Anda di halaman 1dari 14

BAB II

NAHDLATUL ULAMA: Sejarah Berdiri dan Berkembangnya

A. Sejarah Kelahiran NU
Pada awal abad 20, Islam Tradisionalis disaingi oleh kaum pembaharu
(modernis) yang ide-ide pembaharuannya diperoleh dari para pembaharu Timur
Tengah seperti Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), Muhammad ‘Abduh (1849-1905),
dan Rasyid Ridha (1865-1935).1 Mereka yang tergolong ke dalam Islam Modernis
berusaha untuk menghilangkan sikap taklid2yang dianut oleh Islam Tradisionalis
dengan mengikuti sikap talfik.3 Mereka juga menganggap kaum tradisionalis itu
merupakan penyebab merosotnya ekonomi umat Islam yang saat itu dijajah oleh etnis-
etnis seperti Eropa Kristen, Cina, Arab, India dan Belanda. Mereka juga memandang
praktik keagamaan yang diajarkan kaum Tradisionalis tidak bersumber pada Al-Qur’an
dan Sunnah, seperti ziarah ke makam para wali serta tawassul4yang dianggap syirik
atau menyekutukan Allah. Mereka juga berargumen tentang praktik sufi dan tidak suka
dengan khotbah Jum’at yang berbahasa Arab karena sebagian besar jama’ah tidak
mengerti maksud yang terkandung di dalamnya.
Perdebatan antara Islam tradisionalis dan Islam Modernis berlangsung sangat
panas. Mereka berdiskusi yang berpusat pada persoalan praktik ibadah, reformasi
pendidikan dan strategi dalam berorganisasi yang sudah lama dipertahankan oleh Islam
tradisionalis.
Sekitar tahun 1910-an, kedua pihak sudah mulai mengerti satu sama lain
terhadap perbedaan pendapat selama ini dan mereka mulai dilakukan kesepakatan-
kesepakatan dalam hal-hal seperti reformasi pendidikan dan pemberlakuan syarat-

1
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm.
26.
2
Yaitu sikap yang mempertahankan ajaran empat madzhab bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Lihat Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm. 27.
3
Yaitu kebebasan memilih dari berbagai empat madzhab secara berbeda dengan mencampurkan
antara satu madzhab dengan madzhab yang lain. Lihat Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-
1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm. 28.
4
Menyebut nama mereka (para wali) sebelum berdoa. Lihat Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama:
Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm. 28.
syarat sebelum dilakukannya ijtihaddalam persoalan hukum Islam.5 Awal tahun 1920-
an, Islam Modernis kembali mempermasalahkan ajaran keagamaan Islam tradisionalis
terhadap otoritas6 keagamaan kiai dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan
hukum agama.
Dalam pembentukan organisasi, kaum modernis sudah melakukan strategi yang
berlapis dengan membentuk sebuah madrasah sebagai tempat belajar mengajar yang
menjadi penguat organisasinya yaitu: Muhammadiyah didirikan pada 1912 di
Yogyakarta, al-Irsyad dibentuk pada 1914 di Jakarta dan Persis (Persatuan Islam)
didirikan pada 1923 di Bandung. Sementara itu, di sisi yang lain Islam tradisionalis
hanya memiliki tiga lembaga yaitu: Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang
dibentuk pada 1916, Tashwirul Afkar (Forum Diskusi Para Ulama) didirikan pada 1918
dan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Saudagar) yang dibentuk pada 1918.
Nahdlatul Ulama atau biasa disingkat NU ini didirikan pada 31 Januari 1926
dan bergerak dalam bidang sosial keagamaan7 yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari
dan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai penggerak dibalik pembentukan NU. NU
adalah organisasi Islam terbesar di Hindia-Belanda dan berkembang pesat pada 1940-
an. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dibagi dua badan yaitu: Syuriah (Badan
Keulamaan) dan Tanfidziyah (Badan Eksekutif) yang dipimpin oleh sebagian besar
beranggotakan saudagar dan pengusaha kecil. Pada masa awal, syuriah diketuai oleh
KH. Hasyim Asy’ari dan diberi gelar Rais Akbar8 (Ketua Tertinggi), Ahmad Dahlan
(Ahyad) sebagai Wakil Ketua, Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Sekretaris, dan
para anggota yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur.
Lahirnya Nahdlatul Ulama mempunyai tujuan yaitu berpegang teguh pada satu
madzhab dari empat madzhab. Secara langsung NU menolak Islam Modernis yang
berpandangan akan kebebasan memilih dan mencampur empat madzhab tersebut.

5
Unsur utama dalam program para Islam Modernis untuk mereformasi Islam. Lihat Greg Fealy,
Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm. 27.
6
Kekuasaan yang sah dan diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para
penjabatnya menjalankan fungsinya.Lihat KBBI Offline.
7
Nur Khalik Ridwan, NU dan Neoliberalisme: Tantangan dan Harapan Menjelang Satu
Abad(Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2008), hlm. 26.
8
Rais Akbar adalah gelar yang hanya dipakai oleh KH. Hasyim Asy’ari, melambangkan bahwa ia
ulama yang paling disegani dari kelompok pendiri (menunjukkan kelebihan dia).
Sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan NU mencoba memberikan
pelayanan-pelayanan dalam bidang pembangunan madrasah, memberikan pelayanan
yang baik terhadap anak yatim dan orang miskin, meningkatkan perekonomian mereka,
merawat buku-buku pelajaran yang sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah,
bukan dengan prinsip-prinsip ahli bid’ah.

B. NU sebelum kemerdekaan
Organisasi NU berkembang sangat pesat. Hal ini terlihat dari setiap Muktamar
yang diadakan. Contohnya pada tahun 1926, Muktamar pertama NU yang dihadiri 96
kiai, Muktamar kedua tahun 1927 dihadiri oleh 146 kiai dan 242 peserta. Selanjutnya
pada tahun 1928, Muktamar yang dihadiri oleh 260 kiai dan 35 cabang yang telah
dibentuk. Pada tahun 1929, NU memiliki 63 cabang dan 1450 peserta dan peninjau
dihadirkan oleh NU dan pada tahun 1933, anggotanya diperkirakan telah mencapai
40.000. Kemudian pada tahun 1935, jumlah anggotanya makin bertambah mencapai
67.000 orang yang telah tersebar di 76 cabang dan tahun 1938, NU memiliki 99 cabang
terdaftar dengan jumlah anggotanya 100.000. Pada masa pendudukan Jepang tahun
1942, NU sudah memiliki 120 cabang.9
Lonjakan yang cepat berdasarkan data-data di atas, menunjukkan bahwa
organisasi ini cukup diminati oleh masyarakat pada umumnya. Adapun para anggota
NU kebanyakan berdomisili di Jawa, yaitu Jawa Timur dan Madura, sepanjang pantai
utara Jawa Tengah, serta di wilayah Cirebon dan Banten, Jawa Barat. Selain itu, dari
luar Jawa khususnya kota Banjar di Kalimantan Timur juga mendukung NU, serta
kiainya pun menghadiri Muktamar dari awal berdirinya NU. Dan pada 1930 didirikan
cabang pertama NU di luar Jawa didirikan di Kalimantan Selatan, kaum Islam
Tradisionalis lainnya yang mendukung NU di antaranya Batak Mandailing di Sumatra
Utara, Bugis di Sulawesi Selatan, Sasak dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB)10
yang juga membentuk cabang NU yang berkembang selama 10 tahun dari tahun 1930
sampai dengan tahun 1940.

9
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm.
39.
10
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011),
hlm.40.
NU tidak hanya mengalami pertumbuhan dalam jumlah anggota, dengan
banyaknya kehadiran para kiai dan peserta, NU juga berhasil dalam bidang pendidikan
dengan banyak cabang besar NU yang mendirikan madrasah dan menambah jumlah
pesantren. Metode pengajarannya campuran antara mata pelajaran agama dan mata
pelajaran umum yang disusun sama dengan metode pengajaran bandongan 11 di
pesantren. Agar berjalan dengan baik, maka pada 1938 dibentuk Lembaga Pendidikan
Ma’arif yang dipimpin oleh Kiai Wahid Hasyim.12
Dalam bidang ekonomi, NU juga berkembang cepat dan pada tahun 1929
didirikannya koperasi kaum muslimin mencontoh dari Nahdlatut Tujjar, yang
bertujuan untuk mengatur jalannya penjualan barang seperti gula, kacang, minyak
goreng, buah-buahan dan sayuran yang bersumber dari petani-petani kecil tradisionalis.
Setelah berjalan, kemudian didirikan koperasi yang lebih luas dari sebelumnya yang
bernama Syirkah Mu’awanah artinya sebuah koperasi yang memperjual belikan hasil
pertanian, hasil laut, batik, rokok dan sabun.13 Seiring berjalannya waktu, Syirkah
Mu’awanahberkembang sangat cepat menjadi perdagangan internasional yang
bermanfaat sebagai sumber pemasukan cabang dan para anggota NU. Kemudian PBNU
sendiri membentuk Bagian Urusan Perusahaan dan Perniagaan yang berguna dalam
mengelola barang yang diproduksi dan memberi simbol NU pada grabah, rokok, kopi,
dan bahan makanan.14
Adapun kegiatan ekonomi yang lainnya yaitu dalam mengelola harta wakaf
yang hasilnya dipakai untuk pemeliharaan bangunan masjid dan pesantren. Akan tetapi,
untuk menghindari adanya penyalahgunaan dana yang disumbangkan oleh masyarakat,
maka pada tahun 1930 dibentuk Lajnah Waqfiyah (Badan Wakaf) dan tujuh tahun
kemudian diganti menjadi Waqfiyah Nahdlatul Ulama.

11
Menurut KBBI, bandongan yaitu pengajaran dalam bentuk kelas (pada sekolah agama).
12
Ia adalahRais Akbar tahun 1926 yang memiliki peran penting dalam dunia pendidikan di kalangan
kaum Tradisionalis. Pada tahun 1942 ia menjadi Ketua Shumubu (kantor urusan agama, cikal bakal
Kementerian Agama) di Jakarta, tahun 1943-1945 ia menjadi Ketua Pimpinan Pusat Masyumi dan juga
menjadi Penasehat Utama Jawa Hokokai bersama Ir. Soekarno tahun 1944. . Lihat Soeleiman Fadeli &
Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 222.
13
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm.
42.
14
Ibid, hlm. 42.
Pembentukan divisi pemuda dan pemudi dalam NU juga penting, walaupun
awalnya menimbulkan pertentangan, karena berbagai kekhawatiran para kiai terhadap
dampak negatif jika mereka menyetujui pembentukan kedua divisi tersebut. Setelah
mengalami berbagai hambatan, akhirnya kedua divisi itu berhasil terbentuk yaitu
Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama pada tahun 1931. Sebelumnya, terdapat kelompok
pemuda tradisional yang sudah ada sejak pertengahan 1920 di antaranya Syubbanul
Wathan (Pemuda Negeri), Sayap Pemuda dari Nahdlatul Wathan dan Da’watus Subban
(Suara Pemuda). PBNU tidak menyetujui adanya organisasi Persatuan Pemuda
Nahdlatul Ulama karena banyak ulama yang bersikap mempertahankan keadaan, tidak
terburu-buru dalam mengambil sikap.
Pada 1934, kelompok pemuda mencoba menghadap PBNU untuk mendapat
persetujuan atas keberadaan organisasi Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama dengan
memakai nama Anshor15 yang dipimpin oleh Kiai Wahid Hasyim,16 Abdullah Ubaid,17
dan Mahfoedz Siddiq18 serta dukungan penuh dari Kyai Abdul Wahab Hasbullah
dengan argumentasi yang mereka kemukakan adalah tentang pentingnya pembinaan
kader. Dan pada Muktamar NU tahun 1934, usulan mereka berhasil mendapat
persetujuan dan duduk menjadi salah satu divisi NU. Anshor mengajukan usulannya
tentang pembentukan gerakan pemuda dan drum band berseragam ditolak oleh PBNU.
Akibatnya, mereka sulit mendirikan cabang Anshor di wilayah lain.
Pada Muktamar 1938, untuk memaksimalkan peran para perempuan dan anak-
anak, mereka diperbolehkan bergabung akan tetapi sebagai anggota, sedangkan laki-
laki saja yang boleh menjadi pemimpin. Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam

15
Sebutan untuk para penolong nabi. Lihat KBBI Offline.
16
Seorang ulama yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, terutama Pulau Jawa.
Ia juga menjabat sebagai Rais Akbar pertama setelah NU didirikan. Lihat Amirul Ulum, “Muassis Nahdlatul
Ulama: Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU”, hlm. 9.
17
Ia adalah guru di Madrasah Nahdlatul Wathan yang didirikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah
dan juga di Madrasah Al-Khoiriyah yang pengantarnya menggunakan Bahasa Arab. Ia juga pendiri organisasi
pemuda bernama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) di Surabaya. Lihat Soeleiman Fadeli &
Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 170.
18
Ia adalah seorang tokoh NU yang aktif menulis di majalah Soeara NO hingga menjadi pemimpin
redaksinya. Ketika Soeara NO berganti menjadi Koran Berita NO, ia juga aktif di dalamnya. Selain itu, ia
juga yang mengusulkan agar dibentuk NU bagian pemuda dengan nama ANO (Anshor Nahdlatul Oelama,
yang nantinya akan berganti nama menjadi Gerakan Pemuda Anshor) pada tahun 1930-an. Lihat Soeleiman
Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 244.
Muktamar tahun 1940 para perempuan mengusulkan agar mereka diberi hak otonomi.19
Usulan tersebut diterima dan diberi hak otonomi dalam Muktamar pada tahun 1946
dengan dibentuk Muslimat Nahdlatul Ulama, yang kemudian berkembang sangat aktif
dengan membangun fasilitas umum di antaranya klinik ibu dan anak, panti asuhan
yatim piatu dan juga sekolah perempuan. Pada 1950, mereka mendirikan organisasi di
bawah pimpinan Pengurus Muslimat NU yang bernama Fatayat Nahdlatul Ulama.
Selain bidang pendidikan dan ekonomi, NU juga aktif dalam bidang penerbitan
yang sebelum Perang Dunia II pada tanggal 1 September 1939, mereka menerbitkan
majalah-majalah NU melalui percetakannya di Surabaya di antaranya Swara
Nahdhatoel Oelama, Oetoesan Nahdhatoel Oelama dan Berita Nahdhatoel Oelama,
juga buletin bulanan seperti Lailatul Ijtima’ Nahdhatoel Oelama (LINO) yang
berisikan daftar nama anggota NU yang meninggal.
Sikap NU dalam bidang politik dan juga hubungannya dengan organisasi Islam
Modernis mengalami perubahan yang signifikan, penyebabnya adalah saling
mempengaruhi antara faktor internal dan eksternal. Contohnya di kalangan umat Islam
muncul ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah Belanda yang dirasakan
bertentangan dengan hukum Islam.20 Kaum Islam tradisionalis maupun kaum Islam
Modernis mempunyai alasan yang sama untuk melawan tindakan pemerintah Belanda.
Cara pandang di dalam NU juga berubah dengan diangkatnya tokoh-tokoh
pemuda seperti Kiai Wahid Hasyim, Muhammad Ilyas, Mahfoedz Siddiq, dan
Abdullah Ubaid. Mereka tidak hanya berpendidikan pesantren, tetapi juga menjalin
hubungan yang baik dengan kaum Islam Modernis. Mereka sudah tidak begitu tertarik
untuk mempermasalahkan perbedaan ajaran antara Islam tradisionalis dan Islam

19
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah dalam NU untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
dan kepentingan mereka akan tetapi sesuai peraturan dalam NU. Lihat KBBI Offline.
20
Yakni adanya perasaan yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah Belanda yang
bertentangan dengan hukum Islam. Kebijakan tersebut yaitu pengajaran agama yang dituntut lebih ketat
(Guru Ordonnantie, 1925), pelarangan akan poligami atas perubahan yang dilakukan pada Undang-undang
Perkawinan, penolakan untuk membebaskan umat Islam dari wajib militer, melakukan otopsi jenasah kaum
muslim, dan subsidi pemerintah yang lebih besar kepada sekolah-sekolah Kristen dibandingkan kepada
sekolah-sekolah Islam. Selain itu, pemerintah semakin membangkitkan rasa kecewa di kalangan muslim
dengan menolak untuk melarang terbitan-terbitan Kristen yang merusak citra Islam, dan pemerintah juga
mengizinkan perusahaan-perusahaan besar Belanda dan Cina membabat sektor ekonomi yang semula
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan kecil kaum muslim. Lihat Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah
NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm. 46-47.
Modernis. Akan tetapi, ketertarikan mereka lebih kepada isu-isu sosial dan politik
secara lebih luas. Mereka ingin menyatukan kembali pemikiran bersama antara Islam
Modernis dan Islam Tradisionalis di antaranya tentang larangan berpoligami dan
melakukan otopsi jenazah orang muslim.
Upaya saling mendekatkan antara Islam tradisionalis dan Islam Modernis
dilakukan oleh Kiai Wahid Hasyim, Muhammad Ilyas, Mahfoedz Siddiq, dan Abdullah
Ubaid dengan berhasil membentuk MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) pada tanggal
21 September 1937.21 Latar belakang terbentuknya MIAI digagas oleh Kyai Abdul
Wahab Hasbullah dan Ahmad Dahlan Kebondalem yang kemudian digantikan oleh
Kiai Wahid Hasyim dan Mahfoedz Siddiq pada 1941, dengan penambahan anggota
baru yaitu Mas Mansoer dari Muhammadiyah dan W. Wondoamiseno dari SI. Peran
NU dan Muhammadiyah tidak dapat dihilangkan dari terbentuknya MIAI, yang
memiliki tujuan memperbaiki sosialisasi dan kerjasama antar umat Islam. Berdirinya
MIAI banyak mendapat dukungan dari masyarakat luas, MIAI yang awal mulanya
terdiri dari 7 anggota yang kemudian bertambah menjadi 23 anggota pada tahun yang
sama (tahun 1941).
Sikap NU dalam politik pada Muktamar tahun 1938 yaitu dengan mengajukan
usulan agar organisasi tersebut dapat ikut serta dalam perwakilan politik dan
mendapatkan pertimbangan langsung melalui dewan rakyat kepada pemerintah
Belanda. Akan tetapi usulan tersebut ditolak oleh pemerintah Belanda. Tidak lama
sesudah itu, gebrakan NU mengejutkan pemeritah kolonial dan organisasi-organisasi
modernis dengan mengajukan tuntutan secara terbuka agar dicabutnya tuntutan Guru
Ordonnantie 1925 yang isinya tentang pengajaran agama yang lebih ketat. Hal ini
menjadi sorotan mereka karena pertama kalinya NU menentang kebijakan yang
diberikan pemerintah Belanda terhadapnya.
Pada tahun 1939, NU mendukung terbentuknya GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) dan ikut serta dalam Kongres Rakyat Indonesia (Korindo) yang memiliki
tujuan mengajukan tuntutan untuk membuat undang-undang dasar nasional dan

21
Ali haidar,Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik (Waru
Sidoarjo: Al Maktabah, 2011), hlm. 136.
parlemen yang anggotanya terdiri dari orang Indonesia di antaranya yang menjabat
sebagai Presidium yaitu Kiai Wahid Hasyim, Mahfoedz Siddiq, dan Muhammad Ilyas.
Pada tahun 1940, para pengurus NU semakin berani untuk memberikan usulan
dengan memberikan surat kepada pemerintah Belanda yang berisikan tuntutan
pencabutan terhadap pembatasan bagi guru dan ustadz, menghapus beasiswa yang
diberikan kepada sekolah-sekolah Kristen, dan penerapan larangan untuk
mencemarkan nama Islam.22 Kemudian pada tahun 1941, diadakannya rapat tertutup
untuk membahas untuk mencalonkan Soekarno menjadi Presiden, jika Indonesia telah
disahkan menjadi negara yang bebas penjajah.
Pada masa pendudukan Jepang, peran NU lebih menonjol dengan menjadi alat
utama ketika Jepang menyerang Hindia-Belanda pada bulan Maret 1942 dalam
memobiliasikan23 rakyat pedesaan untuk ikut dalam perang tersebut. Kiai dan ulama
seperti KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai Shumubu (Kepala Kantor Urusan
Agama) dan juga penasihat utama Jawa Hohokai (Perhimpunan Layanan Jawa).
Selain itu, NU juga berperan dalam organisasi Masyumi yang dibentuk oleh
Jepang setelah adanya pembubaran terhadap MIAI pada bulan November 1943.
Kegiatan yang dilakukan Masyumi yaitu berdakwah, mempelajari praktek keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari, ceramah-ceramah tentang keagamaan, menerbitkan
majalah Soeara Moeslimin Indonesia.24bertujuan agar kegiatan NU tercatat di
dalamnya dan majalah tersebut terbit satu bulan sekalidan bertujuan untuk
mengumpulkan dana untuk membantu fakir miskin.25
Sebagian tokoh besar NU seperti KH. Hasyim Asy’ari yang diangkat sebagai
Ketua Umum Pertama NU yang sebagian besar tugasnya dilaksanakan oleh Kiai Wahid
Hasyim, dan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Penasihat Dewan Pelaksana.
Begitupun dengan anggota-anggota NU lainnya yang dilatih secara militer dalam

22
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm.
48.
23
Memobilisasikan artinya mengerahkan orang untuk masuk tentara, menggerakan dan sebagainya.
Lihat KBBI Offline.
24
Bertujuan agar kegiatan NU tercatat di dalamnya dan majalah tersebut terbit satu bulan sekalidan
bertujuan untuk mengumpulkan dana untuk membantu fakir miskin.
25
Majalah tentang semua kegiatan NU.
PETA (Pembela Tanah Air).26 Banyak kiai yang menjadi anggota korps perwira27 pada
organisasi tentara tersebut.
Sedangkan kepemimpinan Hizbullah28 diberikan kepada Zainul Arifin yang
juga tokoh NU, Jepang yang mengadakan pelatihan khusus untuk para kiai yang
bertujuan mendidik tokoh-tokoh Islam dalam cara memobilisasi dan propaganda.
Adapun propaganda yang dilakukan pemerintah Jepang yaitu dengan melipat gandakan
hasil pertanian. Meskipun propaganda tersebut juga menguntungkan bagi umat Islam,
akan tetapi hal tersebut secara tidak sadar menjadikan Masyumi menjadi alat
propaganda Jepang.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, jepang membentuk Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada bulan Maret
1945. Salah satu tokoh NU yang terlibat dalam persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu
Kiai Wahid Hasyim yang menjabat sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang tugasnya merumuskan pernyataan kemerdekaan untuk dibacakan pada
17 Agustus 1945.
Hal ini berarti kebijakan yang dilakukan Jepang terhadap NU tidak hanya
melibatkan para kiai dan santri dalam kegiatan politik saja, melainkan juga banyak kiai
yang dilibatkan untuk didudukan pada posisi-posisi yang mempunyai tanggung jawab
lebih besar dan berpengaruh dalam urusan kebangsaan dan kenegaraan.
Pada masa revolusi29 Indonesia yang berlangsung selama empat tahun (1945-
1949) telah menjadikan NU sebagai kekuatan utama dalam perlawanan fisik
menentang kembalinya Belanda, dengan melalui rapat yang diadakan di Surabaya pada
tanggal 22 Oktober tahun 1945 oleh tokoh-tokoh NU. Dalam rapat tersebut keluarlah
keputusan untuk melakukan “Resolusi Jihad”30 yang menyatakan bahwa perjuangan
untuk merdeka adalah perang suci (Jihad). Hal tersebut menjadi kekuatan bagi

26
PETA yaitu tentara sukarela yang terdiri atas para pemuda dalam Hizbullah, kewajiban masuk
tentara untuk masa tertentu. Dalam hal ini, muslim di bawah kendali Masyumi. Lihat Refreshing blog pada
refreshingblog.blogspot.com/2013/01/tentara-pembela-tanah-airpeta.html?m=1
27
Anggota tentara yang berpangkat di atas bintara, yaitu dari letnan ke atas. Lihat KBBI Offline.
28
Hizbullah adalah organisasi Politik dan Para militer dari kelompok Syiah yang didirikan pada
tahun 1982 di Libanon. Lihat Wikipedia pada http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hizbullah_(Lebanon)
29
Perubahan ketatanegaraan (Pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan
seperti perlawanan menggunakan senjata. Lihat KBBI Offline.
30
Bukti sejarah komitmen NU untuk membela dan mempertahankan Tanah Air. Lihat NU Online
pada www.nu.or.id/post/read/40394/resolusi-jihad
perlawanan umat Islam kepada Belanda. Pasukan Hizbullah yang diikuti oleh pasukan
gerilya muslim dari organisasi Sabilillah31 yang baru terbentuk di bawah pimpinan
seorang tokoh NU yaitu KH. Masykur32 terlibat dalam perang melawan tentara Inggris
dan juga tentara Belanda. Pasukan ini yang memiliki peran penting dari kekuatan
militer Republik Indonesia, meskipun mereka kurang terlatih untuk berperang dengan
senjata yang sangat terbatas sehingga banyak korban berjatuhan dalam perang tersebut.
Selain melakukan perlawanan fisik para kyai NU juga melakukan perlawanan non fisik
yaitu dengan menentang penandatanganan Persetujuan Linggarjati33 dan Persetujuan
Renville34 dengan Belanda.
Masyumi awalnya adalah sebuah organisasi yang dibentuk oleh Jepang pada
tahun 1943 dan pada tanggal 10 November 1945, Masyumi ini menjadi partai politik
dan kemudian menjadi satu-satunya partai politik Islam dengan menjadikan NU dan
Muhammadiyah sebagai anggota utamanya. Dengan susunan kepengurusan sebagai
berikut: KH. Hasyim Asy’ari sebagai Ketua Umum Majelis Syuro (Dewan Penasihat
Keagamaan), Wahid Hasyim sebagai wakilnya dan KH. Abdul Wahab Hasbullah

31
Jalan Allah. Lihat https://www.google.co.id/amp/s/kbbi.web.id/sabilillah.html pada KBBI
Online.
32
Ia adalah Menteri Agama, Panglima Sabilillah dan Pendiri Unisma Malang. Selain itu, ia juga
ketua NU cabang Malang yang pertama tahun 1926, tahun 1938 menjadi anggota PBNU di Surabaya dan
sejak tahun 1950-1954 ia terpilih sebagai Ketua PBNU. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan,
“Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 249.
33
Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Belanda dalam mempertahankan Kemerdekaannya dari
hari ke hari semakin sulit diselesaikan. Sehingga Pemerintah Inggris berusaha menjadi perantara antara
Indonesia dengan Belanda untuk menyelesaikan konflik mereka dengan cara damai melalui perundingan.
Perundingan pertama yang diadakan pada bulan Oktober tahun 1945 ini mengalami kegagalan disebabkan
kedua belah pihak antara Indonesia dan Belanda masih berpegang teguh pada pendiriannya. Kemudian
perundingan dilanjutkan lagi bertempat di Kota Hooge Valuwe negeri Belanda yang menghasilkan keputusan
berupa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto, meliputi Wilayah Jawa dan Madura.
Sedangkan Pemerintah Indonesia menolak kalau Wilayah Indonesia masih di bawah Pemerintahan Kerajaan
Belanda. Untuk menyelesaikan pertikaian antara Indonesia dan Belanda tersebut, pada tanggal 10 November
1946 diselenggarakan Perundingan Linggarjati. Lihat Gudang Ilmu pada
www.ilmusaudara.com/2016/05/perundingan-perjanjian-linggarjati.html?m=1
34
Dengan jatuhnya Kabinet Syahrir III, Presiden Soekarno menunjuk tiga formatur kabinet yaitu
Mr. Amir Syarifuddin, Dr. Soekiman, dan A.K. Gani untuk membentuk Kabinet Koalisi. Akhirnya Presiden
Soekarno mengangkat Mr. Amir Syarifuddin namun hanya berumur sekitar 7 bulan. Pada saat itu, pergolakan
antar partai tidak dapat dihindarkan. Akibatnya adalah terjadi permusuhan antarpartai. Kondisi seperti ini
dimanfaatkan oleh pihak Belanda untuk melanggar hasil perundingan Linggarjati dengan melancarkan
Agresi Militer Belanda I. hasil dari penyerangan Belanda tersebut adalah menduduki beberapa wilayah yang
mereka sebut dengan “daerah garis van Mook”. Setelah itu, Belanda menyatakan kesediannya kembali untuk
berunding dengan Kabinet Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Abdulkadir
Wijoyoatmojo. Perundingan tersebut dilakukan di atas Kapal Amerika Serikat yang bernama Renville. Oleh
sebab itu, perjanjian ini dikenal dengan nama Perundingan Renville. Lihat Gudang Ilmu pada
www.ilmusaudara.com/2016/05/perundingan-perjanjian-linggarjati.html?m=1
sebagai anggota dewan dan kekuasaan sepenuhnya dibawah urusan Dewan Pengurus
Partai (DPP) yang beranggotakan Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Zainul Arifin.35

C. NU Paska Kemerdekaan
Dalam Muktamar di Purwokerto tahun 1946, NU mendorong anggotanya untuk
bersama-sama masuk ke dalam partai politik Masyumi. Masyumi kemudian berganti
nama menjadi Majelis Syuro36 tahun 1951 di bawah pimpinan Kyai Abdul Wahab
Hasbullah. Berbagai cara dilakukan NU untuk menjadikan Majelis Syuro seperti
Syuriah NU tidak tercapai karena perbedaan tradisi keduanya yang menyulitkan NU.
NU ingin menjadikan Masyumi sebagai federasi37 partai-partai atau membentuk
federasi baru tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan karena banyak organisasi yang
kemudian bergabung dengan Liga Muslimin pada tahun 1959 seperti PSII dan PERTI.
NU keluar dari Masyumi pada tanggal 5-6 April tahun 1952 dalam Muktamar ke 19
yang diselenggarakan di Palembang dan membentuk partai NU sendiri.
PBNU berusaha menjadi partai modern yang mampu bersaing dalam
perpolitikan nasional. Sebagai sebuah partai politik, NU membentuk susunan
kepengurusan dan bentuk PB (Pengurus Besar) yang terdiri dari tokoh-tokoh sebagai
berikut Wahid Hasyim selaku ketua muda PBNU, Idham Chalid, Zainul Arifin,
Mohammad Dahlan, A.S. Bahmid, dan A.A. Aksin sebagai sekretaris jenderal.
Sebelum pemilu diselenggarakan ada “kampanye” yang dilakukan NU dalam bentuk
pengajian keagamaan yang membahas tentang pandangan keagamaan yang sangat
menyentuh iman, akhlak dan membuat para jama’ahnya merasa tertarik.
Pada pemilihan umum tahun 1955 NU berhasil menjadi pemenang dengan
mengumpulkan suara sebanyak 6.955.141 berarti 18,4% dari seluruh pemilih sebesar
37.78.299. Mayoritas masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur dan Jawa

35
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: LKis Group, 2011), hlm.
53.
36
Masyumi menempatkan Majelis Syuro sebagai badan tertinggi terpenting dan menetapkan
kewajiban Dewan Pimpinan Partai untuk meminta fatwa kepada Majelis Syuro agar tidak melihat setiap
permasalahan dari sudut politik saja.
37
Gabungan beberapa perhimpunan yang bekerja sama dan seakan-akan merupakan satu badan,
tetapi tetap berdiri sendiri. Lihat KBBI Offline.
Tengah.38 NU juga memperoleh suara terbanyak di wilayah Cirebon, Banten, etnis
Betawi di Jakarta Raya, dan Tasiklamaya. Di luar Jawa, NU mempunyai para
pendukung di Kalimantan Selatan yang wilayahnya Banjar dan Hulu Sungai. Di
Makassar (Ujung Pandang) dan Bone Sulawesi, Lombok Nusa Tenggara dan sebagian
besar dari etnis Sasak Waktu Lima. Di Sumatra NU banyak didukung di daerah
Tapanuli Selatan dan lebih banyak lagi dari etnis Batak Mandailing. Yang menjadi
pusat-pusat pendukung NU di Sumatra yaitu Batanghari dan Indragiri wilayah pantai
timur Sumatra Tengah, Kabupaten Merangin bertempat di Pedalaman, dan Lahat di
Sumatra Selatan.
Pada tahun 1957-1965 dibentuk kabinet Djuanda39 oleh Presiden Soekarno
yang disebut sebagai ekstra parlementer40. Dan pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
membentuk kabinet presidensiil dengan membentuk DPRGR (DPR Gotong Royong)
pada awal 1960 berdasarkan pada UUDS tahun 1945. Susunan keanggotaan kabinet
presidensiil yang dibentuk dengan cara menunjuk langsung dengan tidak memakai hak
pemungutan suara, hal itu ditentang oleh NU. Menurut NU, memakai cara itu sama saja
merampas hak rakyat. Akan tetapi suara yang diberikan NU tidak ditanggapi, akhirnya
NU membebaskan anggotanya untuk ikut serta menjadi anggota DPRGR.

D. NU masa awal Orde Baru


Pada tahun 1971, pemilihan umum diikuti 10 partai politik yaitu NU, PNI, IPKI,
Murba, Partai Katolik, Parkindo, PSII, Perti, Parmusi dan Sekretariat Bersama Golkar
(Sekber Golkar).41 NU mengumpulkan suara sebesar 10.213.650 berarti 18,6% dari

38
Jawa Timur meliputi Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Banyuwangi, wilayah sepanjang
Sungai Brantas dari Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri, Trenggalek, Tulungagung, Blitar dan Malang.
Jawa Tengah meliputi sepanjang pesisir pantai utama dan daerah pedalaman. Kabupaten tua seperti Jepara,
Demak, Pekalongan, dan Kebumen.
39
Disebut Kabinet Karya (1957-1959; 2) Kabinet Kerja I (1959-1960;3) Kabinet Kerja II (1960-
1962;4) Kabinet Kerja III (1962-1963;5) Kabinet Dwikora (1964-1965). Lihat Soeleiman Fadeli &
Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 19.
40
Disebut ekstra parlementer karena sudah mempunyai serta menunjukkan penyimpangan dari
konstitusi, sebab wewenang untuk itu seharusnya berada di tangan partai-partai yang mempunyai perwakilan
di parlemen dan masalah-masalah kenegaraan yang harus segera diatasi.Ali haidar,Nahdatul Ulama dan
Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik(Waru Sidoarjo: Al-Maktabah, 2011), hlm. 184-185.
41
Golkar yang dirinya tidak ingin disebut sebagai partai politik yang dalam kampanye menyebutkan
diri sebagai “golongan suci bersih” yang dapat memberikan kesejahteraan dan pembangunan. Dan slogan
yang dimiliki Golkar yaitu “Parpol No, Pembangunan Yes”.
seluruh suara pemilih sebesar 54.696.887. Sementara itu, Golkar memaksa masyarakat
tanah air untuk tidak memilih partai politik dengan cara menggerakkan aparat sipil dan
militer berjaga di TPS, kekerasan fisik pun yang dilakukan terhadap para kiai dan para
santri yang mendukung NU dengan cara dianiaya dan dibunuh.42
Berbagai cara yang dilakukan Golkar dalam memenangkan pemilihan umum
dengan menyingkirkan NU, dan membentuk organisasi Gabungan Usaha Perbaikan
Pesantren Indonesia (GUPPI) di bawah pimpinan Mayjen Ali Murtopo dan Mayjen
Sujono Humardani. Berdirinya organisasi ini otomatis menyingkirkan peran NU
dengan kiai-kiai yang terpaksa menjadi anggota GUPPI dan para santri yang dipaksa
meninggalkan pesantren-pesantren.
Golkar yang mendapatkan kursi DPR-RI dengan memenangkan pemilihan
umum tahun 1971, NU menduduki posisi setelah Golkar. Setelah pemilihan umum
tahun 1971, Soeharto memaksa NU membentuk PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
dengan dibentuknya empat badan seperti Pimpinan Pusat, Presidensi, Majelis
Pertimbangan Partai, dan Majelis Syura.43
Pada Muktamar NU di Surabaya tahun 1971 mengenai penyederhanaan sistem
kepartaian, NU tetap ingin bertahan sebagai partai politik dan membentuk partai-partai
baru sebagai wadah dalam menampung kegiatan-kegiatan di luar politik. Dan pada
Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, NU kembali menjadi organisasi sosial
keagamaan dengan meninggalkan politik. Kemudian perjuangan NU lebih difokuskan
pada peningkatan kualitas pendidikan, ekonomi, dan dakwah. Pada masa sekarang, NU
semakin dikenal di dalam negeri dan di luar negeri, NU mendirikan Pengurus Cabang
Istimewa (PCI) di beberapa Negara seperti Amerika, Australia, Inggris, Jepang, Saudi
Arabia, Sudan, Mesir, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2004, NU mendirikan International Conference of Islamic
Schoolars (ICIS) atau Konferensi Internasional Cendekiawan Islam44 di Jakarta.

42
Karena NU sebagai partai politik.
43
Ali haidar, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik (Waru
Sidoarjo: Al-Maktabah, 2011), hlm. 229.
44
Sebuah organisasi yang beranggotakan ulama-ulama moderat sedunia. Lihat Soeleiman Fadeli &
Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 24.
Melalui ICIS, NU semakin banyak dikenal di dunia sebagai pelopor Gerakan Islam
Moderat.

Anda mungkin juga menyukai