Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEMUHAMMADIYAHAN

GERAKAN PEMBAHURUAN ISLAM DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Muhammad Irsyad, S.HI., M.A

Disusun Oleh:

Ucok

Difara Aqilah Pohan (2106200497P)

Yapis

Revan Damanik

Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syuku atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
berjudul Gerakan Pembahuruan Islam Di Indonesia.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada smua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala sran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang gerakan pembahuruan islam di
Indonesia dapat memberikan manfaat maupun inpirasi tehadap pembaca
Daftar Isi

KATA PENGANTAR

DAFTR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembaharuan merupakan terjemahan bahasa Barat “Modernisasi“, atau bahasa
Arab al-tajdid mempunyai pengertian “Pikiran, gerakan untuk menyesuaikan paham-
paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan-
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern“ dengan jalan itu para pemimpin
Islam modern mengharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran
kepada kemajuan.1
Pembaharuan Islam sering kali dikelompokan sebagai kebalikan dari Islam
Tradisionalis, merupakan corak paham ke-Islaman yang mulai intensif pada awal abad 20
M, yaitu setelah timbulnya gerakan pembaharuan Islam yang terjadi dibeberapa Negara
mayoritas penduduknya Islam, seperti Saudi Arabia, Mesir, India, Turki, Pakistan dan
Indonesia.2
Munculnya jaringan keagamaan antara timur tengah dan Indonesia pada abad ke-
20 telah membentuk adanya kesinambungan tradisi keagamaan Islam, Gerakan Islam
modern pada dekade awal mereflesikan proses tersebut, sebuah proses yang kemudian
melahirkan usaha-usaha pembaharuan.
Paradigma yang mendasari proses pembaharuan di dunia Islam, terutama
didasarkan pada argumen bahwa prinsip dasar Islam mengandung benih-benih agama
rasional, keadaan sosial, dan moralitas yang bisa menjadi dasar kehidupan modern,
rasioanalitas juga dilihat sebagai mampu menciptakan sebuah elit keagamaan yang bisa
mengartikulasikan dan menafsirkan makna nilai-nilai Islam yang sesungguhnya dan
karenanya memberikan pondasi bagi lahirnya masyarakat baru.3
Pembaharuan Islam di Indonesia, secara sosiologis bertalian erat dengan Gerakan
pembaharuan Islam yang telah terjadi didunia Islam sebelumnya, terutama di Timur
Tengah, Seperti tokoh Muhammad Ibn „Abdul Wahab (1703-1778), Jamal Al Din
Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh (1845-1905) dan Muhammad Rasyid Ridho
(1897-1956), melancarkan gerakan pembaharuan Islam dari Ibnu Taimiyah (1262-1318)
merupakan usaha pemurnian Islam pada ijtihihad yang diambil dari sumber Al Qur‟an
dan Sunnah. Pokok pemikiran dari ajaran pembaharuan Islam yang dipelopori oleh
Abdullah bin Abdul Wahab tentu menitik beratkan pada sebuah ajaran yang murni
tentang tauhid, aqidah dan paham keagamaan, dikarenakan seorang muslim di dunia ini
tidak lepas dari sebuah perintah untuk taat dan menjalankan kewajibannya sebagai
makhluk, ada pula mengenai pembaharuan Islam ajarannya yang sangat keras terhadap

1
Musyrifah Sutanto, Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia, (Jakarta : 2005, PT Rajagrafindo Persada), h. 302-303
2
Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, ( Jakarta : 2010, PT RajaGrafindo Persada), h. 153-
155
3
Abdul Hamid, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), h. 75
kemusyrikan, tahayul, bid’ah, khurafat dan taqlid, sehingga memberikan arti penting
perbedaan pada ajaran tradisional di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penyebaran gerakan islam di Indonesia?


2. Bagaimana perkembangan gerakan pembahuruan islam di Indonesia?
3. Siapa saja tokoh-tokoh pembahuruan islam di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

A Penyebaran Gerakan Islam Di Indonesia


Abad ke-20 dinilai sebagai awal terjadinya gerakan untuk menegakkan Islam
demi kemuliaan agama Islam sebagai idealita dan kejayaan umat sebagai realitas dapat
diwujudkan secara konkret dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya.
Kesadaran baru yang muncul saat itu adalah keyakinan bahwa cita-cita yang besar dan
berat itu hanya dapat direalisasikan dengan organisasi yang efisien dan efektif. Disadari
pula gagasan baru itu hanya akan tersebar luas jika digunakan media yaitu majalah.
Gagasan perlunya pembaharuan memang telah muncul sebelum abad ke-20, yaitu sejalan
dengan pulangnya ulama yang telah menuntut ilmu di Mekah yang bersamaan pula
dengan berkembangnya gerakan Wahabi yang menginginkan pemurnian pelaksanaan
ajaran Islam.
Gerakan yang muncul mulai dari upaya perseorangan dengan membuka surau
atau madrasah, penerbitan majalah, serta pembentukan organisasi sosial, ekonomi,
keagamaan, dan bahkan kemudian bergeser ke organisasi politik. Dalam bagian ini akan
dikemukakan organisasi yang muncul di Sumatra Barat yang dipelopori oleh
perseorangan atau ulama kemudian berhasil membuat jaringan dalam memerangi
kemaksiatan dan kemungkaran. Gerakan itu semula bertujuan melawan dominasi Cina
dalam perdagangan batik, serta gerakan yang bergiat dalam masalah sosial
kemasyarakatan seperti Al-Irsyad, Persatuan Islam, serta Muhammadiyah.
Para peneliti sering mengaitkan munculnya kegiatan pendidikan Islam dengan
masuknya Islam ke suatu daerah (Junus, 1985). Junus menyatakan bahwa masuknya
Islam ke Sumatra Barat yang diperkirakan pada tahun 1250 merupakan tonggak
pendidikan Islam di Mingkabau dimulai. Syekh Burhanuddin adalah ulama terkenal yang
dipercaya sebagai pendiri surau atau madrasah di Ulakan, tempat beliau menetap. Surau
ini dipercaya sebagai surau yang pertama kali didirikan di Minangkabau. Sebelumnya, ia
belajar ilmu agama di Kotaraja, Aceh pada Syekh Abdul Rauf bin Ali dari Singkil.
Selesai belajar di Kutaraja, Burhanuddin kembali ke Pariaman di Kampong Sintuk,
tempat kelahirannya, baru kemudian beliau pindah ke Ulakan.
Meskipun data tentang sistem pendidikan yang dilakukan oleh Syekh
Burhanuddin tidak diketahui, dikisahkan bahwa sebelum datang ke Minangkabau beliau
belajar agama di Aceh selama 10 tahun. Di Minangkabau terdapat banyak ulama terkenal
yang aktif mengajarkan agama bukan saja di kampung halamannya, tetapi juga ke daerah
lain. Pada tahun 1603, terdapat tiga orang dari Minangkabau yaitu Datuk ri Bandang,
Datuk Patimang, dan Datuk di Tiro pergi ke Sulawesi, untuk menyiarkan agama Islam.
Syekh Burhanuddin mempunyai murid. Salah satu muridnya yang termasyhur adalah
Tuanku Mansiang Nan Tuo di Paninjauan. Selain itu, datang pula seorang ulama, yaitu
Tuanku di Tanah Rao dari Mekah, yang membawa ilmu mantiq dan Ma’ani, yang
menurunkan ilmunya kepada Tuanku nan Kacik dalam negeri Koto Gedang.
Pada tahun 1803, tiga orang Minang, satu orang dari Sumanik, Tanah Datar,
seorang dari Pandai Sikat, dan seorang dari Piobang, Lima Puluh Koto, pergi berhaji dan
tinggal lima tahun di Mekah. Saat itu, gerakan Wahabi sedang berkembang di Mekah.
Kaum Wahabi melarang orang merokok, makan sirih, berpakaian yang indah-indah, dan
menyuruh rajin melakukan sembahyang. Sepulang ke Minang, mereka menyaksikan
praktik kehidupan di Minang sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya di Mekah.
Ketiga orang ini membawa semangat Islam yang diilhami oleh gerakan Wahabi yang
puritan. Sementara itu, di di Luhak Agam para tuanku mengadakan kebulatan tekad untuk
menegakkan syara’ sekaligus memberantas kemaksiatan yang mulai semarak dikerjakan
oleh kaum adat. Para ulama tersebut adalah Tuanku nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku
Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu
Ambelan, dan Tuanku Kubu Sanang. Di samping delapan tokoh itu, pembaharu Islam di
Minangkabau adalah kaum Paderi yaitu Muhammad Syahab yang membangun benteng di
Bonjol sehingga ia dikenal dengan Imam Bonjol.

Dalam melakukan pembaharuan banyak di antara mereka menggunakan cara


kekerasan sehingga terjadi konflik antara kaum Paderi dan kaum adat, yang diakhiri
dengan perang terbuka. Karena dalam pertempuran itu kaum adat selalu mengalami
kekalahan, kemudian mereka minta bantuan kepada Kompeni. Dengan senang hati
Kompeni menyanggupi. Perang babak baru dimulai setelah Kompeni mendatangkan bala
bantuannya untuk memerangi kaum Paderi. Mulai saat itu, kaum Paderi bukan
menghadapi kaum adat, melainkan perang melawan kaum kafir Belanda.
B Perkembangan Gerakan Pembahuruan Islam Di Indonesia

Ide ide pembaharuan di Indonesia terjadi pada abad ke 20 yang dibawa oleh para
tokoh yang semula belajar di mekkah. Tokoh- tokoh tersebut antara lain ialah : Ahmad
Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Hasyim Asy'ari (Nahdlatul Ulama) Ahmad Surkati (Al-
Irshad), Zamzam (Persis). Yang melatar belakangi ide pembaharuan di Indonesia adalah
adanya ide ide pembaharuan di luar Indonesia. Gerakan pembaharuan islam tidaklah
memiliki bentuk dan pola yang sama tetapi memiliki karakter dan orientasi yang sangat
beragam.

Gerakan pembaharuan islam pada abad ke 20 tersebut bukan muncul secara


mendadak tetapi tidak terlepas dari pembaharuan-pembaharuan yang terdahulu. Seperti
pada abad ke 17 dan 18. Dikatakan pada abad 17 dan 18 adalah dasar dari pembaharuan
yang terjadi di abad ke 20.

Menurut beberapa studi keislaman memandang bahwa gerakan pembaharuan


islam pada abad ke 17 cenderung menekankan pada pemikiran mistisisme yang
dikembangkan oleh seorang sufi tertentu pada periode tertentu. Mistisisme sendiri adalah
suatu paham yang memberikan ajaran yang serba mistis atau ajaran yang bersifatnya
rahasia atau tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman.

Menurut Azyumari Azra, tahapan gerakan pembaharuan islam di Indonesia jika


dilihat dari lingkungan situasi perkembangannya dapat di bagi menjadi 2 periode besar
yaitu periode pertama perempatan kedua abad ke 17 sampai akhir abad ke 18. Pada
periode ini, islam sudah mempunyai landasan atau dasar yang kuat di seluruh nusantara.
Meskipun secara pemikiran dan pemahaman keislamanya berkembang bersama dengan
mistisme. kedua, periode abad ke 19 samapai sekarang.

Ide- ide pembaharuan islam di Indonesia masuk melalui beberapa jalur yaitu yang
pertama jalur haji dan mukim. Para tokoh- tokoh pada saat itu ketika menunaikan haji
mereka juga bermukim sementara untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu agama.
Dan ketika kembali ke tanah air pengetahuan tentang ilmu keagamaan atau ilmu lainnya
meningkat.  Ide- ide yang mereka dapatkan tak jarang mempengaruhi orientasi dakwah di
Indonesia.  Yang kedua adalah melalui jalur publikasi. 

Pada waktu itu para muslim di Indonesia sangat tertarik untuk menerjemahkan
majalah-majalah atau jurnal -- jurnal terbitan Mesir maupun Beirut kedalam bahasa
Indonesia. Bukan tanpa alasan mereka menerjemahkannya. Karena di jurnal-jurnal atau
majalah-majalah tersebut berisikan ide- ide pembaharuan islam. Yang ketiga ialah peran
para mahasiswa yang menimba ilmu di timur-tengah. Pada awalnya para pemimpin
gerakan pemabaharuan di Indonesia sebagian besar alumni Mekkah.
Secara umum alasaan berkembangnya pembaharuan islam di Indonesia adalah
respon terhadap kemunduran islam sebagai agama di Indonesia. Karena pada praktek-
prakteknya yang menyimpang, keterbelakangan para pemeluknya dan adanya invansi
politik, kultural dan intelektual dari dunia barat.

Dengan berkembangnya gerakan pembaharuan di Indonesia, secara umum pada


awal abad ke 20 M tersebut, corak gerakan keagamaan dapat di petakan sebagai berikut:

 Tradisionalis konservatis, yaitu para golongan orang-orang yang ingin


melestarikan tradisi-tradisi local. Dan menolak adanya kecenderungan
westernisasi (budaya kebaratan) yang mengatasnamakan islam yang secara
pemahaman dan penngamalannya dapat melestarikan tradisi yang bersifat local.
para pendukung kelompok ini kebanyakan atau rata-rata dari kalangan ulama,
tarekat, dan penduduk desa yang masih kental dengan tradisi-tradisi lokal
 Reformis modernis, para golongan yang menegaskan bahwa relevansi islam untuk
semua lapangan baik privat maupun public.  Karena islam di pandang memiliki
karakter yang fleksibilitas yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan
zaman.
 Radikal puritan, yaitu para golongan yang lebih percaya terhadap penasfiran
ketimbangan ide-ide pembaharuan barat, karena penafsiaran dianggap lebih murni
islami. Meskipun mereka sepakat bahwa islam fleksibilitas ditengah arus zaman,
tetapi mereka enggan menggunakan kecenderungan kaum modernis. Kelompok
ini juga mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis.

C Tokoh-Tokoh Pembahuruan Islam Di Indonesia

Empat tokoh Islam berikut ini berperan besar dalam menjaga dan memperbarui Islam
di Indonesia. Mereka mendirikan organisasi Islam sebagai sarana perubahan dalam berbagai
bidang kehidupan.

1. K.H. Ahmad Dahlan

Muhammadiyah, salah organisasi Islam terpenting di Indonesia, didirikan Ahmad


Dahlan pada 18 November 1912. Tujuannya, “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi
Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera” dan “memajukan hal agama Islam
kepada anggota-anggotanya”. Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan,
kesehatan, dan pendidikan ketimbang politik. Dari ruang gerak terbatas di Kauman,
Yogyakarta, organisasi ini kemudian meluas ke daerah lain, termasuk luar Jawa.

Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868 dengan menyandang


nama kecil Muhammad Darwis. Ayahnya, KH Abubakar, seorang khatib masjid besar di
Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ibunya, Siti Aminah, putri seorang penghulu. Praktis,
sejak kecil, dia mendapat didikan lingkungan pesantren serta menyerap pengetahuan
agama dan bahasa Arab.

Ketika menetap di Mekah, di usia 15 tahun, dia mulai berinteraksi dan tersentuh
dengan pemikiran para pembaharu Islam. Sejak itu, dia merasa perlunya gerakan
pembaharuan Islam di kampung halamannya, yang masih berbaur dengan sinkretisme
dan formalisme. Mula-mula dengan mengubah arah kiblat yang sebenarnya, kemudian
mengajak memperbaiki jalan dan parit di Kauman. Robert W Hefner, Indonesianis asal
Amerika Serikat, menyebut Dahlan merupakan sosok pembaharu Islam yang luar biasa di
Indonesia, bahkan pengaruhnya melampaui batas puncak pemikiran Muhammad Abduh
dari Mesir. Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta pada 23 Februari 1923 dan dimakamkan
di Karang Kuncen, Yogyakarta.

2. Ahmad Surkati

Dalam Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, terjadi perdebatan antara Ahmad
Surkati dari Al-Irsyad dan Semaun dari Sarekat Islam Merah. Temanya mentereng:
“Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamis mekah atau komunisme?”
Perdebatan berlangsung alot. Masing-masing kukuh pada pendapatnya. Toh, ini tak
mengurangi penghargaan di antara mereka. “Saya suka sekali orang ini, karena
keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan komunismelah tanah airnya
dapat dimerdekakan,” ujar Surkari.

Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan, pada 1875.
Sempat mengenyam pendidikan di Al-Azhar (Mesir) dan Mekah, Surkati kemudian
datang ke Jawa pada Maret 1911. Ini bermula dari permintaan Jami’at Khair, organisasi
yang didirikan warga keturunan Arab di Jakarta, untuk mengajar. Karena
ketidakcocokkan, dia keluar serta mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah di Jakarta
pada 6 September 1914. Tanggal pendirian madrasah itu kemudian menjadi tanggal
berdirinya Perhimpunan Al-Irsyad. Tujuan organisasi ini, selain memurnikan Islam, juga
bergerak dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan.

Sejarawan Belanda G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di
Indonesia 1900-1950 memandang hanya Al-Irsyad yang benar-benar gerakan
pembaharuan yang punya kesamaan dengan gerakan reformis di Mesir sebagaimana
dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha. Dengan demikian, Surkati juga seorang
pembaharu Islam di Indonesia. Sukarno bahkan menyebut Surkati ikut mempercepat
lahirnya kemerdekaan Indonesia. Ahmad Surkati wafat pada 6 September 1943. Sejak itu,
perkembangan Al-Irsyad tersendat, sekalipun tetap eksis hingga kini.
3. Ahmad Hasan

Sekalipun kerap berpolemik, Bung Karno pernah berpolemik dan melakukan


surat-menyurat dengan Ahmad Hassan, sebagaimana tersurat dalam surat-surat dari
Endeh dalam buku di Bawah Bendera Revolusi. Tak heran jika Bung Karno begitu
menghargai pemikiran Islam Hassan. Nama kecilnya Hassan bin Ahmad, lahir di
Singapura pada 1887 dari keluarga campuran, Indonesia dan India. Semasa remaja dia
melakoni beragam pekerjaan; dari buruh hingga penulis, di Singapura maupun Indonesia.
Hassan pernah tinggal di rumah Haji Muhammad Junus, salah seorang pendiri Persatuan
Islam (Persis), di Bandung.

Ketika pabrik tekstilnya tutup, dia mengabdikan diri di bidang agama dalam
lingkungan Persis, dan segera popular di kalangan kaum muda progresif. Di Bandung
pula Hassan bertemu dengan Mohammad Natsir, kelak jadi tokoh penting Persis, yang
kemudian bersama-sama menerbitkan majalah Pembela Islam dan Al-Lisan. Dia juga
mendirikan pesantren Persis, di samping pesantren putri, untuk membentuk kader, yang
kemudian dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur.

Persis didirikan di Bandung pada 12 September 1923 oleh aktivis keagamaan


yang dipimpin Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, keduanya pedagang. Dalam
Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, Howard M. Federspiel menulis
bahwa Persis adalah organisasi biasa, kecil, tak kukuh serta tak bergigi dalam percaturan
politik saat itu. Namun, Persis berusaha keras memperbarui umat Islam saat itu yang
mengalami stagnasi pemikiran dan penuh bid’ah, takhayul, dan khurafat.

Ahmad Hasan dikenal sebagai ulama pembaharu. Pikiran-pikirannya sangat tajam


dan kritis terutama dalam cara memahami nash (teks) Alquran maupun hadits.
Keahliannya dalam bidang hadits, tafsir, fikih, ushul fiqih, ilmu kalam, dan mantiq
menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati kajian Islam. Dia juga ulama
yang produktif menulis. Ahmad Hassan tutup usia pada 10 November 1958 dalam usia 71
tahun.

4. K.H. Hasyim Asy’ari

Lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Nggedang-Jombang, Jawa Timur, Hasyim


Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama, artinya kebangkitan ulama, organisasi Islam
terbesar di Indonesia. Dia mendirikannya bersama Kyai Wahab Chasbullah pada 31
Januari 1926 guna mempertahankan paham bermazhab dan membendung paham
pembaharuan.
Hasyim pernah belajar pada Syaikh Mahfudz asal Termas, ulama Indonesia yang
jadi pakar ilmu hadits pertama, di Mekah. Ilmu hadits inilah yang kemudian menjadi
spesialisasi Pesantren Tebuireng, yang kelak didirikannya di Jombang sepulangnya dari
Tanah Suci. Lewat pesantren inilah K.H. Hasyim melancarkan pembaharuan sistem
pendidikan keagamaan Islam tradisional. Dia memperkenalkan pengetahuan umum
dalam kurikulum pesantren, bahkan sejak 1926 ditambah dengan bahasa Belanda dan
sejarah Indonesia. Dalam buku Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Zamakhsyari Dhofier manggambarkan Hasyim Asy’ari sebagai sosok yang menjaga
tradisi pesantren.

Di masa Belanda, Hasyim bersikap non-kooperatif. Dia mengeluarkan banyak


fatwa yang menolak kebijakan pemerintah kolonial. Yang paling spektakuler adalah
fatwa jihad: “Wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia berperang melawan Belanda.”
Fatwa ini dikeluarkan menjelang meletusnya Peristiwa 10 November di Surabaya.
Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947. Dalam perjalanannya, NU larut dalam politik
praktis hingga akhirnya kembali ke khitah 1926.
BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

https://doc.lalacomputer.com/makalah-pembaharuan-islam-di-indonesia/

http://repository.uinbanten.ac.id/281/2/BAB%20I.pdf

https://www.kompasiana.com/rizka45/5c0090046ddcae088e170e37/pembaharuan-islam-di-
indonesia#:~:text=Secara%20umum%20alasaan%20berkembangnya%20pembaharuan,dan
%20intelektual%20dari%20dunia%20barat.

Anda mungkin juga menyukai