Anda di halaman 1dari 13

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HASYIM ASY’ARI

ARTIKEL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu

Prof. Dr. H. Syamsun Ni’am, M.Ag.

NIP. 19730214200001001

Disusun Oleh:

Yeni Maulina (126204213207)

Indana Aliatul Hima (126204213209)

Sayyidaturrohmah (126204213210)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

OKTOBER 2022
A. Pendahuluan

Pendidikan tidak akan punya arti bila manusia tidak ada di dalamnya. Hal ini
di sebabkan, karena manusia merupakan subyek dan objek pendidikan. Artinya,
manusia tidak akan berkembang dan mengembangkan kebudayaannya secara
sempurna bila tidak ada pendidikan.

Pendidikan merupakan salah satu investasi sumber daya manusia yang di


harapkan dapat mengubah kehidupan suatu bangsa ke arah yang lebih baik. Oleh
Karena itu, pendidikan sangat penting untuk membentuk generasi yang siap
mengganti tongkat estafet generasi tua dalam rangka membangun masa depan
yang cerah. Karena itu pendidikan berperan dalam memberikan kemampuan baru
kepada mereka agar mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis di
masa yang akan datang.1

Sisi pendidikan yang cukup menarik perhatian dalam konsep pendidikan KH.
Hasyim Asy’ari adalah sikapnya yang sangat mementingkan ilmu dan pengajaran.
Kekuatan dalam hal ini terlihat pada penekanannya bahwa eksistensi ulama,
sebagai orang yang memiliki ilmu, menduduki tempat yang tinggi.

Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha


Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai-nilai Islam. Bukan hanya untuk sekedar menghilangkan
kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju
kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya
mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-
norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam
harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan
sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.2

B. Konsep Pendidikan Islam Secara Luas

1
Rizka Khoiriyah. Revitalisasi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Kiai Hasyim Asy’ari.
Jurnal Islam Nusantara. Vol. 01 No. 02. Juli - Desember 2017. Hal 156-170
2
Muhamad Faiz Amiruddin. Konsep Pendidikan Islam Menurut Kh. Hasyim Asy’ari. Jurnal
Dirasah. Vol. 01 No. 01. Februari 2018. Hal 17-31
Pengertian pendidikan

Secara luas pendidikan adalah hidup. pendidikan adalah segala pengalaman


belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala hidup yang mempengaruhi individu. Sedangkan dalam
arti sempit, pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang
diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah
segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang
diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.3

Adapun pengertian pendidikan menurut Muhibbin Syah, pendidikan adalah


memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan
diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.4

Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau


pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang
dewasa agar ia menjadi orang dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya
pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seorang atau sekelompok orang
untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau
mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tingi dalam arti mental.5

Pendidikan sebagai proses timbal balik antara pendidik dan anak didik dengan
melibatkan berbagai faktor pendidikan lainnya, diselenggarakan guna mencapai
tujuan pendidikan, dengan senantiasa didasari oleh nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai
itulah yang kemudian disebut sebagai dasar pendidikan. Setiap sistem pendidikan
memiliki dasar pendidikan tertentu, yang merupakan cerminan filsafat dari sistem
pendidikan tersebut.

Pengertian Pendidikan Islam

3
Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2022), hal. 1-3.
4
Muhibbin Syah.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,( Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2002), cet. ke-7, hal. 10
5
Sudirman dkk, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CF Remaja Karya, 1987) 4
Pendidikan Islam adalah proses bimbingan kepada manusia yang mencakup
jasmani dan rohani yang berdasarkan pada ajaran dan dogma agama (Islam) agar
terbentuk kepribadian yang utama menurut aturan Islam dalam kehidupannya
sehingga kelak memperoleh kebahagiaan di akhirat nanti.

Dilihat dari sudut etistimologis, istilah pendidikan Islam sendiri terdiri dari
atas dua kata, yakni “pendidikan” dan “islami”. Definisi pendidikan sering disebut
dengan berbagai istilah, yakni altarbiyah, al-taklim, al-ta’dib dan al-riyadoh.
Setiap istilah tersebut memiliki makna yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan
perbedaan kontek kalimatnya dalam pengunaan istilah tersebut. Akan tetapi dalam
keadaan tertentu semua istilah itu memiliki makna yang sama, yakni pendidkan.

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi merumuskan tujuan pendidikan Islam secara


lebih rinci dia menyatakan bahwa tuuan pendidikan Islam adalah untuk
membentuk akhlak mulia, persiapan menghadapi kehidupan dunia akhirat,
persiapan untuk mencari rizki, menumbuhkan semnagat ilmiah, dan menyiapkan
profesionalisme subjek didik. Dari 5 rincian tuuan pendidikan tersebut, semua
harus menuju pada titik kesempurnaan yang salah satu indikatornya adalah adanya
nilai tambah secara kuantitatif dan kualitatif.6

Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya
sebagai instrument penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta
fungsi sebagai instrumen transfer nilai. Fungsi pertama menyiratkan bahwa
pendidikan memiliki peran artikulasi dalam membekali seseorang atau
sekelompok orang dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, yang
berfungsi sebagai alat untuk menjalani hidup yang penuh dengan dinamika,
kompetensi dan perubahan, fungsi kedua menyiratkan peran dan fungsi
pendidikan sebagai instrumen transformasi nilai-nilai luhur dari satu generasi
kegenerasi berikutnya. Kedua fingsi tersebut secara eksplisit menandai bahwa
pendidikan mengandung makna bagi pengembangan sains dan teknologi serta
pengembangan etika, moral, dan nilai-nilai spiritual kepada masyarakat agar
tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang memiliki kepribadian yang
utuh sesuai dengan fitrahnya, warga negara yang beradab dan bermartabat,
6
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Falasifatuha, (Kairo: Isa Al-
Bab Al-Halabi 1975), 22-25
terampil, demokratis dan memiliki keunggulan (competitive advantage) serta
keungulan komperatif (comperative advantage).7

C. Konsep Pendidikan Islam dari Perspektif Hasyim Asy’ari

Biografi Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari memiliki nama lengkap Muhammad Hasyim bin


Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim atau yang populer dengan nama
Pangeran Benawa bin Abdul Rahman yang juga dikenal dengan julukan Jaka
Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin
Maulana Ishaq bin Ainul Yakin yang populer dengan sebutan Sunan Giri.
Sementara dari jalur ibu adalah Muhammad Hasyim binti Halimah binti Layyinah
binti Sihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran
Benawa bin Jaka Tingkir atau juga dikenal dengan nama Mas Karebet bin Lembu
Peteng (Prabu Brawijaya VI). Penyebutan pertama menunjuk pada silsilah
keturunan dari jalur bapak, sedangkan yang kedua dari jalur ibu.8

Sejak masa kanak-kanak, Kyai Hasyim hidup dalam lingkungan


pesantren muslim tradisional Gedang. Keluarga besarnya bukan saja pengelola
pesantren, tetapi juga pendiri pesantren-pesantren yang masih cukup populer
hingga saat ini. Ayah Kyai Hasyim (Kyai Asy’ari) merupakan pendiri dan
pengasuh Pesantren Keras (Jombang). Sedangkan kakeknya jalur ibu (Kyai
Utsman) dikenal sebagai pendiri dan pengasuh Pesantren Gedang yang pernah
menjadi pusat perhatian terutama dari santri-santri Jawa pada akhir abad ke-
19. Sementara kakek ibunya yang bernama Kyai Sihah dikenal luas sebagai
pendiri dan pengasuh Pesantren Tambak Beras (Jombang).9

Pada umur lima tahun Kiai Hasyim berpindah dari Gedang ke desa
Keras, sebuah desa di sebelah selatan kota Jombang karena mengikuti ayah
dan ibunya yang sedang membangun pesantren baru. Di sini, Kiai Hasyim
menghabiskan masa kecilnya hingga berumur 15 tahun, sebelum akhirnya,
7
Ro’is Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Erlanga, 2011) 147-148
8
Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M Hasyim Asy’ari Tentang Ahlu Sunnah Wa Al-
Jama’ah, (Surabaya, 2010) hal. 67
9
Ishomudin Hadziq, KH. Hasyim Asy’ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati(Jombang: Pustaka Warisan
Islam Tebuireng,2007),hal. 69.
meninggalkan keras dan menjelajahi berbagai pesantren ternama saat itu
hingga ke Makkah.10

Pada usianya yang ke-21, Hasyim menikah dengan Nafisah, putri Kyai
Ya’qub (Siwalan Panji, Sidoarjo). Pernikahan itu dilangsungkan pada tahun
1892 M/1308H. Setelah itu, Kyai Hasyim bersama istri dan mertuanya
berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Bersama istrinya, Hasyim
kemudian melanjutkan tinggal di Mekkah untuk menuntut ilmu. Tujuh bulan
kemudian, Nafisah meninggal dunia setelah melahirkan seorang putera
bernama Abdullah. Empat puluh hari kemudian, Abdullah menyusul ibunya
ke alam baka.11

Kematian dua orang yang sangat dicintainya itu, membuat Hasyim


sangat terpukul. Dan akhirnya Hasyim memutuskan untuk tidak berlama-lama
di tanah suci dan kembali ke Indonesia setahun kemudian. Setelah lama
menduda, Kyai Hasyim menikah lagi dengan seorang gadis anak Kyai Romli
dari desa Karangkates (Kediri) bernama Khadijah. Pernikahannya dilakukan
sekembalinya dari Mekkah pada tahun 1899 M atau 1315 H. Pernikahannya
dengan istri kedua juga tidak bertahan lama, karena dua tahun kemudian
(1901M), Khadijah meninggal dunia.12

Untuk ketiga kalinya, Kyai Hasyim menikah lagi dengan perempuan


bernama Nafiqah, anak Kyai Ilyas, pengasuh pesantren Sewulan Madiun. Dari
hasil perkawinannya dengan Nafiqah, Kyai Hasyim mendapatkan sepuluh
orang anak, yaitu : Hannah,Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul
Hakim (Abdul Kholik), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashuroh, dan Muhammad
Yusuf. Perkawinan Kyai Hasyim dengan Nafiqah juga berhenti di tengah
jalan, karena Nafiqah meninggal dunia pada tahun 1920 M.

10
https://tebuireng.online/biografi-lengkap-kh-m-hasyim-asyari/ dilihat pada tanggal 15-10-2022
11
Ibid., 21 dan http://pesantren.tebuiren.net/index.php?diunduh pada tanggal 18 Mei 2015
12
Zuhri, Pemikiran KH.M.Hasyim Asy’ari Tentang Ahl As-Sunnah Wa Al-Jama’ah,hal. 70.
Sepeninggal Nafiqah, Kyai Hasyim memutuskan menikah lagi dengan
Masruroh putri Kyai Hasan yang juga pengasuh pesantren Kapurejo, Pagu
(Kediri). Dari hasil perkawinan keempatnya ini, Kyai Hasyim memiliki empat
orang anak: Abdul Qadir, Fatimah, Khodijah dan Muhammad Ya’qub
Perkawinan dengan Masruroh ini merupakan perkawinan terakhir bagi Kyai
Hasyim hingga akhir hayatnya.13

Beliau dianggap sebagai guru dan dijuluki “Hadratus Syekh” yang


berarti “Maha Guru”. Kiprahnya tidak hanya di dunia pesantren, beliau ikut
berjuang dalam membela negara. Semangat kepahlawanannya tidak pernah
kendor. Bahkan menjelang hari-hari akhir hidupnya, Bung Tomo dan
panglima besar Jendral Soedirman kerap berkunjung ke Tebuireng meminta
nasehat beliau perihal perjuangan mengusir penjajah.14

KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 juli 1947M, bertepatan


dengan 7 Ramadhan 1366 H pada pukul 03.45,15 beliau ditetapkan sebagai
pahlawan pergerakan nasional dengan surat keputusan Presiden RI
No.284/TK/Tahun 1964, tanggal 17 November 1964.16 Dimasa
hidupnyabeliau mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan,
khususnya dilingkungan pesantren, baik dari segi ilmu maupun garis
keturunan.Sedangkan dalam perjuangannya dalam rangka merebut
kemerdekaan melawan Belanda, beliau gigih dan punya semangat pantang
menyerah sertajasa-jasanya kepada bangsa dan negara sehingga beliau diakui
sebagaiseorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional.17 Komplek pesantren
Tebuireng menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi KH. Hasyim Asy’ari.

Karya-karya Hasyim Asy’ari

13
Muhammad Rifai, KH.Hasyim Asy’ari: Biografi Singkat 1871-1947(Jakarta: Garasi,2009),hal. 38.
14
Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (Surabaya: PT Duta Aksara
Mulia,2010),hal. 58.
15
Solahuddin Wahid, Biografi 7 Rais Am PBNU (Kediri:Nous Pustaka Utama,2012),47.
16
Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, 70.
17
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, studi tentang pandangan hidup kyai(Jakarta:LP3ES,
1982),98.
KH. Hasyim Asy’ari bukan hanya mengisi hari-harinya dengan kegiatan
pengajaran tetapi beliau juga menghasilkan karya-karya tulis berupa kitab-kitab
yang masih kita pelajari hingga hari ini (Dwilaksono et al., 2020). Diantaranya
karya-karya tulis beliau adalah sebagai berikut (Dwilaksono et al., 2020);

1. Al-Tibyan fi al-Nahly ’an Muqatha’at al-Arhamwa al-Aqaribwa al-


Ikhwan;
2. Muqoddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyatNahdhatulUlama;
3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah;
4. Mawa’idz
5. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’jam’iyyat Nahdhotul Ulama;
6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin;
7. Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna al-Mawlid bi al-Munkarat
8. RisalahAhl al- Sunnahwa al-Jama’ahfu Hadits al-Mawtawa Syuruth al-
Sa’ahwa Bayani Mafhum al-Sunnahwa al-Bid’ah;
9. ZiyadatTa’liqat ‘ala Mandzumah Syaikh ’Ab-dullah bin Yasin al-
Fasuruani;
10. Dhaw’il Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah;
11. Al-Dzurrah al-Muntasyirah fi Masail Tis’a Asyarah;
12. Al-Risalah fi al-Aqaid;
13. Al-Risalah fi al-Tasawuf;
14. Adab al-’Alimwa al-Muta’allim fi ma YahtajuIlayh al-Muta’allim fi
Ahwal Ta’limihiwa ma Yatawaqqafu ’alayhi al-Mu’allim fi
MaqamatiTa’limihi18

Karya ini sebagai bentuk perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap pendidikan
Islam. Karya-karyanya itu menjadi bukti tak terbantahkan betapa ia memang
merupakan seorang ulama dan mujtahid yang telah banyak menghasilkan berbagai
warisaan tak ternilai, baik dari segi keilmuan maupun dari segi keorganisasiannya.

Pemikiran-pemikiran Hasyim Asy’ari tentang pendidikan

18
Martono. Pemikiran Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari (Perspektif Epistimologi Sosial
Keagamaan Dan Konsep Pendidikan Islam Bagi Guru Dan Peserta Didik). Al-Fikr : Jurnal
Pendidikan Islam. Vol. 6, No.1, Juni 2020, Hal. 40~45
Menurut KH. Hasyim dalam kitabnya Adabul Ta’lim wal Muta’alim Asy’ari
al-Qur’an merupakan sumbernya segala ilmu, induk ilmu dan ilmu yang paling
penting dari sekian macam banyak ilmu. Semua ilmu berasal dari al-Qur’an
bahkan sebelum ilmu itu ada Al-Quran sudah menjelaskan ilmu dengan
pembuktian kejadian-kejadian alam. Dari tiap-tiap bidang studi, dibuat satu
rangkuman lalu dihubungkan dengan Al-Qur’an.19

Kecenderungan pemikiran Hasyim Asy’ari adalah mengetengahkan nilai-nilai


estetis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam
gagasan-gagasannya, misalnya dalam keutamaan menurut ilmu. Untuk
mendukung itu, dapat dikemukakan bahwa bagi Hasyim Asy’ari keutamaan ilmu
yang sangat istemewa adalah bagi orang-orang yang benar-benar di Li allah ta’ala.
Kemudian, ilmu dapat diraih jika orang yang dicari ilmu tersebut suci dan bersih
dari segala sifat yang jahat dan aspek-aspek keduniawan. Kecenderungan ini
merupakan wacana umum bagi literature-literatur kitab kuning yang tidak bisa di
hindari dari persoalan-persoalan sufistik, yang secara umum merupakan bentuk
replica atas prinsip-prinsip sufisme Al-ghazali. Maka dari itu, terdapat dua hal
yang harus diperhatikan dalam menurut ilmu, yaitu: pertama, bagi peserta didik
hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu jangan sekali-kali berniat untuk hal-
hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi pendidik
dalam mengajarkan ilmunya hendaknya meluruskan niatanya terlebih dahulu,
tidak mengharapkan materi semata-mata disamping itu, yang diajarkan hendaknya
sesuai dengan tindakan-tindakan yang di perbuat.20

Pembahasan terhadap masalah pendidikan pada masa KH. Hasyim Asy‟ari


lebih di tekankan pada masalah etika dalam pendidikan, meski tidak menafikan
beberapa aspek pendidikan lainnya. Di antara pemikiran beliau dalam masalah
pendidikan adalah:

1. Signifikansi Pendidikan

19
Muhamad Faiz Amiruddin. Konsep Pendidikan Islam Menurut Kh. Hasyim Asy’ari. Jurnal
Dirasah. Vol. 01 No. 01. Februari 2018. Hal 17-31
20
Martono. Pemikiran Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari (Perspektif Epistimologi Sosial
Keagamaan Dan Konsep Pendidikan Islam Bagi Guru Dan Peserta Didik). Al-Fikr : Jurnal
Pendidikan Islam. Vol. 6, No.1, Juni 2020, Hal. 40~45
Dalam membahas masalah ini, beliau banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur‟an
yang menjelaskan tentang keutamaan menuntut ilmu dan orang yang ahli
ilmu, tidak hanya cukup dengan ayat Al-Qur‟an, pembahasan pertama tersebut
banyak di lengkapi dengan hadist nabi dan pendapat para ulama, yang
kemudian di ulas dan di jelaskan secara singkat. Misalnya menyebutkan
bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya. Hal yang di
maksudkan agar ilmu yang di miliki menghasilkan manfaat sebagai bekal
untuk kehidupan kelak di akhirat. Mengingat begitu pentingnya, maka syariat
mewajibkan untuk menuntut dengan memberikan pahala yang besar. Pada
bagian lain juga di jelaskan bahwa ilmu merupakan sifat yang menjadikan
jelas identitas pemiliknya. Dalam penjelasannya, ia tidak memberikan definisi
khusus tentang pengertian belajar. Dalam hal ini yang menjadi titik
penekanannya ialah pada pengertian bahwa Belajar menurut K.H Hasyim
Asy‟ari merupakan Suatu ibadah untuk mencari ridha Allah, yang akan
mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan
semata.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Murid


a. Etika yang harus di perhatikan dalam Belajar Ada beberapa etika
yang di tawarkan diantaranya ialah: membersihkan hati dari
gagguan keimanan dan keduniawian, membersihkan niat, tidak
menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qonaah terhadap
segala macam pemberian dan cobaan, pandai mengatur waktu,
menyederhanakan makan dan minum, bersikap hati-hati,
menghindari makan dan minum yang menyebabkan kemalasan dan
kebodohan, menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak
kesehatan dan meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.
Dalam hal ini terlihat, bahwa ia lebih menekankan pada pendidikan
rohani , meski demikian pendidikan jasmani tetap di perhatikan
khususnya bagaimana caranya mengatur waktu.
b. Etika seorang murid terhadap guru Hendaknya seorang murid
harus memperhatikan apa yang di jelaskan oleh guru, memilih guru
yang wara‟, mengikuti jejak guru, memuliakan guru,
memperhatikan apa yang menjadi hak guru, bersabar terhadap
kekerasan guru, berkunjung kepada guru, duduk dengan rapi,
sopan bila berhadapan dengan guru, berbicaralah dnegan sopan dan
lemah lembut, dengarkan segala fatwanya, dan gunakan anggota
yang kanan apabila menyerahkan sesuatu padanya. Etika seperti ini
masih banyak di jumpai di kalangan pendidikan pesantren, akan
tetapi etika yang di jelaskannya sangat langka di tengah budaya
kosmopolit.
c. Etika murid terhadap pelajaran Hendaknya seornag murid
memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu „ain untuk di pelajari,
berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama‟,
mendiskusikan apa yang di dapatkan, senantiasa menyimak ilmu,
pancnagkan cita-cita yang tinggi, bergaullah dnegna orang yang
berilmu. Penjelasan yang seperti itu seakaan membuka mata kita
akan sistem pendidikan di pesnatren yang slama ini terlihat kolot,
hanya terjadi komonikasi arah, memasung kemerdekaan berfikir
dan sebagainya. Memang tidka di nafikan adanya model
pendidikan yang hanya mengandalkan pengetahuan yang di
smapaikan oleh guru. Akan tetapi karena begitu ketatnya etika
yang di tetapkan sehingga dalam beberapa kasus menutup etika
yang lainnya.
3. Tugas dan tanggung jawab guru
a. Etika seorang guru Senantiasa mendekatkan diri pada Allah, Takut
pada Allah, tawadhu‟, zuhud dan khusu‟, Bersikap tenang dan
senantiasa berhati-hati, Mengadukan segala persoalan pada
AllahTidak menggunakan ilmunya untuk meraih dunia, Tidak
selalu memanjakan anak, istiqomah dalam membaca Al-Qur‟an.
Seorang guru harus membiasakan diri untuk membaca dan
menulis, sebab lewat tulisan itulah yang di miliki seseorang akan
terabadikan dan akan banyak memberikan manfaat bagi generasi
selanjutnya.
b. Etika guru ketika mengajar Kehidupan yang di abdikan dalam
megajar, inilah yang menjadi kekuatan sendiri dalam tawarannya,
misalnya memperhatikan hal yang sepele, cara menegur anak didik
yang baik yang datang terlambat. Jadi apa yang di tawarkan
berawal drai sebuah praktek yang selama ini di alaminya. Inilah
yang memberikan nilai tambah dalam konsep yang di kemukakan
oleh banpak santri ini.
c. Etika guru bersama murid Bila sebelumnya membahas tentang
warna tasawufnya, khususnya ketika membahas tentang tugas dan
tanggung jawab seorang pendidik, maka bagian ini akan terlihat
profesionalitasnya dalam pendidikan. Ilmu pendidikan maupun
psikologi pendidikan yang sekarang ini beredar dan di kaji secara
luas sebelum tersebar, apalagi di kalangan pesantren. Sehingga
kegenuinan pemikirannya patut untuk di kembangkan selaras
dengan kemajuan dunia pendidikan khususnya psikologi
pendidikan.
d. Etika terhadap buku, alat-alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan
dengannya Kembali terlihat kejelian dan ketelitiannya dalam
melihat permasalahan dalam proses pembelajaran. Hal ini tidak
akan di perhatikan bila pengalaman mengenai hal ini tidak pernah
di laluinya. Oleh sebab itu menjadi wajar apabila kelihatanya yang
sepele, tidak akan luput dari perhatiannya karena ia sendiri
mengabdikan hidupnya untuk ilmu dan agama serta mempunyai
kegemaran dalam membaca.21
D. Penutup

KH. Hasyiim Asy’ari adalah seorang ulama yang memiliki tingkat intelektual
yang sangat tinggi. Hal ini di pengaruhi oleh perjalanan hidupnya yang selalu
diwarnai dengan menuntut ilmu. Dalam perjalanan pencarian ilmunya tampak

21
Rizka Khoiriyah. Revitalisasi Pendidikan Islam Dalam Perspektif Kiai Hasyim Asy’ari. Jurnal
Islam Nusantara. Vol. 01 No. 02. Juli - Desember 2017. Hal 156-170
sekali bahwa gencaloni intelektual keilmuan KH. Hasyim Asy’ari berasal dari
pakar-pakar agama yang memiliki kualitas internasional sehingga kyai Hasyim
sangat ahli dalam Al-Qur’an dan Hadis. Beliau juga di beri gelar Hadratus Syaikh
yang artinya “maha guru” selain itu beliau seorang perintis pesantren tebuireng
yang merupakan lembaga pendidikan islam tradisional. Dan tak kalah hebatnya
Hasyim Asy’ari juga adalah seorang pengarang kitab agama yang sangat
produktif.

K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa pendidikan adalah sarana mencapai


kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesungguhnya penciptanya, untuk apa
diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya,
untuk berbuat baik di dunia dan menegakkan keadilan.

Dasar dan sumbernya Ilmu adalah al-Qur’an dan Hadits. Sesuai dengan
perkataannya pada Kitab Adabul Ta’lim wal Muta’alim yaitu al-Qur’an
merupakan sumbernya segala ilmu, induk ilmu dan ilmu yang paling penting dari
sekian macam banyak ilmu. Semua ilmu berasal dari al-Qur’an bahkan sebelum
ilmu itu ada alQuran sudah menjelaskan ilmu dengan pembuktian kejadian-
kejadian alam. Dari tiap-tiap bidang studi, dibuat satu rangkuman lalu
dihubungkan dengan al-Qur’an dan hadits adalah salah satu sayap ilmu syari’at.
Sedangkan sayap yang satunya adalah al-Qur’an yang menerangkan berbagai
macam masalah baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Peserta didik harus mempunyai perilaku yang baik terhadap guru, sesama
teman dan harus menggunakan sarana pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan pendidik harus mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial
dan profesional. Menurut KH. Hasyim Asy’ari strategi pembelajaran yang baik
adalah pelajari dulu pelajaran tersebut karena merupakan amal baik dan apabila
menemui kesulitan maka carilah ilmu tersebut dengan bertanya sampai menemui
pemahaman mencarinya terhitung ibadah dan selesai belajar maka diskusikanlah
dan membahas bersama-bersama karena merupakan suatu jihad.

Anda mungkin juga menyukai