitas budaya Individu dan kelompok masyarakat biasanya menganut nilai
sendirisendiri. Bila terjadi pertemuan di antaranya dan satu dengan yang lain nampak tidak cocok, maka
pihak yang satu biasanya merasa benar dan menyalahkan pihak yang lain.
2.. Globalisasi Globalisasi adalah suatu keadaan, tetapi juga suatu tindakan di mana aktivitas kehidupan
tidak lokal dalam suatu negara tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada istilah ekonomi global ketika
transaksi ekonomi dilakukan lintas negara secara massal.
3. Tantangan Penggalian dan Peluang Analisisnya Uraian di atas diharapkan dapat menunjukkan adanya
lahan subur untuk penggalian kearifan lokal Nusantara.
5. FILSAFAT SENI NUSANTARA
Sunarto
FILSAFAT
Dalam filsafat tidak hanya mencari kebenaran, tapi bertanya: “Apa itu kebenaran?”Kata
Yunani,,philosophia (dari philein, mencuntai, atau philia, cinta; dan sophos, kearifan), yang melahirkan
kata Inggris philosophy, yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan/kebijaksanaan”. Dalam
traktat tradisional dari Yunani Kuno, Pythagoras (572-497 SM), dinyatakan sebagai orang yang pertama-
tama memakai kata philosophia. Ketika ditanya apakah ia orang yang arif, Pythagoras hanya menjawab
bahwa ia seorang philosophos, artinya: “pencinta kearifan”.
1. Ontologi
Ontologi (ontology, Inggris; dari akar kata Yunani, on, ontos, yang berarti: ada, keberadaan); dan logos
(ilmu tentang, studi tentang). Dalam konteks dengan filsafat seni Nusantara, ontologi dimaksudkan
dalam 3 pengertian, yaitu: a) meneliti status realitas seni Nusantara; b) meneliti jenis realitas dimiliki
hal-hal dalam seni Nusantara; c) meneliti realitas yang menentukan apa yang disebut realitas atau ilusi
dalam seni Nusantara.
2. Epistemologi
Epeistemologi (episteme, pengetahuan, ilmu pengetahuan; dan logos, pengetahuan, studi) dapat
dikatakan “pengetahuan tentang pengetahuan” atau “teori pengetahuan”. Adakah epistetmologi seni
Nusantara? Pertanyaan ini memang sering terdengar dan jarang ada jawaban yang memuaskan.
Epistemologi di sini dimaksud seperti dalam keterangan di atas, yaitu: sumber pengetahuan, batas
pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan pengetahuan(Gallagher, 2001: 5-8.).1Sumber
pengetahuan dari seni Nusantara adalah alam raya Nusantara, baik outerbeauty dan innerbeauty.
Secara empiris, alam raya Nusantara memberikan bahan dasar yang melimpah bagi inspirasi para
senimannya untuk berkaya. Telah terbukti karya-karya para seniman Nusantara yang mampu
memberikan karya seni yang spektakuler, yang bahkan diakui dunia, seperti Candi Borobudur. Relief
Candi Borobudur merupakan gambaran realitas manusia yang hidup di alam maya pada ini. Dalam relief-
relief tersebut realitas manusia sejak lahir hingga kematian digambarkan dengan penuh nuansa estetis.
Ada proses imitasi dan pembentukan kesadaran, baik moral maupun kepada yang Transenden.Batas
pengetahuan seni Nusantara ada pada imajinasi seniman yang berkarya. Imajinasi merupakan cara
memahami realitas secara kreatif. Imajinasi juga merupakan kedalaman pikir manusia. Karya-karya besar
dalam seni Nusantara tidak bisa lepas dari imajinasi senimannya.
3. Aksiologi
Aksiologi (axiology, Inggris; dari kata Yunani, axios, layak, pantas; dan logos, pengetahuan, studi)
merupakan studi dan analisis tentang nilai-nilai. Wahana (2008:5) mengatakan bahwa, manusia tidak
dapat hidup tanpa nilai; nilai sebagai suatu sifat atau kualitas yang membuat sesuatu berharga, layak
diingini atau dikehendaki.Ada 4 jenis nilai yang melingkupu manusia, yaitu: kekudusan (holiness),
kebaikan (goodness), kebenaran (truth), dan keindahan (beauty)(Pepper, 1950:40.).Seni Nusantara
dapat bersifat abstrak dan semesta dalam arti mengejar sesuatu cita agung yang menyangkut seluruh
umat manusia, tapi juga dapat bersifat konkrit dan satu-satu dalam arti ditujukan pada individu yang
tertentu dalam rangka suatu tujuan yang spesifik. Tujuan yang spesifik ini menyangkut suatu bentuk
tindakan manusia. Ada dua macam tindakan manusia,yaitu:Tindakan Universil (TU) dan Tindakan
Individuil (TI)(Osborne, 1980:297).
6. Filsafat Nusantara dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrawa.
Konsep Nusantara.
Gagasan persahabatan di antara Negara-negara Nusantara belum pernah timbul dalam pikiran Raja
Singasari sebelumnya. Raja Rajasa sebagai raja pertama Kerajaan Singasari selalu diliputi ketakutan akan
balas dendam keturunan Tunggul Ametung. Raja Wisnuwardana dan Batara Narasinga masih sibuk
mengkonsolidasikan Kerajaan Singasari yang pecah belah akibat sengketa antara keturunan Ken Arok
dan Tunggul Amentung. Baru pada Raja Kertanegara timbul gagasan persahabatan antara Negara-
negara di wilayah Nusantara.Pada hakikatnya, kata Nusantara berarti“negara atau pulau lain”, yakni
negara diseberang laut atau Negara di luar Pulau Jawa.
Flsafat Nusantara
Untuk menjelaskan arti kata “Filsafat” biasanya dilakukan secara etimologi. Tinjauan secara etnologi
dilakukan dengan mencari asal-usul kata itu. Kata Indonesia “Filsafat” mempunyai padanan kata Arab
Falsafahdan kata Inggris Philosophy. Kata Inggris Philoshophia berasal mula dari kata Yunani Philoshopia
merupakan bentuk gabungan dari dua kata Philcin, mencintai atau Philos Teman dan Sophos, Bijaksana
atau Sophia, Kebijaksanaan.
Dengan demikian kalau kata Philosophia itu merupakan bentuk gabungan dari Philcin dan Sophos, maka
artinya mencintai sifat bijaksana. Bijaksana disini dimaksudkan sebagai kata sifat. Dilain pihak kalau kata
Philosophi itu merupakan bentuk gabungan dari kata Philos dan Sophia, maka artinya teman
kebijaksanaan.Kebijaksanaan itu dimaksudkan sebagai kata benda. Pytaghoras (572 – 407 SM)
dinyatakan sebagai orang yang pertama kali menandai kata Philosophia. Filsafat berusaha untuk
memadukan hasil-hasil berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang
selaras (consistant).
Pada tabel di atas memiliki perbedaan pada peletakan filsafat di dalam kebudayaan. Nasroen
menerjemahkan filsafat Indonesia merupakan filsafat yang bukan berjalan pada jalur filsafat Barat,
bahkan Timur. Oleh karena itu, filsafat Indonesia merupakan pemikiran yang dikembangkan oleh
masyarakat asli Indonesia. Filsafat tersebut termanifestasikan ke dalam berbagai bentuk seperti pantun,
konsep gotong royong, Pancasila, serta bentuk-bentuk kebudayaan yang lain.
Dalam perkembangannya, Parmono memberikan batasan terhadap Filsafat Indonesia dengan lebih jelas.
Bukan lagi dapat dipahami bahwa filsafat Indonesia terpukul rata terhadap batasan suatu negara,
namun menurut Parmono hal tersebut dibatasi oleh daerah-daerah yang merupakan bagian dari
Indonesia. Sumbangan Parmono tersebut dapat menjawab keraguan atas orisinalitas masyarakat di
Indonesia, mengingat Indonesia melewati banyak garis waktu mulai dari sebelum datangnya penjajah,
berdirinya kerajaan-kerajaan yang tersebar hingga melewati garis Negara Indonesia itu sendiri. Sunoto
dalam pengertiannya terhadap filsafat Indonesia lebih menegaskan lagi bahwa budaya kedaerahan yang
dimaksudkan adalah daerah yang terdapat di dalam suatu negara yakni Indonesia.
Penggabungan cara berpikir logis dan simbolis dapat memberikan pemahaman logika kebenaran
rasional. Terdapat dua karakter utama pada pemahaman logis, yaitu: pertama, bercirikan mengurai
dengan cara menganalisis dengan penggolongan kategori akal budi (logos) yang tergantung dengan
sistematika yang dipilih. Kedua,mengatur dalam sebuah sistematisasi (clear and distinct). Jadi karakter
berpikir logis adalah mengurai, menganalisis dengan sistematis. Sedangkan untuk pemahaman simbolis
memiliki ciri utama, yaitu berupaya merajutkan secara simbol atau tanda nuansa, suasana, atau bagian-
bagian realitas yang belum sempat atau tak mampu dirumuskan secara logis. Jadi bahasa yang dipakai
mengambil kode sebagai susunan simbol untuk membahasakan celah-celah ruang melampaui penataan
logis rasionalitas budi. Ciri utama pemahaman simbolik adalah merajut, menenun, sintesis,
mengutuhkan (Sutrisno, 2005: 2).
Konsep laku dari Damarjdati Supadjar adalah sebuah metode dalam berproses untuk mencapai suatu
yang baik dalam artian hal yang absolut. Jalan untuk mencapai hal absolut adalah dengan proses laku
yang selalu diterapkan sebagai hal yang utama. Laku yang berasal dari bahasa Jawa, memiliki arti jalan
untuk mencapai tujuan mulia dengan kebulatan tekad. Laku hanya bisa dilakukan dengan cara berproses
untuk menjadi, sehingga manusia yang menjalani laku selalu berperoses memperbaiki diri dengan
melakukan hal baik untuk mencapai tujuan yang kekal.
Konsep jati diri Damardjati Supadjar dalam “Mawas Diri” sebagai hakikat yang merupakan tingkatan
syariat dan tarekat dan merupakan tahapan awal dari tingkatan tertinggi, yang disebut sebagai makrifat.
Posisi syariat pada tingkatan informatif, sedangkan tarekat pada tingkatan transformatif. Hakikat berada
dalam posisi konfrontatif dalam ke-diri-an dan ke-aku-an. Sistem kedirian dan keakuan yang terus
menerus ditransformasi ke arah kualitas kedirian yang keakuannya diakui-Nya.
Pemikiran kefilsafatan Damardjati Supadjar memiliki asumsi dasar filsafat, yaitu: asumsi metafisis,
asumsi epistemologis, asusmsi aksiologis. Asumsi metafisisyang melandasi metode berfilsafat dapat
dilacak dari keyakinannya bahwa realitas itu bersistem, berstruktur, berjenjang, dan berproses secara
organis meliputi awal-akhir (dimensi temporal), lahir dan batin (dimensi sparsial) (Santoso, 2010: 34).
Contoh dari penerapan pandangan asumsi metafisis adalah analisis Damarjdati tentang sila pertama
“ketuhanan” sebagai suatu yang sangat batiniah yang harusnya diwujudkan dalam suatu yang sangat
lahiriah, yaitu “keadilan” pada sila ke lima. Asumsi epistemologis merupakan konsekuensi dari keyakinan
metafisik, bahwa untuk menggapai hakikat realitas tertinggi, sesungguhnya mensyaratkan tahapan,
jenis, dan jenjang pengetahuan yang bertingkat. Hal ini dijelaskan pada, “luasnya dunia sangat terkait
dengan luasnya kesadaran sang subjek di dalam memaknai dunianya” (Santoso,2010: 35). Asumsi
aksiologis dipengaruhi oleh pandangan metafisik dan epistemologisnya, contohnya pada inti ajaran
moralitas yang diajarkan adalah moralitas berkembang menuju ke arah kesempurnaan (Santoso, 2010:
38).
Tujuan dari metode berfilsafat Damarjdati adalah membantu mengarahkan orang pada peningkatan
kualitas ke arah realitas yang paling hakiki, melalui tahapan jenjang-jenjang kenyataan, pengetahuan,
dan moralitas menuju Tuhan Yang Maha Ada, Maha Tahu, dan Maha Baik. Bentuknya menuju pada
Manunggaling Kawula Gusti. Keunikan metode berfilsafat Damardjati adalah pada penerapan tata
langkah dalam menyatukan antara yang lahir dan yang batin, yang awal dan yang akhir dalam suatu
proses menuju kesempurnaan. Keunikan lainnya adalah pada kekuatan metode untuk memaknai istilah-
istilah simbolik yang berasal dari tembang-tembang Jawayang secara etimologis didapatkan melalui
metode interpretasinya melalui kaidah bahasa Jawa dengan menawarkan makna-makna baru.
9. ISLAM NUSANTARA DAN FILSAFAT ORIENTASI BANGSA;DIALEKTIKA MODERNITAS BERAGAMA DALAM
NEGARA BERBUDAYA
Hijrian A. Prihantoro
A. Pendahuluan
Dalam perspektif pencarian kebijaksanaan beragama, kegiatan manusia dalam proses mengetahui
agama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari cara berada manusia (knowing is a mode of being).
Perilaku ini merupakan sisi fundamental yang juga tidak bisa dipisahkan dari kegiatan manusia untuk
hidup sebagai manusia. Pengetahuan beragama yang dikembangkan oleh manusia merupakan langkah
positif agar ia dapat bertindak secara lebih tepat dalam interaksinya dengan dunia, masyarakat sekitar,
dirinya sendiri, dan bagi orang beriman, tentu juga dengan Tuhan (knowledge is for the sake of action).
Sebuah penegasan yang tidak bisa kita kesampingkan dan harus kita tetapkan.
B. NU dan Gagasan Islam Nusantara; Dari Tradisi Pesantren Menuju
Corak Baru Nasionalisme ModernSejarah panjang Nusantara yang pernah melahirkan dan mengalami
peradaban-peradaban besar seperti peradaban Hindu, peradaban Budha dan peradaban Islam selama
masa kerajaan Sriwijaya, Sailendra, Mataram I, Kediri, Singosari, Majapahit, Demak, Aceh, Makasar, Goa
dan lain-lain telah memperkuat kesadaran tentang signifikansi pelestarian dan pemeliharaan kekayaan
dan keragaman tradisi bangsa dalam beragama dan berbudaya.Istilah Nusantara adalah istilah budaya,
bukan istilah yang cenderung “resmi” seperti “Indonesia”, ia merupakan istilah yang melekat dalam
budaya dan terus hidup di tengah masyarakat. Di sini Nusantara tidak menunjuk pada satu model, corak,
budaya, namun menunjuk pada keragaman yang ada di pulau-pulau Nusantara. Karena Nusantara
merupakan kumpulan dari pulaupulau, yang tidak kurang dari 17.000 pulau. Sejarah para Sunan menjadi
‘angel’ dalam memotret dialektika kultural kesadaran keagamaan dengan jalur yang damai, akomodatif,
dan toleran. Sebuah gerakan keagamaan yang sangat dinamis dan humanis. Hal inilah yang menjadikan
Islam Nusantara berbeda dengan peradaban Islam di belahan wilayah yang lain, di mana Islam datang
melalui serangkaian penaklukkan militer.
C. Religion and Tyranny of the Majority Issue; Islam Nusantara sebagai Politik Keagamaan NU dalam
Menjaga Kedaulatan Bangsa
Dalam sejarah umat manusia, selalu terdapat kesenjangan antara teori dan praktek. Terkadang
kesenjangan itu sangatlah besar, dan kadang kecil. Apa yang oleh paham komunisme dirumuskan
dengan kata “rakyat”, dalam teori dimaksudkan untuk membela kepentingan orang kecil; tapi dalam
praktek justru yang banyak dibela adalah kepentingan kaum aparatchik. Itupun berlaku dalam orientasi
paham tersebut, yang lebih banyak membela kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyat
kebanyakan. Karena itu, kita harus berhati-hati dalam merumuskan orientasi paham keislaman, agar
tidak mengalami nasib seperti paham komunisme.Orientasi paham keislaman sebenarnya adalah
mengenai kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Hal inilah yang sejatinya merupakan makna
orisinil dari kata al-mashlahah al-âmmah. Dalam kerangka ini, tentu agama tidak hanya berurusan
tentang proses peribadatan semata, yang sepenuhnya merupakan sikap ta’abbudi, melainkan juga
memberi ruang ijtihadi terkait dengan kemaslahatan manusia, termasuk dalam soal bagaimana manusia
harus membangun sistem sosial-politik dalam berbangsa dan bernegara.
D. Religion and Humanism Issue; Islam Nusantara sebagai Sikap Keagamaan NU yang Humanis
Nahdlalul Ulama didirikan atas kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi
kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan
dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan ikatan batin, saling bantu membantu dan kesatuan
merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan (al-ukhuwah)dan kasih sayang yang menjadi
landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
Salah satu ketentuan dasar yang dibawakan Islam adalah konsep keadilan, baik yang bersifat perorangan
maupun dalam kehidupan politik. Kerena keadilan adalah tuntutan mutlak dalam ajaran Islam.39 Maka
bagi kalangan umat Islam, agama dan nasionalisme tidak bertentangan. Bahkan sebaliknya, Islam
mengajarkan rasa cinta kepada tanah air serta ketundukan kepada pemerintah selama ia memiliki
konsep keadilan sosial untuk rakyatnya. Sebab kecintaan terhadap tanah air (hubbul-wathan),
pembebasan (al-hurriyah) dari segala bentuk penindasan dan penjajahan, serta mempererat tali
persaudaran (al-ukhwah) justru merupakan bagian integral dari ajaran universal Islam itu senidiri.
Dengan demikian, Islam dan kepedulian orientansi bangsa adalah entitas ideal yang saling berhubungan
dan menguatkan satu sama lain.
10. FILOSOFI HIDUP SEBAGAI BASIS KEARIFAN LOKAL
(Studi pada Kesatuan Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul)
Fenomena Geografis
Kesatuan Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul hidup di desa Sirnaresmi Kabupaten Sukabumi
Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 5.423 jiwa meliputi; Kasepuhan Ciptagelar, Kasepuhan Sinaresmi,
Kasepuhan Cipta Mulya. Berdasarkan letak astronomis, Desa Sirnaresmi terletak di titik koordinat
S=06O50’13,3” LS dan E=106O26’9,99” BT selatan pulau Jawa (Jawa Barat) dengan luas mencapai 4.917
Ha. Desa Sirnaresmi merupakan bagian dari pegunungan vulkanis gunung Halimun bagian dari rantai
Bukit Barisan di Pulau Sumatera dan gunung api pulau Jawa bagian barat. Morfologi TNGHS gelombang
sampai berbukit kemiringan 21% - 45% dan sebagian besar (75,5%) dengan struktur batuan brecia,
andesit, tuff dan lava basalt dan singkapan batuan sedimen vulkanis anglomerat dan batuan beku
membentuk tebing terjal dengan arus deras diselingi jeram dan air terjun (water fall). Jenis tanah terdiri
atas asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat dan latosol coklat
kekuningan.Memahami tingkat ketahanan tanah akan erosi cukup cukup rentan dan kondisi humiditas
tinggi maka warga Kasepuhan mengupayakan penyangga erosi dalam bentuk sengkedan (terasering) dan
tanaman pelindung seperti bambu, pisang dan aren yang berakar serabut serta pohon jeungjing bodas
(albasiah). Kandisi tersebut mampu menjaga empat sumber mata air, yaitu mata air Cipanengah,
Cisodong, Cidongkap, dan Cisolok dalam keadaan baik.