Anda di halaman 1dari 4

Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah 

(KH Abdul Wahab Chasbullah Kyai


Wahab) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab
Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, da’wahnya
dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum
“Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.
Bersama dengan KH Hasyim Asy’ari menghimpun tokoh pesantren dan
keduanya mendirikan Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada tahun 1926.
Kiai Wahab juga berperan membentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi).
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Kiai Wahab bersama
Hasyim Asy’ari dari Jombang dan Kiai Abbas dari Cirebon merumuskan
Resolusi Jihad sebagai dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan. Sesudah
Hasyim Asy’ari meninggal dunia, Kiai Wahab menjadi Rais Am NU. Dia
meningkatkan dukungan NU kepada Pemerintah Indonesia dalam memenangi
perang melawan Pemerintah Belanda.
Kelahiran
KH Abdul Wahab Hasbullah lahir di Jombang, Jawa Timur pada 31 Maret
1888. Ayahnya adalah KH Hasbulloh Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas
Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Nyai Latifah. dan
mempunyai cicit bernama Rizky Fadlullah
Pendidikan
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah juga seorang pelopor dalam membuka forum
diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi
lainnya. Ia belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk,
Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil
Bangkalan Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan
Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari. Disamping itu, Kyai Wahab juga
merantau ke Makkah untuk berguru kepada Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan
Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
Aktivitas di Nahdatul Ulama
KH. Abdul Wahab Hasbulloh merupakan bapak Pendiri NU Selain itu juga
pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan
penjajah Jepang. Ia juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar
Dewantoro. Tahun 1914 mendirikan kursus bernama “Tashwirul Afkar”.
Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan,
kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. KH. Abdul Wahab
Hasbulloh juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi
NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha
pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
Pelopor Kebebasan Berpikir
KH. A. Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan Umat
Islam Indonesia, khususnya di lingkungan nahdhiyyin. KH. A. Wahab
Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Ia merupakan seorang
ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama
kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab Hasbullah
membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di
Surabaya pada 1914.
Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas.
Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan
topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas,
dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik
perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan
bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan
permasalahan pelik yang dianggap penting.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga
menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh
nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi
tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir
dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum
pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan
dunia politik.
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, Kyai Abdul
Wahab Hasbullah bersama KH. Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama
dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang
mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916. Dari organisasi inilah
Kyai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari
ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang
berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), Kyai Abdul
Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem)
dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang). Kebebasan berpikir dan berpendapat
yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar
merupakan warisan terpentingnya kepada kaum muslimin Indonesia. Kyai
Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip
kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa
keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak
akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang
muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim
justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau
analisis keislaman.
Pernah suatu ketika Kyai Wahab didatangi seseorang yang meminta fatwa
tentang Qurban yang sebelumnya orang itu datang kepada Kyai Bisri Syansuri.
“Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor sapi itu pahalanya hanya untuk
tujuh orang saja”, terang Kyai Bisri. Akan tetapi Si Fulan yang bertanya tadi
berharap anaknya yang masih kecil bisa terakomodir juga. Tentu saja jawaban
Kyai Bisri tidak memuaskan baginya, karena anaknya yang kedelapan tidak bisa
ikut menikmati pahala Qurban. Kemudian oleh Kyai Wahab dicarikan solusi
yang logis bagi Si Fulan tadi. “Untuk anakmu yang kecil tadi belikan seekor
kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”, seru kyai Wahab.
Dari sekelumit cerita di atas tadi, kita mengetahui dengan jelas bahwa seni
berdakwah di masyarakat itu memerlukan cakrawala pemikiran yang luas dan
luwes. Kyai Wahab menggunakan kaidah Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh,
laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa diharapkan semuanya janganlah
ditinggal sama sekali. Di sinilah peranan Ushul Fiqih terasa sangat dominan dari
Fiqih sendiri.
Seorang Inspirator GP Ansor
Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul
Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh
modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang
bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan
kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansyur
yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda
justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi
kepemudaan Islam. Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda
yang mendukung KH. Abdul wshab hasbulloh –yang kemudian menjadi pendiri
NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor
setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU
(PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah —ulama besar
sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan
yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah
berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan
demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap
sikap, perilaku dan semangat perjuangan para Sahabat Nabi yang mendapat
predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-
nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor
dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris
belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Baru pada Muktamar NU ke-9
di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April
1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU.
Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur
kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz
Siddiq, KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan.
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah wafat di Jombang pada 29 Desember 1971.
Beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2014 oleh
Presiden Joko Widodo bersama dengan Djamin Ginting, Sukarni Kartodiwirjo,
dan HR Muhammad Mangundiprojo.
Sumber: id.wikipedia.org, biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id dan berbagai
sumber

Anda mungkin juga menyukai