Anda di halaman 1dari 14

PERJUANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA

KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH

Tugas ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Nahdlatul Ulama

Dosen Pengampu: Wh. KH. Tadjudin Ahmad, M.Pd.I

Di susun oleh :

KURNIAWAN DWI PRIYANTO

(2017010147)

PAI 4 D

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2019

1 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat
serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Tugas ini.

Tugas ini dibuat selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi NU, juga
bertujuan menjelaskan sedikit mengenai Perjuangan Tokoh Nahdlatul Ulama,
kami sadar makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dari teman-teman untuk perbaikan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah


pengetahuan bagi para pembaca.

Wassalamualikum Wr.Wb.

Penyusun

2 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nahdlatul Ulama Merupakan Organisasi terbesar di Indonesia, didirikan


oleh Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asyari pada tahun 1926 dengan
perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Pada
tahun 1924 di Arab Saudi sedang terjadi arus pembaharuan. oleh Syarif
Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul
Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi, dimana Abdul Aziz bin Saud ingin
merubah semua yang berpaham sunni untuk mengikuti wahabi salah satunya
akan memindahlan Makam Nabi Muhammad Saw. Mendengar hal tersebut
Ulama Nusantara tidak terima bahwa makam Nabi Muhammad tidak boleh
dipindah dan akhirnya KH. Hasyim Asyari memerintahkan atau
memandatkan kepada KH. Wahab Hasbullah yang mewakili ke Hijaz
namun setelah sampai disana beliau ditolak dengan dalih tidak mewakili
sebuah organisasi, lalu melapor kepada KH Hasyim Asyari dan akhirnya
setelah mendapat restu dari Syaikhona Kholil Bangkalan akhirnya sepakat
untuk membentuk wadah untuk mengumpulkan para Ulama Ahlusunnah
wal Jamaah dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Pada tahun 1924
juga, di Indonesia K.H Wahab Chasbullah mulai memberikan gagasannya
pada K.H. Hasyim Asyari untuk perlunya didirikan NU. Sampai dua tahun
kemudian pada tahun 1926 baru diizinkan untuk mengumpulkan para ulama
untuk mendirikan NU.Berdirinya Nahdlatul Ulama tak bisa dilepaskan
dengan upaya mempertahankan ajaran ahlus sunnah wal jamaah (aswaja).
Ajaran ini bersumber dari Al-qur’an, Sunnah, Ijma’(keputusan-keputusan
para ulama’sebelumnya) dan Qiyas (kasus-kasus yang ada dalam cerita
alQur’an dan Hadits). Dalam hal ini KH. Wahab Hasbullah berperan
penting dalam perjuangan Mendirikan Nahdlatul Ulama.

3 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


BAB II
PEMBAHASAN
a. Biografi KH. Wahab Hasbullah
KH. Wahab Hasbullah Lahir di Tambakberas, Jombang pada
tanggal 31 Maret 1888 dan meninggal 29 Desember 1971diusia 83
tahun, anak dari pasangan KH. Hasbullah said dan Nyai Latifah. Beliau
seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik di
lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya, Ia belajar di
Pondok Pesantren Kademangan Madura dibawah Asuhan Syaikhona
Kholil bangkalan, Pondok Pesantren Branggahan Kediri, dibawah
asuhan Kh. Faqihuddin beliau mempelejari ilmu tafsir Al Qur’an,
Pondok Pesantren Tebu ireng Jombang Jawa Timur dibawah asuhan
Hadrotusyaikh Kh. Hasyim Asyari pada saat nyantri disisni beliau
mengusulkan untuk mendirikan NU, Pondok Pesantren Cempoko
dibawah asuhan KH. Zainuddin, Pesantren Mojosari Nganjuk dibawah
asuhan KH Soleh beliau belajar selama empat tahun, Pesantren
Tawangsari Sepanjang dibawah asuhan Kh. Mas Ali. Disamping itu,
Kyai Wahab juga merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh
Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
Beliau merupakan pelopor dalam mendirikan sebuah organisasi
yaitu pada tahun 1916 organisasi Nahdlatul Wathan, tahun 1926 yaitu
Nahlatul Ulama, tahun 1934 yaitu Gerakan Pemuda Ansor, setelah itu
nama beliau harum di surat kabar harian yaitu harian umum “soeara
Nahdlatoel Oelama” karena pemikirannya tentang kebangsaan sehingga
beliau membuka semacam seminar kebangsaan dan pada saat itu banyak
yang minat untuk mengikuti selain mencetuskan seminar kebangsaan
dalam Organisasi nahdlatul wathan beliau mengupayakan kepada orang
orang supaya menumbuhkan rasa kebangsaan yang kuat di dada para
pemuda melalui pendidikan, dalam seminarkebangsaan tersebutatau
yang lebih disebut dengan Taswirul Afkar lalu padatahun 1916 berubah
nama menjadi Nahdlatul Wathan yang artinya Kebangkitan Tanah air.
Kemudian pada tahun 1926 bersama dengan KH. Hasyim beliau
mendirikan Jamiyyah Nahdlatul Ulama yang artinya Kebangkitan para

4 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


Ulama dan sampai saat ini menjadi organisasi terbesar di indonesia,
pada tahun 1934 para pemuda NU dikumpulkan dan di latih untuk
mencintai dan mempertahankan tanah air maka dikumpulkan
dibentuklah GP Ansor dimana organisasi tersebut menampung para
pemuda NU dan kedudukan organisasinya ada dibawah naungan NU.

b. Perjalanan Perjuangan KH Wahab Hasbullah


Pada tahun 1914 beliau mendirikan Taswhirul afkar dengan latar
belakang munculnya gerakan atau organisasi Sarekat Islam dan Budi
Utomo membakar semangat bangsa indonesia khususnya kaum
terpelajar untuk mendirikan sebuah perkumpulan dalam bentuk
pergerakan, mendengar pidato dari tokoh tokoh tersebut membuat KH
Wahab pulang dari Timur tengah yang sedang belajar. Sesampainya di
Tanah air KH. Wahab mengajak Kh Mas Mansyur dan KH Ahmad
Dahlan Achyad untuk mendirikan forum diskusi, lalu pada tahun 1914
beliau bertiga mendirikan perkumpulan diskusi dengan anam Taswirul
Afkar bertempat di Surabaya tujuannya adalah untuk membenahi
kehidupan Umat islam, seiring berjalannya waktu pada tahun 1916
forum tersebut berganti nama menjadi Organisasi Nahdlatul Wathan
yang berorientasi pada pendidikan para pemuda, ide ini siambut baik
oleh tokoh masyarakat diantaranya HOS Cokroaminoto, R. Panji
Suroso, Sundjonto, KH Abdul Kahar yang kemudian menjadi
penanggung jawab pembuatan gedung Nahdlatul Wathan, akhirnya
organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kaum
muda, diskusi ditaswirul afkar ini pada awalnya sangat sederhana namun
setelah berjalan lama banyak kaum muda yang minat dan akhirnya
mereka gabung, biasanya mempertemukan antar tokoh dalam seminar
ini untuk menyampaikan pendapat dan memecahkan berbagai masalah
masalah agama yang dihadapi pada saat itu.
Berawal dari kedatangan KH Ahmad Dahlan pendiri
Muhamadiyah ke Surabaya yang memberikan ceramah ceramahnya di
berbagai tempat di Surabaya menyebabkan perbedaan pendapat oleh
tokoh tokoh pendiri Taswirul afkar, awalnya KH Ahmad dahlan

5 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


menemui KH mas Mansur untuk mengikuti pembaharuan yang dibawa
oleh organisasi Muhamadiyah akhirnya KH Mas Mansur memiliku
pemikiran moderat dan mulai terpengaruhi oleh ide ide yang dibawa
organisasi Muhammadiyah, setelah terpengaruh dari ide ide
muhammadiyah dalam forum diskusi kerap kali berbeda pendapat
dengan KH Wahab Hasbullah karena Kh Wahab cenderung mengikuti
ulama tradisional sedangkan KH Mas Mansur cenderung lebih
konservatif dan sejalan dengan pemikiran KH Ahmad Dahlan pada
akhirnya padatahun 1922 KH Mas Mansyur meninggalkan Taswirul
Afkar dan mengikuti KH Ahmad Dahlan

c. Peran KH Wahab Hasbullah dalam Berdirinya NU


1. Diangkatnya Abd al-Aziz bin sa’ud menjadi raja
Perpecahan antara KH. Wahab Hasbullah dan KH. Mas Mansur
semakin terlihat, ketika ada berita bahwa khalifah ’Abd Al-majid telah
diturunkan oleh pemimpin nasionalis Turki, Mustafa Kamal. Menyusul
kemudian terdapat berita, para ulama Mesir di bawah pimpinan Syaikh
Azhar akan menyelenggarakan pertemuan internasional membahas
persoalan khalifah. Dalam pertemuan yanng diadakan di Mesir tanggal
25 Maret 1924 tersebut telah diputuskan pentingnya lembaga khalifah
bagi umat. Pencabutan kekuasaan Amir Wahit Al-Din dari kedudukan
khalifah adalah sah. Karena dilakukan oleh orang yang menyetujui
pengangkatannya, tetapi pengangkatan ‘Abdul Al-Majid sebagi khalifah
baru tanpa kekuasaan politik, melanggar tradisi islam, tidak sah lebih-
lebih lagi tidak diakuinya lembaga itu dalam Negara Turki. Menghadapi
peristiwa tersebut maka di Surabaya diselenggarakan pertemuan 4
agustus 1924 dihadiri SI, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Atta’dibiiyyah,
Taswirul Afkar , Ta’mirul Masjid dan perhimpunan lain. pertemuan
memutuskan membentuk komite khilafah dan akan menyelenggarakan
persidangan luar biasa dengan nama kongres Al-Islam. Dalam kongres
tersebut disepakati beberapa agenda masalah, antara lain soal
keagamaan yang diperselisihkan, dan rencana pengiriman delegasi ke
Kairo. Ditengah rencana pengiriman delegasi ke Kairo muncul berita

6 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


bahwa di semenanjung Arab terjadi pertempuran dan perebutan
kekuasaan antara Abd al-Aziz bin sa’ud melawan Syarif Husain. Setelah
Khalifah Abd Al-Majid tersingkir dari Turki, Syarif Husain (yang
menguasai kota-kota suci Islam setelah runtuhnya Daulah Utsmaniyah)
membentuk sebuah dewan penasehat khalifah, untuk mengadakan
sebuah kongres haji (mu’tamar al-haj) di Mekkah pada juli 1924,
dengan harapan mendapatkan dukungan internasional bagi klaimnya
atas gelar khalifah. Para pesertanya gagal mecapai kata sepakat untuk
memberikan dukungan yang diharapkan Syarif Husain. Beberapa bulan
kemudian (oktober 1924), musuh besar politik Syarif ‘Abd al-aziz ibn
Sa’ud, menyerbu Mekkah dan membuyarkan keinginan keinginannya.
hingga akhirnya, seluruh Hijaz, termasuk Jeddah berada di tangan
Sa’udi, sementara Husain sudah tidak mendapatkan kekuasaan lagi. Ibnu
Saud adalah penganut setia paham Wahabi, suatu paham dan sekaligus
gerakan keagamaan yang dirintis oleh seorang toko kelahiran Uyainah,
desa sekitar Najd, pada tahun 1115 H atau 1703 M yakni Muhammad
bin Abdul Wahab. Paham Wahabi menemukan alas pijaknya di Hijaz,
dan diplokamirkan menjadi paham negara yang resmi pada masa
pemerintahan Muhammad Ibnu saud. Sesuai dengan semboyannya
“Kembali kepada Qur’an dan Hadits dengan mengikis habis segala
sesuatu yang berbau syirik”, paham ini memulai gerakannya dengan
kampanye besar-besaran membongkar kultus bagi orang-orang suci,
bangunan-bangunan makam dan apa saja yang dianggap keramat oleh
pemuja. Sampai makam nabi dan empat sahabat (Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali) yang ada disekitar Ka’bah pun akan dimusnahkan.
Kemenangan Ibn Sa’ud dan rencananya untuk menyelenggarakan
pertemuan Makkah menimbulkan polarisasi orientasi baru Islam di
Indonesia, khususnya Jawa. Kalangan pesantren yang terdiri dari
Taswirul Afkar bersama ulama pesantren khususnya di Jawa Timur
menganggap kemenangan itu akan membawa dampak perubahan tradisi
keagamaan menurut ajaran mazhab, sebab Ibn Sa’ud dikenal beraliran
Wahabi. kecemasan terbesar Kalangan pesantren adalah terjadinya
larangan tradisi keagamaan berdasarkan ajaran mazhab Ahlussunnah

7 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


Waljamaah dan perbaikan tata laksana ibadah haji khususnya tradisi
tarekat sufi dan wirid, pembacaan shalawat nabi dan pengajaran kitab-
kitab mazhab.Pada saat kongres Al-Islam ketiga, yang diselengarakan
Desember 1924 didominasi pembicaraan mengenai masalah khilafiah
dan para pesertanya memutuskan untuk mengirimkan delegasi yang
mewakili SI, muhammadiyahdan kaum tradisonalis ke kongres kairo.
Karena terjadi penundaan di Mesir, delegasi ini tidak jadi berangakat.
Menjelang kongres yang ke-empat, agustus 1925, datang undangan
untuk menghadiri kongres Mekkah. Masalah penentuan pilihan muncul
antara Kairo dan Mekah, masalah sikap yang diambil terhadap
pemerintahan saudi yang baru berkuasa di Mekkah, menimbulkan
perselisihan pendapat antar anggota kongres. Februari 1926, kongres
Al-Islam kelima diadakan untuk memilih siapa yang akan menjadi
utusan ke kongres Mekkah. Pada saat itu, tentu saja, kaum tradisionalis
tidak mendapat kesempatan. Akhirnya memumutuskan dua orang utusan
yang ditunjuk HOS Tjokroaminoto (SI) dan Mas Mansur
(Muhammadiyah). KH. Abdul Wahab Hasbullah yang mewakili
Taswirul Afkar dan Kelompok Tradisonalis menitipkan usul kepada
delegasi yang akan berangkat ke Mekkah, agar penguasa baru Saudi
tetap menghormati tradisi keagamaan yang berlaku disana dan ajaran
madzhab-madzhab tapi usul ini ditolak.

2. Dibentuknya Komite Hijaz dan NU


Usul yang di tolak oleh golongan pembaharu, menyebabkan Taswirul
Afkar yang diwakili KH. Wahab Hasbullah dan kawan-kawan
tradisionalis keluar dari keanggotaan komite khilafah. Selanjutnya
mengambil inisiatif untuk mengadakan perundingan sendiri mengenai
masalah itu dengan ulama-ulama yang sependirian. Diadakanlah
musyawarah dengan sejumlah ulama dari Surabaya, Semarang, Pasuruan,
Jember, Lasem, dan Pati. dalam musyawarah tersebut mereka sepakat
untuk membentuk Komitte Hijaz. Langkah ini mendapat sambutan yang
baik dari kalangan ulama--ulama terkemuka jawa, maka pada tanggal 31
Januari 1926 M berkumpul di rumah KH. Abdul Wahab Hasbullah di

8 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


kampung Kertopaten, Surabaya. Pada pertemuan tersebut ditetapkan dua
keputusan penting yakni;
a. Meresmikan dan mengukuhkan berdirinya Komite Hijaz dengan
masa kerja sampai delegasi yang di utus menemui Raja Saud kembali
ke tanah air.
b. Membentuk Jam’iyah (organisasi) untuk wadah persatuan para
ulama dalam tugasnya memimpin umat menuju terciptanya cita-cita
izzul Islamwal muslimin. Atas usul dari abdul Aziz, Jami’iyyah ini
diberi nama “Nahdlatul Ulama” yang artinya kebangkitan para
ulama.
Kerja komite Hijaz, pada rapat 31 Januari 1926 memutuskan untuk
mengirimkan delegasi sendiri ke kongres Umat Islam di Mekkah.
Delegasi yang terdiri dari KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Syekh
Ahmad Ghanail Almisry ini bertujuan untuk Menyampaikan kepada
pengusa mekkah saat itu agar ajaran madzhab empat tetap dihormati.
Komite Hijaz bersepakat menyusun risalah atau mandat dan materi
pokok yang hendak disampaikan langsung kepada Raja Ibnu Sa’ud di
Mekkah dalam forum Muktamar Dunia Islam. Risalah Komite Hijaz
terdiri dari 5 poin yang berasal dari pokok pikiran para ulama NU,yaitu
1. Meminta kepada Raja Ibnu Sa’ud untuk tetap melakukan kebebasan
bermadzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
2. Memohon tetap diramaikannya tempat-tempat bersejarah karena
tempat tersebut diwakafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti
Fatimah, bangunan Khaizuran, dan lain-lain.
3. Mohon disebarluaskan ke seluruh dunia Islam setiap tahun sebelum
jatuhnya musim haji mengenai hal ihwal haji. Baik ongkos haji,
perjalanan keliling Mekkah maupun tentang Syekh (guru).
4. Mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di tanah Hijaz, ditulis
sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya
karena belum ditulisnya undang-undang tersebut.
5. Jam’iyyah NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa
utusan sudah menghadap Raja Ibnu Sa’ud dan sudah pula
menyampaikan usul-usul NU tersebut.

9 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


3. Mars Syubanul wathon
Pada tahun 1916, KH Wahab Chasbullah berhasil mendirikan
perguruan Nahdlatul Wathan atas bantuan beberapa kiai lain dengan
dirinya menjabat sebagai Pimpinan Dewan Guru (keulamaan). Sejak saat
itulah Nahdlatul Wathan dijadikan markas penggemblengan para
pemuda. Mereka dididik menjadi pemuda yang berilmu dan cinta tanah
air. Bahkan setiap hendak dimulai kegiatan belajar, para murid
diharuskan terlebih dahulu menyanyikan lagu perjuangan dalam bahasa
Arab ciptaan Mbah Wahab sendiri. Kini lagu tersebut sangat populer di
kalangan pesantren dan setiap kegiatan Nahdlatul Ulama (NU), yakni
Yaa Lal Wathan yang juga dikenal dengan Syubbanul Wathan (pemuda
cinta tanah air). Benih-benih cinta tanah air ini akhirnya bisa menjadi
energi positif bagi rakyat Indonesia secara luas sehingga perjuangan tidak
berhenti pada tataran wacana, tetapi pergerakan sebuah bangsa yang cinta
tanah airnya untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan

4. Peran KH Wahab Hasbullah dengan GP Ansor


Pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang
kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama
Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi
cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya
mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU),
Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama
besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama
kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk
Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan
agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil
hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan
para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO
(yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai
dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor
dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah

10 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP
Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal
organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan
ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh.
Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10
Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan
sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain:
Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H.
Achmad Barawi dan Abdus Salam.

d. Resolusi Jihad
Bersama sejumlah ulama lainnya, KH Wahab Hasbullah juga ikut
membidangi berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun
1926. Pada awal berdiri, bersama Rais Akbar Hadratussyekh KH
Hasyim Asy'ari menjadikan NU sebagai salah organisasi yang memiliki
pengaruh besar dalam perjalanan bangsa ini. Salah satunya, ketika
dikeluarkan sebuah fatwa 'Resolusi Jihad'. Sebuah seruan yang ditujukan
kepada Pemerintah Republik Indonesia dan umat Islam Indonesia, yang
mengajak kepada semua untuk berjuang membela Tanah Air dari
penguasaan kembali pihak Belanda dan pihak asing lainnya.Resolusi
Jihad ini dikeluarkan, ketika pada Oktober 1945, Belanda datang
bersama pasukan Sekutu untuk kembali menjajah Indonesia yang baru
beberapa bulan memproklamirkan kemerdekaannya. Satu demi satu kota
jatuh ke tangan musuh. Bandung dan Semarang, dua kota penting telah
dikuasai pihak sekutu.Mendengar kabar tersebut, Hadratussyaikh KH
Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Chasbullah mengumpulkan sejumlah
ulama untuk mengikuti Rapat Besar Konsul-konsul Nahdlatul Ulama
(NU) se-Jawa dan Madura, 21-22 Oktober di Surabaya, Jawa Timur.
Dari pertemuan itu dikeluarkan sebuah seruan yang kemudian dikenal
dengan “Resolusi Jihad fi Sabilillah”. Adapun isi seruan tersebut
sebagaimana termaktub dalam buku “Pertumbuhan dan Perkembangan
Nahdlatul Ulama” (Anam: 1983) yakni : “Berperang menolak dan

11 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


melawan pendjadjah itoe Fardloe 'ain (jang haroes dikerdjakan oleh
tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata
ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari
tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang
berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe
kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…”
Selain itu para ulama juga memberikan beberapa seruan, antara
lain: Pertama. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik
Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta
sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan
Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan
kaki tangan. Kedua. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan
bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka
dan Agama Islam.
Usai disebarkannya seruan itu ke segala penjuru, para pejuang di
tiap daerah bersiaga perang menunggu pendaratan tentara Inggris yang
kabarnya sudah tersiar. Seruan untuk berjihad fii sabilillah ini pula yang
menjadi pemicu perang massa (Tawuran Massal) pada tanggal 27, 28,
29 Oktober 1945. Saat itulah, arek-arek Surabaya yang dibakar
semangat jihad menyerang Brigade ke-49 Mahratta pimpinan Brigadir
Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Hasilnya, lebih dari 2000
orang pasukan kebanggaan Inggris tewasnya. Sang Brigadir Jenderal,
A.W.S. Mallaby juga tewas akibat dilempar granat. Perang Massa
(Tawuran Massal) tanpa komando yang berlangsung selama tiga hari
yang mengakibatkan kematian Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby itulah
yang memicu kemarahan Inggris yang berujung pada pecahnya
pertempuran besar Surabaya 10 November 1945, yang kelak dikenang
sebagai tanggal peringatan Hari Pahlawan. Pahlawan Sejati
Demikianlah, dedikasi Mbah Wahab baik sebagai seorang ulama,
pendidik, negarawan, maupun aktivis pergerakan untuk bangsa ini
memang sangat besar pengaruhnya. Gelar Pahlawan Nasional yang
diberikan kepadanya, tentu istimewa. Namun, jauh sebelum pemberian
gelar pahlawan ini, Mbah Wahab sejatinya sudah menjadi sosok yang

12 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


telah memberikan banyak inspirasi dan jasa.Kini, meski ia telah wafat,
jasa dan ilmunya akan tetap dikenang, sebagaimana yang diungkapkan
oleh seorang penyair Arab yang termaktub dalam kitab Alala: “Akhul
'ilmi hayyun kholidun ba'da mautihi, wa aushooluhu tahta turobi
romiimun” (Para ahli ilmu, hidup abadi (nama dan jasanya) meski telah
mati dan jasadnya terkubur di dalam tanah)

13 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”


DAFTAR PUSTAKA

Jurnal ilmiah Siti khoiriyah, Universitas Surabaya

Materi dan review PKPNU angkatan I Kecamatan Pagedongan tahun 2019

www.nu online.id

14 STUDI NU “Perjuangan KH. Wahab Hasbullah”

Anda mungkin juga menyukai