X - IPA 5 / 04
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia
melalui Nabi Muhammad SAW. Islam mulanya berkembang di jazirah Arab,
kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk di kepulauan Nusantara.
Nusantara adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang
membentang dari Sumatra sampai Papua, yang sekarang sebagian besar merupakan
wilayah negara Indonesia. Islam Nusantara bermakna Islam yang dipahami dan
dipraktikkan kemudian terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Salah
satu tokoh islam di nusantara yaitu K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dan nasab K.H. Abdul Wahab Hasbullah?
2. Bagaimana pendidikan K.H. Abdul Wahab Hasbullah?
3. Bagaimana peran K.H. Abdul Wahab Hasbullah dalam bidang sosial dan
kebangsaan?
4. Apakah pendidikan dan pemikiran K.H. Abdul Wahab Hasbullah?
5. Bagaimana keluarga K.H. Abdul Wahab Hasbullah?
6. Kapan K.H. Abdul Wahab Hasbullah wafat?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui latar belakang dan nasab K.H. Abdul Wahab Hasbullah
2. Mengetahui pendidikan K.H. Abdul Wahab Hasbullah
3. Mengetahui peran K.H. Abdul Wahab Hasbullah dalam bidang sosial dan
kebangsaan
4. Mengetahui pendidikan dan pemikiran K.H. Abdul Wahab Hasbullah
5. Mengetahui keluarga K.H. Abdul Wahab Hasbullah
6. Mengetahui K.H. Abdul Wahab Hasbullah wafat
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pendidikan
Masa pendidikan KH. Abdul Wahab dari kecil hingga besar banyak
dihabiskan di pondok pesantren. Selama kurang lebih 20 tahun, beliau secara intensif
menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren. Karena tumbuh di
lingkungan pondok pesantren, mulai sejak dini beliau diajarkan ilmu agama dan moral
pada tingkat dasar. Termasuk dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi,
hadrah, barzanji, diba’, dan sholawat. Kemudian tak lupa diajarkan tradisi yang
menghormati leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke makam-
makam leluhur dan melakukan tawasul.
Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup seorang santri. Diajaknya shalat
berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk shalat tahajjud. Kemudian
Kiai Hasbullah membimbingnya untuk menghafalkan Juz ‘Amma dan membaca Al-
Qur’an dengan tartil dan fasih. Lalu beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari
kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya:
Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al
Majmu’. Abdul Wahab Hasbullah juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Quran,
Hadits, dan Ulumul Hadits.
Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak
semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang
dipelajarinya. Selama enam tahun awal pendidikannya, beliau dididik langsung oleh
ayahnya, baru ketika berusia 13 tahun, KH. Abdul Wahab merantau untuk menuntut
ilmu. Maka beliau pergi ke satu pesantren ke pesantren lainnya.
Di antara pesantren yang pernah disinggahi KH. Ahmad Wahab Hasbullah
adalah sebagai berikut:
1. Pesantren Langitan Tuban.
2. Pesantren Mojosari, Nganjuk.
3. Pesantren Cempaka.
4. Pesantren Tawangsari, Sepanjang.
5. Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura dibawah asuhan Kiai Kholil
Bangkalan.
6. Pesantren Branggahan, Kediri.
7. Pesantren Tebuireng, Jombang dibawah asuhan Hadratus Syaikh K.H. Hasyim
Asy‘ari.
Khusus di Pesantren Tebuireng, beliau cukup lama menjadi santri. Hal ini
terbukti, kurang lebih selama 4 tahun, beliau menjadi “lurah pondok”, sebuah jabatan
tertinggi yang dapat dicicipi seorang santri dalam sebuah pesantren, sebagai bukti
kepercayaan kiai dan pesantren tersebut.
Setelah merasa cukup bekal dari para ulama di Jawa dan Madura, beliau ke
Makkah untuk belajar pada ulama terkemuka dari dunia Islam, termasuk para ulama
Jawa yang ada di sana seperti Syaikh Mahfudz Termas dan Syaikh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi. Selain belajar agama saat di Makkah itu, beliau juga mempelajari
perkembangan politik nasional dan internasional bersama aktivis dari seluruh dunia.
E. Keluarga
Pada tahun 1914 M. KH. Abdul Wahab Hasbullah menikah dengan putri Kiai
Musa yang bernama Maimunah. Sejak itu beliau tinggal bersama mertua di kampung
Kertopaten Surabaya. Dari perkawinan ini lahir seorang anak laki-laki pada tahun
1916 M bernama Wahib, yang kemudian dikenal sebagai Kiai Wahab Wahib. Namun,
pernikahan dan membina rumah tangga ini tidak berlangsung lama. Istrinya
meninggal sewaktu mereka berdua menjalankan ibadah haji pada tahun 1921 M.
Setelah itu KH. Abdul Wahab Hasbullah menikah lagi dengan perempuan
bernama Alawiyah, putri Kiai Alwi. Namun pernikahan ini pun tidak berlangsung
lama sebab setelah mendapatkan putra, istrinya meninggal. Begitu juga untuk ketiga
kalinya beliau menikah lagi, namun pernikahannya tidak berlangsung lama. Tidak
jelas siapakah nama istri ketiganya ini. Juga, penyebab terputusnya pernikahan yang
tidak lama tersebut, apakah karena istrinya meninggal atau bercerai.
Dari sini beliau menikah lagi, pernikahan keempat dilakukan dengan Asnah,
putri Kiai Sa’id, seorang pedagang dari Surabaya dan memperoleh empat orang anak,
salah satunya bernama Kiai Nadjib (almarhum) yang selanjutnya mengasuh Pesantren
Tambakberas. Namun lagi-lagi pernikahan ini tidak langgeng kembali. Nyai Asnah
meninggal dunia.
Kemudian KH. Abdul Wahab menikah lagi untuk yang kelima kalinya dengan
seorang janda bernama Fatimah, anak Haji Burhan. Dari pernikahan ini beliau tidak
mendapatkan keturunan. Namun, dari Fatimah beliau memperoleh anak tiri yang salah
satunya kelak besar bernama KH. A. Syaichu.
Dari sinilah banyak orang mencemooh perilaku KH. Abdul Wahab. Tidak
jarang, banyak orang yang menjulukinya sebagai “kiai tukang kawin” karena setelah
itupun beliau menikah kembali untuk yang keenam kalinya. Kali ini dengan anak Kiai
Abdul Madjid Bangil, yang bernama Ashikhah. Pernikahan inipun tidak berlangsung
lama karena saat menunaikan ibadah haji bersama, Nyai Ashikhah meninggal dunia.
Dari istri ini beliau dikaruniai empat orang anak.
Pernikahan beliau yang terakhir, yang ketujuh adalah dengan kakak
perempuan Ashikhah, bernama Sa’diyah. Dengan perempuan inilah pernikahan KH.
Abdul Wahab mencapai puncaknya, artinya langgeng sampai akhir hayat beliau. Dari
Nyai Sa’diyah ini beliau mendapatkan beberapa keturunan, yaitu Mahfuzah,
Hasbiyah, Mujidah, Muhammad Hasib dan Raqib.
F. Wafat
KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat pads tanggal; 29 Desember 1971, empat
hari setelah beliau terpilih kembali sebagai Rais Aam pada Muktamar NU di
Surabaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. KH. Abdul Wahab Hasbullah lahir di Jombang, 31 Maret 1888.
2. Masa pendidikan KH. Abdul Wahab dari kecil hingga besar banyak dihabiskan di
pondok pesantren.
3. KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan
ummat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan Nahdhiyyin.
4. Kitab yang ditulis KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah Sendi Aqoid dan Fikih
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
5. KH. Abdul Wahab Hasbullah menikah hingga 7 kali karena kebanyakan dari
istrinya meninggal dunia.
6. KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat pads tanggal, 29 Desember 1971.
DAFTAR PUSTAKA
https://panutanmuslim.wordpress.com/
https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-islam-nusantara-menurut-para-
tokoh-1v0FUm7fJxz
https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara