Anda di halaman 1dari 12

Nama : Paisal Faqih Haelaman

Nim : 19113281

Kelas : PAI III 3

Dosen pengampu : Muhammad zamzam Nurul Muslim M.Pd

“NU dan ASWAJA”

A. Organisasi sebelum adanya nu

Sebelum Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) didirikan pada 1926, sudah ada
beberapa organisasi di Hindia Belanda yang menggunakan nama serupa. Ada Nahdlatul
Wathan (Kebangkitan Bangsa), Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Pedagang), sampai
dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran).

Nama-nama organisasi yang memuat kata "nahdlatul" di atas semuanya lahir di Jawa
Timur. Otaknya juga sama: seorang kiai kharismatik bernama K.H. Wahab Hasbullah,
salah seorang tokoh generasi pertama NU. Seseorang yang, oleh Martin van Bruinessen
dalam NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994: 34), dianggap
sebagai tokoh utama di balik berdirinya NU.

Setelah nyantri selama empat tahun di Pesantren Tebuireng, pada 1908 K.H. Hasyim
Asy'ari, ulama besar yang kemudian mendeklarasikan berdirinya NU, memerintahkan
Wahab untuk belajar ke Makkah. Pada tahun berdirinya Budi Utomo itulah Wahab
akhirnya berangkat ke kota suci umat Islam.

Sejak muda, Wahab adalah—dalam bahasa van Bruinessen—“pengorganisir yang


bersemangat”. Hal ini terlihat saat Wahab menetap di Makkah dan mendengar bahwa di
Jawa berdiri Sarekat Islam dan Muhammadiyah pada 1912. Seperti dicatat Djohan
Effendi dalam Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi (2010: 98), bersama Ajengan
Abdul Halim, Ajengan Ahmad Sanusi, dan K.H. Mas Mansur, Wahab kemudian
mendirikan Sarekat Islam Cabang Makkah.

Begitu pulang ke tanah air pada 1914, Wahab menetap di Surabaya dan aktif di Sarekat
Islam. Dua tahun kemudian, bersama Mas Mansur, kawannya yang juga telah kembali
setelah menuntaskan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, mendirikan Nahdlatul
Wathan pada 1916. Ini adalah sekolah Islam yang memiliki corak berbeda dengan
madrasah di pesantren-pesantren pada umumnya pada era itu. Menurut van Bruinessen,
bisa dibilang Nahdlatul Wathan merupakan lembaga pendidikan agama yang bercorak
nasionalis moderat pertama di Hindia Belanda.

Nahdlatul Wathan berkembang pesat dan pada 1916 sudah memiliki madrasah dengan
gedung besar serta bertingkat di Surabaya. Cabang-cabangnya pun berdiri di mana-
mana, termasuk di Malang, Semarang, Gresik, Jombang, dan lain-lain.

Nahdlatul Wathan yang didirikan Wahab dan Mas Mansur itu berbeda dengan
Nahdlatul Wathan organisasi masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Nahdlatul
Wathan yang disebut terakhir ini didirikan oleh Tuan Guru Kiai Haji (TGKH)
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada 1953.

Di Lombok, Nahdlatul Wathan sangat berpengaruh, termasuk dalam jumlah massa.


Tidak heran jika banyak yang rancu membedakan keduanya, sehingga dari sanalah
muncul salah tafsir dan menganggap bahwa Nahdlatul Wathan di Lombok adalah cikal
bakal berdirinya NU. Padahal keduanya berbeda.

Selain Nahdlatul Wathan, Wahab juga banyak mendirikan organisasi dengan nama-
nama yang hampir mirip. Seperti Sjubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) atau pada
1918 mendirikan koperasi pedagang (yang kebanyakan anggotanya adalah kiai) dengan
nama Nahdlatul Tujjar.

Setahun berselang, di Ampel, Surabaya, berdiri majelis diskusi dan madrasah bernama
Tashwirul Afkar. Madrasah ini didirikan sebagai tempat mengaji dan belajar ilmu
agama bagi anak-anak yang diharapkan kelak dapat mempergunakan ilmunya untuk
melestarikan Islam tradisional. Wahab dan Mas Mansur lagi-lagi punya andil dalam
pembentukan madrasah ini.

Uniknya, Mas Mansur kelak dikenal sebagai ulama dari Muhammadiyah, ia bahkan
merupakan murid langsung dari pendiri organisasi Islam pembaharu ini, Kiai Haji
Ahmad Dahlan. Muhammadiyah nantinya berpolemik dengan golongan Islam
tradisional yang menjadi pemantik lahirnya NU.
Pada 1924 Wahab mengusulkan kepada Hasyim Asy'ari bahwa perlu dibuat semacam
organisasi ulama untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan lembaga pendidikan
seperti pesantren di Jawa, khususnya di Jawa Timur.

Munculnya ide itu dari Wahab bisa dimaklumi. Sebelum ada konsep Bahtsul Masail
yang kita kenal saat ini, Wahab sudah melakukannya di Tashwirul Afkar sejak 1919.
Tashwirul Afkar rutin mengadakan diskusi tentang masalah-masalah agama dengan
beberapa ulama tradisional di Surabaya.

Aktivitas Kiai Wahab itulah yang membuat Sarekat Islam punya dua tokoh yang sama-
sama mumpuni di Surabaya. Pada 1920-an itu SI punya H.O.S. Tjokroaminoto dengan
aktivitas politik di satu kaki, dan Wahab dengan Nahdlatul Wathan serta kelompok
Tashwirul Afkar di kaki yang lain.

Sampai kemudian, setelah terjadi perdebatan keras dengan beberapa kiai di Jawa, ide
dari Wahab yang belum pernah ada sebelumnya ini pun diterima oleh Hasyim Asy'ari.
Persetujuan yang muncul dari Hasyim juga didasari peralihan kekuasaan di Makkah.
Ibnu Saud mengambil alih kekuasaan dan situasi itu dicemaskan akan berdampak pada
praktik peribadatan umat Islam di Hindia Belanda karena corak ideologi Ibnu Saud yang
puritan.

Wahab dan para kiai Islam tradisionalis lainnya merasa sangat perlu membentengi Islam
Nusantara karena beberapa tata cara ibadah keagamaan mereka juga kerap ditentang
golongan Islam reformis yang digawangi misalnya oleh Al-Irsyad dan Muhammadiyah,
pada dekade ketiga abad ke-20 itu.

Pada awal 1926 rapat antar-organisasi Islam di Cianjur menyatakan akan mengirim dua
utusan ke Makkah untuk menghadap Ibn Saud. Wahab mengusulkan delegasi tersebut
membawa persoalan mengenai praktik keagamaan Islam tradisional di Indonesia.

Namun usul itu ditolak dengan tegas oleh kelompok Islam reformis. Penolakan itulah
yang kemudian membuat golongan Islam tradisionalis memutuskan bakal mengambil
jalan sendiri untuk menghadap Ibn Saud guna memperjuangkan kepentingan mereka.

Kekhawatiran itulah yang tercermin dari tulisan Hasyim dalam pembukaan Anggaran
Dasar organisasi para ulama tersebut. Sebuah pembukaan yang berisi bahwa
pembentukan organisasi ulama untuk membela agama Islam merupakan konsekuensi
logis dan perlu untuk mempersiapkan diri dari perubahan kekuasaan di Makkah. Sebuah
risalah yang kemudian melahirkan Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, tepat hari ini
95 tahun lalu.

Sebagaimana dicatat dalam K.H. Abdul Wahab Hasbullah: Bapak dan Pendiri NU
(1972) karya Saifuddin Zuhri, para kiai berkumpul di kediaman Wahab dan
memutuskan membentuk suatu organisasi kemasyarakatan Islam Ahlussunnah wal
Jama’ah yang dinamakan Nahdlatul Ulama atau “kebangkitan para ulama”. Tanggal 31
Januari 1926 kemudian ditetapkan sebagai hari lahir NU.

NU bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan serta dibentuk dengan tujuan


untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam, baik dalam konteks komunikasi
vertikal dengan Allah SWT maupun komunikasi horizontal dengan sesama manusia.

Dalam perjalanan riwayatnya, NU berkembang pesat dan amat terjaga secara


tradisional. Kini, NU menjadi organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia,
hidup berdampingan dengan wakil kelompok Islam reformis yang dulu berpolemik,
Muhammadiyah.

B. Sejaran NU

Sejarah Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi NU memiliki sejarah panjang,


kelahiran, peran perjuangan sebelum masa dan setelah kemerdekaan RI, dari
Nahdlatuttujar, Nahdlatul Wathan, Tashwirul Afkar, Komite Hijaz hingga organisasi
NU resmi berdiri tanggal 31 Januari 1926 / 16 Rajab 1344 H.

3 Motif Berdirinya NU

Ada 3 motif dalam sejarah atau motivasi yang melatarbelakangi berdirinya Nahdlatul
Ulama (NU), yaitu

Motif agama Karena telah diketahui bahwa penjajah yang datang ke Indonesia, selain
untuk mengeruk harta kekayaan bangsa Indonesia, juga menyebarkan ajaran yang
mereka anut seperti katolik dan protestan. Mereka hendak menjadikan umat Islam di
seluruh Indonesia menjadi pengkhabar injil, dan berawal dari sinilah Nahdlatul Ulama’
didirikan bermotif agama.

Motif Nasionalisme. Nahdlatul Ulama (NU) lahir juga karena dorongan untuk merdeka,
Nahdlatul Ulama berusaha menggalang semangat nasionalisme melalui kegiatan
keagamaan dan pendidikan. Langkah pertama yang ditempuh adalah mendirikan
Madrasah yang diberi nama oleh KH Wahab Hasbullah adalah “Nahdlatul Wathan”
yang artinya : Pergerakan Tanah Air.

Motif mempertahankan Paham Ahlussunnah Wal Jamaah Selain motif agama dan motif
nasionalisme Nahdlatul Ulama juga didasari dengan semangat untuk mempertahankan
Paham Ahlussunnah wal Jamaah, hal ini adalah sebagai reaksi terhadap gerakan
pembaharuan yang berhembus dari Timur Tengah, dan kesan ini tampak begitu kuat
setiap kita membicarakan Nahdlatul Ulama

Masa Awal Berdiri (1926-1942)

Kelahiran NU sebagai organisasi tak bisa dilepaskan dari dua organisasi yang hadir
sebelumnya yaitu Nahdatul Wathan (1914) dan Taswirul Afkar (1918). Kedua
organisasi itu berdiri di Surabaya. Nahdatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)
merupakan organisasi yang aktif di bidang pendidikan dan dakwah, sementara Taswirul
Afkar (Kebangkitan Pemikiran) lebih ke bidang sosial.

Dua organisasi ini kemudian mendirikan lagi satu organisasi untuk memperbaiki
ekonomi rakyat, yaitu Nahdlatul Tujjar (Gerakan Kaum Saudagar). Karena muncul
dengan berbagai organisasi yang bersifat embrional, maka diputuskan untuk membuat
organisasi yang lebih mencakup semua bidang dan lebih sistematis.

Pada saat yang bersamaan, terdapat juga pertemuan Internasional yang membahas soal
khilafah di Hijaz pada 1926. Saat itu, delegasi Indonesia tak diwakili oleh ulama
beraliran tradisionalis. Delegasi Indonesia diwakili oleh H.O.S Tjokroaminoto (Serikat
Islam) dan K.H Mas Mansur (Muhammadiyah).

Kaum tradisionalis akhirnya membuat pertemuan sendiri untuk menentukan delegasi


yang akan dikirim ke Hijaz. Dibentuklah Komite Hijaz dengan mengatasnamakan diri
sebagai Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang diketuai oleh K.H Hasyim
Asy’ari, dan wakilnya adalah K.H Dahlan Ahyad. Sementara satu tokoh lain yang
cukup berperan adalah K.H Wahab Chasbullah sebagai sekretaris.

Didirikannnya NU bertujuan untuk melestarikan serta mengamalkan ajaran Ahlussunah


Waljamaah yang menganut salah satu dari empat Imam Besar (Hambali, Syafi’I, Maliki,
dan Hanafi). Pada dasarnya, Ahlusssunah Wal Jamaah merupakan sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara rasionalis (ekstrem aqli) dan skripturalis (ekstrem
naqli). Oleh karenaya, sumber hukum bagi warga NU tidak hanya Al Quran dan As
sunnah, tetapi juga kemampuan akal dan realitas empiric.

Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi NU, K.H Hasyim Asy’ari merumuskan
kitab Qanun Asasi dan kitab I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah. Kedua khitab tersebut
menjadi kitab pedoman dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam
bidang sosial, poltik dan agama.

Pada masa awal berdirinya, NU sudah berupaya melakukan usaha-usaha memajukan


masyarakat Indonesia. Saat itu Indonesia masih dalam jajahan Belanda, NU telah
mendirikan banyak madrasah dan pesantren. Selain itu, beberapa kegiatan yang
menonjol antara lain mendirikan lembaga Ma’arif (1938) untuk koordinasi kegiatan
pendidikan, mendirikan koperasi di Surabaya (1929) dan mendirikan Syirkah
Mu’awanah (1937) yang merupakan kelanjutan dari lembaga Ma’arif.

Sampai pada 1942, NU sudah tersebar sebanyak 120 cabang yang ada di Pulau Jawa.
Nahdlatul Ulama menitikberatkan pada perlunya pendidikan yang mendalami ilmu
agama karena NU berangkat dari pesantren. Oleh karena itu, maka keilmuan yang
diutamakan adalah keagamaan.

Masa Pasca-Reformasi-sekarang

NU telah benar-benar kembali ke khittahnya sebagai organisasi sosial keagamaan


pada masa sekarang ini. Dengan sudah tidak menjadi parpol, NU seharusnya bisa lebih
leluasa menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi khittahnya. Organisasi –organisasi
otonom NU berusaha menjangkau warga-warga NU yang mengalami kesulitan, yang
banyak terjadi di daerah-daerah.
Beberapa pemuda NU semakin banyak menjadi intelektual dalam berbagai bidang.
Bahkan di antaranya telah unjuk gigi di kancah internasional maupun nasional.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya (Lakpesdam) NU punya andil dalam
hal tersebut.

Selain itu, di era informasi sekarang, misi berat yang ditanggung NU adalah
mengantisipasi gerakan radikal dari dalam Islam sendiri. Maka pada 2012, NU
membentuk Laskar Aswaja sebagai respons atas radikalisme yang marak terjadi.
Aswaja berarti aliran yang dianut oleh siapapun umat Islam yang berpegang teguh pada
Al Quran dan As-sunnah.

Saat ini ketua Nahdlatul Ulama adalah K.H Ma’ruf Amin sejak 2015. Ia juga menajabat
sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.

C. Logo NU

Lambang NU merupakan hasil istikharah Kiai Ridwan Abdullah. Ia adalah seorang kiai
yang alim, tapi memiliki kelebihan yang lain, yaitu terampil melukis. Ia hanya diberi
waktu satu setengah bulan untuk menyelesaikan tugasnya itu. Ternyata dengan waktu
yang ditentukan itu, dia tak mampu membuatnya. Ia tidak mendapatkan inspirasi yang
sesuai dengan keyakinan hati.

Berikut deskripsi lambang NU sebagaimana dijelaskan dalam Antologi Sejarah, Istilah,


Amaliah, Uswah NU:

1. Bola dunia adalah tempat manusia berasal dan tinggal. Hal ini sesuai dengan surat
Thaha ayat 55.

2. Tali atau tambang yang mengelilingi bola dunia. Ini artinya adalah lambang
ukhuwah, atau persaudaraan. Ini berdasarkan ayat 103 dalam surat Ali Imran.

3. Peta Indonesia terlihat. Meskipun NU menggunakan lambang bola dunia, tapi yang
tampak di permukaan adalah peta Indonesia. Ini melambangkan NU didirikan di
Indonesia, berjuang di Indonesia.

4. Dua simpul ikatan di bagian bawah melambangkan hubungan vertikal dengan Allah
dan hubungan horizontal dengan sesama umat manusia.
5. Untaian tampar tambang yang berjumlah 99 melambangkan nama-nama terpuji bagi
Allah (Asmaul Husna) yang berjumlah 99.

6. Lima bintang di atas bola dunia. Bintang yang berada di tengah berukuran besar
dibanding empat yang lainnya. Bintang paling besar itu melambangkan Rasulullah,
sementara yang empat melambangkan sahabatnya yang mendapat julukan Khulafaur
Rasyidin yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.

7. Empat bintang di bawah bola dunia melambangkan empat imam mazhab Ahlussunah
wal Jamaah yaitu Imam Maliki, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, dan Imam Hanbali.

8. Jumlah bintang secara keseluruhan ada sembilan. Ini bermakna Wali Songo
(sembilan ulama penyebar Islam).

9. Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab melintang di tengah bumi untuk
menunjukkan nama organisasi tersebut, Nahdlatul Ulama, kebangkitan para ulama.

Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar mengatakan, huruf dladl pada tulisan Nahdlatul
Ulama itu berukuran panjang, melintasi bola dunia. Hal ini melambangkan, NU akan
mendldadlkan dunia. Dladl bisa dimaknakan kepada hadits yang mengatakan bahwa
Nabi Muhammad adalah orang yang paling pasih dalam mengucapkan huruf dladl.

10. Warna dasar lambang adalah hijau sebagai lambang kesuburan.

11. Tulisan berwarna putih sebagai lambang kesucian.

Kiai Ridwan Abdullah adalah santrinya Syaikhona Cholil Bangkalan, sebagaimana


umumnya para kiai pendiri NU yang lain. Ia merupakan kiai yang total dalam
berorganisasi. Buku Antologi Sejarah, Istilah, Amaliyah, dan Uswah NU menggambar
sosoknya demikian:

Sejak terjun dalam organisasi Kiai Ridwan terpaksa mengurangi kesibukannya


mengurus ekonomi. DUlu ia punya toko kain di Jalan Kramat Gantung sekaligus tailor.
Toko itu kemudian diserahkan kepada adiknya.
Rumah milik mertuanya di Bubutan juga diserahkan untuk kepentingan NU. Lantai
bawah untuk percetakan NU, sedangkan lantai atas dipakai untuk sekretariat dan ruang
pertemuan.

Setiap ada anak mau berangkat mondok dan sowan kepadanya, selain diberi nasihat dan
wejangan, juga tidak ketinggalan diberikan uang saku untuk bekal. Padahal dia sendiri
sesungguhnya jarang punya uang banyak.

D. Tokoh-tokoh NU

Tokoh pendiri NU adalah KH. Abdul Wahid Hasyim

• KH. Abdul Wahid Hasyim adalah salah satu anggota dari BPUPKI atau bisa disebut
juga dengan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan
juga anggota dari PPKI yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

KH. Abdul Wahid Hasyim ini adalah seorang yang telah membentuk untuk
memasukkan sebuah ilmu pengetahuan umum kedalam dunia pesantren yang di
laksanakan di pondok pesantren tebu ireng. pada tanggal 17 November 1960 KH. Abdul
Wahid Hasyim ini telah di tetapkan sebagai seorang yang disebut sebagai pahlawan
nasional dan juga yang termasuk kedalam salah satu orang yang mendirikan Nahdlatul
Ulama tersebut.

KH. Abdul Wahid Hasyim ini adalah seorang putra dari Hadratussyekh KH Hasyim
Asyari dan juga merupakan ayah dari Presiden keempat Republik Indonesia, yaitu
Abdurrahman Wahid yang lebih sering disapa dengan nama Gus Dur. Selengkapnya,
baca; K.H. Abdurrahman Wahid dan 6 Karyanya Yang Harus Kamu Baca!

• KH Zainul Arifin

KH Zainul Arifin adalah seorang tokoh umat islam yang merupakan salah satu tokoh
pendiri dari NU atau biasa disebut juga dengan Nahdlatul Ulama. KH Zainul Arifin ini
adalah seorang tokoh ulama yang berasal dari daerah Sumatera Utara. KH Zainul Arifin
telah aktif dalam semua kegiatan dan juga aktif dalam sebuah organisasi yaitu NU ini
sejak ia masih muda.
KH Zainul Arifin ini adalah seorang yang memiliki jasa-jasa yang penting dalam
perkembangan Islam di Indonesia diantara lain jasa-jasa tersebut adalah pembentukan
pasukan semi militer Hizbullah.

Kemudian ia menjadi seorang panglimanya. KH Zainul Arifin ini juga pernah di beri
jabatan sebagai seorang perdana meteri di Indonesia, ketua dari DPR-GR. Selain itu
juga KH Zainul Arifin ini pernah menjabat sebagai anggota dari badan pekerjaa komite
nasional pusat. Kemudian dari jasa–jasa yang telah diberikan oleh KH Zainul Arifin ini
lah, maka dari itu KH Zainul Arifin ini di tetapkan sebagai pahlawan nasional pada
tanggal 4 Maret 1963.

• KH Zainul Mustofa

KH zainul Mustofa adalah seorang tokoh ulama yang termasuk kedalam salah satu
tokoh pendiri NU. KH zainul Mustofa adalah seorang tokoh NU yang berasal dari
Tasikmalaya. KH zainul Mustofa ini juga pernah menjadi seorang wakil dari Rais
Syuriyah.

KH zainul Mustofa ini adalah seorang kiyai yang berda di pesanteren – pesantren yang
secara langsung ia melawan penjajahan belanda. KH zainul Mustofa berhasil membuat
Belanda tidak dapat melawan lagi, kemudian dari situlah di gantikan oleh penjajah
Jepang.

Hal yang dilakukan oleh KH zainul Mustofa ini pun masih sama yaitu tetap membela
agama islam dan menolak adanya penjajah tersebut. sehingga karena adanya penjajah
tersebut, KH zainul Mustofa bersama dengan santrinya melawan penjajahan sampai
dengan berhasil. kemudian dari situ lah KH zainul Mustofa ini di anugrahi sebagai
pahlawan nasional yang telah di sahkan pada Tahun 1972.

• KH Idham Chalid

KH Idham Chalid ini adalah seorang yang memiliki jabatan sebagai mentri wakil
perdana meteri di Indonesia pada kabinet Ali Sastroamidjojo II dan juga sebagai kabinet
Djuanda. Selain itu juga KH Idham Chalid telah menjabat sebagai seorang ketua MPR
dan juga sebagai ketua DPR.
KH Idham Chalid adalah seorang yang menjadi pengurus besar atau ketua dari
organisasi besar ini yaitu Nahdlatul Ulama pada tahun 1956 dan 1984. sampai saat ini
KH Idham Chalid adalam ketua umum yang paling lama yang pernah menjabat di
sebuah oragaisasi yaitu Nahdlatul Ulama tersebut. kerena jasa yang telah diberikan oleh
KH Idham Chalid ini, maka pada tanggal 8 November 2014 ia telah memiliki gelar
sebagai pahlawan nasional.

Kemudian pada saat itu KH Idham Chalid juga telah di abadikan atau tetap di kenang
maka KH Idham Chalid ini di abadikan dalam bentuk uang pecahan uang kertas lima
ribu rupiah yang dalam bentuk kertas yang baru hal ini dilakukan pada tanggal 19
Desember 2016.

• KH Abdul Wahab Chasbullah

KH Abdul Wahab Chasbullah adalah seorang yang telah mendirikan NU. KH Abdul
Wahab Chasbullah ini adalah seorang yang telah mendirikan sebuah kelompok diskusi
Tashwirul Afkar atau disebut juga dengan pergolakan pemikiran.

KH Abdul Wahab Chasbullah ini juga adalah seorang yang telah mendirikan Nahdlatul
Tujjar atau biasa disebut juga dengan kebangkitan pedagang. selain itu juga sejak tahun
1924 KH Abdul Wahab Chasbullah ini mulai membentu sebuah pergerakan untuk
membentuk kaum tradisional.

KH Abdul Wahab Chasbullah ini telah terwujud karena adanya yang mendirikan
Nahdlatul ulama pada tahun 1926 bersama dengan kiyai – kiyai yang lainnya tersebut.
KH Abdul Wahab Chasbullah ini juga pernah menjabat sebagai seorang penggagas
MIAI, Selain itu KH Abdul Wahab Chasbullah ini juga pernah menjadi Rais Aam
PBNU.

Kemudian kiyai KH Abdul Wahab Chasbullah ini meninggal pada tanggal 29


Desember 1971 dengan gelar yang di perolehnya adalah menjadi Pahlawan nasional
pada tanggal 8 November 2014.

• KH As’ad Syamsul Arifin KH As’ad Syamsul Arifin adalah seorang yang berjasa
dalam berdirinya NU. KH As’ad Syamsul Arifin ini juga adalah salah satu tokoh yang
memiliki pengaruh penting dalam perkembangan kemerdekaan yang ada di Indonesia
ini.

Selain itu juga KH As’ad Syamsul Arifin ini adalah salah satu tokoh yang selau
berperang dalam melawan penjajah. pada saat itu KH As’ad Syamsul Arifin ini adalah
seorang yang telah memimpin perang yang ada di daerah Situbondo, Jember, dan juga
di daerah bondowoso Jawa Timur pada zaman dahulu.

Selain itu juga KH As’ad Syamsul Arifin ini adalah seorang yang menjadi ketua dalam
melakukan penjajahan pada tanggal 10 November 1945. KH As’ad Syamsul Arifin ini
juga adalah seorang yang menjadi pelopor utama dalam kemerdekaan Indonesia.

Kemudian setelah Indonesia merdeka baru lah KH As’ad Syamsul Arifin ini
menggerakkan menteri ataupun presiden untuk membentuk sebuah bangunan yang
merata di sepanjang rumah-rumah yang telah hancur akibat peperangan yang terjadi.

Referensi

https://sumbernesia.com/sejarah-nu/

https://nublitar.or.id/sejarah-lahirnya-nahdlatul-ulama/

https://www.nu.or.id/post/read/102079/makna-lambang-nu

https://www.faktatokoh.com/2018/05/tokoh-pendiri-nu-nahdlatul-ulama.html

Anda mungkin juga menyukai