Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

STUDY ATAS ASURANSI KONVESIONAL


DAN ASURANSI SYARIAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PEMBELAJARAN Akutansi Perbankang Syariah Dan Lembaga
Keuangan
Dosen Pengampu : Dr. Sofyan Abas,MA

Disusun Oleh :
Kelompok I
Nama :
- Azurani Jufri
- M.Iqra Mokhtar
- Astika
Kelas : AK II
Semester : IV (Empat)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALUKU UTARA
FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUTANSI
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas


rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Penulisan
makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas dan ujian mata kuliah Akutansi Perbankan Dan
Lembaga Keuangan di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Ternate.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak


kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah,


beserta teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah yang sederhana ini.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan


makalah ini, dan juga menjadi faktor koreksi bagi penulis guna menyusun
makalah-makalah yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan syukur dan
terima kasih, semoga bermanfaat. Amin.

Ternate,05 April 2022

2
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I......................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................1
BAB II.....................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................2
A. PengertianAsuransi(At-ta’min)………………… ……………....2
B. Asal Mula Asuransi......................................................................3
C. Pendapat-pendapatUlamatentangAsuransi ……………….....5
BAB III....................................................................................................7
PENUTUP...............................................................................................7
A. Kesimpulan .................................................................................7
Daftar Pustaka...................................................................................8

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia,


adanya peristiwa yang tidak bisa diprediksi datangnya membuat
seseorang khawatir akan keadaannya, baik dari segi jiwa maupun harta
atau kekayaannya. Oleh karena itu setiap manusia selalu menghadapi
resiko yang merupakan sifat hakiki manusia yang menunjukkan
ketidakberdayaannya dibandingkan dihadapan Sang Pencipta(Hukum
Asuransi Indonesia, 2011:1)
Adanya lembaga penjamin yang mampu menangani permasalahan
tersebut sangatlah diharapkan. Hadirnya Asuransi merupakan jalan
terang terbukanya harapan ini. Sebenarnya konsep asuransi islam sudah
diterapkan pada Zaman Rasulullah yang disebut dengan Aqilah. Menurut
Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of islam, hal ini sudah menjadi
kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu, jika ada salah satu anggota suku
yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewaris korban akan dibayar
sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat
dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut disebut Aqilah,
harus membayar uang darah atas nama pembunuh. (Muhammad Syakir
Sula 2004:30-34).

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi ( At-ta’min )


1. Pengertian Asuransi ( Konvensional )
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie,
yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya
pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul
istilah assuradeur bagi penanggung dan greassureerde bagi
tertanggung (Muhammad Syakir Sula, hlm 26).
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian, “Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau, tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”
(Muhammad Syakir Sula, hlm 27).

2. Pengertian Asuransi ( Syariah )


Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min,
penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung
disebut mu’amman lahu atau musta’min. Men-ta’min-kan
sesuatu, artinya adalah seseorang
membayar/menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli
warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang
telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap
hartanya yang hilang (ibid, hlm 28).

Husain Hamis Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap


ta’awun yang telah diatur dengan system yang sangat rapi, antara
sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu

5
peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka
semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut
dengan sedikit pemberian ( derma ) yang diberikan oleh masing-masing
peserta. Dengan pemberian ( derma ) tersebut, mereka dapat menutupi
kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah.
Dengan demikian, asuransi adalah ta’awun yang terpuji yaitu saling
menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa, dengan demikian
Ta’awun mereka salaing membantu antar sesama, dan mereka takut
dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka (ibid, hlm 29).
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Thun 2001
dalam fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 bagian Pertama mengenai
Ketentuan Umum angka 1, disebutkan bahwa Asuransi Syariah (Ta’min,
Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah pihak/orang melalui investasi dalam bentuk
asset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
mengahadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah (Bank dan asuransi Islam, 2007:178-179).
Oleh sebab itu, premi pada Asuransi Syariah adalah sejumlah
dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan
Tabarru. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta Asuransi
Syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-
mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap
tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan
kepada peserta apabila yang bersangkutan mengajukan klaim, baik
berupa klaim manfaat asuransi. Sedangkan, Tabarru’ adalah derma tau
dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika
sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat
asuransi ( life maupun general insurance ) (ibid, hlm 30).

B. Asal Mula Asuransi


1. Sejarah Asuransi Syariah (Muhammad Syakir Sula, 2004:30).
Dalam Islam, praktik asuransi dilakukan pada masa Nabi
Yusuf as yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari Raja Firaun.
Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami
masa tujuh panen yang melimpah dan diikuti dengan masa tujuh
tahun paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu,
Nabi Yusuf as menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil
panen pada masa tujuh tahun pertama. Saran dari Nabi Yusuf as
ini diikuti oleh Raja Firaun, sehingga masa paceklik bisa ditangani
dengan baik.
Pada masyarakat Arab sendiri terdapat system ‘aqilah
yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak masa pra-Islam.
‘Aqilah merupakan cara penutupan (istilah yang digunakan oleh
AM. Hasan Ali dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban

6
(yang terbunuh). Ketika terdapat seseorang terbunuh oleh
anggota suku lain, maka keluarga pembunuh harus membayar
diyat dalam bentuk uang darah. Kebiasaan ini kemudian
dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW. yang dapat terlihat pada
Hadis berikut ini.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata : Berselisih
dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita
tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga
mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang
dikandungnya. Maka alih waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW.,
maka Rasululluah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan
terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-
laki atau perempuan dan memutuskan ganti rugi kematian
wanita tersebut dengan uang darah (diyat) dibayarkan oleh
aqilahnya(kerabat dari orang tua laki-laki). (HR.Bukhari).
Praktik ‘aqilah yang dilakukan oleh masyarakat Arab ini
sampai dengan praktik asuransi pada saat ini, di mana
sekelompok orang membantu untuk menanggung orang lain
yang tertimpa musibah. Berkaitan dengan praktik pertanggungan
ini, Nabi Muhammad SAW. juga memuat ketentuan dalam pasal
khusus pada Konstitusi Madinah, yaitu Pasal 3 yang isinya: “Orang
Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan
pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama
membayar uang darah di antara mereka.
Perkembangan praktik ‘aqilah yang sama dengan praktik
asuransi ternyata tidak hanya diterapkan pada masalah pidana,
tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering
kali disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai
sejarah asuransi bahwa asuransi pertama kali dilakukan di Italia
berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun,
sebenarnya sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh
orang Arab sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Orang-orang Arab yang mahir di bidang
perdagangan telah melakukan perdagangan ke Negara - negara
lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang
dagangannya ini dan riba. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri
pun telah melakukan asuransi ketika melakukan perdagangan di
Mekkah. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW turut dalam
perdagangan di Mekkah dan seluruh armada dagangannya
terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir.
Kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana
kontribusi membayar seluruh barang dagangan termasuk harga
unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan

7
keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW yang pada
saat itu berdagang dengan modal dari Khodijah juga telah
menyumbangkan dana pada dana kontribusi tersebut dari
keuntungan yang telah diperolehnya.
Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang,
terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang
perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan
kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun
demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik
perekonomian dalam perspektif hukum islam, asuransi mulai
diselenggarakan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Pada
paruh kedua abad ke-20 di beberapa Negara Timur Tengah dan
Afrika telah mulai mencoba mempraktikan asuransi dalam
bentuk takaful yang kemudian berkembang dengan pesat hingga
ke Negara-negara yang berpenduduk nonmuslim sekalipun di
Eropa dan Amerika.

2. Sejarah Asuransi Konvensional (A. Junaedy Ganie, 2011:31-34).


Sejarah asuransi merupakan sejarah panjang ikhtiar umat
manusia untuk mengurangi risiko yang lahir dari ketidakpastian
dengan membagi atau mengalihkan risiko yang mengancam
mereka, pada satu pihak kepada pihak lain. Di sisi lain, asuransi
juga sejarah ikhtiar manusia dalam mengambil keuntungan
melalui pengumpulan dana dari masyarakat dengan memberikan
janji untuk memberikan manfaat kepada pihak yang hendak
menghindarkan diri dari ancaman risiko yang timbul dari
ketidakpastian.
Dari berbagai sumber, diketahui bahwa sejarah awal
asuransi sebelum memasuki abad pertengahan dapat dibagi
dalam beberapa periode, yaitu masa Babylonia, Yunani, dan
Romawi. Sejarah asuransi yang tertua dapat ditelusuri sampai
sekitar 4.000 tahun silam dalam bentuk upaya para pemilik kapal
atau para pedagang bangsa Babylonia yang hidup di antara
sungai Euphart dan Tigris yang sekarang termasuk dalam wilayah
Irak untuk melindungi usaha mereka terhadap ketidakpastian.
Pada zaman itu, mereka dapat meminjam uang dari pedagang
lain yang bertindak sebagai kreditor dengan menggunakan
kapalnya atau barang dagangan sebagai jaminan. Pemilik kapal
atau pedagang akan membayar utangnya setelah kapal selamat
sampai tujuan beserta sejumlah tambahan biaya kepada kreditor
yang bertindak sebagai penanggung resiko.
Perkembangan drastis atas kebutuhan terhadap asuransi
kebakaran mengikuti perkembangan asuransi laut timbul pada
abad ke 17 setelah peristiwa kebakaran besar yang melanda

8
London yang dikenal sebagai The Great Fire of London pada tahun
1666. Peristiwa tersebut melahirkan bentuk asuransi yang dikenal
sekarang yaitu bermula dari pendirian The Fire Office atau The
Insurance Office pada tahun 1667 oleh Nicholas Barbon di Inggris,
perusahaan asuransi sebenarnya yang pertama. Perusahaan
tersebut juga menjadi pelopor pendirian armada pemadam
kebakaran yang pertama yang didirikan untuk melindungi rumah-
rumah yang diasuransikannya. Dari perkembangan di atas,
tampak bahwa bermula dari perjanjian yang timbul dari peraturan
yang dikeluarkan pemerintah, landasan hukum perjanjian
berkembang menjadi perjanjian yang dikembangkan sesama
pedagan atas jaminan yang diberikan untuk kepentingan
komersial. Kegiatan yang semula dilakukan sebagai pekerjaan
sambilan akhirnya menjadi perjanjian yang dikeluarkan oleh
pribadi-pribadi dan perusahaan-perusahaan yang
sepenuhnyabertindak penanggung.

C. Pendapat-pendapat Ulama tentang Asuransi


Konsep dan perjanjian asuransi (aqdu at-ta’miin) merupakan jenis
akad baru yang belum pernah ada pada masa-masa pertama
perkembangan fiqih islam. Perbedaan pendapat bermunculan dari
para ulama fiqih masa kini (mu’assirah). Diantara ulama ada yang
menghalalkan da nada yang mengharamkan, kemudian ada pula
yang mengharamkan asuransi hanya pada sebagian jenisnya.
1. Ulama yang berpendapat asuransi dalam segala aspeknya
haram termasuk asuransi jiwa. Pendapat ini didukung oleh
kalangan ulama seperti Sayid Sabiq, Abdullah al- Qalqii,
Muhammad Yusuf Qordawi dan Muhammad Bakhit al- Muth’i.
Adapun alasan-alasan mereka mengharamkan asuransi antara
lain :
a. Pada dasarnya asuransi itu sama atau serupa dengan judi
b. Asuransi mengandung ketidakpastian
c. Asuransi mengandung riba
d. Asuransi bersifat eksploitas karena premi yang dibayarkan
oleh peserta, jika tidak sanggup melanjutkan perjanjian
maka premi hangus/ hilang atau dikurangi secara tidak
adil ( peserta dizalimi )
e. Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau
ditanam pada investasi yang mengandung riba / bunga
f. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar
menukar uang dengan tidak tunai.
g. Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai
objek bisnis , yang berarti mendahului takdir Allah
Pendapat pertama ini mengarah pada praktek asurani

9
konvensional yang mengandung gharar ( ketidakpastian ),
maisir ( untung- untungan ) dan riba serta menempatkan
posisi peserta sebagai pihak yang terzalimi karena adanya
loss premium.

2. Ulama yang berpendapat membolehkan asuransi termasuk


asuransi jiwa dalam prakteknya sekarang. Pendapat ini
didukung oleh ulama seperti Abdul Wahab Khallaf, Mustafa
Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abdurrahman isa.
Alasan mereka memperbolehkannya adalah a. Tidak ada nas
Al Quran dan Hadis yang melarang asuransi
b. Ada kesepakatan antara kedua belah pihak
c. Mengandung kepentingan umum ( maslahah ‘amah ),
sebab premi – premi yang terkumpul bisa diinvestasikan
untuk proyek- proyek yang produktif dan untuk
pembangunan
d. Asuransi termasuk akad mudharabah , artinya akad kerja
sama bagi hasil antara pemegang polis ( pemilik modal )
dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal
atas dasar profit and loss sharin
e. Asuransi termusak koperasi (syirkah ta’awwuniah)
f. Diqiyaskan (analogi) dengan system pension

10
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
a. Perbedaan umum antara Konvensional dan Asuransi
Syariah
1. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam
perusahaan asuransi syariah merupakan suatu
keharusan.Dewan ini berperan dalam mngawasi
manajemen, produk serta kebijakan investasi
supaya senantiasa sejalan dengan syariat islam.
2. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli
(tolong-menolong).Yaitu nasabah yang satu
menolong nasabah yang lain yang dalam
kesulitan.Sedangkan akad asuransi konvensional
bersifat tabaduli (jual beli antara nasabah dengan
perusahaan).
3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan
asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil
(mudhorobah).Sedangkan pada asuransi
Konvensional investasi dana dilakukan pada
sembarang sector dengan sistem bunga
4. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai
dana milik nasabah.Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya sedangkan
pada asuransi konvensional, premi menjadi milik
perusahaan dan perusahaanlah yang memliki

11
otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan
pengelolaan dana tersebut.
5. Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah,
dana diambil dari rekening tabarru’ (dana sosial )
seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk
keperluan tolong- menolong bila ada peserta yang
terkena musibah . Sedangkan dalam asuransi
konvensional , dana pembayaran klaim diambil dari
rekening milik perusahaan .
6. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah
selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku
pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan
dalam asuransi konvensional, keuntungan
sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika taka da
klaim, nasabah tidak memperoleh apa- apa.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syakir Sula. 2004. Asuransi Syariah ( Life and


General ). Jakarta: Gema Insani. Wirdyaningsih,SH., MH. 2007.
Bank dan asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada.
Muhamad Naufal Omar. (ed). 2007. Aspek-aspek Hukum dalam
perbankan dan Peransurasian Syariah di Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Utama. Dr.A.Junaidi Ganie,SE., SH., MH. 2011.
Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

12

Anda mungkin juga menyukai