Anda di halaman 1dari 2

Peranan organisasi - organisasi yang menjadi embrio atas lahirnya Nahdlatul Ulama adalah inisiasi dari

KH,. Wahab Chasbullah. Dimana, ia adalah seorang ulama motor penggerak dalam pendirian NU. Tidak
dapat dipungkiri bahwa kondisi masyarakat Jawa saat itu serba kekurangan dengan tingkat
kesejahteraan yang rendah akibat penjajahan yang dilakukan olen Belanda. latar belakang inilah yang
menggugah hati para kalangan salah satunya adalah ulama. Mereka berupaya untuk membuat
perubahan dengan membuat wadah - wadah kecil yang kemudian menjadikan akar terbentuknya
organisasi NU. Diantaranya adalah mendirikan Tasywirul Afkar pada tahun 1914, Nahdlatul wathan
(1916) dan Nahdatuttujjar 1918 yang kemudian menjadi Komite Hijaz.

Sebab lain berdirinya ketiga lembaga tersebut ialah berkaitan dengan berkembangnya paham
pembaharuan di Timur Tengah yang mempengaruhi pemikiran ke-Islaman di Indonesia. Paham tersebut
kemudian mempengaruhi sejumlah ulama di Indonesia untuk melakukan pembaharuan ajaran Islam di
Indonesia dengan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan lama di luar ajaran agama Islam. Berkaitan
dengan hal tersebut, para ulama yang masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama kemudian
mendirikan beberapa lembaga yang berfungsi sebagai wadah pemersatu para ulama untuk menentang
ajaran pembaharuan yang disebarkanoleh para ulama pembaharu di Indonesia. Namun, dengan
banyaknya persoalan yang terjadi berkaitan dengan pembaharuan Islam yang terjadi di Indonesia
maupun di Timur Tengah, para ulama yang lebih dikenal dengan ulama tradisional ini membutuhkan
wadah yang lebih besar sebagai pemersatu mereka. Melalui lembaga-lembaga seperti Taswirul Afkar
dan Nahdlatul Wathan inilah para ulama berhasil merumuskan berdirinya sebuah komite yang
dinamakan komite Hijaz. Komite Hijaz inilah yang pada akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Nahdlatul
Ulama pada 31 Januari 1926.

Komite Hijaz adalah merupakan cikal bakal kelahiran NU, komite ini dibentuk dan dimotori oleh KH,
Abdul Wahab Hasbullah, atas restu Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Dibentuknya komite Hijaz
adalah untuk mengirimkan delegasi Ulama Indonesia yang akan menghadap Raja Ibnu Su’ud tahun 1925.
Misi yang di emban diantaranya tentang kekhawatiran para Ulama terhadap rencana raja yang akan
melarang peribadatan menurut madzhab di Tanah Haram, dan lain sebagainya. Semula utusan para
Ulama adalah KH, R. Asnawi Kudus, namun karena beliau ketinggalan kapal dan tidak jadi berangkat,
keberatan itu disampaikan melalui telegram. Dikarenakan telegram belum mendapatkan jawaban juga,
akhirnya berangkatlah KH, Abdul Wahab Hasbullah sebagai utusan. Secara resmi utusan itu adalah, KH,
Abdul Wahab Hasbullah (Surabaya). Syaikh Ghanaim al-Misri (Mesir) akhirnya diangkat sebagai
Mustasyar NU. KH. Dahlan Abdul Qohar (Pelajar Indonesia yang berada di Makah). Namun yang
berangkat dari Indonesia hanya KH. Abdul Wahab Hasbullah. Misi yang di emban komite ini adalah
menemui Raja Saudi (tanah Hijaz) Ibnu Sa’ud, untuk menyam-paikan pesan Ulama pesantren di
Indonesia, yang meminta agar Raja tetap memberikan kebebasan berlakunya hukum-hukum ibadah
dalam madzhab empat di Tanah Haram.

Munculnya Komite Hijaz

Diantara penyebab munculnya komite Hijaz adalah jatuhnya Kholifah di Turki pasca Perang Dunia I, dan
masuknya Ibnu Sa’ud yang ber-aliran Wahabi dengan menguasai Makkah yang menjadi sentral ibadah
umat Islam. Ketika itu Saudi berkeinginan menegakkan kembali khilafah yang jatuh itu dengan
menggelar konfe-rensi umat Islam se dunia, dan dipusatkan di Makah. Utusan dari Indonesia yang diakui
adalah : HOS. Cokroaminoto dan KH. Mas Mansur, tetapi ikut pula berangkat HM. Suja’
(Muhammadiyah), H. Abdullah Ahmad (Sumatera Barat)-H. Abdul Karim Amrullah (Persatuan Guru
Agama Islam). Kemudian KH. Abdul Wahab Hasbullah di coret keanggotaannya dengan alasan tidak
mewakili orga-nisasi. Akhirnya para Ulama Pesantren membentuk tim tersebut dengan mengatas
namakan Jam’iyah Nah-dlatul Ulama, meski secara resmi organisasinya belum didirikan. Utusan para
ulama pesantren dengan nama Komite Hijaz itu menunai hasil gemilang, raja menjamin kebebasan ber-
amaliyah dalam madzhab 4 (empat) di Tanah Haram, dan tidak ada penggusuran makam Nabi
Muhammad Saw dan para Shahabatnya.Sepulang dari Makah KH. Abdul Wahab Hasbullah bermaksud
membubarkan Komite itu karena di anggap tugasnya sudah selesai. Tapi keinginan itu dicegah oleh KH.
Hasyim Asy’ari, komite tetap ber jalan, namun dengan tugas yang baru, yaitu membentuk organisasi
Nahdlatul Ulama, sebagaimana isyarat yang diberikan oleh Syaikhona Cholil yang dikirimkan melalui
salah seorang santrinya, KH. R As’ad Syamsul Arifin.

Sewaktu KH. Wahab Hasbullah akan mengumpulkan para Ulama di Surabaya, tampaknya intelejen
Belanda sudah mencium tanda-tanda peristiwa besar akan terjadi di kota Surabaya. Karenanya me-reka
tidak memberikan idzin pertemuan. Tetapi para Ulama tidak kehabisan cara untuk bisa menga-dakan
pertemuan tersebut. Dengan alasan acara “Tahlil” dalam rangka Haul Syaikhona Cholil Bangkalan, para
Ulama berkumpul di rumah KH. Ridwan Abdullah di Jl. Bubutan VI Surabaya. Diluar rumah para
undangan membaca Tahlil, sedangkan di dalam rumah para Kyai menggelar pertemuan untuk
mendirikan jam’iyah NU. Selesai Tahlil itulah, tepatnya pada tgl. 16-Rajab-1344 H / 31-Januari-1926
lahirlah Jam’iyah NU

Anda mungkin juga menyukai