Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan merupakan
pendiri Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan pada tanggal 18
November 1912,di kampung Kauman Yogyakarta.Pada tahun itu,K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan organisasiMuhammadiyah untuk melakukan cita-cita dalam pembaharuan
Islam di Indonesia. K.H.Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam di
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Sejak pertama didirikan, telah ditegaskan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi


yang bergerak dibidang politik, namun bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Hasil pemikiran K.H.Ahmad Dahlan yang dilakukan secara mendalam dan sungguh-
sungguh tersebut,kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang merupakan
operasionalisasi dan pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran
Islam. Di Indonesia lahir beberapa organisasi atau gerakan islam, diantaranya adalah
Muhammadiyah yang lebih dari 30tahun sebelum merdeka,dan organisasi lainnya yang
bergerak di bidang politik, sosial dan pendidikan.

Muhammadiyah adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan kebangkitan


masyarakat Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini bertahandan
membesaryang sulit dicari persepadanannya. Jika dilihat dari amal usaha dan gerakan
Muhammadiyah dibidang sosial kemasyarakatan,khususnya di bidang pendidikan dan dan
kesehatan, maka Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang terbesar di
Indonesia.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Bagaimana sejarah terbentuknya Muhammadiyah?
1.2.2. Apa saja asas dan tujuan dari Muhammadiyah?

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


1
1.2.3. Bagaimanakah perjuangan Muhammadiyah dari masa Hindia – Belanda hingga
masa sekarang?

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :
1.3.1. Mengetahui sejarah terbentuknya Muhammadiyah
1.3.2. Mengetahui asas dan tujuan Muhammadiyah
1.3.3. Mengetahui bentuk perjuangan Muhammadiyah dari masa Hindia – Belanda
hingga masa sekarang

2
Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH BERDIRI MUHAMMADIYAH


2.1.1. Pengertian Muhammadiyah

Dalam catatan sejarah, nama Muhammadiyah yang diberikan oleh KH.


Ahmad Dahlanterhadap organisasi yang didirikannya adalah atas usul dari seorang
kerabat sekaligus temanseperjuangannya yang bernama Muhammad Sangidu,
Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaharuan yang kemudian menjadi
penguhulu Kraton Yogyakarta. Setelah melalui salatistikharah, KH. Ahmad
Dahlan kemudian memberikan nama Muhammmadiyah bagi organisasiyang akan
dipimpinnya itu (Haedar Nashir,2006:1).

Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab dengan


kata dasar “Muhammad”,yaitu nama seorang Nabi atau Rasul terakhir yang diutus
olej Allah ke muka bumiini. Kemudian kata tersebut mendapatkan tambahan
akhir”ya nisbah” yang artinya menjeniskan atau mengelompokkan. Dengan
demikian, Muhammadiyah berarti kelompok, umat dan pengikutMuhammad.
Dengan demikian siapapun yang beragama islam,yang mengucapkan dua
syahadat,maka dia adalah orang Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh
perbedaan organisasi,golongan, bangsa, geografis etnis, dan sebagainya.

Sedangkan secara terminologis, Muhammadiyah adalah organisasi dan


gerakan islam,dakwah amar makruf nahi munkar, berasas islam dan bersumber
dari al- Qur’an dan as-Sunnah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8
Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta.

2.1.2. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Secara global, menurut Mustafa Kamal Pasha Dan Ahmad Adaby Darban
(2009:100-106) faktor-faktor yang menjadi latar belakang
lahirnya Muhammadiyah dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor
subyektif dan faktor objektif :

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah 3


2.1.2.1. Faktor Subyektif 
Faktor subyektif adalah faktor yang didasarkan atas pertimbangan
pribadi KH. AhmadDahlan. Faktor subyektif inilah yang sangat kuat,
bahkan dikatakan sebagai faktor utama danfaktor penentu yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah.

Menurut para analis, faktor subyektif yang paling


fundamental adalah hasil kajianmendalam KH. Ahmad Dahlan terhadap
al- Qur’an. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam
rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul
dalamsurat An-Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24, yaitu
melakukan

Taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian


terhadap apa yang tersirat dalam ayat-ayat al- Qur’an. Sikap seperti ini
pulalah yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan ketika mencermati surat
Ali Imran ayat 104 yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu
sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang makruf dan mencegahyang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung”.

Memahami ayat diatas, tergerak hatinya untuk membangun sebuah


perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang
tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam amar ma’ruf dan
nahi munkar di tengah masyarakat luas.

2.1.2.2. Faktor Obyektif

Faktor obyektif adalah faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya


Muhammadiyah menurut kenyataan yang terjadi secara empiris pada saat
itu. Ada beberapa sebab yang bersifat obyektif yang melatarbelakangi
berdirinya Muhammadiyah yang dapat dikelompokkan menjadi : faktor
internal dan faktor eksternal.

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah

4
Faktor internal yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul ditengah-
tengah kehidupan masyarakat islam indonesia. Sedangkan faktor
eksternal yaitu, faktor-faktor penyebab yang ada di luar masyarakat islam
indonesia.

a. Faktor obyektif yang bersifat internal


 Ketidak murnian amalan islam akibat tidak dijadikannya al-
Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh
sebagian besar umat islam indonesia. Kondisi masyarakat yang
masih sangat kental dengan kebudayaan Hindu, Budha,
Animisme, danDinamisme memunculkan kepercayaan dan
praktik ibadah yang menyimpang dari islam. Kepercayaan dan
praktik ibadah tersebut dikenal dengan istilah tahayyul, bida’ah
dan Churafat (TBC). Dala peraktik pengamalan agamanya,
ummat islam masih banyak percaya kepada benda- benda
keramat, seperti keris, tombak, batu aji, azimat, hari baik dan
buruk. Mereka sering pergikekuburan para wali dan ulama yang
dianggap keramat untuk meminta berkah. Dalam ibadah, ummat
islam saat itu melaukan ritual keagamaan yang telah tercampur
dengan budaya luar. Dalam ibadah mahdlah, mereka menambah
dan mengurangi ajaran islam yangsebenarnya. Saat ada yang
meninggal dunia, diadakan upacara hari ketiga, ketujuhh,
kesembilan,keseribu dan seterusnya. Agar keinginan
manusia cepat tercapai, ummat islam mencari wasilah(perantara)
yang menghubungkan mereka dengan tuhan, padahal wasilah
telah meninggal dunia.

 Lembaga pendidikan yang dimiliki ummat islam belum mampu


menyiapkan generasi yang siap mengembanmisi selaku “
khalifah Allah di atas bumi”. KH. Ahmad Dahlan mengetahui
bahwa pendidikan di indonesia terpecah menjadi dua
yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah

5
ajaran agama dan pendidikan barat yangsekuler. Kondisi
menjadi pemisah antara golongan yang mendapat pendidikan
agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan sekuler.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat perihatin KH.
Ahmad Dahlan oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad
Dahlan ialah melahirkan manusia yang berpandangan luas dan
memiliki pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk
kemajuan masyarakatnya. Cita-cita inidilakukan dengan
mendirikan lembaga pendidikan dengan kurikulum yang
menggabungkan antara imtak dan iptek.

b. Faktor obyektif yang bersifat eksternal


1. Pengaruh ide dan gerakan pembaruan islam ditimur tengah.
Gerakan Muhamaddiyah yang dibangun oleh KH.
Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan mata rantai yang
panjang dari Gerakan pembaharuan Islam yang dimulai
sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoiyim
al – Jauziyah, Muhammad Ibnu Abdul Wahab, Jamaluddin
al – Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla dan
sebagainya.
Dari sekian faktor yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, Mukti Ali sebagaimana dikutib Mustafa
Kamal Pasha dan Darban (2003), menyimpulkan adanya
empat faktor yang cukup menonjol, yaitu :
 Ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama
islam di Indonesia
 Ketidakefisiennya lembaga-lembaga Pendidikan agama
islam
 Aktivitas misi-misi Katholik dan Protestan
 Sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap
merendahkan dari golongan intelegensi terhadap Islam.

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


2. Semakin meningkatnya gerakan keristenisasi ditengah-
tengah masyarakat Indonesia.
Sebagaimana halya bangsa-bangsa penjajah Eropa
lainnya, ketika masuk ke Indonesia, bangsa Belanda juga
mempunyai misi sama yang terkenal yaitu : Glory
(menang), Gold (emas/kekayaan), dan Gospel (penyebaran).
 G pertama adalah Glory (menang) adalah suatu motif 6

politik untuk menjajah dan menguasai negeri


jajajahannya sebagai daerah kekuasaan.
 G kedua adalah motif ekonomi (Gold =
emas/kekayaan). Suatu motif untuk mengeksploitasi,
memeras dan mengeruk harta kekayaan negeri jajahan.
 G ketiga adalah Gospel, yaitu suatu motif untuk
menyebarkan ajaran Kristiani pada anak negeri
jajahannya, atau motif untuk mengubah agama
penduduk, yang Islam atau bukan untuk menjadi agama
Kristiani.
Untuk mewujudkan ketiga motif tersebut, pemerintah
Hindia-Belanda menggarap penduduk bumi putra lewat dua
langkah besar, yaitu :
 Pertama, disebut dengan program “Asosiasi” yaitu
program pembudayaan dalam bentuk mengembangkan
budaya Barat sedemikian rupa, hingga orang Indonesia
mau menerima kebudayaan barat sebagai kebudayaan
mereka, tanpa menghilangkan kebudayaannya sendiri.
Program ini sering disebut dengan Westernisasi.
 Kedua adalah program “Kristenisasi”, yaitu program
yang ditujukan untuk mengubah agama penduduk, yang
Islam ataupun bukan Islam menjadi Kristen.
Pelaksanaan program kristenisasi ini semakin
meningkat pada waktu pemerintahan Hindia Belanda

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


dipimpim oleh Gubernur Jenderal yang bernama
A.W.F. Indernburg (1909-1916), program ini dikenal
dengan Kristening Politik.

3. Penetrasi bangsa-bangsa eropa,terutama bangsa belanda ke


Indonesia
7
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa terutama bangsa
Belanda ke Indonesia, khususnya dalam aspek kebudayaan,
peradaban dan keagamaan telah membawa pengaruh buruk
terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Lewat
Pendidikan model Barat yang mereka kembangkan, dengan
ciri-ciri yang sangat menonjolkan sifat intelektualistik,
individualistic, elitis, diskriminatik, serta sama sekali tidak
memperhatikan dasar-dasar dan asas-asas moral agama
(sekuler), maka lahirlah generasi baru bangsa Indonesia
yang terkena pengaruh paham rasionalisme dan
individualisme dalam pola piker mereka serta mengalahkan
pengaruh Islam di Indonesia.

2.1.3. Proses Berdirinya Muhammadiyah

1. Mendapat Tentangan Khatib Imam dan Penghulu

Memiliki pemikiran yang melawan pakem akan sangat beresiko bagi


siapa saja, termasuk KH Ahmad Dahlan. Ia merupakan Khatib Amin
pengganti ayahnya. Di lingkungan tempat ia tinggal di Kauman, merupakan
kampung para abdi dalem, khatib, imam, dan sejumlah pengurus keraton
lainnya. Ia dianggap menyimpang dari hal yang dianut masyarakat Kauman
dan hal tersebut ditentang oleh para pemuka agama setempat pada saat itu.
Hal ini dikarenakan KH Ahmad Dahlan melakukan beberapa
perubahan, semisal pada metode pengajarannya di Langgar Kidul. Ia berani
mengungkapkan tentang pemikiran terbukanya kepada murid-muridnya. Lalu

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


pada perubahan arah kiblat, di mana seharusnya kiblat umat Islam di
Indonesia tidak lurus ke arah barat tetapi agak serong ke utara, hingga tidak
diwajibkannya pembacaan surat Yasin dan tahlil pada waktu-waktu tertentu.
Hal ini dianggap merongrong kewibawaan para penghulu di Kauman dan
Khatib Imam serta dikhawatirkan akan menimbulkan keadaan
menggampangkan agama. Namun, KH Ahmad Dahlan tetap memegang teguh
argumennya.
Puncak kemarahan Khatib Imam dan para penghulu adalah ketika
pembakaran Langgar Kidul milik KH Ahmad Dahlan yang menjadi
tempatnya mengajar pengajian oleh para warga Kauman. Pada tahap
selanjutnya, Khatib Imam dan penghulu menolak pendirian organisasi
Muhammadiyah yang dicetuskan KH Ahmad Dahlan pada 1912 sebelum
akhirnya mendapat restu Sultan HB VII.

2. Mendapat Restu Sri Sultan Hamengkubuwono VII

Sultan paham betul, bahwa sejak diberlakukannya politik etis oleh


Pemerintah Hindia Belanda, praktis terjadi banyak perubahan. Dari yang
sebelumnya perjuangan secara fisik menjadi perjuangan dengan pemikiran.
Pemikiran-pemikiran KH Ahmad Dahlan, dianggap oleh Sultan sesuatu yang
harus terus dikembangkan karena akan berdampak baik bagi kehidupan sosial
warga sekitar Kauman pada khususnya karena akan meningkatkan kualitas
kehidupan mereka.
Untuk itu, Sultan lalu membiayai keberangkatan haji KH Ahmad
Dahlan untuk yang kedua kalinya pada 1902. Sultan berharap, dengan
keberangkatan haji KH Ahmad Dahlan ini, setidaknya akan mengurangi
konfliknya dengan para pemuka agama di lingkungan Keraton Kasultanan
Yogyakarta. Selain itu, Sultan berharap agar KH Ahmad Dahlan dapat
memperdalam kembali ilmunya dengan belajar di lingkungan-lingkungan
pembaharu di Timur Tengah.

3. Menjadi Anggota Budi Utomo

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


KH Ahmad Dahlan sadar, pemikirannya harus ditempatkan pada
cakupan yang lebih luas dan tidak sekadar di Langgar Kidul miliknya. Oleh
karena itu, sepulang berhaji, tepatnya pada 1909, ia mencari tahu tentang
sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan bernama
Budi Utomo. Ia kemudian bertemu dr. Wahidin Sudirohusodo dan
memaparkan pemikiran-pemikirannya hingga berniat untuk mendirikan
sebuah perkumpulan atau organisasi. 9

Langkahnya ini kembali menuai kontroversi di kalangan penghulu dan


Khatib Imam Keraton Kasultanan Yogyakarta serta warga Kauman itu
sendiri. Hal ini semakin menjadi-jadi saat KH Ahmad Dahlan mengajar
agama Islam di sekolah milik Pemerintah Hindia Belanda. Bahkan, ia juga
membuka sekolah di rumahnya yang sangat mirip dengan sekolah Belanda,
yaitu memiliki kursi dan meja. Hal yang dianggap tidak lazim di tengah-
tengah masyarakat Kauman pada saat itu karena dianggap meniru budaya
Belanda.

4. Berdirinya Muhammadiyah

Setelah bergabung dengan Budi Utomo, KH Ahmad Dahlan meminta


bantuan cara mendirikan perkumpulan. Budi Utomo bersedia membantu
asalkan anggota Muhammadiyah bersedia menjadi anggota Budi Utomo. KH
Ahmad Dahlan menyetujuinya. Walaupun awalnya murid-muridnya ragu
untuk bergabung dengan Budi Utomo karena dianggap Kejawen, KH Ahmad
Dahlan berhasil meyakinkan murid-muridnya dengan asumsi bahwa kita
harus berpegang teguh pada prinsip, namun tidak boleh menjadi fanatik.
Bersama murid-muridnya, KH Ahmad Dahlan memutuskan memakai
nama “Muhammadiyah” sebagai nama perkumpulannya yang berarti pengikut
Nabi Muhammad sebagai pelaksana ajaran Al Quran dan Al Hadits.
Perkumpulan Muhammadiyah akhirnya resmi berdiri pada 18 November
1912/8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah, setelah disetujui oleh pemuka agama
Kauman dan Sultan, walaupun sebelumnya mendapat tentangan terutama dari
pihak pemuka agama Kauman.

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


Izin pendirian Muhammadiyah dari Pemerintah Hindia Belanda baru
keluar pada 1914. Pada izin tersebut dinyatakan Muhammadiyah
diperbolehkan berkegiatan hanya di wilayah Yogyakarta saja. Namun
perkembangan selanjutnya, menunjukkan antusiasme masyarakat akan
terbentuknya organisasi Muhamamdiyah.

2.2. ASAS DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH 10

2.2.1 Asas Muhammadiyah

Asas Muhammadiyah didirikan pada mulanya berasas Islam, sebagaimana


terdapat dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pada tahun 1950. Baru pada tahun
1985 asas Muhammadiyah mengalami perubahan menjadi asas Pancasila. Hal ini
disebabkan berdasarkan UU No. 08 Tahun 1985 yang mewajibkan setiap organisasi
harus menyesuaikan asas organisasinya dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas.

2.2.2. Tujuan Muhammadiyah


Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan
yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran
Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan


pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah
lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan).
Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis,
tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan
perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh
Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan
perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya
organisasi sebagai alat gerakan. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini
telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh
Indonesia.
Tujuan pokok yang tercantum dalam Anggaran Dasar dapat dijabarkan menjadi
tujuan yang bersifat operasional, antara lain sebagai berikut :
1. Pengembalian ajaran Islam pada ajaran murni menurut Al-Quran dan hadist
2. Peningkatan Pendidikan dan pengajaran yang berlandaskan agama Islam
3. Pembinaan dan penyiapan generasi muda agar kelak dapat menjadi pemimpin
masyarakat, agama dan bangsa yang adil dan Makmur
4. Berusaha meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan
umat Islam pada khususnya
5. Ikut menyantuni anak-anak yatim piatu.

Visi Organisasi Muhammadiyah

Penyimpangan yang sering terjadi adalah bercampurnya agama islam dengan


kebiasaan – kebiasaan tertentu yang terjadi di masyarakat. Sehingga membuat
agama islam tidak kembali menjadi agama yang suci atau bersih. Muhammadiyah
sendiri, merupakan gerakan islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama
islam yang sebenarnya.

Untuk itu, Muhammadiyah memiliki visi :

1. Menegakkan keyakinan yang murni sesuai dengan  ajaran yang di tuliskan, dan di
patuhi dengan sebaik – baiknya

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


2. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai denga jiwa ajaran
islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan – persoalan kehidupan yang
bersifat duniawi
3. Menyebarluaskan ajaran islam yang bersumber dari Al-Quran sebagai kitab yang
terakhir untuk umat manusia
4. Mewujudkan banyak hal yang baik, dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan
masyarakat. Agar menciptakan keadaan yang damai

2.3. PERJUANGAN-PERJUANGAN MUHAMMADIYAH


12
2.3. 1 Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan
Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang
melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan
gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi
identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat
diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan
ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut :

1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam


Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan
Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari
telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah
yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah,
sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau
faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada
setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran,
ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya
Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga
dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH
Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang
didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat
Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah
bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami,
dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula
seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk
merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat
dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam.
Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah
13
Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati,
dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.

2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam


Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah
Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap
melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah
diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya
Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat
ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104.
Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan
khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak)
Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya.
Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa
Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar
dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga
pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun
sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal
usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi
dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal,
yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah
sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula
menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat
menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam
Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang
terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik,
maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata
rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah
barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai
penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua 14
itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya
tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai
kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya
Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam
dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan
pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit,
pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian
pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan
dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan
sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

2.3. 2 Perjuangan Muhammadiyah

1. Perjuangan Muhammadiyah Masa Hindia Belanda


Pada zaman kolonial Belanda, Muhammadiyah aktif sekali menjalankan
Gerakan pembaharuan (tajdid) di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang
pada waktu itu ajaran-ajarannya mengalami kebekuan dan menimbulkan bid’ah
syirik dan khurafat. Dibawah kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan, Gerakan

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


Muhammadiyah lebih mengutamakan jalan edukatif-paedagosis, sedangkan
Syarikat Islam lebih mengutamakan jalan politik. Namun baik Muhammadiyah
maupun Syarikat Islam sama-sama ingin menyempurnakan Nasionalisme
Indonesia yang sudah dibangun sejak tahun 1908 dengan jiwa “monotgeisme
relegius Islamisme”.

2. Perjuangan Muhammadiyah Masa Jepang


Jepang memberi ruang gerak yang sempit terhadap Muhammadiyah. Ki 15

Bagus Hadikusumo mampu mempertahankan misi pergerakan Muhammadiyah.


Periodenya tahun 1942 – 1953, kondisi politik masih masa transisi Belanda ke
Jepang.
Tahun 1944 Muhammadiyah mengadakan Muktamar  darurat di
Yogyakarta. Di masa pendudukan Jepang yang Fasis, Ki Bagus Hadikusumo
selain memimpin Muhammadiyah juga digunakan untuk memikirkan nasib
bangsa. Beliau dengan gigih menentang instruksi “Sei Kerei” dari Jepang. Sei
Kerei adalah membungkukkan badan ke arah timur (Negeri Jepang)
menghormati Dewa Matahari, sebagai “Dewa penitis para Kaisar Jepang”.
Upacara ini wajib dilakukan para siswa setiap pagi.
Selaku Ketua PP Muhammadiyah, terpanggil menyelamatkan generasi
Muslim Indonesia dari syirik itu. Melalui debat yang seru dengan Pemerintah
Jepang,  akhirnya pemerintah Jepang memberikan dispensasi. Khusus bagi
semua sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan upacara Sei Kerei. Ki
Bagus Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin (Dewan
Penasehat Pusat) buatan Jepang.

3. Perjuangan Muhammadiyah Awal Republik


Pada akhir zaman Jepang, tokoh-tokoh Muhammadiyah ikut mendorong
aliran Islamisme bermuara bersama-sama dengan aliran nasionalisme ke dalam
sungai besarnya Pancasila. Pancasila dapat diibaratkan sebagai muara
bertemunya Indonesia merdeka. Di alam penjajahan Belanda dan di dalam

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


militerisme Jepang, kedua aliran itu diadu domba dalam kerangka politik Devide
et Impera.
Namun berkat jiwa dan semangat “ukhuwah wathoniyah” yang antara lain
disuburkan oleh Muhammadiyah dalam barisan kepanduan “Hizbul Wathon”
maka politik devide et impera itu dapat dicegah. Tidaklah berlebihan kiranya
untuk menegaskan di sini, konsepsi Negara Pancasila adalah hasil renungan dan
pemikiran yang matang dan mendalam dari tokoh-tokoh pemimpin nasionalisme
dan Islamisme bangsa Indonesia, dan yang secara dewasa dan realistis ingin

menempatkan negara dan bangsa Indonesia dengan segala kemajemukannya di


16
tengah-tengah situasi dan kondisi modern dengan tuntutan serta tantangan dari
dunia internasional.

4. Perjuangan Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama


Memasuki masa orde lama awal, Persyarikatan Muhammadiyah masih
berada dibawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo. Beliau menjabat ketua
umum PP Muhammadiyah sejak tahun 1942 -1953. Ki Bagoes Hadikoesoemo
atau Ki Bagus Hadikusumo (lahir di Jogjakarta, 24 November 1890) dan
meninggal di Jakarta, 4 November 1954 pada umur 63 tahun adalah seorang
tokoh BPUPKI. Ki Bagus Hadikusuma termasuk tokoh Muhammadiyah yang
juga mengisi dan membentuk jiwa bagi gerakan Muhammadiyah. Pada periode
ini dilahirkan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, sebagai rumusan
singkat atas gagasan dan pokok-pokok pikiran KHA Dahlan (melalui murid-
muridnya).

Perlu dicatat dalam sejarah, bahwa masa periode ini Muhammadiyah


berani menentang pemerintah Dai Nippon yang mewajibkan “Syeikerai”
(memuja Amaterasu Omikami dan Tenno Haika, syirik hukumnya), dalam hal
ini Jepang mundur dan Muhammadiyah berhasil. Muhammadiyah ikut
mendirikan Pasukan Hizbullah Sabilillah, Majelis Syurau Muslimin Indonesia
(Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan Asykar Perang Sabil (APS). Ketika
opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta penghapusan 7 kata dalam
Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan UUD 1945, dan

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma
mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pada Sidang Tanwir 1951 di Yogyakarta, diputuskan antara lain,


Muhammadiyah tetap konsisten tidak akan berubah menjadi partai politik,
“Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah”. Selain itu juga menetapkan
batas-batas otonomi Aisyiyah. Pada Sidang Tanwir di Bandung tahun 1952,
ditetapkan mempertahankan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Partai
Masjumi, dan mengadakan peremajaan dilingkungan Muhammadiyah. Pada
Sidang Tanwir di Solo, 1953, diputuskan anggota Muhammadiyah hanya boleh
memasuki partai yang berdasarkan Islam.
17

Periode Kepemimpinan AR Sutan Mansur (1953-1959)


Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan
Mansur lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 15 Desember 1895 –
meninggal di Jakarta, 25 Maret 1985 pada umur 89 tahun. Beliau terpilih sebagai
Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah ketika berlangsung Kongres
Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953. Tiga tahun berikutnya yakni
pada Kongres ke-33 di Yogyakarta, dia terpilih kembali sebagai ketua PP
Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan
Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.

Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia


berhasil merumuskan khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah. Antara lain
mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid,
menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadlu, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh
tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat, konsolidasi
administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk
kader handal.

Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya
tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah
(hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu
masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat.
Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota Muhammadiyah.[7]

Periode H.M. Yunus Anies (1959 – 1962)


Muhammad Yunus Anis dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta
pada tanggal 3 Mei 1903. Ayahnya, Haji Muhammad Anis, adalah seorang abdi
dalem Kraton Yogyakarta. Berdasarkan surat kekancingan dari Swandana Tepas
Dwara Putera Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1961, disebutkan
bahwa Yunus Anis masih ada hubungan kekerabatan dengan Sultan Mataram.
18
Sejak kecil ia dididik agama oleh kedua orang tuanya dan datuknya sendiri,
terutama membaca al-Qur'an dan pendidikan akhlaq. Pendidikan formalnya
dimulai di Sekolah Rakyat Muhammadiyah Yogyakarta, kemudian dilanjutkan
di Sekolah Al-Atas dan Sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing
oleh Syekh Ahmad Syurkati, seorang kawan akrab Kiai Dahlan. Pendidikan
yang diterima di sekolah tersebut membawa dirinya tampil sebagai pemimpin
Islam di Indonesia yang tangguh.

Yunus Anis dikenal pula sebagai organisator dan administrator.


Berdasarkan bakat itu, Yunus Anis diminta membina bagian pemuda Hizbul
Wathan. Hal itulah yang kemudian membuatnya dipercaya sebagai Pengurus
Cabang Muhammadiyah Batavia, hingga kepemimpinannya semakin terlihat
menonjol dan memperoleh kepercayaan dari keluarga besar Muhammadiyah.
Maka tahun 1934-1936 dan 1953-1958, Yunus Anis dipercaya sebagai Sekretaris
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Setelah itu Yunus Anis dipercaya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiah tahun periode 1959 hingga 1962. Muhammad Yunus Anis adalah
salah satu tokoh pembaharu Muhammadiyah pada periodenya. Prinsip beliau
beragama hanyalah satu yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber
kebenaran beragama. Dari hal tersebut tercerminlah perilaku beliau yang
senantiasa menolak kebatilan dan kemungkaran.

Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968)

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


Penasihat Pribadi Presiden Soekarno dibidang agama (1963) ini lahir di
Kauman Yogyakarta, pada tanggal 5 Februari 1902 sebagai putra ke-4. Ayahnya,
K.H. Muhammad Fakih (salah satu Pengurus Muhammadiyah pada tahun 1912
sebagai Komisaris), sedangkan ibunya bernama Nyai Hj. Sitti Habibah (adik
kandung K.H. Ahmad Dahlan). Jika dirunut silsilah dari garis ayah, maka
Ahmad Badawi memiliki garis keturunan dengan Panembahan Senopati. Dalam
keluarga Badawi sangat kental ditanamkan nilai-nilai agama. Hal ini sangat
mempengaruhi perilaku hidup dan etika kesehariannya. Diantara saudara-
saudaranya, Badawi memiliki kelebihan, yaitu senang berorganisasi. Hobinya ini
19
menjadi ciri khusus baginya yang tumbuh sedari masih remaja, yaitu ketika ia
masih menempuh pendidikan. Sejak masih belajar mengaji di pondok-pondok
pesantren, dia sering membuat kelompok belajar/organisasi yang mendukung
kelancaran proses mengajinya.

K.H. Ahmad Badawi dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun


1962. Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar
tidak dibubarkan, arena waktu itu politik dikuasai oleh PKI dan Bung Karno
tahun 1965.

Periode ini merupakan periode Muhammadiyah menghadapi PKI, dan


kehidupan kenegaraan yang cenderung terkontaminasi politik PKI. Situasi Sosial
Ekonomi sangat buruk, kemiskinan merajalela, gerak politik yang revolusioner
yang tidak menentu. Pimpinan Muhammadiyah periode ini bertugas terus
memperkokoh kekuatan umat Islam dalam melawan PKI dan antek-anteknya.
Selain itu, menyelamatkan negara dengan pendekatan pada presiden agar tidak
terseret jauh terpengaruh oleh politik PKI yang memusuhi umat Islam Indonesia.

Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas


menyatakan bahwa “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak
tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci
(1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif
bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpak G.30 S/PKI.

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


Oleh pemerintah Muhammadiyah diberikan fungsi politik dapat duduk
dalam DPR GR dan MPRS, dan para fungsionarisnya juga ada yang didudukkan
dalam eksekutif. Namun kemudian, setelah situasi mereda, Muhammadiyah
kembai pada khittahnya semula sebagai organisasi sosial keagamaan.

5. Perjuangan Muhammadiyah Pada Masa Orde Baru


Lahirnya orde baru, merupakan era baru kehidupan sosial politik di 20

Indonesia sebagai koreksi total terhadap system kehidupan sebelumnya (Orde


Lama). Pada awal Orde Baru tahun 1968 Muhammadiyah juga pernah terlibat
mendirikan Patai Muslimin Indonesia (Parmusi), partai diklaim sebagai
kelanjutan Partai Islam Masyumi yang dibubarkan pemerintah Soekarno tahun
1960. Keterlibatan Muhammadiyah di dalam Parmusi ini tidak bertahan lama,
karena kader Muhammadiyah yang menjabat Sekretaris Utama Parmusi,
Lukman Hakim diturunkan Orde Baru melalui tangan J. Naro.
Muhammadiyah selalu berperan aktif dalam setiap kebijakan politik yang
diambil oleh Orde Baru, selama kebijakan itu menyangkut persoalan kehidupan
beragama, misalnya menumpas pemberontakan PKI, ikut memberikan
sumbangan pemikiran berdasarkan ajaran Islam terhadap usulan pemerintah
kepada DPR tentang Rancangan Undang-Undang Perkawinan.
Kondisi sosial politik pada masa awal orde baru menimbulkan harapan
baru bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia. Pada masa tersebut umat
Islam mulai menaruh harapan terhadap penyelesaian berbagai masalah yang
dihadapi sebelumnya. Di sisi lain pemerintah berusaha menggalang semua
kekuatan sosial politik untuk mensukseskan pembangunan. Salah satu upaya
pemerintah dilakukan melalui kerjasama pemimpin non formal seperti ulama ke
dalam wadah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Lembaga keagamaan ini semula merupakan organisasi yang bersifat
regional yang dikembangkan pemerintah sebagai upaya konsolidasi Ulama di

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


berbagai daerah rawan politik seperti Jawa Barat dan Aceh. Keberhasilan
Majelis Ulama tersebut dalam ikut mencari penyelesaian konflik agama dan
daerah mendorong pemerintah membentuk MUI.
Sikap Muhammadiyah terhadap lahirnya MUI dan MU di daerah dapat
dilihat dengan duduknya Hamka dan Hasan Basri sebagai ketua. Sedangkan
sikap resmi Muhammadiyah dinyatakan dalam Raker Pimpinan tingkat Pusat
pada tahun 1976 yang menyatakan bahwa agar Muhammadiyah di seluruh
daerah menjalin hubungan dengan sebaik-baiknya dengan anggotanya yang
duduk dalam MU tersebut.
Pada masa orde baru, bersamaan dengan perubahan kepemimpinan dan 21

system politik, umat Islam membentuk satu Lembaga koordinasi yang diberi
nama Badan Koordinasi Amal Muslim (BKAM). Dalam Lembaga tersebut,
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi pendukung utama diantara 16
organisai yang tergabung di dalamnya.
Pada tahun 1966 Muhammadiyah terjun ke dunia politik praktis dengan
mendukung berdirinya Parmusi. Sejak itu Muhammadiyah menempatkan wakil-
wakilnya di berbagai lembaga legislative baik di daerah maupun di pusat. Untuk
pilihan pertama jelas tidak mungkin karena bertentangan dengan keputusan
Muktamar Muhammadiyah Bandung pada tahun 1965, sekali Muhammadiyah
tetap Muhammadiyah dan tidak menjadi partai. Usaha umat Islam
menghidupkan Masyumi melalui BKAM akhirnya gagal, karena pemerintah
tidak menghendaki hidupnya kembali Masyumi. Sebagai alternative, pemerintah
menyetujui terbentuknya Partai Muslimin Indonesia yang didukung oleh 16
organisasi Islam, termasuk Muhammadiyah.

6. Perjuangan Muhammadiyah Pada Masa Reformasi dan Pasca Reformasi

Ketua umum Muhammadiyah pada akhir era orde baru adalah KH Azhar
Basyir. KH Azhar Basyir tidak sampai akhir periode kepemimpinan karena ia
meninggal dunia pada 28 Juni 1994. Jabatan Ketua Umum Muhammadiyah
kemudian dilanjutkan oleh Dr H Amien Rais yang dikukuhkan pada Muktamar
1995 di Yogyakarta. Amien Rais di periode selanjutnya juga terpilih kembali

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


ketua umum yakni periode 1995-2000. Tidak bisa dipungkiri aktivitas Amien
Rais di Muhammadiyah dilatari keprihatinannya atas kondisi politik nasional
yang menurutnya perlu direformasi.
Setelah rezim Soeharto lengser, Amien Rais mendirikan Majelis Amanah
Rakyat (MARA) sebagai bentuk solusi pasca-reformasi. Ia lantas membentuk
Partai Amanat Nasional (PAN) yang secara fenomenal mampu sukses di
pemilu 1999. Berkat kesuksesan PAN berada di 5 besar perolehan suara
nasional, Amien Rais didapuk menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia (MPR RI). Namun konsekuensinya, Amien harus melepas 22

jabatan Ketua Umum Muhammadiyah.


Posisi Amien Rais digantikan oleh Prof.Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif hingga
tahun 2005. Pria yang akrab disapa Buya Safi’i ini dikenal sebagai tokoh yang
pluralis dan tak sedikit menyumbang gagasan-gagasan keislaman untuk
Muhammadiyah dan Indonesia.
Pada masa kepemimpinannya, Buya Safi’i mengedepankan proses
dinamisasi Muhammadiyah agar secara optimal menggerakkan usaha-usaha
tajdid dan cita-cita pencerahan yang ingin diraihnya. Salah satunya adalah
mendorong kebangkitan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) sebagai
pelaku sejarah masa depan yang disiapkan Muhammadiyah.
Ketua Umum Muhammadiyah berganti lagi pada 2005. Dalam muktamar
ke-44 di Jakarta, terpilihlah nama Prof. Dr. KH Din Syamsuddin. Din
Syamsuddin dikenal sebagai politisi partai Golongan Karya (Golkar) sebelum
menjadi ketua. Din mempunyai pemikiran kritis terhadap pemerintah. Ia juga
dikenal sebagai sosok yang plural, toleran terhadap agama lain, namun masih
memegang prinsip Islam secara kuat. Di bawah kepemimpinan Din,
Muhammadiyah mampu tampil di kancah internasional. Hal ini ditunjukkan
melalui aktifnya Muhammadiyah dalam isu perdamaian, multikulturalisme,
dialog antaragama, dan resolusi konflik. Sebagai contoh, Muhammadiyah turut
memprakarsai World Peace Forum bersama Center for Dialogue and
Cooperation among Civilisations (CDCC).

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


Muhammadiyah juga aktif sebagai anggota ICG (International Contact
Group) dalam penyelesaian konflik Filipina. Din Syamsuddin sukses menjadi
ketua umum Muhammadiyah dalam dua periode. Pada Muktamar
Muhammadiyah ke-45, ia kembali terpilih menjadi ketua umum untuk periode
2010-2015.

7. Muhammadiyah Masa Sekarang 23


Tepatnya pada Muktamar ke-47 Makassar, 7 Agustus 2015, Din
Syamsuddin mendapat pengganti sebagai ketua umum Muhammadiyah. Dia
adalah Dr. KH Haedar Nashir. Haedar sendiri bukan nama baru di kalangan
Muhammadiyah. Ia merintis dari menjadi ketua PP Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, Sekretaris PP Muhammadiyah dan akhirnya menjadi ketua
umum. Haedar dikenal sebagai sosok cerdas, dan sering memberikan ide-ide
soal pembaruan Islam. Hal ini tercermin dalam salah satu bukunya berjudul
“Muhammadiyah sebagai Gerakan Pembaharuan”.
Di era sekarang ini, Muhammadiyah bertekad mendudukan Islam lebih
maju, bukan hanya Islam yang hanya mengusung toleransi dan kemanusiaan,
tetapi juga Islam yang objektif dan Islam yang membangun adab bangsa.
Muhammadiyah di bawah pimpinan Haedar Nashir berupaya agar hadir dan
menyentuh isu-isu publik yang menyangkut kehidupan banyak orang.
Selain itu, Muhammadiyah juga berupaya untuk tetap menjaga khittah dan
prinsipnya, agar tak terlibat dalam politik praktis. Seperti diketahui memasuki
tahun politik 2019, Muhammadiyah diguncang isu keberpihakan politik.
Namun, melalui Haedar Nashir, Muhammadiyah menegaskan tetap akan
kembali ke khittah dan kepribadian organisasi, yaitu organisasi sosial
keagamaan. Itulah sejarah Muhammadiyah di Indonesia. Semoga kita bisa
belajar dari perkembangan tersebut.

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


BAB III
24
KESIMPULAN

Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan


Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu
mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam. maksud dan tujuan Muhamadiyah,
yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama,
adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta‟ala.

Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu dikota
suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah
wadah perubahan untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah Rasullullah sesuai dengan arti
Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW.

Dari terbentuknya Muhammadiyah dikampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8


Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan tersebar luas hampir seluruh
Indonesia sehingga menjadi organisasi besarsampai dengan sekarang tidak lepas dari buah
pikiran K.H. Ahmad Dahlan.

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


DAFTAR PUSTAKA
25

1. Suaidi, Ruskam. Dkk. 2019. Gerakan Pembaharuan Islam. Palembang : CV Insan


Cendekia Palembang

2. Hidayat, Syamsul. 2011. Studi Kemuhammadiyahan. Surakarta : LPID

3. Soebagijo I.N. 1982. K.H. Mas Mansur Pembaharu Islam di Indonesia. Jakarta : Gunung
Agung

4. Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Un-Muh Malang. 1990. Muhammadiyah


Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha. Yogyakarta : Tiara Wacana dan Unmuh Malang
Press

5. www.muhammadiyah.or.id

6. https://olympics30.com/sejarah-muhammadiyah/#Masa_Orde_Baru_1968-1995

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah


DP

Sejarah Berdiri dan Perjuangan Muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai