Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI TOKOH LOKAL

“KH HASYIM ASYARI”

Nama : Faqiya Kaisa


NIM : 162221030
Kelas : PDB A6

Biografi KH Hasyim Asyari


KH Hasyim Asyari lahir pada tanggal 14 Februari 1871, atau bertepatan dengan
Selasa Kliwon 24 Zulkaidah 1287 Hijriah. KH Hasyim Asyari lahir di lingkungan
pesantren yaitu di Pesantren Gedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Ayahnya
merupakan pendiri Pesantren Keras Jombang, bernama Kiai Asyari, dan ibunya
bernama Nyai Halimah. KH Hasyim Asyari mewariskan trah ulama sekaligus
umara dari kedua orang tuanya. Dari sang ayah, nasab KH Hasyim Asyari
bersambung kepada Maulana Ishak hingga Imam Ja’far Shadiq bin Muhammad al-
Bagir. Sementara dari sang ibu, nasab KH Hasyim Asyari berrsambung kepada
Prabu Brawijaya V melalui jalur Lembu Peteng alias Bondan Kejawen. Diketahui,
dari Lembu Peteng ini kemudian lahir seorang anak laki-laki bernama Mas Karebet
yang di kemudian hari menjadi raja pertama Kesultanan Pajang bergelar Sultan
Hadiwijaya.

Belajar dari Pesantren ke Pesantren hingga ke Mekah


Lahir dari keluarga pesantren membuat Hasyim Asyari kecil mengenyam
pendidikan agama dari pesantren ke pesantren. Awal persentuhan Hasyim Asyari
dengan pengajaran di pesantren adalah di Pesanten Keras Jombang yang diasuh
oleh ayahnya sendiri. Memasuki usia 15 tahun, Hasyim Asyari memulai perjalanan
keilmuannya dengan belajar di beberapa pesantren di Tanah Jawa. KH Hasyim
Asyari tercatat pernah mengenyam pendidikan di Pesantren Wonorejo Jombang,
Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren
Trenggilis Surabaya.

Selain itu, KH Hasyim Asyari juga tercatat pernah belajar di Pesantren Siwalan,
Panji, Sidoarjo, di bawah asuhan Kiai Ya’qub. Rupanya di Pesantren Siwalan ini
Hasyim Asyari menemukan jodohnya, yaitu Nyai Nafisah, putri Kiai Ya’qub. Pada
tahun 1892 M atau 1308 H, keduanya melangsungkan pernikahan. Saat itu, KH
Hasyim Asyari berusia 21 tahun. Setelah menikah, Hasyim Asyari bersama istri dan
mertuanya memutuskan untuk berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
Selesai haji, Kiai Hasyim Asyari dan Nyai Nafisah tidak segera pulang ke Tanah
Air, melainkan menetap di Mekah untuk berguru. Namun, Nyai Nafisah meninggal
dunia bersama dengan bayi yang dilahirkannya. Hal itu membuat Kiai Hasyim
akhirnya memutuskan untuk pulang ke Tanah Air.
Beberapa waktu kemudian, Kiai Hasyim pun kembali ke Mekah untuk melanjutkan
pendidikannya. Pada periode kedua di Mekah ini, Kiai Hasyim tercatat berguru
kepada sejumlah ulama, seperti Syekh Nawawi al-Bantani dan syekh Ahmad
Khatib al-Minangkabawi. Memasuki tahun ketujuh di Mekah, Kiai Hasyim
menikah lagi dengan Khadijah, putri Kiai Romli dari desa Karangkates, Kediri.
Pernikahan itu dilangsungkan pada tahun 1899 (1315 H). Setelah pernikahan KH
Hasyim Asyari dan Nyai Khadijah memutuskan pulang ke Jawa.

Mendirikan Nahdlatul Ulama


Sesampainya di Tanah Jawa, KH Hasyim Asyari langsung bergerak menyebarkan
ajaran Islam melalui pesantren. Namun KH Hasyim Asyari lebih memilih untuk
mendirikan pesantrennya sendiri ketimbang meneruskan pesantren yang didirikan
ayahnya. Pada tahun 1899, KH Hasyim Asyari resmi mendirikan Pondok Pesantren
Tebuireng. Perkembangan Pesantren Tebuireng ini cukup pesat. Awal didirikan
hanya ada 8 santri, namun dalam waktu tiga bulan jumlah santri sudah meningkat
menjadi 28 orang. KH Hasyim Asyari juga aktif memperjuangkan nilai-nilai luhur
Islam kepada masyarakat. Hal ini tampak pada keputusannya mendirikan sebuah
organisasi yang saat ini menjelma jadi organisasi terbesar di Indonesia dan dunia,
yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Pendirian NU oleh KH Hasyim Asyari dilakukan atas
petunjuk salah satu gurunya, yaitu KH Kholil bin Abdul Latif dari Bangkalan,
Madura. Nahdlatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan
tanggal 31 Januari 1926. Hingga saat ini, tanggal 31 Januari ditetapkan sebagai hari
lahir atau Harlah Nahdlatul Ulama (NU).

Melawan Penjajah hingga Resolusi Jihad


Selain berdakwah dan memimpin pesantren, KH Hasyim Asyari juga dikenal
sebagai sosok pejuang yang menentang penjajahan di Tanah Air. Pada saat
penjajahan Belanda, KH Hasyim Asyari pernah dianugerahi bingtang kehormatan
oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun, penghargaan itu ditolak mentah-mentah.
Penolakan yang diartikan sebagai ketidaksetujuannya terhadap penjajahan.
Perjuangan KH Hasyim Asyari berlanjut saat masa pendudukan Jepang di Tanah
Air. Bahkan pada masa Jepang ini KH Hasyim Asyari sempat ditahan karena
menolak memberikan penghormatan ke arah Tokyo setiap hari. KH Hasyim Asyari
dan para santrinya juga menyambut deklarasi kemerdekaan serta gigih
mempertahankannya. Saat Inggris dan Belanda berusaha menguasai Indonesia
kembali, KH Hasyim Asyari bahkan mendorong para santri untuk berjuang
melawannya. Dorongan tersebut dilakukan dengan merilis Resolusi Jihad untuk
melawan pasukan Belanda dan sekutu. Resolusi Jihad itu sangat efektif membakar
semangat pemuda dan santri, dan memunculkan gerakan perlawanan di mana-
mana. Salah satu yang terbesar dan paling heroik adalah pertempuran di Surabaya
pada 10 November 1945, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan. KH
Hasyim Asyari wafat pada tanggal 7 September 1947 di Jombang, Jawa Timur.
Jenazahnya kemudian dimakamkan di Tebuireng, Jombang. Atas jasa-jasanya, KH
Hasyim Asyari ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 17 November
1964.

Sumber :
Kompas.com, dengan penulis dan editor William Ciputra, dengan judul "Biografi
KH Hasyim Asyari dan Kiprahnya Mendirikan Nahdlatul Ulama",
https://surabaya.kompas.com/read/2022/01/31/092750978/biografi-kh-hasyim-
asyari-dan-kiprahnya-mendirikan-nahdlatul-ulama?page=all#page3.

Anda mungkin juga menyukai