Nahdlatul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai perwakilan ulama
tradisionalis yang mendapat bimbingan ideologis dari Ahlus Sunnah wal jamaah,
yakni tokoh- tokoh seperti K.H. Hasyim Asy’ari, K. H. Wahab Hasbullah dan para
ulama lainnya ketika upaya reformasi mulai meluas. Meskipun terorganisir, mereka
sudah memiliki hubungan yang sangat kuat. Perayaan seperti haul, peringatan
wafatnya seorang kyai, yang kemudian mengumpulkan masyarakat sekitar, para
kyai dan mantan santrinya hingga sekarang masih dilakukan secara rutin di
beberapa wilayah di tanah air.
Dalam sejarah NU, penciptaan Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dengan
dukungan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja)
Dalam bidang syariat Islam, sesuai dengan salah satu ajaran dari empat Madzhab
(Hanafi, Maliki, Syafiy, Hanbali), dan sebenarnya Kyai NU sangat taat kepada Syafi’i.
“Saya sekolah
Dari perspektif tauhid (ketuhanan), saya akan mengikuti ajaran Imam Abu Hasan
Almaty Ali dan Imam Abu Mansur Al Maturidi
Dua tahun setelahnya atau pada 1916, para kiai pesantren mendirikan Nahdlatul
Wathon atau Kebangkitan Tanah Air. Ini merupakan organisasi pergerakan untuk
melawan penjajahan Belanda.
Kemudian, pada tahun 1918 didirikan Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Saudagar,
organisasi untuk pedagang di era kolonial.
Penggabungan ini juga merespons banyaknya masalah agama, mazhab, sosial, dan
kebangsaan yang berkembang di masyarakat.
Sebelum NU lahir nama sebelumnya adalah: Komite Hijaz yang bertugas mengikuti
Kongres Islam di Makkah.
1. Tasamuh (Toleransi)
2. Tawasut (Tengah-Tengah)
3. Tawazun (Seimbang)
1. Amaliyah NU
2. Harokah NU
3. Fikroh NU
Urutan struktural NU
1.PBNU (Pusat)
2. PWNU (Provinsi)
3. PCNU (Kabupaten/Kota)
4. MWC NU (kecamatan)
5. PR NU (desa)
Banom NU
1. Muslimat
2. Fatayat
3. Ansor
4. Pagar Nusa
5. IPNU
6. IPPNU
7. Pergunu
8. ISNU
9. PMII
3 dasar NU
1. Tahlilan
2. Barzanji
3. Manaqiban
5. Haulan
6. Ziarah kubur
7. Maulidan
1. Rois Syuriyah
(Kyai-kyai)
2. Tanfidziyah
(Pelaksana NU)
Ketua MWC NU Gebang: Dr H. Saefudin, M.Ag
Lembaga NU:
Penggabungan ini juga merespons banyaknya masalah agama, mazhab, sosial, dan
kebangsaan yang berkembang di masyarakat.