Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

SEJARAH KEBANGKITAN PERADABAN DAN KEBUDAYAAN


ISLAM DI INONESIA PADA ABAD KE 20
Dosen Pengampu :
Dr. Izharman, M.Ag

Nama : Fadhil Zul Gibran


NIM : 2110922063

MATA KULIAH DASAR (MKDU)


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
1) Peranan Muhammadiyah dalam Kebangkitan Sejaraah Peradaban dan
Kebudayaan Islam di Indonesia.

Gerakan Muhammadiyah dan perjuangannya mempunyai gagasan atau suatu


tujuan untuk menyebarkan agama Islam dan memeperbaharui tentang pola pikir dan
cara hidup umat Islam modern, yang akhirnya berpengaruh sehingga dapat
membangkitkan semangat berjuang umat Islam di Indonesia.
Oleh karena itu pola pikir dan cara hidup umat Islam yang telah diperbaharui
itulah yang disebut dengan kebangkitan Umat Islam atau modernis Islam. Perjuangan
Muhammadiyah untuk Kebangkitan Islam di Indonesia mempunyai argumentasi
antara lain; bahwa organisasi Muhammadiyah merupakan organisasi keagamaan yang
berkembang pesat di Indonesia, selain itu organisasi itu banyak mewarnai perjalanan
sejarah perkembangan dunia Islam Internasional, sangat besar jasa-jasanya terhadap
pembangunan Indonesia terutama di bidang Sosial, Pendidikan dan Keagamaan.

1). Muhammadiyah adalah merupakan salah satu organisasi sosial keagamaan


dalam kebangkitan Islam di Indonesia, dan terutama dalam kelompok gerakan
pembaharuan yang berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya
yakni Al-Qur’an dan As Sunnah.
2). Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH. A. Dahlan pada tanggal 18
Nopember 1912 M di Yogyakarta yang bergerak lebih banyak di bidang Pendidikan
dan Sosial Keagamaan.
3). Di dalam perjuangannya Muhammadiyah mempunyai peranan penting
untuk menggerakkan gerakannya terutama dalam bidang Pendidikan.
4). Dengan adanya organisasi Muhammadiyah, bisa terjalin dan bergabung
baik antara pelajran umum di madrasah dan pendidikan agama dimasukkan ke
sekolah umum.
5). Muhammadiyah memperbanyak kelakukan dakwah dan pengajian-
pengajian yang berisi faham baru dalam Islam, yang juga menitik beratkan pada
amaliyah.
6). Gerakan Muhammadiyah merupakan suatu gerakan Islam yang
mempunyai tugas dakwah dan amar ma’ruf Nahi Mungkar dalam kemasyarakatannya.
Usaha yang dilakukan di bidang kemasyarakatan ini antara lain; mendirikan Rumah
Sakit, Perpustakaan Umum, Panti Asuhan dan lain-lain.

1) Peranan Nahdatul Ulama dalam Kebangkitan Sejaraah Peradaban dan Kebudayaan


Islam di Indonesia
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) atau yang sering disingkat NU
merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Dengan basis
massa yang sangat besar, tak dapat dipungkiri membuat peran dan perjuangan
Nahdlatul ulama (NU) juga cukup signifikan dalam setiap periode.

NU yang awalnya lahir sebagai organisasi massa mengalami berbagai situasi


yang membuat organisasi ini di kemudian hari berubah haluan menjadi partai politik.
Namun demikian, NU kemudian kembali pada jati dirinya yang memang lahir sebagai
organisasi keagamaan meski anggota di dalamnya tetap dapat berpolitik.

Peran dan perjuangan NU dalam setiap periodisasi sejarah Indonesia memang


sudah tidak dapat diragukan lagi. NU menjadi salah satu garda terdepan dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya berhenti sampai di situ, NU
juga terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan berlanjut hingga saat ini.
Besarnya pengaruh NU ini membuat pembahasan tentang peran dan perjuangan NU
sangat menarik untuk diperdalam.

1) Peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia


a) Peran NU pada Masa Awal Pendirian
Dalam perjalanannya, NU memainkan peranan yang cukup besar bagi bangsa
Indonesia. Pada masa-masa awal setelah didirikan saja, NU sudah melakukan
berbagai upaya untuk memajukan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan banyak madrasah
dan pesantren.

2) Peran NU Masa Pemerintahan Jepang


Tokoh NU juga terlibat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) sehingga terlibat langsung dalam perumusan pernyataan kemerdekaan.
Kebijakan Jepang tersebut mau tak mau menarik sejumlah anggota NU ke ranah
politik.

2) Peran dan Perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) Masa Kemerdekaan (1945-1959)


a) NU dalam Tubuh Masyumi
Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat No. X
yang berisi anjuran tentang berdirinya partai-partai politik. Umat Islam dengan segera
menyambut bahagia adanya keputusan tersebut, sehingga tanggal 7 November
dibentuklah Masyumi. Sementara NU yang telah berdiri sebelumnya sebagai jam’iyah
kemudian bergabung dengan Masyumi pasca mengadakan Muktamar NU XVI di
Purwokerto tahun 1946.

3) Peran dan Perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) Masa Orde Lama (1959-1966)
1. NU menuntut pembubaran PKI

Pada tanggal 30 September 1965, keadaan Jakarta sedang genting dengan adanya
gerakan atau pemberontakan terhadap pemerintah RI oleh Partai Komunis Indonesia
(PKI). Di tengah situasi yang genting ini, NU pada tanggal 2 Oktober 1965
menyatakan kontra terhadap gerakan revolusi yang dilakukan oleh PKI. Tanggal 5
Oktober, NU beserta ormas-ormas lainnya menuntut adanya pembubaran PKI dan
menyerukan agar umat Islam membantu ABRI dalam menumpas Gerakan 30
September 1965. Hingga akhirnya pemerintah menyetujui pelarangan terhadap
keberadaan partai komunis di Indonesia.

3) Peranan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) dalam Kebangkitan Sejaraah


Peradaban dan Kebudayaan Islam di Indonesia

 Latar Belakang Lahirnya Perti


Pertentangan yang terjadi antara Kaum Tua dan Kaum Muda, ternyata mempunyai
sisi positif bagi perkembangan pendidikan Minangkabau. Walaupun banyak
perbedaan pandangan antara keduanya, ternyata tidak semua ide pembaharuan Kaum
Muda ditolak oleh Kaum Tua.

Langkah Kaum Muda yang mengubah sistem pendidikan surau menjadi madrasah
ternyata diserap oleh salah satu tokoh Kaum Tua, yakni Syekh Abbas. Pada tahun
1918, ia mendirikan sekolah Arabiyah School di Ladang Lawas, Bukittinggi, dan
enam tahun kemudian, ia mendrikan Islamiyah School di Alur Tajungkang,
Bukittinggi.

Ketika Syekh Abbas mendirikan sekolah-sekolah tersebut, golongan tua tidak


langsung memberikan respon. Mereka tetap berpegang pada pendirian mereka
sebelumnya, yakni mempertahankan sistem pendidikan berhalaqah. Akan tetapi,
dengan semakin gencarnya gerakan Kaum Muda, langkah Abbas juga diikut oleh
para ulama Kaum Tua. Secara berangsur-angsur mereka mulai melakukan perubahan,
perubahan baik sistem maupun sarana dan prasaran lembaga pendidikan mereka.

Tokoh lain yang menonjol dalam memodernisasi lembaga pendidikan adalah Syekh
Sulaiman Ar-Rasuli (1878-1970). Pada tahun 1926 M, ia mulai memodernisasi Surau
Baru Candung yang telah didirikan sejak tahun 1908 M. Ia merubah cara berhalaqah
di surau menjadi berkelas madrasah. Selain itu, ia juga melengkapai madrasahnya
dengan berbagai sarana pendidikan modern.
Dalam waktu relatif singkat, langkah Syekh Sulaiman Ar-Rasuli diikuti pula
oleh kawan-kawannya sesama Kaum Tua, seperti Syekh A. Wahid Tabek Gadang di
Payakumbuh, Syekh Muhammad Jamil Jaho di Padang Panjang, Syekh Arifin di Batu
Hampar, dan lain-lain. Lembaga Pendidikan Madrasah akhirnya meluas di wilayah
Minangkabau.
Pertumbuhan pesat Madrasah Tarbiyah di Minangkabau, memunculkan
keinginan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli untuk menyatukan ulama-ulama Kaum Tua,
dalam wadah organisasi. Untuk itu, ia memprakarsai sebuah pertemuan besar di
Candung pada tanggal 5 Mei 1928.
Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan untuk membentuk sebuah organisasi
yakni Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Organisasi ini bertanggung jawab
untuk membina, memperjuangkan, dan mengembangkan madrasah-madrasah tarbiyah
di Minangkabau. Selain itu, pertemuan di Candung juga merumuskan kesatuan pola
dari madrasah-madrasah yang ada, baik nama, sistem pengajaran dan kurikulum.
Meskipun organisasi tersebut belum diresmikan secara formal, tetapi organisasi ini
telah mampu mengilhami lahirnya banyak madrasah tarbiyah Islamiyah dan
mengembangkan gerakan Kaum Tua di Minangkabau.

Dengan realitas sedemikian rupa, maka muncullah keinginan Kaum Tua untuk
semakin mengembangkan oranisasi persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Mereka
berharap organisasi tidak hanya sekedar mengurusi sekolah, melainkan juga sebagai
pemersatu segenap ulama tradisional di ranah Minang. Keinginan itu akhirnya
terwujud, dengan diresmikannya organisasi bernama Persatuan Tarbiyah Islamiyah
atau disingkat PTI dalam sebuah rapat di Candung pada tanggal 20 Mei 1930 M,
dengan Sulta’in sebagai ketua pertama.

 Perkembangan Persatuan Tarbiyah Islamiyah


Pada tahun 1931 M, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli memperoleh penghargaan Grote
Zilveren Ster (Bintang Perak Besar) dari pemerintah Hindia Belanda. Pengghargaan
ini diperoleh, berkat jasa Syekh Sulaiman dalam mewujudkan kerjasama yang
harmonis antara ulama dan kaum adat.

Penghargaan yang diterima Syekh Sulaiman dirayakan dengan penuh suka cita oleh
anggota lain Perti di suatu pertemuan besar di Batu Hampar. Pertemuan tersebut tidak
hanya sebagai ungkapan rasa syukur, akan tetapi juga dimanfaatkan untuk membenahi
organisasi. Salah satu pembenahan adalah perubahan struktur, jabatan ketua beralih
dari Sulta’in kepada Syekh Abdul Madjid Koto Nan Gadang, dan jabatan sekretaris
dari Gazali P. Tanjung kepada Syahruddin Marajo Dunia.

Satu tahun kemudian atau tahun 1932 M, Persatuan Tarbiyah Islamiyah melaksanakan
kongres yang pertama di Koto Nan Ampek Pakayumbuh. Dalam kongres ini tercetus
lah gagasan untuk mengganti nama organisasi menjadi Persatuan Islam Indonesia.
Gagasan yang diprakarsai oleh angkatan muda Perti itu bahkan telah tertuang dalam
keputusan kongres.

Pada awalnya, para ulama tua Perti tidak keberatan dengan perubahan nama
organisai. Namun, setelah melakukan pertimbangan, mereka khawatir jika nama yang
menonjolkan nasionalisme, justru akan memancing kecurigaan pemerintah kolonial.
Akhirnya mereka mengusulkan agar keputusan tersebut dibatalkan.

Usulan itu pun ditolak angkatan muda yang mendominasi jumlah peserta kongres.
Mereka berpendapat keputusan kongres tidak dapat dibatalkan begitu saja, dan harus
tetap dihormati. Para ulama tua menganggap sikap generasi muda tersebut keras
kepala. Mereka lantas menyampingkan hasil kongres, dan menguasai organisasi
sepenuhnya. Para generasi muda yang segan terhadap generasi tua, terpaksa menerima
keputusan sepihak dari generasi tua.
Selanjutnya, ketidaksepakatan dalam kongres pertama menyebaban disharmoniasai
antara golongan muda dan tua. Disharmoniasai ini lah yang menjadi faktor utama
stagnisasi dalam kehidupan dan aktivitas organisasi.

Meskipun stagnisasi tidak merambah ke dalam aktivitas belajar mengajar di madrasah


dan tabligh di kelompok-kelompok pengajian, akan tetapi stagnasi tetap menghambat
perkembangan Perti secara organisasi. Kasus ini sekaligus memberi kesan dominasi
generasi tua dalam tubuh Persatuan Tarbiyah Islamiyah.

Anda mungkin juga menyukai