MUHAMMADIYAH
Disusun oleh
Yuliana (2262201059)
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “KEMUHAMMADIYAAN, TAUHID, IBADA, DAN IKATAN MAHASISWA
MUHAMMADIYAH “. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.
penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................
C. TUJUAN..................................................................................................................
A. Kemuhammadiyaan ...............................................................................................
B. Tauhid .....................................................................................................................
C. Ibada .......................................................................................................................
D. IMM ...................................................................................................................
KESIMPULAN ..................................................................................................................
A. Latar Belakang
Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang yang beriman kepada Nabi
Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menghubungkan
(menisbahkan) ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Pengertian tauhid apabila ditinjau
dari segi bahasa atau etimologi merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau
yaitu wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan, dikutip
dari buku Studi Ilmu Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan Bashori. Ibadah muamalah bersifat
umum. Spiritnya berasal dari Allah, namun teknisnya diserahkan kepada manusia. Misalnya,
Allah memerintahkan manusia menuntut ilmu.
Perkara menuntut ilmunya nanti lewat sekolah, pesantren, atau bahkan autodidak, adalah
mutlak wilayah kreativitas manusia. Tidak ada ketentuan harus begini dan begitu. Pendeknya,
ibadah muamalah itu mencakup seluruh aktivitas hidup manusia yang sejalan dengan perintah
Allah. Tidak ada batasan. Kuncinya dalam niat. Kaidah mengatakan, an-niyyatu tufarriqu baina
al-aadati wa al-ibaadati (niatlah yang membedakan antara [suatu perbuatan itu] kebiasaan saja
atau ibadah). Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah gerakan mahasiswa Islam dan
salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta pada 14 Maret 1964 M
atau 29 Syawal 1384 H. IMM bertujuan untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Islam
yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
[1]
Menurut Prof. Soegarda Poerbakawatja (1976), IMM adalah suatu perkumpulan mahasiswa
yang bernaung di bawah perkumpulan sosial Muhammadiyah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kemuhammadiyaan?
2. Apa yang dimaksud dengan tauhid?
3. Apa yang dimaksud dengan ibada?
4. Apa yang dimaksud dengam IMM?
C. Tujuan
Memberikan informasi yang lengkap mengenai kemuhammadiyaan, tauhid,
ibada, dan imm.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bulan Zulhijah atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yakni 18 November 1912 adalah sebuah
peristiwa penting bagi sejarah Muhammadiyah. Ini menandai lahirnya gerakan Islam modernis
terbesar di Indonesia yang mempelopori pemurnian dan pembaruan Islam di negara berpenduduk
agama Islam terbesar di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh Kyai reformis yang taat dan
intelektual, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau dikenal juga Muhammad Darwis yang berasal
dari kota santri Kauman Yogyakarta. Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang
yang beriman kepada Nabi Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan
untuk menghubungkan (menisbahkan) ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penamaan
tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma, memiliki arti sebagai berikut, “Dan tujuannya adalah
untuk memahami dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad
SAW agar dapat menjalani kehidupan dunia selama yang diinginkannya. Oleh karena itu, ajaran
Islam yang murni dan benar dapat menginspirasi kemajuan umat Islam dan masyarakat
Indonesia pada umumnya”.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya juga tidak terlepas
dari perjuangan pendirinya, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah Kyai Dahlan berziarah ke
tanah suci dan menetap untuk kedua kalinya pada tahun 1903, ia mulai menabur benih untuk
pembaruan di Indonesia. Kyai Dahlan muncul dengan ide reformasi setelah belajar dengan para
imam Indonesia yang tinggal di Mekah, seperti Syekh Ahmad Khatib di Minangkabau, Kyai
Nawawi di Banten, Kyai Mas Abdullah di Surabaya, dan Kyai Faqih di Maskumambang. Selain
itu juga membaca pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimija, Muhammad
bin Abduh Wahab, Jamaldin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan
membaca karya intelektual dan pertukaran selama tinggal di Arab Saudi serta para pembaharu
pemikiran Islam, Kyai Dahlan menabur benih-benih gagasan pembaruan. Jadi, sekembalinya dari
Arab Saudi, Kyai Dahlan tidak konservatif dan justru membawa ide dan gerakan reformasi.
Embrio lahirnya sejarah Muhammadiyah sebagai organisasi untuk mewujudkan ide-idenya
adalah hasil interaksi dengan teman- temannya di organisasi Boedi Oetomo yang tertarik dengan
tema-tema keagamaan, yakni R. Budi Harjo dan Sosros Gondo. Ide ini juga merupakan usulan
dari salah satu santri Kyai Dahlan di Kweekschool Jetis. Di sana, Kyai mengajar agama di luar
sekolah dan sering datang ke rumah Kyai, menyarankan agar kegiatan pendidikan yang
diprakarsai oleh Kyai Dahlan tidak boleh diarahkan oleh Kyai sendiri. Melainkan melalui
organisasi agar ada kesinambungan setelah kematian Kyai. Menurut catatan sejarawan UGM
Adaby Darban yang lahir di Kauman, nama “Muhammadiyah” awalnya diusulkan oleh kerabat
sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan bernama Muhammad Sangidu. Ia adalah seorang Ketib
Anom Keraton Yogyakarta dan juga salah satu tokoh pembaharuan yang menjadi penghulu
Kraton Yogyakarta. Peristiwa tersebut menandakan bahwa pilihan mendirikan Muhammadiyah
memiliki dimensi spiritual yang tinggi, yakni tradisi Kyai dan dunia pesantren.
Itulah sebabnya di tanggal 18 November 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”Muhammadiyah” di Yogyakarta. Organisasi
islam yang baru ini mengajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim
”Statuten Muhammadiyah” atau bentuk Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama di tahun
1912). Kemudian organisasi ini baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Statuten Muhammadiyah yang pertama bertanggal resmi yang diajukan ialah tanggal
Miladiyah yaitu 18 November 1912.
1. Menyebarkan pengajaran Agama islam berdasarkan panutan Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta
2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan pendidikan dan
pembelajaran agama di Hindia Belanda
3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam mencapai akhir
Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam dan
luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam yang
sebenarnya, Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang murni,
mendorong umat Islam untuk mempelajarinya secara umum. Ulama mengajari mereka suasana
dan hal-hal menarik yang mendorong mereka untuk belajar dengan cara yang lebih maju.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam
digantikan oleh prinsip-prinsip Pancasila. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah
berubah menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000, umur Muhammad yang
ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan Islam kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD
Muhammadiyah.
Langkah- langkah yang sifatnya “reformasi” itu terletak pada terobosan pendidikan
“modern” yang menggabungkan pengajaran agama dan pengetahuan umum. Berdasarkan
pendapat Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan adalah
seorang muslim terpelajar yang dapat mengintegrasikan aspek “keyakinan” dan “kemajuan” serta
memodernisasi waktu kehidupan tanpa memecah belah kepribadian. Lembaga pendidikan Islam
“modern” bahkan menjadi ciri utama dari sejarah Muhammadiyah mulai berkembang dan
menjadi pembeda dengan pesantren- pesantren saat itu. Pendidikan Islam “modern” ala
Muhammadiyah kemudian diadopsi dan umumnya menjadi lembaga pendidikan bagi umat
Islam. Sejarah muhammadiyah di masa lalu ini merupakan gerakan reformasi yang sukses dan
menghasilkan generasi Muslim terdidik yang tentu saja akan berbeda karena konteks yang diukur
dengan keberhasilan Islam saat ini. Reformasi Islam yang bermula pada Kyai Dahlan dapat
ditelusuri kembali ke pemahaman dan pengamalan Surah al-Maung. Gagasan dan ajaran Surat
Al-Maun adalah contoh monumental lain dari reformasi filantropi berorientasi kesejahteraan,
yang kemudian menjadi sebuah lembaga yang disebut Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU).
Langkah penting dalam wacana Islam modern ini dikenal sebagai “teologi transformasi”.
Karena Islam berurusan dengan pemecahan masalah tertentu melalui manusia, bukan hanya
doktrin ritual ibadah dan “Habrumin Allah” atau hubungan dengan Tuhan. Inilah tipikal “teologi
amal” Kyai Dahlan yang menjadi awal mula keberadaan Muhammadiyah sebagai bentuk lain
dari pemikiran dan amal pembaruan di tanah air. Kyai Dahlan juga merawat umat Islam dengan
cara yang bijak dan anggun agar mereka tidak dikorbankan untuk misi Christian Zending. Kyai
melakukan diskusi dan debat langsung dan terbuka dengan banyak biksu di Yogyakarta.
Memahami bahwa ada persamaan selain perbedaan antara Al Quran sebagai kitab suci Muslim
dan kitab suci sebelumnya. Pelopor reformasi Kyai Dahlan yang menjadi tonggak sejarah
berdirinya Muhammadiyah, tercermin dalam kegiatan perintis Gerakan Wanita Aisyiah 1917.
“Kita harus bertindak proaktif untuk menyampaikan ajaran masyarakat, khususnya Islam, dan
memajukan kehidupan perempuan” adalah salah satu statement mereka. Langkah reformasi ini
dilakukan oleh Afghani, Abdu, Ahmad Khan dan lainnya, yang membedakan Kay Darlan dari
reformis Islam lainnya. Jadi Kyai Dahlan bersama dengan pendirinya Muhammadiyah,
menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan manusia dalam segala hall.” Di dalam
Muhammadiyah, ajaran Islam dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mencakup Aqidah dan
Ibada, tetapi juga perilaku moral dan sekuler. Selain itu, aspek akidah dan ibadah dalam akhlak
dan pergaulan harus dimutakhirkan agar Islam benar- benar eksis dalam realitas pemeluknya.
Oleh karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas
pemahaman Islam yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan nyata.
Kyai Dahlan benar- benar mengajarkan Islam dengan sangat mendalam, luas, kritis dan
intelektual. Menurutnya Muslim adalah seorang fanatik yang mencari kebenaran yang hakiki,
memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, tidak jujur dan buta akan kebenarannya,
serta menimbang-nimbang hakikat kehidupan. dan berpikir secara teoritis dan sekaligus praktis.
Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taat beragama dan tertinggal dalam perjalanan hidupnya.
Oleh karena itu, memahami Islam harus mencapai akar, kebenaran atau esensinya dengan
menggunakan kekuatan akal dan ijtihad secara penuh. Ketika mengajarkan Al-Qur’an Al Ma’un
untuk memahami Al-Qur’an, Kyai Dahlan mempelajari syair- syair Al-Qur’an satu, dua, atau
tiga ayat sekaligus, dan kemudian memintanya untuk membaca dan mendengarkannya secara
tartil dan tadabbur. Menurut Mukti Ali, model pemahaman yang kemudian menjadi tokoh
Muhammadiyah ini terkenal dengan ilmu agamanya, lulusan Al Azhar Kairo dan akrab dengan
pemikirannya dan berbagai persoalan kehidupan yang dikembangkan oleh KH Mas Mansoer
yang berpandangan luas. Kelahiran Muhammadiyah dengan ide- ide intelektual dan
pembaharuan pendirinya Kyai Haji Ahmad Dahlan didorong oleh perjuangannya menghadapi
realitas kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia saat itu. Ada beberapa faktor- faktor yang
mendukung lahirnya organisasi Muhammadiyah adalah seperti berikut ini:
B. Tauhid
Pengertian tauhid apabila ditinjau dari segi bahasa atau etimologi merupakan bentuk kata
mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti
mengesakan atau menunggalkan, dikutip dari buku Studi Ilmu Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan
Bashori. Dengan demikian, secara bahasa pengertian tauhid adalah ilmu yang membahas tentang
Allah SWT yang Maha Esa. Karena, arti kata tauhid adalah mengesakan, dengan dimaksud
mengesakan Allah SWT adalah dzat-Nya, asma-Nya dan af’al-Nya. Jadi, ilmu tauhid
mempelajari bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, Satu. Ditinjau dari buku Teologi Islam
Ilmu Tauhid karya Drs Hadis Purba dan Drs. Salamuddin, terdapat beberapa pengertian tauhid
yang telah dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi atau pengertian tauhid tersebut antara
lain;
1. Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1926:4), dikemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah suatu
ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib disifatkan kepada-Nya,
sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul-
Nya, meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang boleh ditetapkan kepada mereka, dan apa
yang terlarang dinisbatkan kepada mereka."
2. Husain Affandi al-Jisr (tt:6) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas
tentang hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan."
3. Ibnu Khaldun (tt:458) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid berisi alasan-alasan dari aqidah
keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap
golongan bid'ah yang dalam bidang aqidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan ahlus
sunnah."
4. M.T. Thair Abdul Muin (tt:1) menyampaikan bahwa "Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki
dan membahas soal yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-Nya; juga
menguoas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat bantu untuk
membuktikan adanya Zat yang mewujudkan."
Masih banyak sekali definisi atau pengertian tauhid yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Meski susunan kata-kata atau redaksi dari penjabaran mereka tidak sama, namun semuanya
memiliki kesamaan yakni masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia
setelah mati.
1. Jenis-Jenis Tauhid
Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan substansi aqidah ahlus sunnah wal
jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung
klarifikasi jenis-jenisnya, dapat terealisasi dalam kehidupan. Dalam kaitan ini tercakup dua hal.
Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan
akal sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam kenyataan sehingga ia menjadi
fenomena yang tampak dalam kehidupan manusia.Secara teoritis, tauhid diklarifikasikan dalam
tiga jenis, yakni;
1. Tauhid Rububiyah
Jenis tauhid yang pertama adalah tauhid Rubibiyah. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan
kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti antara lain:
al-murabbi (pemelihara), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang
memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali).
Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “percaya bahwa hanya Allah-
lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”, dilansir
dari Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah Al-Buraikan.
Dengan demikian kata ilah mengandung dua makna: pertama adalah ibadah; kedua adalah
ketaatan, dikutip dari buku Filsafat Pendidikan Islam oleh Hasan Basri.Pengertian tauhid
Uluhiyah dalam terminologi syari’at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut.
Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan”.
Oleh sebab itu realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua
dasar; Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT, semata tanpa
adanya sekutu yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.
3. Tauhid Asma’Wash-Shifat
Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi tauhid al-asma wa ash-shifat
artinya pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna,
masih dikutip dari buku Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah
Al-Buraikan.
Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu dengan menyebut bagian-
bagian kesempurnaan itu satu persatu. Menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diri-Nya
sendiri. Tetapi Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diri-Nya. Hanya saja
penafikan itu bersifat umum.
Artinya, Allah SWT menafikan semua bentuk sifat kekurangan bagi dirinya yang bertentangan
dengan kesempurnaan-Nya secara umum tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan
tersebut. Terkadang memang terjadi sebaliknya, yaitu bahwa Allah SWT menetapkan sifat-sifat
bagi dari-Nya secara global dan merinci sifat-sifat kekurangan yang ingin dinafikan.
C. Ibadah
Ibadah, menurut Kitab Masalah Lima, ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah dengan jalan menaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan
mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat berupa
ucapan, perbuatan, menahan diri, menggugurkan. Sementara dari segi hukum pelaksanaannya,
ada dua jenis ibadah. Pertama, ibadah muamalah, yaitu segala perbuatan baik yang tidak
melanggar syariat. Kedua, ibadah mahdhah, yaitu apa saja yang telah ditetapkan Allah perincian,
tingkah, dan tata caranya. Ibadah muamalah bersifat umum. Spiritnya berasal dari Allah, namun
teknisnya diserahkan kepada manusia. Misalnya, Allah memerintahkan manusia menuntut ilmu.
Perkara menuntut ilmunya nanti lewat sekolah, pesantren, atau bahkan autodidak, adalah mutlak
wilayah kreativitas manusia. Tidak ada ketentuan harus begini dan begitu. Pendeknya,
ibadah muamalah itu mencakup seluruh aktivitas hidup manusia yang sejalan dengan perintah
Allah. Tidak ada batasan. Kuncinya dalam niat. Kaidah mengatakan, an-niyyatu tufarriqu baina
al-aadati wa al-ibaadati (niatlah yang membedakan antara [suatu perbuatan itu] kebiasaan saja
atau ibadah).
Berbeda dengan ibadah mahdhah. Ibadah jenis ini bersifat khusus. Detail pelaksanaannya
harus mengacu instruksi Allah yang telah dicontohkan Rasulullah. Aneka rupa kreativitas
manusia dalam ibadah mahdhah dinamakan bid’ah, dan statusnya sesat.
Pelaksanaan rukun Islam terhitung ibadah mahdhah. Redaksi syahadat, misalnya, harus
mengikuti tuntunan Rasulullah. Perincian tentang shalat, mulai dari waktu pelaksanaan, jumlah
rakaat, hingga kaifiahnya, tidak boleh mengarang. Demikian pula teknis zakat, puasa, dan haji,
sama sekali haram berkreasi sendiri. Kita diwajibkan manut Rasulullah.
Muhammadiyah meramu dua jenis ibadah ini secara unik. Dalam
ibadah mahdhah, Muhammadiyah sangat puritan. Hanya mau melakukan amalan yang jelas-jelas
dipraktikkan Rasulullah. Karena itu, bacaan shalawat dalam shalat, Muhammadiyah menolak
tambahan kata sayyidina. Sebab, menurut Muhammadiyah, Rasulullah mengajarkan Allahumma
shalli ala Muhammad, dan bukan Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad. Kendati
demikian, purifikasi dalam Muhammadiyah selalu berdimensi dinamisasi. Sejak awal, KH
Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, memandang Islam bukan sebatas agama pribadi yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah. Lebih dari itu, Islam adalah sistem kehidupan
manusia dalam segala aspek. Karena itu, Kiai Dahlan kemudian mengajak umat memurnikan
ajaran Islam dengan kembali ke Al-Qur’an dan hadis sahih sekaligus melakukan pencerahan
kehidupan melalui pemikiran dan gerakan pemberdayaan.
Jadi, pemurnian dalam Muhammadiyah sangat lekat dengan pembaruan.
Muhammadiyah welcome terhadap sumber ilmu dari mana saja, asal untuk kemajuan Islam. Di
samping getol memurnikan praktik ibadah formal sesuai Al-Qur’an dan hadis sahih,
Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai aksi pemberdayaan, seperti mendirikan lembaga
pendidikan, balai pengobatan, panti asuhan, rumah jompo, rumah miskin, dan lainnya. Inilah
bedanya Muhammadiyah dengan gerakan Islam lain.
D. IMM
Didirikan di Yogyakarta
Organisasi Muhammadiyah
induk
Moto:
Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual
1. Sejarah
Berdirinya IMM tidak dapat terlepas dari peristiwa Muktamar Muhammadiyah Ke-
25 (Congres Moehammadijah Seperempat Abad) pada tahun 1936 di Batavia (Jakarta) yang
mewacanakan untuk menghimpun mahasiswa dan mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah.
Selama masa Hindia Belanda hingga pasca kemerdekaan Indonesia, kalangan pelajar sekolah
tinggi yang berlatarbelakang Muhammadiyah bergabung dengan organisasi otonom yang telah
lebih dahulu berdiri seperti Nasyiatul Aisyiah dan Pemuda Muhammadiyah. Sebagian di
antaranya memutuskan untuk bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang
dinilai membawa pemahaman Islam yang sejalan dan dirintis oleh banyak mahasiswa berlatar
belakang Muhammadiyah seperti Lafran Pane dan Maisaroh Hilal (Cucu KH. Ahmad Dahlan).[2]
Pembentukan organisasi perkaderan khusus mahasiswa kurang mendapat dukungan
mengingat sikap Muhammadiyah dalam Kongres Moeslimin Indonesia di Yogyakarta pada 1949
yang mendukung bahwa Masyumi sebagai satu-satunya partai politik Islam, Pelajar Islam
Indonesia (PII) sebagai satu-satunya organisasi pelajar, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa muslim di Indonesia serta bersifat independen.[3] Pada
18 November 1955 untuk pertama kalinya Muhammadiyah mendirikan Fakultas Falsafah dan
Hukum di Padang Panjang (saat ini Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat). Berdirinya
perguruan tinggi Muhammadiyah di berbagai kota seperti Padang
Panjang (1955), Jakarta (1957), Surakarta (1958), dan Yogyakarta menguatkan wacana
membentuk organisasi perkaderan otonom di tingkat mahasiswa. Guna mewadahi hal tersebut,
[4]
1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) adalah tingkat tertinggi dan berkedudukan di Ibu kota
Negara.
2. Dewan Piminan Daerah (DPD) adalah tingkatan yang melingkupi sejumlah cabang dalam
suatu provinsi. Syarat pendiriannya adalah minimal telah berdiri sejumlah tiga cabang di
bawahnya. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial daerah ditetapkan oleh DPP
atas usul Musyda dan pertimbangan calon DPD terkait.
3. Pimpinan Cabang (PC) adalah tingkatan yang melingkupi sejumlah komisariat dalam
suatu kabupaten / kota atau daerah tertentu. Syarat pendirian cabang adalah minimal
terdapat 3 komisariat di bawahnya. Pembentukan, pengesahan, serta luas teritorial
cabang ditetapkan oleh DPP atas usul DPD yang bersangkutan.
4. Komisariat adalah tingkatan dasar yang berada pada
suatu kampus, fakultas atau akademi dan atau tempat tertentu. Pembentukan,
pengesahan, serta luas teritorial komisariat ditetapkan oleh DPD atas usul PC yang
bersangkutan.
Catatan:
IMM memiliki cabang istimewa di luar negeri (Pimpinan Cabang Istimewa/PCI) di antaranya:
1. PC Istimewa IMM Malaysia
2. PC Istimewa IMM Brunei Darussalam
3. PC Istimewa IMM Thailand
4. PC Istimewa IMM China
5. PC Istimewa IMM Turki
6. PC Istimewa IMM Australia
Susunan Bidang[sunting | sunting sumber]
1. Bidang Organisasi
2. Bidang Kader
3. Bidang Hikmah, Politik, dan Kebijakan Publik
4. Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan
5. Bidang Media dan Komunikasi
6. Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan
7. Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
8. Bidang IMMawati
9. Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman
10.Bidang Seni, Budaya, dan Olahraga
11.Bidang Hubungan Luar Negeri
12.Bidang Lingkungan Hidup
13.Bidang Agraria dan Kemaritiman
14.Bidang Kesehatan
Lembaga Otonom
1. Badan Usaha Milik Ikatan (BUMI)
2. Lembaga Pers Mahasiswa Muhammadiyah (LPMM)
Lembaga Semi Otonom
1. Memiliki keyakinan dan sikap keagamaan yang tinggi agar keberadaan Ikatan di masa
yang akan datang mampu memberi warna masyarakat yang mulai meninggalkan nilai-
nilai agamawi.
2. Memiliki wawasan dan kecakapan memimpin, karena keberadaan kader ikatan
bagaimanapun merupakan potensi kepemimpinan umat dan kepemimpinan bangsa.
3. Memiliki kecendekiawanan, mengingat spesialisasi dan profesionalisasi mempersempit
cakrawala berpikir dalam sub-bidang kehidupan yang sempit.
4. Memiliki wawasan dan ketrampilan berkomunikasi, mengingat bahwa masa yang akan
datang industri informasi akan mendominasi sistem budaya kita. Hal ini juga inheren
dengan watak Islam yang dalam keadaan apa pun juga selalu siap Amar Ma’ruf Nahi
Munkar sebagai esensi dari komunikasi Islamisasi.
5. Nilai Dasar Ikatan (1992)
Nilai Dasar Ikatan diputuskan dalam Muktamar VII tahun 1992 di Purwokerto, Jawa Tengah.
Berikut ini adalah isi dari Nilai Dasar Ikatan;[6]
Kaderisasi
Kristalisasi, dan
Konsolidasi
1. Membina setiap anggota IMM sebagai kader yang takwa kepada Allah dan sanggup
memadukan intelektualitas dengan ideologi, karena suksesnya perjuangan Umat Islam
Indonesia banyak ditentukan oleh kesanggupan para inteligensinya untuk selalu berjuang
dengan landasan ideologi Islam.
2. Membina setiap anggota IMM sebagai subyek dan aktivis Ikatan” yang setia sepenuhnya
kepada ideologi dan loyal kepada organisasi. Pengalaman dan sejarah menunjukkan
bahwa untuk mencapai sasaran perjuangan organisasi sebagai aparat untuk mencapai
sasaran tersebut, harus didukung oleh anggota yang meyakini kebenaran ideologi dan
mengamalkannya serta aktif menunjang setiap aktivitas gerakannya.
3. Terus menerus menyempurnakan dan menertibkan organisasi, sehingga sebagai aparat
perjuangan mampu mengantarkan “Ikatan” dalam mencapai tujuan perjuangan.
b. Deklarasi Masjid Raya Baiturrahman (Semarang, 1975)
1. Sejarah Perjalanan Ikatan dimulai dengan Deklarasi Kota Barat, Surakarta, 5 Mei 1965
yang berisikan hasrat dan tekad kami untuk mewujudkan satu wadah pembinaan generasi
muda Nasional yang kemudian kami namakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Walaupun masih dalam usia muda, namun kami sadari, bahwa segenap idea dan cita
yang dilahirkan, dikembangkan dan diperjuangkan oleh pewaris Nusantara yang
terdahulu, yang bertekad untuk mewujudkan satu Bangsa Indonesia yang besar dengan
satu tata masyarakat yang baru yang damai, adil sejahtera dalam naungan ridha Ilahi.
Kami mengemban idea dan cita yang dikembangkan oleh K.H. Ahmad Dahlan pendiri
Persyarikatan Muhammadiyah. Kami mendukung dan mengemban pula segenap ide dan
cita yang didengungkan pada proklamasi 17 Agustus 1945, pada Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, pada hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, bahkan idea dan cita yang
diperjuangkan oleh para Pahlawan Nasional yang terdahulu.
2. Deklarasi Kota Garut, 28 Juli 1967, berisikan hasrat dan tekad kami untuk menjadikan
ikatan sebagai aparat pembaharu, satu proses yang selalu dituntut oleh satu bangsa
ataupun satu kaum yang selalu menginginkan kemajuan. Demikian pula kami tegaskan
dalam deklarasi tersebut, satu identitas kepribadian ikatan yang menuntut setiap
pendukung ikatan untuk membekali dan melengkapi dirinya dengan kemantapan akidah
serta dengan kematangan intelektual, sebab kami yakin bahwa tantangan kehidupan masa
kini dan mendatang hanya akan bisa dijawab oleh pribadi-pribadi yang matang, dewasa
dalam keharmonisan serta perpaduan antara akidah dan intelektualitas.
3. Di tengah-tengah kepanikan umat dewasa ini akibat krisis kependudukan, moneter,
pangan sumber-sumber alam yang tak tergantikan serta lingkungan hidup, maka kami
berpendapat bahwa sebenarnya dibalik segala krisis yang disadari atau tidak, diakui atau
tidak justru merupakan krisis utama, yakni krisis kemanusiaan. Tanpa diakuinya krisis
kemanusiaan ini, maka krisis-krisis tersebut di depan tadi akan merupakan lingkaran
setan tanpa akhir. Krisis kemanusiaan ini timbul akibat modernisasi tanpa arah ataupun
sebagai akibat dipaksakannya suatu sistem hidup yang kurang memperhatikan faktor
waktu, tempat dan kemampuan, dengan hanya mementingkan tujuan-tujuan jangka
pendek. Krisis ini mulai timbul akibat cara berpikir yang terlalu rational dan mekanis
sebagai bagian dari suatu program hidup yang pragmatis, materialistis, di mana manusia
menjadi semakin kehilangan cakrawala hidup dan idealismenya. Oleh karena itu ikatan
menyadari bahwa di samping tugas dan kewajiban kita untuk memberikan sumbangan
dalam wujud sarana-sarana fisik di dalam pembangunan bangsa, maka kaum muslimin
Indonesia mempunyai kewajiban pula untuk memberikan sumbangan dalam bentuk
pembinaan manusia-manusia Indonesia baru yang tidak saja berilmu dan berkemampuan
ketrampilan tapi juga memiliki sikap/sistem nilai budaya yang insani yang akan mampu
memberikan arah, struktur dan percepatan yang proporsional dalam pembangunan.
4. Dalam usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur material dan spiritual
berdasarkan Undang - Undang '45 dan Pancasila, ikatan beranggapan bahwa asas
kekeluargaan dalam demokrasi Pancasila seyogianya tidak diartikan sebagai suatu status
hierarkis administrasi pemerintahan, melainkan sebagai suatu bentuk persaudaraan yang
universal yang bernilai filosofis. Kaum muslimin Indonesia mempunyai tanggung jawab
moral untuk memberikan sumbangan yang berwujud satu perangkat sistem nilai yang
tangguh yang kita gali dari khazanah sistem iman dan Islam bagi dasar filsafat
persaudaraan universal yang tersebut di atas.
5. Proses perubahan sosial adalah suatu proses yang selalu terjadi dalam sejarah kehidupan
umat manusia itu. Proses ini dapat terjadi secara alami namun dapat pula pada suatu
waktu dan tempat, didorongkan atau dilaksanakan baik dalam arah, struktur maupun
faktor percepatannya. Diperlukan suatu kemampuan, keuletan serta seni untuk dapat
membawakan diri dalam segala macam bentuk perubahan tersebut di atas agar peran dan
fungsi ikatan sebagai aparat Islamiah dan amar ma’ruf nahi mungkar tidak berhenti
karenanya. Dalam keadaan semacam itu jangan sampai ikatan kita kehilangan motivasi,
arah serta gairah maupun dinamika hidup perjuangannya. Kami generasi awal yang telah
mengantar kelahiran dan perjalanan hidup ikatan sampai hari ini dan kami generasi
penerus yang kini memegang pimpinan kembali ikatan senantiasa bertekad untuk
mengemban amanah perjuangan ini demi kelangsungan peran dan fungsi ikatan dalam
masyarakat yang selalu berubah dan berkembang.
c. Deklarasi Kota Malang: Manifesto Kader Progresif (Malang, 2002)
1. IMM di usia yang hampir 40 tahun (usia nubuwwah) harus tampil di garda terdepan
dalam perjuangan umat khususnya kalangan mahasiswa dan bertekad mewujudkan satu
bangsa Indonesia yang besar dalam suatu tata masyarakat baru yang damai, adil,
sejahtera dalam naungan ridha ilahi.
2. Deklarasi Kota Malang, 31 Maret 2002 adalah hasrat untuk melahirkan kesadaran
kolektif kader IMM dan kebulatan tekad kami untuk menjadikan IMM sebagai aparat
pembaharu yang progresif, suatu yang niscaya untuk transformasi sosial menuju
masyarakat ber-peradaban. Demikian pula kami tegaskan identitas kepribadian ikatan
sebagai individu yang memiliki kemantapan akidah dan kematangan intelektual dan
progresivitas aksi, sebab tantangan perjuangan kini dan mendatang hanya bisa dijawab
oleh postur kader progresif (mantap akidah, matang intelektual, progresif dalam aksi).
3. Di tengah krisis multidimensi, IMM bertekad memantapkan peran dan posisi sebagai
pelopor gerakan kaum muda. Sebagai gerakan kritik vertikal dan pemberdayaan dan
pencerahan horizontal. Dengan membangun kepeloporan dan mendemonstrasikan
kekhasan intelektual gerakan IMM.
4. Untuk mewujudkan Baldatun Tayyibah Warabbun Gafur, maka kaum muslimin
Indonesia memiliki tanggung jawab khususnya Muhammadiyah lebih khusus lagi IMM
untuk memberikan kontribusi berwujud satu perangkat sistem nilai yang tangguh yang
digali darai khasanah system iman dan Islam bagi dasar filsafat persaudaraan Universal.
5. Sumpah kader pelopor-progresif: Kader pelopor-progresif IMM mengikrarkan:
o Mengaku berbangsa satu ; bangsa yang mencita-citakan keadilan;
o Mengaku berbahasa satu ; bahasa kebenaran;
o Mengaku bertanah air satu ; Tanah air tanpa penindasan.
6. Perubahan sebagai suatu yang niscaya dalam sejarah umat manusia. Menuntut kader
IMM tidak terlahir sebagai generasi kerdil di tengah kebesaran Zaman. Diperlukan suatu
kemampuan, keuletan dan integritas untuk membawakan diri tampil elegan dan tidak
terbawa arus. Bahkan menjadi pelopor perubahan menuju keadilan dengan tetap
menegaskan peran dan fungsi ikatan sebagai aparat dakwah Islamiyah dan amar ma’ruf
nahi mungkar.
7. Kami generasi IMM telah mengantarkan sebagian dari sejarahnya dan hari ini senantiasa
bertekad memanifestokan Kader pelopor untuk perjuangan umat menuju kecermelangan
Islam. Mari bergerak bersama. Progresif jangan terhenti pada jargon dan retorika. Demi
kelangsungan peran dan fungsi Ikatan dalam masyarakat yang selalu berubah dan
berkembang.
d. Manifesto Politik 40 Tahun IMM (Jakarta, 2004)
1. Dalam perspektif gerakan, IMM tetap mengedepankan aspek moral dan memperjuangkan
politik nilai yang berbasis pada penguatan intelektualitas,
2. Dalam usia kenabian, IMM harus dapat melepaskan diri dari ikatan
ikatan primordialisme gerakan dan harus melebur dengan kekuatan pro demokrasi, pro
rakyat untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat dan berkeadilan.
3. IMM secara Institusional mempunyai kewajiban untuk turut serta mendukung seluruh
proses demokrasi termasuk memberikan penguatan kepada sang reformis untuk
memimpin bangsa, dll. Sikap tersebut adalah lembaran baru perjuangan IMM di tengah
nasib bangsa sedang menghadapi problematika yang cukup serius. Tindak lanjut dari
sikap ke 3 khususnya, DPP IMM telah menjadi salah satu kekuatan penyangga dari MPR
(masyarakat peduli reformasi) sebagai alat perjuangan, walaupun pada akhirnya cita cita
tersebut masih belum berhasil, namun apa yang sudah diperjuangkan IMM melalui MPR
tidak akan pernah sia sia.
e. Deklarasi Kota Medan (Medan, 2012)
Pimpinan[sunting | sunting sumber]
Tanggal
Muktamar Tempat Periode Susunan
(berdasar
dokumentasi)
Vakum
DPP Sementara IMM
12 - 14 Mei 1984
Ketua: Immawan Wahyudi
Rapat Pleno 25 - 26 Agustus
1984 1985 - Sekretaris I: Muklis Ahsan
PP
1986 Uji
Muhammadiyah 10 - 12 Agustus
1985 Bendahara I: St. Daulah
Khoiriati
5 Dr. Drs. Immawan Wahyudi, M.H. 1985 - 1986 Rapat Pleno PP Muhammadiyah
6 Dr. Nizam Burhanuddin, S.H., M.H. 1986 - 1989 Muktamar V Padang
Milad
Tahun Tema
ke
A. Kesimpulan
“Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menghubungkan (menisbahkan) ajaran dan jejak
perjuangan Nabi Muhammad. Pengertian tauhid apabila ditinjau dari segi bahasa atau etimologi
merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhidu
wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan, dikutip dari buku Studi Ilmu
Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan Bashori. Ibadah muamalah bersifat umum. Spiritnya berasal
dari Allah, namun teknisnya diserahkan kepada manusia. Misalnya, Allah memerintahkan
manusia menuntut ilmu.
A
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Mahasiswa_Muhammadiyah
https://www.scribd.com/document/399427699/MATERI-kemuhammadiyahan
https://muhammadiyah.or.id/akidah-tauhid-dalam-muhammadiyah-itu-sistem-kepercayaan-etis/
#:~:text=%E2%80%9CMuhammadiyah%20itu%20sistem%20akidah%20tauhidnya,di%20dunia
%20dan%20di%20akhirat.
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/15338-Full_Text.pdf