Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

FILSAFAT KEMUHAMMADIYAAN

STUDI KRITIS PEMAHAMAN K. H AHMAD DAHLAN TERHADAP


AL-QURA’AN DAN AS SUNNAH

Disusun oleh:

KELOMPOK V

Akmal Eddy Madda 2310905027


Delvi 2310905029
Indrawan Mahreza Paudi 2310905030

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat,

taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun tugas “FILSAFAT

KEMUHAMMADIYAAN “ ini dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita tahu

“Studi Kritis Pemahaman K. H Ahmad Dahlan Terhadap Al-Qura’an dan As Sunnah” itu

sangat penting untuk diketahui lebih dalam.

Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan Studi Kritis Pemahaman K. H

Ahmad Dahlan Terhadap Al-Qura’an dan As Sunnah, Mudah-mudahan makalah yang kami

buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari

kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan

guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih Atas perhatian serta

waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang didirikan Kyai Haji Ahmad Dahlan

tahun 1330 H atau bertepatan dengan 1912 M1 . Gerakan ini lahir di Kauman

Yogyakarta, sebuah kampung di samping Kraton Yogyakarta. Sesuai namanya Kauman

adalah kampung yang banyak berisi kaum atau para ahli agama. Dengan demikian

Muhammadiyah lahir di tengah masyarakat yang taat menjalankan Islam.

Persyarikatan ini mempunyai maksud menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi

Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam

kepada anggota-anggotanya. Selain itu, dibentuk untuk mendukung usaha Ahmad

Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal

mistik. Ketidak murnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Qur’an dan as-

Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia pena

menjadi faktor penyebab munculnya kolonialisme di Indonesia. Dengan mengemban

misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan

Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.

Ahmad Dahlan ingin mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat

perjuangan dan da’wah untuk menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar yang bersumber

pada Al-Qur’an dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk

mewujudkan gerakan tauhid. Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian

umat islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi

lokal nusantara dalam awal bermuatan paham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam

prakteknya umat Islam di Indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan


prinsip-prinsip ajaran islam, terutama yang berhubuangan dengan prinsip akidah islam

yag menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga

pemurnian ajaran menjadi pilihan mutlak bagi umat Islam Indonesia.

Studi ini dapat ditempatkan dalam konteks kolonialisme Belanda di Indonesia.

Selama masa ini, ajaran Islam mengalami tantangan dan tekanan dari pihak kolonial.

Pemikiran kritis terhadap Al-Quran dan As-Sunnah dapat dilihat sebagai upaya untuk

menjaga dan mengembangkan pemahaman Islam dalam situasi ini. Salah satu fokus

utama K.H. Ahmad Dahlan adalah pendidikan Islam yang modern dan berkualitas. Studi

kritis terhadap sumber-sumber agama, seperti Al-Quran dan As-Sunnah, merupakan

bagian integral dari upaya ini untuk memahami dan mengajarkan Islam dengan lebih

baik.

Pemikiran kritis terhadap Al-Quran dan As-Sunnah dalam konteks K.H. Ahmad

Dahlan juga dipengaruhi oleh pemikiran modernisme dan reformisme yang berkembang

pada masanya. Pemahaman yang lebih kontekstual dan relevan terhadap ajaran Islam

menjadi penting dalam upaya memodernisasi Islam. Studi kritis terhadap Al-Quran dan

As-Sunnah juga mencakup aspek fikih dan ijtihad, yaitu upaya untuk memahami dan

menafsirkan hukum-hukum Islam dengan lebih baik. K.H. Ahmad Dahlan dan

Muhammadiyah berupaya menghasilkan pandangan yang sesuai dengan konteks sosial

dan zaman. Selain aspek fikih, pemikiran kritis terhadap Al-Quran dan As-Sunnah juga

mencakup aspek teologi dan tasawuf. Pemahaman tentang konsep-konsep agama dan

hubungan manusia dengan Tuhan juga menjadi fokus penting.

Dalam konteks globalisasi Islam, studi kritis terhadap Al-Quran dan As-Sunnah

juga dapat dipahami sebagai bagian dari upaya untuk menjembatani antara ajaran Islam

yang universal dengan tantangan dan perubahan dalam dunia modern. K.H. Ahmad

Dahlan meninggalkan warisan intelektual yang penting dalam pemahaman Islam di


Indonesia. Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya terus berperan dalam

pendidikan dan penembangan pemikiran Islam di Indonesia. Pemikiran kritis terhadap

Al-Quran dan As-Sunnah juga memiliki implikasi dalam peran sosial dan keagamaan.

Muhammadiyah telah berperan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan,

dan sosial, yang semuanya didasarkan pada pemahaman Islam yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana K.H. Ahmad Dahlan memahami Al-Quran dan As-Sunnah?

2. Bagaimana pemikiran K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah

memengaruhi pendidikan dan dakwah dalam Muhammadiyah?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui K.H Ahmad Dahlan memahami Al-Quran dan As-Sunnah

2. Untuk Mengetahui pemikiran K.H Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah

memengaruhi pendidikan dan dakwah dalam Muhammadiyah


BAB II
PEMBAHASAN

1. K.H Ahmad Dahlan memahami Al-Quran dan As-Sunnah

Setelah kembalinya Ahmad Dahlan dari menuntut pendidikan di Mekkah maka ia

turut mengajar anak-anak yang menjadi murid ayahnya. Anak-anak ini belajar di waktu siang

dan sore di Mushola. Pada tahun 1906, Ahmad Dahlan kembali ke Yogyakarta dan menjadi

guru agama di Kauman. Pihak Keraton Yogyakarta juga mengangkat Ahmad Dahlan sebagai

khatib tetap di Masjid Agung. Tugas-tugas beliau digunakan untuk mengamalkan ilmunya.

Dia menggunakan serambi Masjid Agung untuk memberi pelajaran kepada orang-orang yang

tidak dapat belajar di surau-surau tempat pengajian yang berjadwal tetap. Ahmad Dahlan juga

membangun asrama untuk menerima murid-murid dari luar kota dan luar daerah. Juga

membangun surau untuk menambah kemakmuran kampung Kauman dalam bidang pengajian

dan pendidikan pada masa itu.

Ahmad Dahlan mengajar juga di Kweekschool di Yogyakarta dan Opleidingschool

voor Inlandsche Ambtenaren sebuah sekolah untuk pegawai pribumi di Magelang. Peran

dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang

dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama

menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah

Mu’allimin (khusus laki-laki), yang bertempat di Patang puluhan kecamatan Wirobrajan

dan Mu’allimaat Muhammadiyah (khusus Perempuan), di Suronatan Yogyakarta. Ahmad

Dahlan selain mendirikan organisasi Muhammadiyah, juga mendirikan sekolah dengan


menggunakan nama Muhammadiyah. Pendirian sekolah tersebut dipengaruhi oleh 2 faktor

baik secara internal maupun eksternal, yaitu :

1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat Islam sendiri, yaitu sikap

beragama dan sistem pendidikan Islam.

Sikap beragama umat Islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai

sikap beragama yang rasional. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara

tiba-tiba pada awal abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa

terjadinya proses Islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses Islamisasi di

Indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan

dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sufi memegang peranan yag sangat penting.

Melalui merekalah Islam dapat menjangkau daerah-daerah hampir di seluruh nusantara ini.

2. Faktor eksernal, yaitu faktor yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial B

Faktor tersebut antara lain tanpak dalam sistem pendidikan Kolonial serta usaha ke

arah westrnisasi dan kristenisasi. Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar

dibeberapa kota, sejak dari pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga

pendidikan guru dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan kolonial terdapatlah dua

macam pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan Islam tradisional dan pendidikan

Kolonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan yang ingin

dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.

Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah

kolonial, dan dalam artian ini orang menilai pendidikan Kolonial sebagai pendidikan yang

bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar kebudayaan Barat. Hal ini merupakan salah satu

sisi politik etis yang disebut politik asosiasi yang pada hakekatnya tidak lain dari usaha

westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia ke dalam orbit kebudayaan
Barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan intlektual yang biasanya memuja Barat

dan menyudutkan tradisi nenek moyang serta kurang menghargai Islam, agama yang

dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan

kebudayaan Barat yang sekuler tanpa mengimbanginya dengan pendidikan agama, konsumsi

moral dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah yang dimaksud sebagai ancaman dan

tantangan bagi Islam diawal abad ke 20.

Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha

membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan

dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling

bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model

Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang

salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan

pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Melihat

ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang

sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum,

material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut

(agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan

satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan

pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

2. Pemahaman K. H Ahmad Dahlan Terhadap Al-Quran dan As sunnah

Memengaruhi Pendidikan Dan Dakwah Dalam Muhammadiyah

Menurut Dahlan, materi pendidikan yang diberikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan

Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan
Hadits meliputi; Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan

nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal,

kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan,

nafsu dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika

kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).

Bagi K.H. Ahmad Dahlan, ajaran Islam tidak akan membumi dan dijadikan

pandangan hidup pemeluknya, kecuali dipraktekkan. Betapa pun bagusnya suatu program,

menurut Dahlan, jika tidak dipraktekkan, tidak akan bisa mencapai tujuan bersama. Karena

itu, K.H. Ahmad Dahlan tidak terlalu banyak mengelaborasi ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi ia

lebih banyak mempraktikkannya dalam amal nyata. Praktek amal nyata yang fenomenal

ketika menerapkan apa yang disebut dalam surat Al-Maun yang secara tegas memberi

peringatan kepada kaum muslim agar mereka menyayangi anak-anak yatim dan membantu

fakir miskin. Untuk mengamalkan isi surat Al-Ma’un sK.H. Ahmad Dahlan juga mengajak

santri-santrinya ke pasar Beringharjo, Malioboro, dan Alun-alun utara Yogyakarta. Di

tempat-tempat itu berkeliaran pengemis dan kaum fakir. K.H. Ahmad Dahlam

memerintahkan setiap santrinya untuk membawa fakir itu ke Mesjid Besar. Dihadapan para

santri, K.H. Ahmad Dahlan membagikan sabun, sandang dan pangan kepada kaum fakir.

K.H. Ahmad Dahlan meminta fakir miskin untuk tampil bersih. Sejak saat itulah,

Muhammadiyah aktif dalam menyantuni fakir miskin dan yatim piatu.

Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran islam pada sumbernya yaitu Al-

Qur’an dan Hadis. Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan

agama Islam, sehingga terwujud masyaraIslam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu,

Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam

dunia pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah telah mengadakan pembaruan pendidikan

agama. Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok
pesantren dengan pendidikan modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman.

Pengajaran agama Islam diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.

Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas agama maupun yang

bersifat umum. Metode baru yang diterapkan oleh sekolah muhammadiyah mendorong

pemahaman Al-Qur’an dan Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Sebagai sebuah

organisasi yang memperhatikan perkembangan pendidikan di Indonesia, maka

Muhammadiyah melakukan usaha mengembangkan pendidikan dengan cara mendirikan

sekolah-sekolah umum dan mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan

pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.

Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia, sebagai berikut :

1. Perkembangan secara Vertikal


Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh

penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU,

Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan

jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam

mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak

menemui tantangan dari masyarakat.

2. Perkembangan secara Horizontal

Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak

berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah dalam

bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih

(1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara

tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan,

serta memberi tuntunan mengenai hukum.


Pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal

kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat

tantangan dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional.

Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan

tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana. Arus dinamika pembaharuan terus

mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin

kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan

strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena

pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media

ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta

kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran

pendidikan K.H Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk

memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang

lebih proporsional.

Beberapa elemen yang mencirikan pemahaman beliau terhadap Al-Quran dan As-

Sunnah adalah sebagai berikut:

a. Pembaruan dan Modernisasi Islam: K.H. Ahmad Dahlan adalah salah satu pendiri dan

pemimpin Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam yang bertujuan untuk membarukan

pemahaman dan praktik Islam di Indonesia. Dalam pemikiran beliau, Al-Quran dan As-

Sunnah harus diinterpretasikan dan diaplikasikan secara kontekstual sesuai dengan

zaman dan perubahan sosial.

b. Pendidikan Islam yang Berkualitas: Salah satu fokus utama K.H. Ahmad Dahlan adalah

pendidikan Islam yang modern dan berkualitas. Ia percaya bahwa pemahaman Al-Quran
dan As-Sunnah yang tepat harus menjadi dasar pendidikan, dan pendidikan yang

berkualitas akan memajukan umat Islam.

c. Penekanan pada Ijtihad: K.H. Ahmad Dahlan mendorong penggunaan ijtihad, yaitu

upaya penalaran dan pemikiran yang mendalam, untuk memahami Al-Quran dan As-

Sunnah. Ijtihad dianggap sebagai sarana untuk menghadapi perubahan zaman.

d. Kepedulian Sosial: Pemahaman K.H. Ahmad Dahlan tentang Al-Quran dan As-Sunnah

juga mencakup aspek sosial dan kepedulian terhadap masalah-masalah masyarakat. Dia

mengajarkan pentingnya berbuat baik, keadilan, dan kepedulian terhadap sesama sebagai

bagian dari ajaran Islam.

e. Penolakan Bid'ah: K.H. Ahmad Dahlan menekankan penolakan terhadap bid'ah (inovasi

agama) yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Quran dan As-Sunnah yang otentik. Ini

mencerminkan kehati-hatian dalam memahami dan mengikuti ajaran Islam yang murni.

f. Pengembangan Pemikiran Keagamaan: Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tidak hanya

terbatas pada aspek-aspek formal agama, tetapi juga mencakup pemikiran keagamaan

yang lebih dalam. Dia mendorong umat Islam untuk memahami konsep-konsep agama

dan mendalami hubungan mereka dengan Tuhan.

g. Peran Ulama dan Pendidik: K.H. Ahmad Dahlan mengakui peran penting ulama dan

pendidik dalam memahami dan menyebarkan ajaran Islam yang benar. Dia sendiri adalah

contoh ulama dan pendidik yang berperan aktif dalam masyarakat.

h. Pengabdian kepada Masyarakat: K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah yang ia

pimpin aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan yang bertujuan untuk

memberikan manfaat kepada masyarakat. Ini mencerminkan pemahaman beliau tentang

tugas dakwah dan pengabdian dalam Islam.

Pemahaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah dapat dipahami

sebagai usaha untuk menjadikan ajaran Islam relevan, berdaya guna, dan bermanfaat dalam
konteks masyarakat dan zaman yang berubah. Pendekatan beliau dalam memahami dan

menerapkan ajaran tersebut menjadi landasan bagi perkembangan Muhammadiyah dan

pengaruh Islam moderat di Indonesia.

Pemikiran KH.Ahmad Dahlan merupakan respon terhadap kondisi ekonomi umat Islam

Indonesia yang tidak menguntungkan. Di bawah penjajahan Belanda, umat Islam tertinggal

secara ekonomi, sosial dan politik karena tidak mempunyai akses terhadap sektor-sektor

pemerintahan dan perusahaan-perusahaan swasta. Kondisi tersebut menjadi perhatian

KH.Ahmad Dahlan untuk berusaha memperbaiki sistem pendidikan Islam. Dari kondisi ini,

menurut KH.Ahmad Dahlan pendidikan Islam bertujuan pada usaha membentuk manusia

muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah

ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Proses pendidikan

yang seperti penjelasan di awal akan melahirkan pelajar atau pejuang Islam yang berkualitas.

Hal ini berdasarkan ucapan KH.Ahmad Dahlan: “Dadijo Kjai sing kemajoen, adja kesel

anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah.” (jadilah manusia yang maju, jangan

pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah) (Kurniawan dan Mahrus, 2011).

Pada petuah KH. Ahmad Dahlan ini menggambarkan akan pentingnya pendidikan

untuk kemajuan Organisasi Muhammadiyah lebih khususnya dan umat Islam pada umumnya:

Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah

kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kembalilah ke

Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur dan

lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah.(Salam, 2009). Pernyataan KH. Ahmad

Dahlan di atas menunjukkan betapa ia peduli terhadap masa depan dan kemajuan organisasi

Muhammadiyah dengan mengajak pada para anggota-anggota Muhammadiyah untuk

menjadikan menuntut ilmu sebagai prioritas sebagai media mencapai tujuan yang dicita-

citakan dan meningkatkan kualitas diri untuk kepentingan masyarakat sehingga akan muncul
generasi yang intelek juga ulama. Dalam hal ini, K.H Ahmad Dahlan memiliki pandangan

mengenai pentingnya pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan

pendidikan. Dia berpendapat bahwa tidak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini

dan di akhirat kecuali mereka Relevansi Pemikiran Kh. Ahmad Dahlan Terhadap Pendidikan

Agama Islam Di Era 4.0 286 JPA Vol.21, No. 2. Juli- Desember 2020 yang memiliki

kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian yang baik adalah orang yang

mengamalkan ajaran-ajaran al-Quran dan Hadith. Dalam pelaksanaan pendidikan yang terkait

dengan penyempurnaan kurikulum, Ahmad Dahlan telah memasukkan materi pendidikan

agama dan umum secara integratif kepada lembaga pendidikan sekolah yang dipimpinnya.

Materi pendidikan KH.Ahmad Dahlan adalah Al-Qur’an dan Hadith, membaca,

menulis, berhitung, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadith meliputi: ibadah,

persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah,

pembuktian kebenaran al-Qur’an dan Hadith menurut akal, kerjasama antara agama-

kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak,

demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berfikir, dinamika kehidupan dan peranan

manusia di dalamnya dan akhlak (Ramayulis dan Nizar, 2005). Dalam pendidikan islam K.H

Ahmad Dahlan melakukan tajdid (pembaharuan), sebagai kontekstualisasi konsep pendidikan

yang sudah ada, dengan mengembangkan konsep pendidikan Islam. Namun konsep ini tidak

keluar dari landasan dasar (filosofis) pendidikan Islam itu sendiri. Konsep pendidikan yang

dilakukan oleh K.H Ahmad Dahlan adalah konsep pendidikan dengan model integral. Di

mana beliau memadukan pendidikan sekular dan pendidikan agama, bukan mendikotomikan

keduanya. Sebagaimana yang umum terjadi pada masa itu, pendidikan terbagi menjadi dua:

sekular dan pendidikan agama. Gagasan atau pemikiran K.H Ahmad Dahlan bisa dijadikan

bahan dasar perumusan pendidikan, beliau berpendapat akal dan pikiran suci adalah akal

yang sehat serta kesehatan akal bisa dicapai jika terus menerus diberi pengetahuan dengan
ilmu logika. Karena itu pendidikan harus dijalankan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan

akalnya, tentang kesesuaian pikiran dan kenyataan. Menurut beliau pendidikan Islam adalah

usaha untuk memperbaiki taraf hidup, kebebasan berkreasi, kebaikan moral, dan bertanggung

jawab atas kebaikan hidup dirinya, masyarakat dan dunia kemanusiaan, serta keyakinan

tauhid. Yang berarti pendidikan harus ditujukan untuk menghidupkan akal pikiran dan

dikembangkan bagi kecintaan terhadap sesama manusia dan pembebasan manusia dari

penderitaan. Menurut Shobahiya (2001) perspektif K.H. Ahmad Dahlan pada dasar

pendidikan yang perlu ditegakkan dan dilaksanakan adalah sebagi berikut: Relevansi

Pemikiran Kh. Ahmad Dahlan Terhadap Pendidikan Agama Islam Di Era 4.0 ISSN 1411-

5875 287 a.

Pendidikan akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik

berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk

menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan

mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelektual serta antara dunia dengan akhirat. c.

Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan

keinginan hidup bermasyarakat. Dalam pembelajaran K.H. Dahlan mengajukan metodologi

rasionalfungsional, yaitu menelaah sumber utama ajaran Islam dengan kebebasan akal dan

kejernihan hati nurani dan keharusan merumuskan pemahaman kedalam bentuk aksi sosial.

Pendidikan Islam yang digagas K.H. Ahmad Dahlan masih sangat relevan sekali digunakan

pada keadaan sekarang bahkan untuk masa yang akan datang. Dasar pendidikan Islam yang

meliputi pendidikan akhlak, pendidikan individu dan pendidikan sosial-kemasyarakatan

memiliki peranan penting dalam upaya memperbaiki kualitas masyarakat bangsa ini.

Relevansi Pemikiran dan Pendidikan Agama Islam di Era 4.0 Pada era 4.0 uamt islam

khususnya yang sedang dalam masa pembelajaran di sekolah ataupun juga di perguruan

tinggi (baik pesantren ataupun sekolah formal lainnya) berupaya menghadapi sebuah
tantangan zaman yang mengharuskan siapapun harus melek dan bisa menggunakan teknologi

digital. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pun juga mengalami perubahan yang tak bisa

dihindarkan. Namun tantangan perubahan dan perkembangan zaman inilah yang menjadikan

pembelajaran terdahap Pendidikan Agama Islam berkembang dan mengalami pembaruan

(tajdid). Pemikiran atau perspektif K.H. Ahmad Dahlan dalam kaitannya dengan perubahan

dan perkembangan zaman ini masih sangat relevan dan mempunyai pengaruh yang masih

bisa diterapkan pada pendidikan agama Islam di era 4.0. Pada tajdid (pembaharuan)

pendidikan agama Islam harus mengembangkan dan menerapkan kontekstualisasi konsep

pendidikan yang sudah ada, dengan mengembangkanya sesuai degan kemajuan zaman dan

tekonlogi yang ada. Namun konsep ini tidak keluar dari landasan dasar (filosofis) pendidikan

Islam itu sendiri. Maksudnya adalah, dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, para

siswa/ murid dan juga guru dituntut untuk lebih bisa memanfaatkan teknologi yang ada,

namun di sini juga Relevansi Pemikiran Kh. Ahmad Dahlan Terhadap Pendidikan Agama

Islam Di Era 4.0 288 JPA Vol.21, No. 2. Juli- Desember 2020 harus digaris bawahi bahwa

pendidikan agama Islam yang dikerjakan tidak keluar dari landasan dasar pendidikan agama

Islam sendiri. Pemanfaatan teknologi digital ini digunakan untuk membantu proses

pembelajaran yang ada.

Pemanfaatan tekonologi ini bisa berupa pengajaran atau dakwah dengan media digital

yang ada tetapi dengan mengedepankan kesantunan, kebermanfaatan, dan juga keilmuan

keislaman yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadist. K.H Ahmad Dahlan juga menuturkan

bahwa pendidikan Islam adalah usaha untuk memperbaiki taraf hidup, kebebasan berkreasi,

kebaikan moral, dan bertanggung jawab atas kebaikan hidup dirinya, masyarakat dan dunia

kemanusiaan, serta keyakinan tauhid. Yang berarti pendidikan harus ditujukan untuk

menghidupkan akal pikiran dan dikembangkan bagi kecintaan terhadap sesama manusia dan

pembebasan manusia dari penderitaan. Pada era revolusi industri ini masyarakat semakin
bebas dalam mengakses hal-hal yang tidak terjangkau dan global. Akibatkan banyak dampak-

dampak buruk yng terjadi bagi dirinya sendiri, dan juga orang lain. Konsepsi dari K.H

Ahmad Dahlan masih sangat relevan digunakan pada era sekarang di mana kebebasan dalam

hal keilmuan dan teknologi semakin nyata adanya. Pendidikan agama Islam pada era ini

haruslah bersifat terbuka, namun juga harus memeperhatikan kebaikan moral, kemanusiaan,

dan juga tidak terlepas dari keyakinan tauhid yang harus dibangun. Selain itu tiga dasar

pendidikan agama Islam menurut K.H Ahmad Dahlan yang perlu ditegakkan dan

dilaksanakan juga mengikuti perkembangan zaman. Tiga dasar tersebut (pendidikan akhlak,

pendidikan individu, dan pendidikan kemasyarakatan) masih sangat relevan dengan

perkembangan pendidikan agama Islam pada era 4.0.

Pada pendidikan akhlak, seorang muslim diharuskan menjadi insan yang gemar belajar

dan berjuang untuk sebagal hal baik yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan AsSunnah. Di

era 4.0 setiap orang semakin menggila dengan adanya teknologi yang memudahkan mereka

untuk mengakses apa saja. Kaitannya dengan pendidikan akhlak ini adalah bahwa setiap

muslim selain mengikuti perkembangan yang ada, juga tidak boleh meminggirkan pendidikan

akhlak. Karena sejatinya orang muslim harus tahu bahwa pada dasarnya Nabi Muhammad

diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan membuat tatanan kehidupan

manusia menjadi baik dan beradab. Pendidikan invidu juga tak kalah penting yang harus

dilakukan oleh seorang muslim yang senantiasa belajar agama Islam. Selain seorang muslim

dituntut wajib untuk Relevansi Pemikiran Kh. Ahmad Dahlan Terhadap Pendidikan Agama

Islam Di Era 4.0 ISSN 1411-5875 289 memiliki akhlak yang baik, seorang muslim juga harus

mempunyai keunggulankeunggulan dirinya yang nantinya akan digunakan untuk kebaikan-

kebaikan dalam hidupnya. Pada era 4.0 ini orang-orang diharuskan mempunyai skill yang

baik terhadap teknologi yang ada. Pendidikan individu ini bertujuan untuk mengembangan

antara mental dan gagasan dari setiap umat muslim yang senantia berikhtiar untuk
memantapkan dirinya menjadi lebih baik serta menambah pengetahuan dan intelektual antara

dunia dan akhirat. Selain pendidikan akhlak dan individu, pendidikan kemasyarakatan juga

tak kalah penting yang harus diterapkan dalam pendidikan agama Islam pada era 4.0 ini.

pendidikan kemasyarakatan merupakan usaha untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan yang

ada dan rasa kepedulian yang baik antara setiap muslim dengan lingkungan masyarakatnya.

Seorang muslim yang sudah memiliki intelektual yang baik tidaklah mungkin mau

menyimpan segala ilmu dan pengetahuan yang diketahuinya untuk dirinya sendiri. Penerapan

ini selain untuk mengamalkan hablum minannas juga sebagai sarana berbagi informasi yang

berguna dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman yang ada. Ketiga dasar

dalam pendidikan agama Islam dari buah pemikiran K.H. Dahlan ini selain mengajarkan

bagaimana seorang muslim belajar dalam pendidikan agama Islam juga menelaah sumber

utama ajaran Islam dengan kebebasan akal dan kejernihan hati nurani dan keharusan

merumuskan pemahaman kedalam bentuk aksi sosial. Karena itulah pemikiran tentang

pendidikan agama Islam meurut K.H Ahmad Dahlan dinilai masih relevan dan baik

digunakan pada era revolusi industri.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan mengenai pemahaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan

As-Sunnah adalah bahwa beliau merupakan tokoh penting dalam sejarah Islam di

Indonesia yang memiliki pandangan pemahaman yang kontekstual, terbuka terhadap

perubahan, dan berfokus pada pembaharuan serta modernisasi Islam. Beberapa poin

utama yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Kontekstualitas dalam Pemahaman: K.H. Ahmad Dahlan memahami bahwa Al-

Quran dan As-Sunnah harus dipahami dalam konteks sosial dan sejarah yang

berubah. Pemahamannya tidak bersifat kaku, melainkan mengakomodasi perubahan

zaman.

2. Ijtihad dan Pembaruan: Beliau mendorong penggunaan ijtihad sebagai alat untuk

memahami dan menginterpretasikan ajaran Islam. Pemikiran ini menggambarkan

semangat pembaharuan dalam pemahaman Islam.

3. Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat: Pemahaman K.H. Ahmad Dahlan

terhadap Al-Quran dan As-Sunnah diterjemahkan dalam pendidikan Islam yang

berkualitas tinggi dan upaya pengembangan masyarakat. Beliau menganggap

pendidikan sebagai sarana untuk mengubah dan memajukan masyarakat.


4. Peran Sosial dan Kemanusiaan: Pemahaman beliau tentang Islam mencakup aspek

kemanusiaan dan sosial yang kuat. Beliau menekankan pentingnya berbuat baik,

keadilan, dan peduli terhadap sesama sebagai bagian integral dari ajaran Islam.

5. Pengaruh dan Warisan Intelektual: Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan memiliki

pengaruh yang signifikan dalam perkembangan Muhammadiyah dan Islam moderat

di Indonesia. Warisan intelektual beliau tetap relevan dalam konteks kontemporer.

Pemahaman Toleran dan Inklusif: K.H. Ahmad Dahlan memiliki pemahaman yang

toleran dan inklusif terhadap berbagai aliran dan pemahaman Islam. Beliau

mempromosikan kerukunan dan persatuan antarumat beragama.

Dengan demikian, pemahaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan

As-Sunnah adalah pemahaman yang menggabungkan tradisi keagamaan dengan

semangat pembaruan dan perkembangan masyarakat. Kesimpulannya, pemahaman

beliau memberikan kontribusi penting dalam membentuk wajah Islam yang moderat,

inklusif, dan relevan di Indonesia.

B. Saran

Saran mengenai pemahaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang Lebih Mendalam: Untuk memahami pemikiran K.H. Ahmad

Dahlan dengan lebih baik, disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih

mendalam tentang karya-karya tulis beliau, seperti risalah, khotbah, dan tulisan-

tulisan lainnya yang dapat memberikan wawasan lebih dalam tentang pemahaman

beliau terhadap Al-Quran dan As-Sunnah.

2. Studi Perbandingan: Melakukan studi perbandingan antara pemahaman K.H.

Ahmad Dahlan dengan pemikiran ulama dan tokoh Islam lainnya pada masanya
dapat membantu menemukan aspek-aspek unik dalam pemahaman beliau. Ini juga

dapat membantu dalam mengidentifikasi pengaruh dari berbagai sumber pemikiran.

3. Wawancara dengan Ahli Pemikiran Islam: Melakukan wawancara dengan ahli

pemikiran Islam yang memiliki pengetahuan mendalam tentang pemikiran K.H.

Ahmad Dahlan dapat memberikan perspektif yang berharga tentang pemahaman

beliau terhadap Al-Quran dan As-Sunnah.

4. Penggalian Sumber Primer: Mencari akses ke sumber-sumber primer yang

berkaitan dengan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, seperti arsip-arsip keluarga atau

organisasi Muhammadiyah, dapat membantu dalam menggali lebih banyak

informasi tentang pemahaman beliau.

5. Pemahaman Kontekstual: Selalu pertimbangkan konteks sosial, sejarah, dan budaya

di mana K.H. Ahmad Dahlan hidup. Ini penting untuk memahami bagaimana

pemahaman beliau berkembang dan diterapkan dalam konteks spesifik tersebut.

6. Studi Multidisiplin: Gunakan pendekatan multidisiplin dalam penelitian Anda. K.H.

Ahmad Dahlan adalah tokoh yang memiliki pengaruh dalam berbagai bidang,

termasuk pendidikan, sosial, dan agama. Memahami pemahaman beliau melibatkan

penggabungan berbagai perspektif.

7. Diskusi dengan Sesama Peneliti: Diskusikan temuan Anda dengan sesama peneliti

atau akademisi yang memiliki minat dalam pemikiran Islam. Diskusi ini dapat

membantu Anda mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang

pemahaman K.H. Ahmad Dahlan.

8. Publikasi Hasil Penelitian: Setelah Anda melakukan penelitian yang mendalam,

pertimbangkan untuk mempublikasikan hasil penelitian Anda dalam bentuk artikel

ilmiah atau makalah. Ini akan membantu dalam berbagi pengetahuan dan wawasan

Anda dengan masyarakat akademis.


9. Eksplorasi Dampak Kontemporer: Jelajahi bagaimana pemahaman K.H. Ahmad

Dahlan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah masih relevan dalam konteks Islam

kontemporer di Indonesia dan di seluruh dunia.

10. Pendidikan dan Penyuluhan: Bagikan pemahaman Anda tentang K.H. Ahmad

Dahlan kepada masyarakat melalui program pendidikan, seminar, atau penyuluhan

agar warisan intelektual beliau terus dihargai dan dipahami dengan baik.

Melakukan penelitian yang komprehensif dan mendalam tentang pemahaman K.H.

Ahmad Dahlan terhadap Al-Quran dan As-Sunnah akan memberikan wawasan yang lebih

baik tentang pemikiran dan kontribusi beliau dalam perkembangan Islam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Al Faruq, Umar. 2020. Peluang dan Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di Era 4.0.

Jurnal Ar-Risalah, Vol. 18, No. 1.

Basuki, Sulistyo. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Penaku

Danial, AR., Endang dan Wasriah, Nana. 2009. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:

Laboratorium PKn UPI.

Hanani, Silfia. 2016. Sosiologi Pendidikan Keindonesiaan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Kurniawan, Syamsul dan Mahrus, Erwin. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Lase, Deliptier. 2019. Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Sunderman, Vol. 1,

No.1

Ramayulis, Syamsul Nizar. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam; Mengenal Tokoh

Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia. Ciputat: Quantum

Teaching. Salam, Junus. 2009. K.H. Ahmad Dahlan: Amal dan

Perjuangannya. Al-Wasat Publishing.

Schwab, Klaus. 2019. Revolusi Industri Keempat. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.

Shobahiya, Mahasri dkk. 2001. Studi Kemuhammadiyahan, Kajian Historis, Ideologis dan

Organisatoris. Surakarta : LSI UMS.

Anda mungkin juga menyukai