Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MUNCULNYA KE NU AN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja
Dosen Pengampu : Samsul Arifin, M, Pd.

Kelompok :
Moh fawaid
M atok illah

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AHMAD SIBAWAYHIE
DEMUNG BESUKI SITUBONDO
NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah, puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas Rahmat
dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah Aswaja dengan tema “
MUNCULNYA KE NU AN ”. Dari dosen Pengampu : Samsul Arifin, M, Pd. Shalawat
serta salam tetap kami curahkan kepada junjungan kita yakni Nabi Agung, Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Saya sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, segala yang baim hadirnya makalah
in adalah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan segala kekurangan adalah dari saya
sendiri. Hanya ridha Allah semata yang saya harapkan. Akhir kata saya ucapkan terima
kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Demung, 01 Oktober 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Nahdlatul Ulama diawali ketika Raja Ibnu Saud ingin menerapkan
mazhab tunggal yaitu wahabi di Mekah, seperti disebutkan dalam

Bukan hanya itu sang raja juga berniat menghancurkan sejarah peninggalan pra
Islam dan Islam sebab dianggap bid’ah karena kerap diziarahi. Bid’ah ialah
melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Nabi Muhammad saw.
Gagasan tersebut disambut baik oleh kalangan modernis di Indonesia. Salah
satunya adalah kelompok Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan.
Akan tetapi, tidak demikian dengan kalangan pesantren yang justru menolak
keinginan Raja Ibnu Saud.
Karena penolakan yang dilakukan, kalangan pesantren sampai dikeluarkan dari
keanggotaan Kongres Al-Islam Yogyakarta 1925 dan tak dilibatkan menjadi
delegasi dalam Kongres Islam Internasional atau Mu'tamar 'Alam Islami yang
bertujuan mengesahkan keputusan Raja Ibnu Saud.
Tak ingin menyerah, bermodalkan kegigihan dan niatan kuat mendukung
pembebasan mazhab serta pelestarian terhadap warisan atau peninggalan sejarah
terdahulu maka kalangan pesantren pun membuat perwakilan atau delegasi sendiri
yang diberi nama Komite Hejaz dengan ketuanya yaitu K.H Wahab Chasbullah.
Desakan dari kalangan pesantren ditambah tantangan dari umat islam di seluruh
penjuru dunia, membuat Raja Ibnu Saud membatalkan rencananya. Karena itulah
sampai hari ini orang-orang di Mekah bebas melakukan ibadah sesuai dengan
mazhab yang mereka anut masing-masing.
B. Rumusan Masalah
1.bagaimana berdirinya dan berkembangnya Sejarah nahdotul ulama?
C. Tujuan Makalah
1. untuk mengetahui tentang sejarahnya berdirinya nahdotul ulama

BAB II
PEMBAHASAN
A. BAGAIMANA BERDIRINYA SEJARAH NAHDOTUL ULAMA

Pada awal abad 20, Islam Tradisionalis disaingi oleh kaum pembaharu
(modernis) yang ide-ide pembaharuannya diperoleh dari para pembaharu Timur
Tengah seperti Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), Muhammad ‘Abduh (1849-
1905), dan Rasyid Ridha (1865-1935).1 Mereka yang tergolong ke dalam Islam
Modernis berusaha untuk menghilangkan sikap taklid2 yang dianut oleh Islam
Tradisionalis dengan mengikuti sikap talfik. 3 Mereka juga menganggap kaum
tradisionalis itu merupakan penyebab merosotnya ekonomi umat Islam yang saat
itu dijajah oleh etnisetnis seperti Eropa Kristen, Cina, Arab, India dan Belanda.
Mereka juga memandang praktik keagamaan yang diajarkan kaum Tradisionalis
tidak bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, seperti ziarah ke makam para wali
serta tawassul4 yang dianggap syirik atau menyekutukan Allah. Mereka juga
berargumen tentang praktik sufi dan tidak suka dengan khotbah Jum’at yang
berbahasa Arab karena sebagian besar jama’ah tidak mengerti maksud yang
terkandung di dalamnya.
Perdebatan antara Islam tradisionalis dan Islam Modernis berlangsung
sangat panas. Mereka berdiskusi yang berpusat pada persoalan praktik ibadah,
reformasi pendidikan dan strategi dalam berorganisasi yang sudah lama
dipertahankan oleh Islam tradisionalis.
Sekitar tahun 1910-an, kedua pihak sudah mulai mengerti satu sama lain
terhadap perbedaan pendapat selama ini dan mereka mulai dilakukan
kesepakatankesepakatan dalam hal-hal seperti reformasi pendidikan dan
pemberlakuan syarat-
syarat sebelum dilakukannya ijtihaddalam persoalan hukum Islam. 5 Awal
tahun 1920- an, Islam Modernis kembali mempermasalahkan ajaran keagamaan
Islam tradisionalis terhadap otoritas6 keagamaan kiai dalam memutuskan hal-hal
yang berkaitan dengan hukum agama.
Dalam pembentukan organisasi, kaum modernis sudah melakukan strategi
yang berlapis dengan membentuk sebuah madrasah sebagai tempat belajar
mengajar yang menjadi penguat organisasinya yaitu: Muhammadiyah didirikan
pada 1912 di Yogyakarta, al-Irsyad dibentuk pada 1914 di Jakarta dan Persis
(Persatuan Islam) didirikan pada 1923 di Bandung. Sementara itu, di sisi yang lain
Islam tradisionalis hanya memiliki tiga lembaga yaitu: Nahdlatul Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) yang dibentuk pada 1916, Tashwirul Afkar (Forum
Diskusi Para Ulama) didirikan pada 1918 dan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan
Saudagar) yang dibentuk pada 1918
B. BERKEMBANGNYA NAHDOTUL ULAMA
Organisasi NU berkembang sangat pesat. Hal ini terlihat dari setiap
Muktamar yang diadakan. Contohnya pada tahun 1926, Muktamar pertama NU
yang dihadiri 96 kiai, Muktamar kedua tahun 1927 dihadiri oleh 146 kiai dan 242
peserta. Selanjutnya pada tahun 1928, Muktamar yang dihadiri oleh 260 kiai dan 35
cabang yang telah dibentuk. Pada tahun 1929, NU memiliki 63 cabang dan 1450
peserta dan peninjau dihadirkan oleh NU dan pada tahun 1933, anggotanya
diperkirakan telah mencapai 40.000. Kemudian pada tahun 1935, jumlah
anggotanya makin bertambah mencapai 67.000 orang yang telah tersebar di 76
cabang dan tahun 1938, NU memiliki 99 cabang terdaftar dengan jumlah
anggotanya 100.000. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, NU sudah
memiliki 120 cabang.
Lonjakan yang cepat berdasarkan data-data di atas, menunjukkan bahwa
organisasi ini cukup diminati oleh masyarakat pada umumnya. Adapun para
anggota NU kebanyakan berdomisili di Jawa, yaitu Jawa Timur dan Madura,
sepanjang pantai utara Jawa Tengah, serta di wilayah Cirebon dan Banten, Jawa
Barat. Selain itu, dari luar Jawa khususnya kota Banjar di Kalimantan Timur juga
mendukung NU, serta kiainya pun menghadiri Muktamar dari awal berdirinya NU.
Dan pada 1930 didirikan cabang pertama NU di luar Jawa didirikan di Kalimantan
Selatan, kaum Islam Tradisionalis lainnya yang mendukung NU di antaranya Batak
Mandailing di Sumatra Utara, Bugis di Sulawesi Selatan, Sasak dan Sumbawa di
Nusa Tenggara Barat (NTB)10 yang juga membentuk cabang NU yang berkembang
selama 10 tahun dari tahun 1930 sampai dengan tahun 1940.
Pembentukan divisi pemuda dan pemudi dalam NU juga penting, walaupun
awalnya menimbulkan pertentangan, karena berbagai kekhawatiran para kiai
terhadap dampak negatif jika mereka menyetujui pembentukan kedua divisi
tersebut. Setelah mengalami berbagai hambatan, akhirnya kedua divisi itu berhasil
terbentuk yaitu Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama pada tahun 1931. Sebelumnya,
terdapat kelompok pemuda tradisional yang sudah ada sejak pertengahan 1920 di
antaranya Syubbanul Wathan (Pemuda Negeri), Sayap Pemuda dari Nahdlatul
Wathan dan Da’watus Subban (Suara Pemuda). PBNU tidak menyetujui adanya
organisasi Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama karena banyak ulama yang bersikap
mempertahankan keadaan, tidak terburu-buru dalam mengambil sikap
Pada 1934, kelompok pemuda mencoba menghadap PBNU untuk mendapat
persetujuan atas keberadaan organisasi Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama dengan
memakai nama Anshor15 yang dipimpin oleh Kiai Wahid Hasyim,16 Abdullah
Ubaid,17 dan Mahfoedz Siddiq18 serta dukungan penuh dari Kyai Abdul Wahab
Hasbullah dengan argumentasi yang mereka kemukakan adalah tentang pentingnya
pembinaan kader. Dan pada Muktamar NU tahun 1934, usulan mereka berhasil
mendapat persetujuan dan duduk menjadi salah satu divisi NU. Anshor mengajukan
usulannya tentang pembentukan gerakan pemuda dan drum band berseragam
ditolak oleh PBNU. Akibatnya, mereka sulit mendirikan cabang Anshor di wilayah
lain

Pada Muktamar 1938, untuk memaksimalkan peran para perempuan dan


anakanak, mereka diperbolehkan bergabung akan tetapi sebagai anggota, sedangkan
lakilaki saja yang boleh menjadi pemimpin. Untuk mengatasi masalah tersebut,
dalam
Muktamar tahun 1940 para perempuan mengusulkan agar mereka diberi hak
otonomi.19 Usulan tersebut diterima dan diberi hak otonomi dalam Muktamar pada
tahun 1946 dengan dibentuk Muslimat Nahdlatul Ulama, yang kemudian
berkembang sangat aktif dengan membangun fasilitas umum di antaranya klinik ibu
dan anak, panti asuhan yatim piatu dan juga sekolah perempuan. Pada 1950, mereka
mendirikan organisasi di bawah pimpinan Pengurus Muslimat NU yang bernama
Fatayat Nahdlatul Ulama.
Selain bidang pendidikan dan ekonomi, NU juga aktif dalam bidang
penerbitan yang sebelum Perang Dunia II pada tanggal 1 September 1939, mereka
menerbitkan majalah-majalah NU melalui percetakannya di Surabaya di antaranya
Swara Nahdhatoel Oelama, Oetoesan Nahdhatoel Oelama dan Berita Nahdhatoel
Oelama, juga buletin bulanan seperti Lailatul Ijtima’ Nahdhatoel Oelama (LINO)
yang berisikan daftar nama anggota NU yang meninggal.
Sikap NU dalam bidang politik dan juga hubungannya dengan organisasi
Islam Modernis mengalami perubahan yang signifikan, penyebabnya adalah saling
mempengaruhi antara faktor internal dan eksternal. Contohnya di kalangan umat
Islam muncul ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah Belanda yang
dirasakan bertentangan dengan hukum Islam.20 Kaum Islam tradisionalis maupun
kaum Islam Modernis mempunyai alasan yang sama untuk melawan tindakan
pemerintah Belanda.
Cara pandang di dalam NU juga berubah dengan diangkatnya tokoh-tokoh
pemuda seperti Kiai Wahid Hasyim, Muhammad Ilyas, Mahfoedz Siddiq, dan
Abdullah Ubaid. Mereka tidak hanya berpendidikan pesantren, tetapi juga menjalin
hubungan yang baik dengan kaum Islam Modernis. Mereka sudah tidak begitu
tertarik untuk mempermasalahkan perbedaan ajaran antara Islam tradisionalis dan
Islam
Modernis. Akan tetapi, ketertarikan mereka lebih kepada isu-isu sosial dan politik
secara lebih luas. Mereka ingin menyatukan kembali pemikiran bersama antara Islam
Modernis dan Islam Tradisionalis di antaranya tentang larangan berpoligami dan
melakukan otopsi jenazah orang muslim
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada awal abad 20, Islam Tradisionalis disaingi oleh kaum pembaharu
(modernis) yang ide-ide pembaharuannya diperoleh dari para pembaharu Timur
Tengah seperti Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), Muhammad ‘Abduh (1849-
1905), dan Rasyid Ridha (1865-1935).1 Mereka yang tergolong ke dalam Islam
Modernis berusaha untuk menghilangkan sikap taklid2 yang dianut oleh Islam
Tradisionalis dengan mengikuti sikap talfik. 3 Mereka juga menganggap kaum
tradisionalis itu merupakan penyebab merosotnya ekonomi umat Islam yang saat
itu dijajah oleh etnisetnis seperti Eropa Kristen, Cina, Arab, India dan Belanda

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk penelitian selanjutnya
dengan melihat kepada hasil yang telah diperoleh mengenai etika dan peran politik
Nahdlatul Ulama di Indonesia pada tahun 1994-2001, peneliti selanjutnya dapat
meneliti etika dan peran politik Nahdlatul Ulama dari ruang lingkup kedaerahan,
misalnya seperti meneliti etika dan peran politik Nahdlatul Ulama di Kota Cirebon
atau bisa juga dari ruang lingkup priodesasinya, yang menjadikan pembahasan
mengenai etika dan peran politik NU ini menjadi luas khazanah pengetahuannya

S
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai