Anda di halaman 1dari 35

KEMUHAMMADIYAAN, TAUHID, IBADA, DAN IKATAN MAHASISWA

MUHAMMADIYAH

Disusun oleh
Yuliana (2262201059)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah  ini dengan
judul “KEMUHAMMADIYAAN, TAUHID, IBADA, DAN IKATAN MAHASISWA
MUHAMMADIYAH “. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.
penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Bengkulu, Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................
C. TUJUAN..................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................

A. Kemuhammadiyaan ...............................................................................................
B. Tauhid .....................................................................................................................
C. Ibada .......................................................................................................................
D. IMM ...................................................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

KESIMPULAN ..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang yang beriman kepada Nabi
Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menghubungkan
(menisbahkan)  ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Pengertian tauhid apabila ditinjau
dari segi bahasa atau etimologi merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau
yaitu wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan, dikutip
dari buku Studi Ilmu Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan Bashori. Ibadah muamalah bersifat
umum. Spiritnya berasal dari Allah, namun teknisnya diserahkan kepada manusia. Misalnya,
Allah memerintahkan manusia menuntut ilmu.
Perkara menuntut ilmunya nanti lewat sekolah, pesantren, atau bahkan autodidak, adalah
mutlak wilayah kreativitas manusia. Tidak ada ketentuan harus begini dan begitu. Pendeknya,
ibadah muamalah itu mencakup seluruh aktivitas hidup manusia yang sejalan dengan perintah
Allah. Tidak ada batasan. Kuncinya dalam niat. Kaidah mengatakan, an-niyyatu tufarriqu baina
al-aadati wa al-ibaadati (niatlah yang membedakan antara [suatu perbuatan itu] kebiasaan saja
atau ibadah). Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah gerakan mahasiswa Islam dan
salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta pada 14 Maret 1964 M
atau 29 Syawal 1384 H. IMM bertujuan untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Islam
yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
[1]
Menurut Prof. Soegarda Poerbakawatja (1976), IMM adalah suatu perkumpulan mahasiswa
yang bernaung di bawah perkumpulan sosial Muhammadiyah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kemuhammadiyaan?
2. Apa yang dimaksud dengan tauhid?
3. Apa yang dimaksud dengan ibada?
4. Apa yang dimaksud dengam IMM?

C. Tujuan
Memberikan informasi yang lengkap mengenai kemuhammadiyaan, tauhid,
ibada, dan imm.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Pada bulan Zulhijah atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yakni 18 November 1912 adalah sebuah
peristiwa penting bagi sejarah Muhammadiyah. Ini menandai lahirnya gerakan Islam modernis
terbesar di Indonesia yang mempelopori pemurnian dan pembaruan Islam di negara berpenduduk
agama Islam terbesar  di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh Kyai reformis yang taat dan
intelektual, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau dikenal juga Muhammad Darwis yang berasal
dari kota santri Kauman Yogyakarta. Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang
yang beriman kepada Nabi Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan
untuk menghubungkan (menisbahkan)  ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penamaan
tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma, memiliki arti sebagai berikut, “Dan tujuannya adalah
untuk memahami dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad
SAW agar  dapat menjalani kehidupan dunia selama yang diinginkannya. Oleh karena itu, ajaran
Islam yang murni dan benar  dapat menginspirasi kemajuan umat Islam dan masyarakat
Indonesia pada umumnya”.

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya juga tidak terlepas
dari  perjuangan pendirinya, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah Kyai Dahlan berziarah ke
tanah suci dan menetap untuk kedua kalinya pada tahun 1903, ia mulai menabur benih untuk
pembaruan di Indonesia. Kyai Dahlan muncul dengan ide reformasi setelah belajar dengan para
imam Indonesia yang tinggal di Mekah, seperti Syekh Ahmad Khatib di Minangkabau, Kyai
Nawawi di Banten, Kyai Mas Abdullah di Surabaya, dan Kyai Faqih di Maskumambang. Selain
itu juga membaca pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimija, Muhammad
bin Abduh Wahab, Jamaldin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan
membaca karya intelektual dan pertukaran selama tinggal di Arab Saudi serta  para pembaharu
pemikiran Islam, Kyai Dahlan menabur benih-benih gagasan pembaruan. Jadi, sekembalinya dari
Arab Saudi, Kyai Dahlan tidak konservatif dan justru membawa ide dan gerakan reformasi.
Embrio lahirnya sejarah Muhammadiyah sebagai  organisasi untuk mewujudkan ide-idenya
adalah hasil interaksi dengan teman- temannya di organisasi Boedi Oetomo yang tertarik dengan
tema-tema keagamaan, yakni R. Budi Harjo dan Sosros Gondo. Ide ini juga merupakan usulan
dari salah satu santri Kyai Dahlan di Kweekschool Jetis. Di sana, Kyai mengajar agama di luar
sekolah dan sering datang ke rumah Kyai, menyarankan agar kegiatan pendidikan yang
diprakarsai oleh Kyai Dahlan tidak boleh diarahkan oleh Kyai sendiri. Melainkan melalui
organisasi agar ada kesinambungan setelah kematian Kyai. Menurut catatan sejarawan UGM
Adaby Darban yang lahir di Kauman, nama “Muhammadiyah” awalnya diusulkan oleh kerabat
sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan bernama Muhammad Sangidu. Ia adalah seorang Ketib
Anom Keraton Yogyakarta dan juga salah satu tokoh pembaharuan yang menjadi penghulu
Kraton Yogyakarta. Peristiwa tersebut menandakan bahwa pilihan  mendirikan Muhammadiyah
memiliki dimensi spiritual yang tinggi, yakni tradisi Kyai dan dunia pesantren.

1. Gagasan Berdirinya Muhammadiyah


Gagasan  mendirikan organisasi Muhammadiyah, selain mewujudkan gagasan reformasi
Kyai Dahlan, menurut Adam By Durban adalah mewadahi madrasah ibtidaiyah secara praktis
dan sistematis yang dibangun pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut didirikan sebagai bentuk
tindakan lanjutan dari kegiatan yang dilakukan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam
yang dikembangkannya secara informal dan pengajaran pengetahuan umum di beranda
rumahnya. Berdasarkan tulisan Djarnawi Hadikusuma, tempat yang dibagun tahun 1911 di
kampung Kauman Yogyakarta tersebut adalah ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah
agama yang tidak diselenggarakan di surau- surau seperti biasanya yang dilakukan umat Islam
saat itu. Namun sekolah tersebut bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan
dengan menggunakan meja dan papan tulis yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru.
Selain itu disana juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Itulah sebabnya di tanggal 18 November 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”Muhammadiyah” di Yogyakarta. Organisasi
islam  yang baru ini mengajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim
”Statuten Muhammadiyah” atau bentuk Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama di tahun
1912). Kemudian organisasi ini baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Statuten Muhammadiyah yang pertama bertanggal resmi yang diajukan ialah tanggal
Miladiyah yaitu 18 November 1912.

2. Maksud & Tujuan Didirikan Muhammadiyah


Maksud didirikan organisasi islam ini adalah sebagai berikut:

1. Menyebarkan pengajaran Agama islam berdasarkan panutan Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta
2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan pendidikan dan
pembelajaran agama di Hindia Belanda
3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam mencapai akhir
Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam dan
luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam yang
sebenarnya, Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang murni,
mendorong umat Islam  untuk mempelajarinya secara umum. Ulama mengajari mereka suasana
dan hal-hal menarik yang mendorong mereka untuk belajar dengan cara yang lebih maju.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam
digantikan oleh prinsip-prinsip Pancasila. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah
berubah menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000, umur Muhammad yang
ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan  Islam kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD
Muhammadiyah.

3. Pengaruh Berdirinya Muhammadiyah di Indonesia


Sejarah Muhammadiyah menunjukan sikap Kyai Dahlan sebagai pendiri yang mampu
memadukan paham Islam yang ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan arah
Tajid yang terbuka. kemajuan yang dikait-kaitkan dengan pemikiran dan langkah ini
memberikan karakter tersendiri bagi lahir dan berkembangnya Muhammadiyah di masa depan.
Kyai Dahlan, seperti para pembaharu Islam lainnya, memiliki karakter unik yang  membebaskan
umat Islam dari keterbelakangan dan termasuk dalam aspek tauhid (`aqidah), ibadah, mu`amalah,
dan pemahaman tentang tajdid (`aqidah). Muhammadiyah membangun kehidupan yang sejahtera
melalui (pembaruan) ajaran Islam dan  umat Islam dengan kembali ke sumber informasi yang
asli, Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shaki, dengan membuka Ijtihad sebagai berikut: Kehidupan:
“Dalam ranah tauhid, KHA. Dahlan ingin mensucikan Aqidah Islam dari segala macam Syirik,
dalam bidang ibadah, tata cara ibadah dari bid’ah, bidang Mumara, bidang akidah tahayul dan
bidang pemahaman ajaran dari Islam. Dia memodifikasi Taqlid untuk memberinya kebebasan
dalam Ijtihad.

Langkah- langkah yang sifatnya “reformasi” itu terletak pada terobosan pendidikan
“modern” yang menggabungkan pengajaran agama dan pengetahuan umum. Berdasarkan
pendapat Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan adalah
seorang muslim terpelajar yang dapat mengintegrasikan aspek “keyakinan” dan “kemajuan” serta
memodernisasi waktu kehidupan tanpa memecah belah kepribadian. Lembaga pendidikan Islam
“modern” bahkan menjadi ciri utama dari sejarah Muhammadiyah mulai berkembang dan
menjadi pembeda dengan pesantren- pesantren saat itu. Pendidikan Islam “modern” ala
Muhammadiyah kemudian diadopsi dan umumnya menjadi lembaga pendidikan bagi umat
Islam. Sejarah muhammadiyah di masa lalu ini merupakan gerakan reformasi yang sukses dan
menghasilkan generasi Muslim terdidik yang tentu saja akan berbeda karena konteks yang diukur
dengan keberhasilan  Islam saat ini. Reformasi Islam yang bermula pada Kyai Dahlan dapat
ditelusuri kembali ke pemahaman dan pengamalan Surah al-Maung. Gagasan dan ajaran Surat
Al-Maun adalah contoh monumental lain  dari reformasi filantropi berorientasi kesejahteraan,
yang kemudian menjadi sebuah lembaga yang disebut Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU).

Langkah penting dalam wacana Islam modern ini dikenal sebagai “teologi transformasi”.
Karena Islam berurusan dengan pemecahan masalah tertentu melalui manusia, bukan hanya
doktrin ritual ibadah dan “Habrumin Allah” atau hubungan dengan Tuhan. Inilah  tipikal “teologi
amal” Kyai Dahlan yang menjadi awal mula keberadaan Muhammadiyah sebagai bentuk lain
dari pemikiran dan amal pembaruan  di tanah air. Kyai Dahlan juga merawat umat Islam  dengan
cara yang bijak dan anggun agar mereka tidak dikorbankan untuk misi Christian Zending. Kyai
melakukan diskusi dan debat  langsung dan terbuka dengan banyak biksu di  Yogyakarta.
Memahami bahwa ada persamaan selain perbedaan antara Al Quran sebagai kitab suci Muslim
dan kitab suci sebelumnya. Pelopor reformasi Kyai Dahlan yang menjadi tonggak sejarah
berdirinya Muhammadiyah, tercermin dalam kegiatan perintis Gerakan Wanita Aisyiah 1917.
“Kita harus bertindak proaktif untuk menyampaikan ajaran masyarakat, khususnya Islam, dan 
memajukan kehidupan  perempuan” adalah salah satu statement mereka. Langkah reformasi ini 
dilakukan oleh Afghani, Abdu, Ahmad Khan dan lainnya, yang membedakan Kay Darlan dari
reformis Islam lainnya. Jadi Kyai Dahlan bersama dengan pendirinya Muhammadiyah,
menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan manusia dalam segala hall.” Di dalam
Muhammadiyah, ajaran Islam dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mencakup Aqidah dan
Ibada, tetapi juga perilaku moral dan sekuler. Selain itu, aspek akidah dan ibadah  dalam akhlak
dan pergaulan harus dimutakhirkan agar Islam benar- benar eksis dalam realitas pemeluknya.
Oleh karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas
pemahaman Islam yang seharusnya diamalkan dalam  kehidupan  nyata.

Kyai Dahlan benar- benar mengajarkan Islam dengan sangat mendalam, luas, kritis dan
intelektual. Menurutnya Muslim adalah seorang fanatik yang mencari kebenaran yang hakiki,
memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, tidak jujur dan buta akan kebenarannya,
serta menimbang-nimbang hakikat kehidupan. dan berpikir secara teoritis dan sekaligus praktis.
Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taat beragama dan tertinggal dalam perjalanan hidupnya.
Oleh karena itu, memahami Islam harus mencapai akar, kebenaran atau esensinya dengan
menggunakan kekuatan akal dan ijtihad secara penuh. Ketika mengajarkan Al-Qur’an Al Ma’un
untuk memahami Al-Qur’an, Kyai Dahlan mempelajari syair- syair Al-Qur’an satu, dua, atau
tiga ayat sekaligus, dan kemudian memintanya untuk membaca dan mendengarkannya secara
tartil dan tadabbur. Menurut  Mukti Ali,  model pemahaman yang kemudian menjadi tokoh
Muhammadiyah ini terkenal dengan ilmu agamanya, lulusan Al Azhar Kairo dan akrab dengan
pemikirannya dan berbagai persoalan kehidupan yang dikembangkan oleh KH Mas Mansoer
yang berpandangan luas. Kelahiran Muhammadiyah dengan ide- ide intelektual dan
pembaharuan pendirinya Kyai Haji Ahmad Dahlan didorong oleh perjuangannya menghadapi
realitas kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia saat itu. Ada beberapa faktor- faktor yang
mendukung lahirnya organisasi Muhammadiyah adalah seperti berikut ini:

1. Islam tidak lagi bersinar dalam cahaya murninya


2. Kurangnya persatuan dan kesatuan  umat Islam sebagai akibat gagalnya penegakan Uhuwah
Islamiyah dan lemahnya organisasi yang kuat
3. Beberapa lembaga pendidikan Islam tidak mampu menghasilkan eksekutif-eksekutif Islam
karena tidak lagi  memenuhi tuntutan zaman
4. Sebagian besar umat Islam  hidup dalam kisaran sempit fanatisme, keyakinan buta,
pemikiran dogmatis,  konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme
5. Dari persepsi bahaya Islam yang mengancam jiwa, dan sehubungan dengan  misi dan
kegiatan pusat Kristen di Indonesia yang semakin mempengaruhi penduduk
Berdasarkan penjelasan sejarah Muhammadiyah di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa
berdirinya Muhammadiyah  karena alasan dan tujuan sebagai berikut ini:

1. Pemurnian pengaruh dan adat-istiadat non-Islam dari Islam Indonesia


2. Merekonstruksi Islam dengan pandangan ke pemikiran kontemporer
3. Reformasi pengajaran dan pendidikan Islam
4. Melindungi Islam dari pengaruh dan serangan luar
Fenomena baru yang  menonjol dari keberadaan organisasi Muhammadiyah ini adalah
gerakan Islam yang murni dan progresif dihadirkan melalui sistem yang terorganisir, bukan
melalui jalur individu. Presentasi gerakan Islam melalui organisasi dibentuk oleh budaya
tradisional di mana umat Islam bergantung pada kelompok lokal seperti pesantren. Saat peran
Kyai sebagai pemimpin informal sangat dominan, itu adalah peristiwa yang membuat
perkembangan zaman. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, dan Kyai
Dahlan secara cerdas dan adaptif mengadopsinya sebagai “washira” (alat, alat) untuk
mewujudkan cita-cita Islam. Formalisasi organisasi gerakan Islam yang terkait dengan lahirnya
Muhammadiyah tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berdasarkan referensi keagamaan yang
digunakan oleh para ulama sehubungan dengan Kaida “mâlâorphanal wâjibillâbihi
fahuwâwâjib”. Alat-alat yang unik itu penting jika suatu perkara tidak akan sempurna tanpanya.
Pada dasarnya, sejarah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga telah mendapat rujukan
teologis melalui sistem organisasinya. Tercermin dalam makna/interpretasi Sula Ali Imran ayat
104, dan itu tidak terjadi. Syair Al-Qur’an ini kemudian dikenal sebagai “puisi” Muhammadiyah.
Terinspirasi Al-Qur’an Sula Ali Imran 104, Muhammadiyah ingin menghadirkan Islam sekaligus
doktrin “transendental” yang mengundang rasa keimanan hanya dalam konteks tauhid. Tidak
hanya Islam murni, tetapi acuh tak acuh terhadap kehidupan. Terlebih lagi, Islam murni hanya
dipahami sebagian saja. Namun di samping itu, Islam telah mengubah umat manusia di dunia
nyata melalui gerakan-gerakan “humanisasi”  atau ajakan kebaikan dan “pembebasan” atau
“liberation”, yakni pembebasan dari segala kejahatan yang menunjukkan dirinya sebagai
kekuatan yang dinamis. Islamnya telah diperbarui sebagai agama surgawi yang membumi yang
menandai dimulainya fajar baru reformisme dan modernisme Islam di Indonesia.

B. Tauhid

Pengertian tauhid apabila ditinjau dari segi bahasa atau etimologi merupakan bentuk kata
mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti
mengesakan atau menunggalkan, dikutip dari buku Studi Ilmu Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan
Bashori. Dengan demikian, secara bahasa pengertian tauhid adalah ilmu yang membahas tentang
Allah SWT yang Maha Esa. Karena, arti kata tauhid adalah mengesakan, dengan dimaksud
mengesakan Allah SWT adalah dzat-Nya, asma-Nya dan af’al-Nya. Jadi, ilmu tauhid
mempelajari bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, Satu. Ditinjau dari buku Teologi Islam
Ilmu Tauhid karya Drs Hadis Purba dan Drs. Salamuddin, terdapat beberapa pengertian tauhid
yang telah dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi atau pengertian tauhid tersebut antara
lain;

1. Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1926:4), dikemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah suatu
ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib disifatkan kepada-Nya,
sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul-
Nya, meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang boleh ditetapkan kepada mereka, dan apa
yang terlarang dinisbatkan kepada mereka."

2. Husain Affandi al-Jisr (tt:6) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas
tentang hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan."

3. Ibnu Khaldun (tt:458) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid berisi alasan-alasan dari aqidah
keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap
golongan bid'ah yang dalam bidang aqidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan ahlus
sunnah."

4. M.T. Thair Abdul Muin (tt:1) menyampaikan bahwa "Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki
dan membahas soal yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-Nya; juga
menguoas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat bantu untuk
membuktikan adanya Zat yang mewujudkan."

Masih banyak sekali definisi atau pengertian tauhid yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Meski susunan kata-kata atau redaksi dari penjabaran mereka tidak sama, namun semuanya
memiliki kesamaan yakni masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia
setelah mati.

1. Jenis-Jenis Tauhid

Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan substansi aqidah ahlus sunnah wal
jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung
klarifikasi jenis-jenisnya, dapat terealisasi dalam kehidupan. Dalam kaitan ini tercakup dua hal.
Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan
akal sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam kenyataan sehingga ia menjadi
fenomena yang tampak dalam kehidupan manusia.Secara teoritis, tauhid diklarifikasikan dalam
tiga jenis, yakni;

1. Tauhid Rububiyah

Jenis tauhid yang pertama adalah tauhid Rubibiyah. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan
kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti antara lain:
al-murabbi (pemelihara), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang
memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali). 

Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “percaya bahwa hanya Allah-
lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”, dilansir
dari Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah Al-Buraikan.

Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini;

 Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya, menciptakan,


memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai.

 Beriman kepada takdir Allah.

 Beriman kepada zat Allah.

2.  Tauhid Uluhiyah


Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyah. Kata Uluhiyah diambil dari akar kata 'ilah' yang
berarti 'yang disembah' dan 'yang ditaati'. Karena ini digunakan untuk menyebut sembahan yang
hak dan yang batil. Pemakaian kata lebih dominan digunakan untuk menyebut sembahan yang
hak sehingga maknanya berubah menjadi: Dzat yang disembah sebagai bukti kecintaan,
penggunaan, dan pengakuan atas kebesaran-Nya.

Dengan demikian kata ilah mengandung dua makna: pertama adalah ibadah; kedua adalah
ketaatan, dikutip dari buku Filsafat Pendidikan Islam oleh Hasan Basri.Pengertian tauhid
Uluhiyah dalam terminologi syari’at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut.
Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan”.
Oleh sebab itu realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua
dasar; Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT, semata tanpa
adanya sekutu yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.

3. Tauhid Asma’Wash-Shifat
Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi tauhid al-asma wa ash-shifat
artinya pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna,
masih dikutip dari buku Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah
Al-Buraikan.

Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu dengan menyebut bagian-
bagian kesempurnaan itu satu persatu. Menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diri-Nya
sendiri. Tetapi Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diri-Nya. Hanya saja
penafikan itu bersifat umum.

Artinya, Allah SWT menafikan semua bentuk sifat kekurangan bagi dirinya yang bertentangan
dengan kesempurnaan-Nya secara umum tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan
tersebut. Terkadang memang terjadi sebaliknya, yaitu bahwa Allah SWT menetapkan sifat-sifat
bagi dari-Nya secara global dan merinci sifat-sifat kekurangan yang ingin dinafikan. 

C. Ibadah
  Ibadah, menurut Kitab Masalah Lima, ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah dengan jalan menaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan
mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat berupa
ucapan, perbuatan, menahan diri, menggugurkan. Sementara dari segi hukum pelaksanaannya,
ada dua jenis ibadah. Pertama, ibadah muamalah, yaitu segala perbuatan baik yang tidak
melanggar syariat. Kedua, ibadah mahdhah, yaitu apa saja yang telah ditetapkan Allah perincian,
tingkah, dan tata caranya. Ibadah muamalah bersifat umum. Spiritnya berasal dari Allah, namun
teknisnya diserahkan kepada manusia. Misalnya, Allah memerintahkan manusia menuntut ilmu.
Perkara menuntut ilmunya nanti lewat sekolah, pesantren, atau bahkan autodidak, adalah mutlak
wilayah kreativitas manusia. Tidak ada ketentuan harus begini dan begitu. Pendeknya,
ibadah muamalah itu mencakup seluruh aktivitas hidup manusia yang sejalan dengan perintah
Allah. Tidak ada batasan. Kuncinya dalam niat. Kaidah mengatakan, an-niyyatu tufarriqu baina
al-aadati wa al-ibaadati (niatlah yang membedakan antara [suatu perbuatan itu] kebiasaan saja
atau ibadah).
Berbeda dengan ibadah mahdhah. Ibadah jenis ini bersifat khusus. Detail pelaksanaannya
harus mengacu instruksi Allah yang telah dicontohkan Rasulullah. Aneka rupa kreativitas
manusia dalam ibadah mahdhah dinamakan bid’ah, dan statusnya sesat.
Pelaksanaan rukun Islam terhitung ibadah mahdhah. Redaksi syahadat, misalnya, harus
mengikuti tuntunan Rasulullah. Perincian tentang shalat, mulai dari waktu pelaksanaan, jumlah
rakaat, hingga kaifiahnya, tidak boleh mengarang. Demikian pula teknis zakat, puasa, dan haji,
sama sekali haram berkreasi sendiri. Kita diwajibkan manut Rasulullah.
Muhammadiyah meramu dua jenis ibadah ini secara unik. Dalam
ibadah mahdhah, Muhammadiyah sangat puritan. Hanya mau melakukan amalan yang jelas-jelas
dipraktikkan Rasulullah. Karena itu, bacaan shalawat dalam shalat, Muhammadiyah menolak
tambahan kata sayyidina. Sebab, menurut Muhammadiyah, Rasulullah mengajarkan Allahumma
shalli ala Muhammad, dan bukan Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad. Kendati
demikian, purifikasi dalam Muhammadiyah selalu berdimensi dinamisasi. Sejak awal, KH
Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, memandang Islam bukan sebatas agama pribadi yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah. Lebih dari itu, Islam adalah sistem kehidupan
manusia dalam segala aspek. Karena itu, Kiai Dahlan kemudian mengajak umat memurnikan
ajaran Islam dengan kembali ke Al-Qur’an dan hadis sahih sekaligus melakukan pencerahan
kehidupan melalui pemikiran dan gerakan pemberdayaan.
Jadi, pemurnian dalam Muhammadiyah sangat lekat dengan pembaruan.
Muhammadiyah welcome terhadap sumber ilmu dari mana saja, asal untuk kemajuan Islam. Di
samping getol memurnikan praktik ibadah formal sesuai Al-Qur’an dan hadis sahih,
Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai aksi pemberdayaan, seperti mendirikan lembaga
pendidikan, balai pengobatan, panti asuhan, rumah jompo, rumah miskin, dan lainnya. Inilah
bedanya Muhammadiyah dengan gerakan Islam lain.

D. IMM

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Singkatan IMM

Tanggal 14 Maret 1964; 59 tahun lalu


pendirian

Didirikan di Yogyakarta

Tipe Organisasi Kemahasiswaan,


Perkaderan dan Perjuangan.

Kantor pusat DKI Jakarta

Bahasa resmi Indonesia

Ketua Umum Abdul Musawir Yahya


DPP

Organisasi Muhammadiyah
induk

Moto:
Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah gerakan mahasiswa Islam dan salah satu


organisasi otonom Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta pada 14 Maret 1964 M atau 29
Syawal 1384 H. IMM bertujuan untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang
berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
[1]
Menurut Prof. Soegarda Poerbakawatja (1976), IMM adalah suatu perkumpulan mahasiswa
yang bernaung di bawah perkumpulan sosial Muhammadiyah.

1. Sejarah
Berdirinya IMM tidak dapat terlepas dari peristiwa Muktamar Muhammadiyah Ke-
25 (Congres Moehammadijah Seperempat Abad) pada tahun 1936 di Batavia (Jakarta) yang
mewacanakan untuk menghimpun mahasiswa dan mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah.
Selama masa Hindia Belanda hingga pasca kemerdekaan Indonesia, kalangan pelajar sekolah
tinggi yang berlatarbelakang Muhammadiyah bergabung dengan organisasi otonom yang telah
lebih dahulu berdiri seperti Nasyiatul Aisyiah dan Pemuda Muhammadiyah. Sebagian di
antaranya memutuskan untuk bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang
dinilai membawa pemahaman Islam yang sejalan dan dirintis oleh banyak mahasiswa berlatar
belakang Muhammadiyah seperti Lafran Pane dan Maisaroh Hilal (Cucu KH. Ahmad Dahlan).[2]
Pembentukan organisasi perkaderan khusus mahasiswa kurang mendapat dukungan
mengingat sikap Muhammadiyah dalam Kongres Moeslimin Indonesia di Yogyakarta pada 1949
yang mendukung bahwa Masyumi sebagai satu-satunya partai politik Islam, Pelajar Islam
Indonesia (PII) sebagai satu-satunya organisasi pelajar, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa muslim di Indonesia serta bersifat independen.[3] Pada
18 November 1955 untuk pertama kalinya Muhammadiyah mendirikan Fakultas Falsafah dan
Hukum di Padang Panjang (saat ini Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat). Berdirinya
perguruan tinggi Muhammadiyah di berbagai kota seperti Padang
Panjang (1955), Jakarta (1957), Surakarta (1958), dan Yogyakarta menguatkan wacana
membentuk organisasi perkaderan otonom di tingkat mahasiswa.  Guna mewadahi hal tersebut,
[4]

Muktamar Pemuda Muhammadiyah Ke-I pada 1956 di Palembang mengamanatkan


pembentukan Departemen Pelajar dan Mahasiswa di bawah Pemuda Muhammadiyah.
Pasca bubarnya Masyumi pada 13 September 1960, keinginan untuk mendirikan
organisasi otonom mahasiswa kembali bergulir pada Konferensi Pimpinan Daerah
(Konpida) Pemuda Muhammadiyah Se-Indonesia di Surakarta pada 18 Juli 1961. Konpida
tersebut tidak membuahkan hasil sebab ada argumen bagi mahasiswa Muhammadiyah yang tidak
ingin tergabung dalam Pemuda Muhammadiyah dapat bergabung dengan Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM). Sebagian pimpinan Pemuda Muhammadiyah dari berbagai kota
seperti Medan, Padang, Ujung Pandang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya,
dan Malang menjelang Muktamar Ke-36 Setengah Abad Muhammadiyah pada tahun 1962 di
Jakarta mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Melalui kongres ini
wacana untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan dari Pemuda Muhammadiyah menjadi
organisasi otonom kembali menguat.[5]
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, Mohamad Djazman Al-Kindi menggagas
pembentukan Lembaga Dakwah Mahasiswa sebagai penjajakan dan untuk selanjutnya
dikoordinasikan oleh Margono, Soedibjo Markoes, dan Abdul Rosyad Sholeh. Mengalir
banyaknya desakan ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membentuk organisasi otonom
mahasiswa tersendiri akhirnya direstui oleh KH. Ahmad Badawi. Pada 14 Maret 1964 atau 29
Syawal 1384 H, PP Muhammadiyah menunjuk formatur Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
dengan Mohamad Djazman Al-Kindi sebagai ketua umum yang pertama. Musyawarah Nasional
(Munas) pertama IMM dilaksanakan di Surakarta pada 1 s.d. 5 Mei 1965
menghasilkan Deklarasi Kottabarat. Presiden Soekarno memberikan nota restu secara langsung
pada 16 Februari 1966 di Istana Negara.[2]
2. Susunan Organisasi

1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) adalah tingkat tertinggi dan berkedudukan di Ibu kota
Negara.
2. Dewan Piminan Daerah (DPD) adalah tingkatan yang melingkupi sejumlah cabang dalam
suatu provinsi. Syarat pendiriannya adalah minimal telah berdiri sejumlah tiga cabang di
bawahnya. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial daerah ditetapkan oleh DPP
atas usul Musyda dan pertimbangan calon DPD terkait.
3. Pimpinan Cabang (PC) adalah tingkatan yang melingkupi sejumlah komisariat dalam
suatu kabupaten / kota atau daerah tertentu. Syarat pendirian cabang adalah minimal
terdapat 3 komisariat di bawahnya. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial
cabang ditetapkan oleh DPP atas usul DPD yang bersangkutan.
4. Komisariat adalah tingkatan dasar yang berada pada
suatu kampus, fakultas atau akademi dan atau tempat tertentu. Pembentukan,
pengesahan, serta luas teritorial komisariat ditetapkan oleh DPD atas usul PC yang
bersangkutan.
Catatan:
IMM memiliki cabang istimewa di luar negeri (Pimpinan Cabang Istimewa/PCI) di antaranya:

1. PC Istimewa IMM Malaysia
2. PC Istimewa IMM Brunei Darussalam
3. PC Istimewa IMM Thailand
4. PC Istimewa IMM China
5. PC Istimewa IMM Turki
6. PC Istimewa IMM Australia
Susunan Bidang[sunting | sunting sumber]

1. Bidang Organisasi
2. Bidang Kader
3. Bidang Hikmah, Politik, dan Kebijakan Publik
4. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan
5. Bidang Media dan Komunikasi
6. Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan
7. Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
8. Bidang IMMawati
9. Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman
10.Bidang Seni, Budaya, dan Olahraga
11.Bidang Hubungan Luar Negeri
12.Bidang Lingkungan Hidup
13.Bidang Agraria dan Kemaritiman
14.Bidang Kesehatan
Lembaga Otonom
1. Badan Usaha Milik Ikatan (BUMI)
2. Lembaga Pers Mahasiswa Muhammadiyah (LPMM)
Lembaga Semi Otonom

1. Lembaga Pengembangan Daerah dan Cabang (LPDC) dan Lembaga Pengembangan


Cabang dan Komisariat (LPCK).
2. Korps Instruktur
3. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Muhammadiyah (LKBHMM)
4. Korps IMMawati
5. Korps Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah (KM3)
6. Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Muhammadiyah (LSBMM)
7. dan lain lain
Permusyawaratan[sunting | sunting sumber]

1. Muktamar (sebelumnya Musyawarah Nasional)


o Dilaksanakan setiap 2 tahun sekali
o Peserta terdiri atas perwakilan Daerah dan Cabang
o Tanggungjawab pelaksanaan berada dibawah koordinasi Dewan Pimpinan Pusat
(DPP)
2. Tanwir (sebelumnya Konperensi Nasional / Konpernas)
o Dilaksanakan setiap 1 tahun sekali
o Peserta terdiri atas perwakilan Daerah.
o Tanggungjawab pelaksanaan berada dibawah koordinasi Dewan Pimpinan Pusat
(DPP)
o Tanwir IMM juga digunakan untuk menentukan Tuan Rumah Muktamar periode
selanjutnya.
3. Musyawarah Daerah (Musyda)
o Dilaksanakan setiap 2 tahun sekali
o Peserta terdiri atas perwakilan Cabang dan Komisariat.
o Tanggungjawab pelaksanaan berada dibawah koordinasi Dewan Pimpinan Daerah
(DPD).
4. Musyawarah Cabang (Musycab)
o Dilaksanakan setiap 1 tahun sekali
o Peserta terdiri atas perwakilan Komisariat
o Tanggungjawab pelaksanaan berada dibawah koordinasi Pimpinan Cabang (PC).
5. Musyawarah Komisariat (Musykom)
o Dilaksanakan setiap 1 tahun sekali
o Peserta terdiri atas anggota Komisariat
o Adapun tanggungjawab pelaksanaannya dibawah koordinasi
Pimpinan Komisariat (PK).
6. Musyawarah Luar Biasa
3. Enam Penegasan IMM (1965)
Enam Penegasan IMM atau Deklarasi Kottabarat adalah deklarasi penegasan IMM hasil
Musyawarah Nasional I tahun 1965 di Kottabarat, Surakarta. Berikut ini adalah isi dari Enam
Penegasan IMM;[6]

1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam.


2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM.
3. Menegaskan bahwa Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam
Muhammadiyah.
4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan
segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara.
5. Menegaskan bahwa Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah.
6. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahita’ala dan senantiasa diabadikan untuk
kepentingan rakyat.
4. Identitas IMM (1965)
Identitas IMM diputuskan dalam Tanwir (Konpernas) IV tahun 1970 di Magelang. Berikut ini
adalah isi dari Identitas IMM;[6]

1. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi kader yang bergerak di bidang


keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah.
2. Sesuai dengan gerakan Muhammadiyah, maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
memantapkan gerakan dakwah di tengah-tengah masyarakat khususnya di kalangan
mahasiswa.
3. Setiap anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus mampu memadukan
kemampuan ilmiah dan akidahnya.
4. Oleh karena itu setiap anggota harus tertib dalam ibadah, tekun dalam studi dan
mengamalkan ilmunya untuk menyata-laksanakan ketakwaan dan pengabdiannya kepada
Allah SWT.
5. Profil Kader Ikatan (1986)
Profil Kader Ikatan dihasilkan dalam acara Seminar dan Lokakarya Nasional (Semiloknas) yang
diadakan oleh DPP Sementara IMM tanggal 26 - 28 Desember 1986 di Kampus Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Semiloknas tersebut mengambil tema "Memantapkan peran IMM
sebagai Kader Bangsa dan Kader Umat". Acara ini merupakan acara besar pertama kali yang
diadakan oleh DPP IMM pasca terjadi kevakuman selama kurun waktu 10 tahun. Berikut ini
adalah isi dari Profil Kader Ikatan;[6]

1. Memiliki keyakinan dan sikap keagamaan yang tinggi agar keberadaan Ikatan di masa
yang akan datang mampu memberi warna masyarakat yang mulai meninggalkan nilai-
nilai agamawi.
2. Memiliki wawasan dan kecakapan memimpin, karena keberadaan kader ikatan
bagaimanapun merupakan potensi kepemimpinan umat dan kepemimpinan bangsa.
3. Memiliki kecendekiawanan, mengingat spesialisasi dan profesionalisasi mempersempit
cakrawala berpikir dalam sub-bidang kehidupan yang sempit.
4. Memiliki wawasan dan ketrampilan berkomunikasi, mengingat bahwa masa yang akan
datang industri informasi akan mendominasi sistem budaya kita. Hal ini juga inheren
dengan watak Islam yang dalam keadaan apa pun juga selalu siap Amar Ma’ruf Nahi
Munkar sebagai esensi dari komunikasi Islamisasi.
5. Nilai Dasar Ikatan (1992)
Nilai Dasar Ikatan diputuskan dalam Muktamar VII tahun 1992 di Purwokerto, Jawa Tengah.
Berikut ini adalah isi dari Nilai Dasar Ikatan;[6]

1. IMM adalah gerakan mahasiswa yang bergerak tiga bidang keagamaan, kemahasiswaan


dan kemasyarakatan.
2. Segala bentuk gerakan IMM tetap berlandaskan pada agama Islam yang hanif dan
berkarakter rahmat bagi sekalian alam.
3. Segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran adalah lawan
besar gerakan IMM perlawanan terhadapnya adalah kewajiban setiap kader IMM.
4. Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan berangkat individu-individu
mukmin, maka kesadaran melakukan syariat Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus
mempunyai tanggung jawab untuk mendakwahkan kebenaran di tengah masyarakat.
5. Kader IMM merupakan inti masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita
kemerdekaan, kemuliaan dan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan semangat
pembebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah Muhammad SAW.
6. Deklarasi IMM
a. Deklarasi Garut (Garut, 1967)
Menyadari perlunya meningkatkan mutu “Ikatan” sebagai aparat pembaharuan dan pengabdian,
IMM menegaskan sekali lagi strategi dasarnya untuk pembinaan organisasi sebagai berikut:

 Kaderisasi
 Kristalisasi, dan
 Konsolidasi
1. Membina setiap anggota IMM sebagai kader yang takwa kepada Allah dan sanggup
memadukan intelektualitas dengan ideologi, karena suksesnya perjuangan Umat Islam
Indonesia banyak ditentukan oleh kesanggupan para inteligensinya untuk selalu berjuang
dengan landasan ideologi Islam.
2. Membina setiap anggota IMM sebagai subyek dan aktivis Ikatan” yang setia sepenuhnya
kepada ideologi dan loyal kepada organisasi. Pengalaman dan sejarah menunjukkan
bahwa untuk mencapai sasaran perjuangan organisasi sebagai aparat untuk mencapai
sasaran tersebut, harus didukung oleh anggota yang meyakini kebenaran ideologi dan
mengamalkannya serta aktif menunjang setiap aktivitas gerakannya.
3. Terus menerus menyempurnakan dan menertibkan organisasi, sehingga sebagai aparat
perjuangan mampu mengantarkan “Ikatan” dalam mencapai tujuan perjuangan.
b. Deklarasi Masjid Raya Baiturrahman (Semarang, 1975)

1. Sejarah Perjalanan Ikatan dimulai dengan Deklarasi Kota Barat, Surakarta, 5 Mei 1965
yang berisikan hasrat dan tekad kami untuk mewujudkan satu wadah pembinaan generasi
muda Nasional yang kemudian kami namakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Walaupun masih dalam usia muda, namun kami sadari, bahwa segenap idea dan cita
yang dilahirkan, dikembangkan dan diperjuangkan oleh pewaris Nusantara yang
terdahulu, yang bertekad untuk mewujudkan satu Bangsa Indonesia yang besar dengan
satu tata masyarakat yang baru yang damai, adil sejahtera dalam naungan ridha Ilahi.
Kami mengemban idea dan cita yang dikembangkan oleh K.H. Ahmad Dahlan pendiri
Persyarikatan Muhammadiyah. Kami mendukung dan mengemban pula segenap ide dan
cita yang didengungkan pada proklamasi 17 Agustus 1945, pada Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, pada hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, bahkan idea dan cita yang
diperjuangkan oleh para Pahlawan Nasional yang terdahulu.
2. Deklarasi Kota Garut, 28 Juli 1967, berisikan hasrat dan tekad kami untuk menjadikan
ikatan sebagai aparat pembaharu, satu proses yang selalu dituntut oleh satu bangsa
ataupun satu kaum yang selalu menginginkan kemajuan. Demikian pula kami tegaskan
dalam deklarasi tersebut, satu identitas kepribadian ikatan yang menuntut setiap
pendukung ikatan untuk membekali dan melengkapi dirinya dengan kemantapan akidah
serta dengan kematangan intelektual, sebab kami yakin bahwa tantangan kehidupan masa
kini dan mendatang hanya akan bisa dijawab oleh pribadi-pribadi yang matang, dewasa
dalam keharmonisan serta perpaduan antara akidah dan intelektualitas.
3. Di tengah-tengah kepanikan umat dewasa ini akibat krisis kependudukan, moneter,
pangan sumber-sumber alam yang tak tergantikan serta lingkungan hidup, maka kami
berpendapat bahwa sebenarnya dibalik segala krisis yang disadari atau tidak, diakui atau
tidak justru merupakan krisis utama, yakni krisis kemanusiaan. Tanpa diakuinya krisis
kemanusiaan ini, maka krisis-krisis tersebut di depan tadi akan merupakan lingkaran
setan tanpa akhir. Krisis kemanusiaan ini timbul akibat modernisasi tanpa arah ataupun
sebagai akibat dipaksakannya suatu sistem hidup yang kurang memperhatikan faktor
waktu, tempat dan kemampuan, dengan hanya mementingkan tujuan-tujuan jangka
pendek. Krisis ini mulai timbul akibat cara berpikir yang terlalu rational dan mekanis
sebagai bagian dari suatu program hidup yang pragmatis, materialistis, di mana manusia
menjadi semakin kehilangan cakrawala hidup dan idealismenya. Oleh karena itu ikatan
menyadari bahwa di samping tugas dan kewajiban kita untuk memberikan sumbangan
dalam wujud sarana-sarana fisik di dalam pembangunan bangsa, maka kaum muslimin
Indonesia mempunyai kewajiban pula untuk memberikan sumbangan dalam bentuk
pembinaan manusia-manusia Indonesia baru yang tidak saja berilmu dan berkemampuan
ketrampilan tapi juga memiliki sikap/sistem nilai budaya yang insani yang akan mampu
memberikan arah, struktur dan percepatan yang proporsional dalam pembangunan.
4. Dalam usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur material dan spiritual
berdasarkan Undang - Undang '45 dan Pancasila, ikatan beranggapan bahwa asas
kekeluargaan dalam demokrasi Pancasila seyogianya tidak diartikan sebagai suatu status
hierarkis administrasi pemerintahan, melainkan sebagai suatu bentuk persaudaraan yang
universal yang bernilai filosofis. Kaum muslimin Indonesia mempunyai tanggung jawab
moral untuk memberikan sumbangan yang berwujud satu perangkat sistem nilai yang
tangguh yang kita gali dari khazanah sistem iman dan Islam bagi dasar filsafat
persaudaraan universal yang tersebut di atas.
5. Proses perubahan sosial adalah suatu proses yang selalu terjadi dalam sejarah kehidupan
umat manusia itu. Proses ini dapat terjadi secara alami namun dapat pula pada suatu
waktu dan tempat, didorongkan atau dilaksanakan baik dalam arah, struktur maupun
faktor percepatannya. Diperlukan suatu kemampuan, keuletan serta seni untuk dapat
membawakan diri dalam segala macam bentuk perubahan tersebut di atas agar peran dan
fungsi ikatan sebagai aparat Islamiah dan amar ma’ruf nahi mungkar tidak berhenti
karenanya. Dalam keadaan semacam itu jangan sampai ikatan kita kehilangan motivasi,
arah serta gairah maupun dinamika hidup perjuangannya. Kami generasi awal yang telah
mengantar kelahiran dan perjalanan hidup ikatan sampai hari ini dan kami generasi
penerus yang kini memegang pimpinan kembali ikatan senantiasa bertekad untuk
mengemban amanah perjuangan ini demi kelangsungan peran dan fungsi ikatan dalam
masyarakat yang selalu berubah dan berkembang.
c. Deklarasi Kota Malang: Manifesto Kader Progresif (Malang, 2002)

1. IMM di usia yang hampir 40 tahun (usia nubuwwah) harus tampil di garda terdepan
dalam perjuangan umat khususnya kalangan mahasiswa dan bertekad mewujudkan satu
bangsa Indonesia yang besar dalam suatu tata masyarakat baru yang damai, adil,
sejahtera dalam naungan ridha ilahi.
2. Deklarasi Kota Malang, 31 Maret 2002 adalah hasrat untuk melahirkan kesadaran
kolektif kader IMM dan kebulatan tekad kami untuk menjadikan IMM sebagai aparat
pembaharu yang progresif, suatu yang niscaya untuk transformasi sosial menuju
masyarakat ber-peradaban. Demikian pula kami tegaskan identitas kepribadian ikatan
sebagai individu yang memiliki kemantapan akidah dan kematangan intelektual dan
progresivitas aksi, sebab tantangan perjuangan kini dan mendatang hanya bisa dijawab
oleh postur kader progresif (mantap akidah, matang intelektual, progresif dalam aksi).
3. Di tengah krisis multidimensi, IMM bertekad memantapkan peran dan posisi sebagai
pelopor gerakan kaum muda. Sebagai gerakan kritik vertikal dan pemberdayaan dan
pencerahan horizontal. Dengan membangun kepeloporan dan mendemonstrasikan
kekhasan intelektual gerakan IMM.
4. Untuk mewujudkan Baldatun Tayyibah Warabbun Gafur, maka kaum muslimin
Indonesia memiliki tanggung jawab khususnya Muhammadiyah lebih khusus lagi IMM
untuk memberikan kontribusi berwujud satu perangkat sistem nilai yang tangguh yang
digali darai khasanah system iman dan Islam bagi dasar filsafat persaudaraan Universal.
5. Sumpah kader pelopor-progresif: Kader pelopor-progresif IMM mengikrarkan:
o Mengaku berbangsa satu ; bangsa yang mencita-citakan keadilan;
o Mengaku berbahasa satu ; bahasa kebenaran;
o Mengaku bertanah air satu ; Tanah air tanpa penindasan.
6. Perubahan sebagai suatu yang niscaya dalam sejarah umat manusia. Menuntut kader
IMM tidak terlahir sebagai generasi kerdil di tengah kebesaran Zaman. Diperlukan suatu
kemampuan, keuletan dan integritas untuk membawakan diri tampil elegan dan tidak
terbawa arus. Bahkan menjadi pelopor perubahan menuju keadilan dengan tetap
menegaskan peran dan fungsi ikatan sebagai aparat dakwah Islamiyah dan amar ma’ruf
nahi mungkar.
7. Kami generasi IMM telah mengantarkan sebagian dari sejarahnya dan hari ini senantiasa
bertekad memanifestokan Kader pelopor untuk perjuangan umat menuju kecermelangan
Islam. Mari bergerak bersama. Progresif jangan terhenti pada jargon dan retorika. Demi
kelangsungan peran dan fungsi Ikatan dalam masyarakat yang selalu berubah dan
berkembang.
d. Manifesto Politik 40 Tahun IMM (Jakarta, 2004)

1. Dalam perspektif gerakan, IMM tetap mengedepankan aspek moral dan memperjuangkan
politik nilai yang berbasis pada penguatan intelektualitas,
2. Dalam usia kenabian, IMM harus dapat melepaskan diri dari ikatan
ikatan primordialisme gerakan dan harus melebur dengan kekuatan pro demokrasi, pro
rakyat untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat dan berkeadilan.
3. IMM secara Institusional mempunyai kewajiban untuk turut serta mendukung seluruh
proses demokrasi termasuk memberikan penguatan kepada sang reformis untuk
memimpin bangsa, dll. Sikap tersebut adalah lembaran baru perjuangan IMM di tengah
nasib bangsa sedang menghadapi problematika yang cukup serius. Tindak lanjut dari
sikap ke 3 khususnya, DPP IMM telah menjadi salah satu kekuatan penyangga dari MPR
(masyarakat peduli reformasi) sebagai alat perjuangan, walaupun pada akhirnya cita cita
tersebut masih belum berhasil, namun apa yang sudah diperjuangkan IMM melalui MPR
tidak akan pernah sia sia.
e. Deklarasi Kota Medan (Medan, 2012)

1. Mengembalikan spirit kepemimpinan IMM sesuai dengan Khittah Kepemimpinan


Muhammadiyah.
2. Menegaskan orientasi perkaderan IMM pada pembentukan akademisi Islam yang
berakhlak mulia.
3. Orientasi gerakan IMM diarahkan pada penyelesaian problematika kebangsaan dan
kemanusiaan universal.
f. Deklarasi Setengah Abad IMM (Surakarta, 2014

1. IMM adalah lembaga pengkaderan Islam yang berlandaskan ideologi Muhammadiyah.


2. Pengkaderan IMM berbasis pada penguatan kapasitas individu dan gerakan komunal
yang bertumpu pada kearifan lokal.
3. Pengkaderan ikatan selalu menanamkan nilai-nilai moralitas profetik dan multi kultural
dalam rangka membumikan gerakan dakwah Islam.
4. IMM independen terhadap politik praktis.
5. Membumikan gerakan cinta masjid sebagai basis gerakan IMM.
6. Orientasi gerakan IMM diarahkan pada penyelesaian problematika kebangsaan pada
kemanusiaan universal.
g. Deklarasi Banjarmasin Tanwir ke XXXI IMM (Banjarmasin, 2023).
7 Pilar Gerakan Inklusif Berkemajuan merupakan hasil keputusan Tanwir ke XXXI Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah di Kota Banjarmasin, adapun 7 poin pilar penting tersebut yaitu:

1. Meneguhkan bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan gerakan ilmu


sebagai pengembangan sumber daya intelektual yang berorientasi pada penyelesaian
masalah lingkungan, kemanusiaan, keumatan, dan kebangsaan.
2. Meneguhkan bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai gerakan ekonomi
yang berorientasi pada kemandirian kader IMM, umat islam, dan seluruh masyarakat
indonesia.
3. Meneguhkan bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai gerakan politik
kebangsaan yang secara kelembagaan bersifat independen dalam memberikan solusi
konstruktif secara ilmiah serta terlibat aktif dalam politik diaspora kader berbasis nilai
ikatan di ruang-ruang kekuasaan demi kemajuan bangsa.
4. Meneguhkan bahwa gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menjunjung
tinggi martabat dan hak-hak perempuan sebagai ciptaan tuhan yang mulia dan setara.
5. Meneguhkan bahwa gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berorientasi pada
upaya penyelamatan lingkungan hidup sebagai bagian dari keberlangsungan alam dan
manusia masa depan.
6. Meneguhkan bahwa gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adaptif dalam
pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang berkeadaban di tengah arus kemajuan
zaman.
7. Meneguhkan bahwa gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan motif
penguatan identitas kebangsaan sekaligus kebhinekaan global dalam mewujudkan
ketertiban dan keamanan dunia.
8. Direktori Kota-kota Sejarah IMM

1. Yogyakarta (1964) kota berdirinya IMM.


2. Surakarta (1965): lokasi pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) I dan memutuskan:
o Deklarasi Kottabarat Enam Penegasan IMM;
o Lambang dan Bendera;
o Mukadimah dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga;
o Pakaian IMMawati (baju kerudung dengan warna kuning gading).
3. Surakarta (1966): lokasi pelaksanaan Tanwir (Konpernas) I dan menghasilkan 15
Pernyataan IMM.
4. Garut (1967): lokasi pelaksanaan Tanwir (Konpernas) II dan menghasilkan
Deklarasi Garut.
5. Yogyakarta (1969): lokasi pelaksanaan Tanwir (Konpernas) III dan memutuskan
Sistem Perkaderan Ikatan (SPI).
6. Magelang (1970): lokasi pelaksanaan Tanwir (Konpernas) IV dan memutuskan:
o Mars dan Hymne;
o dan Identitas IMM.
7. Semarang (1975): lokasi pelaksanaan Muktamar IV dan menghasilkan
Deklarasi Baiturrahman.
8. Padang (1986): lokasi pelaksanaan Muktamar V dan menghasilkan Pokok-pokok Pikiran
IMM.
9. Surakarta (1986): lokasi pelaksanaan Seminar dan Lokakarya Nasional (Semiloknas) dan
memutuskan Profil Kader Ikatan.
10.Purwokerto (1992): lokasi pelaksanaan Muktamar VII dan memutuskan Nilai Dasar
Ikatan.
11.Malang (2002): lokasi pelaksanaan Seminar dan Lokakarya Nasional (Semiloknas) dan
diputuskannya Deklarasi Kota Malang: Manifesto Kader Progresif.
12.Jakarta (2004): lokasi diputuskannya Manifesto Politik 40 Tahun IMM.
13.Bandar Lampung (2008): lokasi pelaksanaan Muktamar XIII dan menghasilkan Pokok-
pokok Pemikiran IMM: Jelang Setengah Abad Memasuki Era Globalisasi.
14.Medan (2012): lokasi pelaksanaan Muktamar XV dan menghasilkan Deklarasi Kota
Medan.
15.Surakarta (2014): lokasi pelaksanaan Muktamar XVI dan menghasilkan:

1. Deklarasi Setengah Abad IMM


2. Penegasan Kembali Lambang Resmi IMM

Pimpinan[sunting | sunting sumber]

Tanggal
Muktamar Tempat Periode Susunan
(berdasar
dokumentasi)

Ketua Umum: Mohammad


Djazman Al-Kindi (Alm)
Sekretaris Jendral: Syamsu
Udaya Nurdin
Bendahara Umum: Abuseri
Dimjati
(versi Noor Chosim Agam:
1965 - MSKPI)
I Surakarta 01 - 05 Mei 1965
1967
Ketua Umum: Mohammad
Djazman Al-Kindi (Alm)
Sekretaris Jendral: A.
Rosyad Saleh
Bendahara Umum: Zuhdi
Djunaidi
(versi Farid Fathoni: KYD)

Ketua Umum: Mohammad


Djazman Al-Kindi (Alm)

26 - 30 November 1967 - Sekretaris Jendral:


II Banjarmasin Bahransyah Usman (Alm)
1967 1971
Bendahara Umum: Abuseri
Dimjati

III Yogyakarta 14 - 19 Maret 1971 - Ketua Umum: A. Rosyad


Saleh
Sekretaris Jendral: Machnun
1971 1975 Husein
Bendahara Umum: Mawardi
Abbas

Ketua Umum: Zulkabir.


Sekretaris Jendral: M.
21 - 25 Desember 1975 - Alfian Darmawan
IV Semarang
1975 1977 Bendahara Umum: M.
Alfian Darmawan
(merangkap)

Vakum
DPP Sementara IMM
12 - 14 Mei 1984
Ketua: Immawan Wahyudi
Rapat Pleno 25 - 26 Agustus
1984 1985 - Sekretaris I: Muklis Ahsan
PP
1986 Uji
Muhammadiyah 10 - 12 Agustus
1985 Bendahara I: St. Daulah
Khoiriati

Ketua Umum: Nizam


Burhanudin SH

1986 - Sekretaris Jenderal: M.


V Padang 14 - 18 April 1986 Arifin Nawawi
1989
Bendahara Umum:
Chandrawati A.

Ketua Umum: Agus


Syamsuddin
1989 - Sekretaris Jenderal: Ahmad
VI Makassar 07 - 12 Juli 1989
1992 Haser
Bendahara Umum: -

VII Purwokerto 1992 1992 - Ketua Umum: Tatang


1995 Sutahyar
Sekretaris Jenderal: Syahril
Syah
Bendahara Umum: -

Ketua Umum: Syahril Syah


Sekretaris Jenderal: Abdul
25 - 31 Maret 1995 - Rohim Ghazali
VIII Kendari
1995 1997
Bendahara Umum: Gusnul
Alfian

Ketua Umum: Irwan Baadila


Sekretaris Jenderal: M. Irfan
22 Februari - 2 1997 - Islami Dj.
IX Medan
Maret 1997 1999
Bendahara Umum: Riki
Ikrimal

Ketua Umum: Gunawan


Hidayat

1999 - Sekretaris Jenderal: Yusuf


Muklub Jakarta 1999 Warsyim
2001
Bendahara Umum: Imal
Isti’mal Al Bantani

Ketua Umum: Piet


Hizbullah Khaidir

2001 - Sekretaris Jenderal: Endy


X Palembang 21 - 25 Juli 2001 Sjaiful Alim
2003
Bendahara Umum: Yayat
Suyatna

Ketua Umum: Ahmad Rofiq


Sekretaris Jenderal: Budi
24 - 28 Agustus 2003 - Santoso
XI Denpasar
2003 2006
Bendahara Umum: Hendri
Kurniawan

XII Ambon 12 - 15 Mei 2006 2006 - Ketua Umum: Amiruddin


2008 Sekretaris Jenderal: Siar
Anggretta Siagian
Bendahara Umum: M.
Husin AB

Ketua Umum: Rusli Halim


Fadli

Bandar 2008 - Sekretaris Jenderal: Ton


XIII 26-31 Mei 2008 Abdillah Has
Lampung 2010
Bendahara Umum: Azis
Abdul Azis Anshari

Ketua Umum: Ton Abdillah


Has

2010 - Sekretaris Jenderal: Yayan


XIV Bandung 21-26 April 2010 Sophian Al-Hadi
2012
Bendahara Umum: Rudi
Ismawan

Ketua Umum: Jihadul


Mubarok

28 April - 02 Mei 2012 - Sekretaris Jenderal: Fahman


XV Medan Habibie
2012 2014
Bendahara Umum: Ahmad
Kabul Qorim

Ketua Umum: Beni Pramula


Sekretaris Jenderal: Abdul
26 Mei - 01 Juni 2014 - Rahman
XVI Surakarta
2014 2016
Bendahara Umum: Yadi
Kusnandi Al-Haddad

XVII Jakarta 23 - 28 Mei 2016 2016 - Ketua Umum: Taufan


2018 Putrev Korompot
Sekretaris Jenderal: Ali
Muthohirin
Bendahara Umum: Yedi
Mulya Permana

Ketua Umum: Najih


Prastiyo
Sekretaris Jenderal:
1 - 4 Agustus 2018 - Muhammad Roby Rodliyya
XVIII Malang
2018 2021 Karman
Bendahara Umum: Irwan
Boinauw

Ketua Umum: Abdul


Musawir Yahya

21 - 23 Oktober 2021 - Sekretaris Jenderal: Zaki


XIX Kendari Nugraha
2021 2023
Bendahara Umum: Riyan
Betra Delza

Ketua Umum[sunting | sunting sumber]

No Nama Masa Jabatan Muktamar

1 Drs. Mohamad Djazman Al-Kindi 1964 - 1967 Muktamar I Surakarta

2 Drs. Mohamad Djazman Al-Kindi 1967 - 1971 Muktamar II Banjarmasin

3 Drs. A. Rosyad Saleh 1971 - 1975 Muktamar III Yogyakarta

4 Drs. Zulkabir, M.Pd. 1975 - 1977 Muktamar IV Semarang

Vakum 1977 - 1985

5 Dr. Drs. Immawan Wahyudi, M.H. 1985 - 1986 Rapat Pleno PP Muhammadiyah
6 Dr. Nizam Burhanuddin, S.H., M.H. 1986 - 1989 Muktamar V Padang

7 Drs. Agus Syamsudin, M.M. 1989 - 1992 Muktamar VI Makassar

8 Dr. Tatang Sutahyar, S.H. 1992 - 1995 Muktamar VII Purwokerto

9 Syahril Syah, S.IP 1995 - 1997 Muktamar VIII Kendari

10 Dr. Irwan Baadila, S.Pd., M.Pd. 1997 - 1999 Muktamar IX Medan

11 Gunawan Hidayat, S.T., M.Sc. 1999 - 2001 Muktama Luar Biasa Jakarta

Dr. Piet Hizbullah Khaidir, S.Ag.,


12 2001 - 2003 Muktamar X Palembang
M.A

13 Ir. Ahmad Rofiq 2003 - 2006 Muktamar XI Denpasar

14 Amiruddin, S.Pd.I., M.Pd. 2006 - 2008 Muktamar XII Ambon

15 Rusli Halim Fadli, S.HI. 2008 - 2010 Muktamar XIII Bandar Lampung

16 Ton Abdillah Has, S.T. 2010 - 2012 Muktamar XIV Bandung

17 Jihadul Mubarok, S.E., M.H. 2012 - 2014 Muktamar XV Medan

18 Beni Pramula, S.I.Kom., M.M. 2014 - 2016 Muktamar XVI Surakarta

19 Taufan Putrev Korompot 2016 - 2018 Muktamar XVII Jakarta


20 Najih Prastiyo, S.H.I., M.H. 2018 - 2021 Muktamar XVIII Malang

21 Abdul Musawir Yahya, S.Sy., M.H. 2021 - 2023 Muktamar XIX Kendari

Tema Milad[sunting | sunting sumber]

Milad
Tahun Tema
ke

2012 48 Progresifitas Mahasiswa Untuk Indonesia Berkemajuan

2013 49 Jelang Setengah Abad IMM

2014 50 Terus Berkarya Untuk Indonesia Berkemajuan

Mencerahkan umat, Menduniakan Gerakan, Mengabdi untuk Bangsa, Demi


2015 51
Indonesia Berkemajuan

2016 52 Membangun Peradaban Bangsa Untuk Generasi Berkemajuan

2017 53 Berkhidmad Untuk Umat Menuju Indonesia Berdaulat

2018 54 Meneguhkan Nalar Gerakan Untuk Indonesia Berkeadilan

2019 55 Karya Nyata Untuk Bangsa

2020 56 Kolaborasi Memajukan Bangsa


2021 57 Membumikan Gagasan Membangun Peradaban

2022 58 Menguatkan Kemandirian

2023 59 Bergerak Bersama Membangun Peradaban

Tokoh Alumni[sunting | sunting sumber]

 Abdul Hadi W.M. (Budayawan)


 Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah)
 Afifi Fauzi Abbas (Ulama)
 Agus Mustofa (Ulama, Penggagas Trensains, Guru Besar ITS Surabaya)
 Ahmad Dahlan Rais (Ketua PP Muhammadiyah)
 Ahmad Rofiq (Politisi, Sekretaris Jenderal Partai Perindo)
 Ahmad Rosyad Saleh (Pendiri IMM, Ulama)
 Ahmad Mansur Suryanegara(Penulis, Guru Besar Sejarah Universitas Padjajaran)
 Ali Taher (Politisi)
 Amien Rais (Politisi, Akademisi, Tokoh Reformasi)
 Ambo Asse (Ulama, Guru Besar UIN Alauddin Makasar, Ketua PWM Sulawesi Selatan)
 Andi Nurpati (Politisi, Komisi Pemilihan Umum)
 Anwar Abbas (Ulama, Akademisi, Ketua PP Muhammadiyah)
 Bambang Marsono (Akademisi, Penasehat FOKAL IMM)
 Bambang Sudibyo (Menteri Keuangan Ke-21, Menteri Pendidikan Ke-25, Anggota Majelis
Diktilitbang PP Muhammadiyah)
 Benny Arfan (Pengusaha, Politisi)
 Budu (Guru Besar Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas Hasanuddin Makassar)
 Dahnil Anzar Simanjuntak(Akademisi, Pengusaha, Juru Bicara Menteri Pertahanan RI)
 David Krisna Alka (Peneliti)
 Din Syamsuddin (Ulama, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ketua MUI)
 Dzawin Nur (Komedian)
 Elida Djazman (Tokoh Perempuan Muhammadiyah)
 Gagaring Pagulung (Ekonom)
 Hadi Mulyadi(Wakil Gubernur Kalimantan Timur 2018-2023)
 HM Sirri Dangga (Rektor Universitas Muhammadiyah Parepare)
 Idris Khalid Amir (Guru Besar Universitas Siliwangi Rumpun Bekasi)
 Idrus Paturusi (Dokter Spesialis Bedah, Rektor Universitas Hasanuddin Ke-11)
 Immawan Wahyudi (Wakil Bupati Gunungkidul 2011-2021)
 Irdinansyah Tarmizi (Bupati Tanah Datar 2016-2020)
 Irwan Prayitno (Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar)
 Johni Najwan (Ketua DPD Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia/SOKSI, FOKAL
IMM)
 Juliyatmono (Bupati Karanganyar 2013-2023)
 Ki Ageng Fatah Wibisono(Ulama, Tokoh Muhammadiyah)
 Khotimun Susanti (Aktivis)
 Marzuki Usman (Ekonom, Menteri Investasi Ke-3, Anggota Majelis Ekonomi PP
Muhammadiyah 1999)
 Ma’mun Murod al-Barbasy(Akademisi, Rektor UMJ, Politikus)
 Moh. Djazman Al Kindi (Pendiri IMM, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pertama)
 Muadzar Habibie (Pemilik Taman Pendidikan Lentera Hati, Aktivis)
 Musafir Pababbari (Ketua LSBO PWM Sulawesi Selatan)
 Muarif (Sejarawan)
 Piet Hizbullah Khaidir (Ulama)
 Pradana Boy ZTF (Akademisi, Koordinator Jaringan Intelektual Muda
Muhammadiyah/JIMM)
 Qomari Anwar (Rektor UHAMKA, Ketua Majelis Tabligh PWM DKI Jakarta)
 Saleh Partaonan Daulay(Akademisi, Politisi)
 Slamet Sukirnanto (Pendiri IMM, Sastrawan)
 Sri Purnomo (Bupati Sleman 2010-2021)
 Sudibyo (Dokter, Pendiri IMM)
 Sutrisno Bachir (Ketua Yayasan RSI Jakarta Muhammadiyah, Ketua BPH UHAMKA)
 Suwito (Guru Besar Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta)
 Suyatno (Rektor UHAMKA)
 WR Hendra Saputra (Guru Besar UHAMKA)
 Yahya Muhaimin (Menteri Pendidikan)
 Yunahar Ilyas (Ulama, Tokoh Muhammadiyah)
 Yusuf Mansur (Guru Besar Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Penulis buku Tafsir Juz
Tabarak Khuluqun 'Azhim)
 Zakiyuddin Baidhawy (Guru Besar Studi Islam, Rektor IAIN Salatiga 2019-2023)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
“Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menghubungkan (menisbahkan)  ajaran dan jejak
perjuangan Nabi Muhammad. Pengertian tauhid apabila ditinjau dari segi bahasa atau etimologi
merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhidu
wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan, dikutip dari buku Studi Ilmu
Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan Bashori. Ibadah muamalah bersifat umum. Spiritnya berasal
dari Allah, namun teknisnya diserahkan kepada manusia. Misalnya, Allah memerintahkan
manusia menuntut ilmu.
A
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Mahasiswa_Muhammadiyah

https://www.scribd.com/document/399427699/MATERI-kemuhammadiyahan

https://muhammadiyah.or.id/akidah-tauhid-dalam-muhammadiyah-itu-sistem-kepercayaan-etis/
#:~:text=%E2%80%9CMuhammadiyah%20itu%20sistem%20akidah%20tauhidnya,di%20dunia
%20dan%20di%20akhirat.

https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/15338-Full_Text.pdf

Anda mungkin juga menyukai