Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

GERAKAN TAJDID DI INDONESIA SERTA FOKUS PEMBAHARUANNYA

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :

1. MUTIARA SUCHI (181014286206089)


2. SASMITA (181014286206137)

DOSEN PENGAMPU: RITA ZUNARTI,S.Th.I.,M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Tentang Gerakan
tajdid di Indonesia serta fokus pembaharuannya. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal,
dengan baik dan tepat waktu meskipun banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan informasi untuk pembaca serta bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Muara Bungo,29 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................1
Bab II PEMBAHASAN
A. Gerakan tajdid diindonesia serta fokus pembaharuannya......................................2
B. Jami’atul Khair......................................................................................................2
C. Syarikat Islam..........................................................................................................3
D. Persatuan islam.......................................................................................................9
E. Muhammadiyah ....................................................................................................12
Bab III PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Munculnya gerakan Modernisme Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 dipengaruhi
oleh berbagai variabel penting yang melatar belakanginya. Menurut Steenbrink, setidaknya
terdapat empat faktor penting yang mendorong ”perubahan dan pembaharuan Islam di
Indonesia” pada saat itu.
Pertama, adanya tekanan kuat untuk kembali kepada ajaran Al-quran dan Hadist, yang
keduanya dijadikan sebagai landasan berfikir untuk menilai pola keagamaan dan tradisi yang
berkembang di masyarakat. Tema sentral dari kecendrungan ini adalah menolak setiap
pengaruh budaya lokal yang dianggap mengontaminasi kemurnian ajaran Islam. Sehingga
upaya kembali pada ajaran Al-Qur`an dan Hadist dipilih sebagai jawaban solutif atas problem
keberagaman yang meluas di masyarakat.
Kedua, kuatnya semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Gerakan
perlawanan ini banyak direalisasikan oleh kelompok nasionalis yang terus berusaha
menentang kebijakan penjajah belanda, tetapi mereka juga enggan menerima gerakan Pan-
Islamisme. Ketiga, kuatnya motivasi dari komunitas muslim untuk mendirikan organisasi
dibidang sosial –ekonomi yang diharapkan bermanfaat demi kepentingan mereka sendiri,
maupun kepentingan publik. Keempat, gencarnya upaya memperbaiki pendidikan Islam.

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan gerakan Tajdid menurut Jami’atul Khair?
2. Jelaskan gerakan Tajdid menurut Syarikat Islam?
3. Jelaskan gerakan Tajdid menurut Persis?
4. Jelaskan gerakan Tajdid menurut muhammadiyah?

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui Gerakan Tajdid menurut Jami’atul Khair
2. Mengetahui Gerakan Tajdid menurut Syarikat Islam
3. Mengetahui Gerakan Tajdid menurut Persis
4. Mengetahui Gerakan Tajdid menurut muhammadiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jami’atul Khair
Organisasi sosial yang berperan dalam melakukan perubahan sistem atau lembaga
pendidikan Islam terutama di Jakarta. Lengkapnya Al-Jamiatul Khairiyah. Merupakan
organisasi pendidikan Islam tertua di Jakarta, didirikan tahun 1901 dengan peran besar para
ulama asal Arab Hadramaut dan juga pemuda Alawiyyin, seperti Habib Abubakar bin Ali bin
Abubakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad Al-Fakir Ibn. Abn. Al Rahman Al Mansyur,
Idrus bin Ahmad Shahab, Ali bin Ahmad Shahab, Abubakar bin Abdullah Alatas,
Muhammad bin Abdurrahman Shahab, Abubakar bin Muhammad Alhabsyi dan Syechan bin
Ahmad Shahab. Di tangan ulama-ulama inilah Jamiatul Khair tumbuh pesat.
Sebenarnya pada tahun 1901 Jamiatul Khair belum mendapat izin dari pemerintah
Belanda. Tujuan organisasi adalah mengembangkan pendidikan agama Islam dan bahasa
Arab. Oleh karena perhimpunan tersebut kekurangan tenaga guru, maka pada konggresnya
tahun 1911, diantara satu keputusannya adalah memasukkan guru-guru agama dan Bahasa
Arab dari luar negeri. Kemajuan Jamiatul Khair tersebut menambah kepercayaan masyarakat
Islam di Jakarta (dan Jawa umumnya) serta daerah sekitarnya.
Organisasi Pembaharuan Islam ini berkantor di daerah Pekojan di Tanjung Priok
(Jakarta). Oleh karena perkembangannya dari waktu ke waktu semakin pesat, maka pusat
organisasi ini dipindahkan dari Pekojan ke Jl. Karet, Tanah Abang. Organisasi ini dikenal
banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, terdiri dari tokoh-tokoh gerakan pembaharuan agama
Islam antara lain, Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), HOS Tjokroaminoto
(pendiri Syarikat Islam), H. Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang Islam), dan H. Agus Salim.
Bahkan beberapa tokoh perintis kemerdekaan juga merupakan anggota atau setidaknya
mempunyai hubungan dekat dengan Jamiatul Khair.
Awalnya memusatkan usahanya pada pendidikan, namun kemudian memperluasnya
dengan dakwah dan penerbitan surat kabar harian Utusan Hindia di bawah pimpinan Haji
Umar Said Cokroaminoto (Maret 1913). Kegiatan organisasi juga meluas dengan mendirikan
Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama sejumlah
Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di Jl. Karet dan putri (banat) di Jl.
Kebon Melati serta cabang Jamiatul Khair di Tanah Tinggi Senen.
Pemimpin-pemimpin Jamiatul Khair mempunyai hubungan yang luas dengan luar
negeri, terutama negeri-negeri Islam seperti Mesir dan Turki. Mereka mendatangkan majalah-
majalah dan surat-surat kabar yang dapat membangkitkan nasionalisme Indonesia, seperti Al-
Mu'ayat, Al-Liwa, Al-ittihad dan lainnya.
2
Tahun 1903 Jamiatul Khair mengajukan permohonan untuk diakui sebagai sebuah
organisasi atau perkumpulan dan tahun 1905 permohonan itu dikabulkan oleh Pemerintah
Hindia Belanda dengan catatan tidak boleh membuka cabang-cabangnya di luar di Batavia.

B. SYARIKAT ISLAM
Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang Islam
(disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan
organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang dibentuk oleh Haji
Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang
politik Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar
ekonomi rakyat pada masa itu. Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya ditukar
menjadi Sarikat Islam.
Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa tersebut HOS
Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai
Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan
disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912. Hos Tjokroaminoto
mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan
sosial. kearah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam
semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut. Selanjutnya
karena perkembangan politik dan sosial SI bermetamorfosis menjadi organisasi pergerakan yang
telah beberapa kali berganti nama yaitu Central Sarekat Islam (disingkat CSI) tahun 1916, Partai
Sarekat Islam (PSI) tahun 1920, Partai Sarekat Islam Hindia Timur (PSIHT) tahun 1923, Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII) tahun 1929, Syarikat Islam (PSII) tahun 1973, dan pada Majlis
Tahkim (kongres nasional) ke-35 di Garut tahun 2003,namanya diganti menjadi Syarikat Islam
(disingkat SI).
Sejak kongres tersebut eksistensi dan pergerakan Syarikat Islam yang masih ada dan tetap
bertahan hingga sekarang disebut Syarikat Islam. Sejak Majlis Tahkim ke-40 di Bandung pada
tahun 2015 telah mengukuhkan Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH. sebagai Ketua Umum Laznah
Tanfidziyah. Melalui keputusan tertinggi organisasi tersebut, Syarikat Islam kembali ke khittahnya
sebagai gerakan dakwah ekonomi.

1. Pengaruh Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional


Serikat Islam pada mulanya bernama Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh H.
3
Samanhudi yang berdasarkan pada Agama dan Perekonomian Rakyat sebagai dasar dalam
pergerakannya, tujuannya pula adalah melindungi hak-hak pedagang pribumi dari
monopoli dagang yang dilakukan oleh pedagang-pedagang besar tionghoa. Dan dengan
lahirnya Sarikat Dagang Islam yang menghimpun pedagang Islam pribumi pada saat itu,
diharapkan dapat bersaing dengan pedagang asing seperti Tionghoa, India, dan Arab.
Pada 1912 Sarekat Dagang Islam berganti nama menjadi Sarekat Islam oleh H.O.S.
Tjokroaminoto,  pergantian nama ini didasarkan agar Sarekat Islam ini tidak hanya
bergerak dalam bidang agama dan Ekonomi saja, tetapi dapat bergerak dalam Politik pula,
sehingga membuat ruang gerak Sarekat Islam pun bertambah luas. Setelah menjadi SI sifat
gerakan menjadi lebih luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang
saja. Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini
diperluas, antara lain:
1. Memajukan perdagangan;
2. Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha
koperasi);
3. Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama;
4. Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham-faham yang keliru tentang
agama Islam.
Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang
perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi pada
keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat.
Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai
politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat
keanggotaan Serikat Islam meningkat drastis. Mobilisasi terhadap rakyat pun bertambah
luas, karena pada saat itu muncul Nasionalisme dalam pengertian politik baru saat Sarekat
Islam ini diketuai oleh HOS Tjokroaminoto. Sebagai organisasi poltik pelopor
Nasionalisme, saat itu Tjokroaminoto pun memberikan batasan :
“Pengertian Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang
menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang-kurangnya bangsa Indonesia diberi hak
untuk mengemukakan suaranya dalam masalah politik.” (Muhibin : 2009).
Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas
delapan bagian yaitu:

4
Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan
hak-hakVolksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga
perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan
kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian.
Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif
dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islampun
menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat
tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan
yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi
menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri.
Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan
menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-
industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan
rakyat banyak. Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar
proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan.
Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras
dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak serta
membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah
poliklinik dengan gratis
Benda dalam Padmo (2007) menyatakan bahwa “SI mempunyai daya tarik yang jauh
jangkauannya di luar penduduk kota yang berpendidikan Barat. Tujuh tahun setelah
Tjokroaminoto memimpin SI, partai ini memusatkan perhatiannya secara eklusif pada
orang Indonesia dengan merekrut semua kelas, baik di kota maupun desa.
Mereka adalah pedagang muslim, pekerja di kota, kyai dan ulama, beberapa priyayi, dan
tak kurang pula petani ditarik dalam partai politik yang pertama pada masa kolonial di
Indonesia ini”. Serikat Islam meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan
masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas maupun lapisan masyarakat tengah, dan
rakyat biasa di seluruh Indonesia, terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di
Bandung pada 1916.
Pada periode awal perkembanganya, Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan
sangat baik, hal iti terbukti pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah
memiliki anggota sebanyak 360.000 orang,
5
kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta
orang.
Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk mengadakan
perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua
penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil mencapai
lapisan bawah masyarakat yang berabad–abad hampir tidak mengalami perubahan dan
paling banyak menderita.
Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang
pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada saat itu
adalah untuk membantu pemerintah.  Namun pada saat kongres Nasional di Madiun pada
17 – 20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai
yaitu partai Serikat Islam (PSI), kongres ini pula membicarakan sikap politik partai
terhadap pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap terhadap
pemerintah.
Perubahan sikap politik ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai
menolak kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut juga sebagai sikap
“Politik Hijrah”
2. Tokoh Sarekat Islam
Berikut ini terdapat beberapa tokoh sarekat islam, terdiri atas:
a. Kiai Haji Samanhudi
Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.(Laweyan, Surakarta,
Jawa Tengah, 1868–Klaten, Jawa Tengah28 Desember 1956) adalah pendiri
Sarekat Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa di Indonesia yang
awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh
penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas
beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911. Oleh sebab itu
Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri
untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat
Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.Ia dimakamkan di Banaran,
Grogol, Sukoharjo.Sesudah itu,Serikat Islam dipimpin oleh Haji Oemar Said
Cokroaminito.

6
b. H.O.S. Cokro Aminoto
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 6
Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52
tahun) adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M.
Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya,
R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid yang
selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu
Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo
yang agamis.
Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi Sarekat
Islam. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit
sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin. Salah satu kata mutiara darinya
yang masyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-
pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya
yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
c. Semaun
Semaun (lahir di Curahmalang, kecamatan Sumobito, termasuk dalam kawedanan
Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa Timur sekitar tahun 1899 dan wafat pada
tahun 1971) adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun.
Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya.
Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda
(ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-
en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling
Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916
sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis
VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam
membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan
dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet,

7
merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi
penting di kedua organisasi Belanda itu.
Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan
Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur
termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang
andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai sebagai senjata
ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial. Pada tahun 1918 dia juga
menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI
Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan
terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri
furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh
industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa
majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10
persen. Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-
cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia
Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang
hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti
ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah
menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya. PKI pada
awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya
membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada
akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan
Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia
pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba
untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.
D. Abdul Muis
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 –
meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah
seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia
(sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta
akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918
mewakili Centraal Sarekat Islam.

8
Ia dimakamkan di TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan
nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus
1959

E. PERSATUAN ISLAM (persis)

Tampilnya jam'iyyah Persatuan Islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal
abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis
lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan
(kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh
suburnya khurafat, bid'ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat
Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam.
Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan "reformasi" Islam, yang pada
gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk
melakukan pembaharuan Islam.
Persatuan Islam (Persis) didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an ketika orang-
orang Islam di daerah-daerah lain telah lebih maju dalam berusaha untuk mengadakan
pembaharuan dalam agama.
Bandung kelihatan agak lambat memulai pembaharuan ini dibandingkan dengan daerah-
daerah lain’ sungguhpun Sarekat Isalam telah beroperasi dikota ini semenjak tahun 1913.
kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan cambuk untuk mendirikan sebuah organisasi.
 Lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan
agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan
kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam,
menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan
ciri dan karateristik yang khas. Kelompok tadarus ini bersifat kenduri yang diadakan secara
berkala di rumah salah satu seorang kelompok yang berasal dari Sumatera tetapi yang telah lama
tinggal di Bandung. Mereka adalah keturunan dari tiga keluarga yang pindah dari Palembang
dalam abad ke 18, dan menjalin hubungan erat melalui perkawinan antar keluarga mereka serta
diperkuat oleh kepentingan yang sama dalam usaha perdagangan, kemudian berlanjut dengan
kontak antara anggota-anggota generasi yang datang kemudian dalam mengadakan studi tentang
agama ataupun kegiatan-kegiatan lainnya.
9
Tetapi mereka tidak merasa lagi bahwa mereka dari Sumatera, tetapi telah merasa sebagai benar-
benar orang Sunda sehari-hari berbicara bahasa Sunda.
Kelompok tadarusan yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus ini dari
lingkungan ketiga familia tadi memang mempunyai pengetahuan yang agak luas. Kedunya
sebenernya adalah pedagang tetapi mereka masih mempunyai kesempatan dan waktu untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang Islam. Zamzam (1894-1952) menghabiskan
waktunya selama tiga setengah tahun masa mudanya di Makkah di mana ia belajar di lembaga
Darul-Ulum. Sekembali dari Makkah ia menjadi guru di Darul Muta’allimin, sebuah sekolah
agama di Bandung (ssekitar tahun 1910) dan memjpunyai hubungan dengan Syekh Ahmad
Surkati dari Al-Irsyad di Jakarta. Tetapi ia hanya dua tahun saja di sekolah ini. Muhammad
Yunus, yang memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan mengusai bahasa Arab, tidak
pernah mengajar. Ia hanya berdagang, tetapi tidak pernah pula minatnya hilang dalam
mempelajari agama. Kekayaanya menyanggupkan ia untuk membeli kitab-kitab yang ia
perlukan, juga untuk anggota-anggota Persis setelah organisasi ini didirikan.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok
tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatuan Islam"
(Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengembalikan umat Islam kepada
tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits yaitu: mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad,
berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita=cita yang sesuai dengan
kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam,
persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah
Swt dalam Al Quran Surat 103 : "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-
undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai". Serta sebuah hadits Nabi
Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, "Kekuatan Allah itu bersama al-jama'ah".

1. Tujuan dan Aktifitas Persis


Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan
Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan
pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan
sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta
berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat
Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan jam'iyyah,
10
Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan
mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936 untuk membentuk kader-
kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Usaha ini merupakan
inisiatif Hassan, pesantren ini di pindahkan kepada Bangil, Jawa Timur, ketika
Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 540 siswa dari Bandung. Pesantren
Persis ini berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal
(Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi.5.Kemudian menerbitkan berbagai
buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam (1929), majalah
Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa (1937), majalah
berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948), majalah Risalah (1962),
majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-
cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah
menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik
atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis,
undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.

2. Persis Masa Kini


Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada
masanya yang lebih realistis dan kritis.
Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti
sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh
umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran
keislaman.
Dibawah kepemimpinan KH. Shiddiq Amien, anggota dan simpatan Persis beserta
otonomnya tercatat kurang lebih dari 3 juta orang yang tersebar di 14 propinsi
dengan 7 Pimpinan Wilayah, 33 Pimpinan Daerah, dan 258 Pimpinan Cabang.
Bersama lima organisasi otonom Persis, yakni Persatuan Islam Istri, (Persistri)
Pemuda Persis, Pemudi Persis, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis, dan Himpunan
Mahasiswi (Himi) Persis, aktifitas Persis telah meluas ke dalam aspek-aspek lain
tidak hanya serangkaian pendidikan, penerbitan dan tabligh, akan tetapi telah meluas
ke berbagai bidang garapan yang dibutuhkan oleh umat Islam melalui bidang
pendidikan (pendidikan dasar/menengah hingga pendidikan tinggi),

11
da'wah, bimbingan haji, perzakatan, sosial ekonomi, perwakafan, dan perkembangan
fisik yakni pembangunan-pembangunan masjid dengan dana bantuan kaum muslimin
dari dalam dan luar negri, menyelenggarakan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan,
dan diskusi (halakoh) pengkajian Islam. Demikian pula fungsi Dewan Hisbah
sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan hukum Islam di kalangan
Persis serta Dewan Hisab dan Dewan Tafkir semakin ditingkatkan aktifitasnya dan
semakin intensif dalam penelaahan berbagai masalah hukum keagamaan,
perhitungan hisab, dan kajian sosial semakin banyak dan beragam.

F.  Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi Islam modern yang berdiri di Yogyakarta pada
18 November 1912. Organisasi ini terbentuk karena masyarakat islam yang berpandangan maju
menginginkan terbentuknya sebuah organisasi yang menampung aspirasi mereka dan menjadi
sarana bagi kemajuan umat islam. Keberadaan tokoh-tokoh Islam yang berpandangan maju tersebut
terbentuk karena pendidikan serta pergaulan dengan kalangan Islam di seluruh dunia melalui
ibadah haji. Salah seorang tokoh tersebut ialah KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan
organisasi ini. 
Muhammadiyah didirikan atas dasar agama dan bertujuan untuk melepaskan agama Islam dari adat
kebiasaan yang jelek yang tidak berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
Hal-hal yang berkaitan dengan paham agama dalam Muhammadiyah secara garis besar dan pokok-
pokoknya ialah sebagai berikut:                                           
a) ‘Aqidah; untuk menegakkan aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan,
bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b) Akhlaq; untuk menegakkan nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran
Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c) ‘Ibadah; untuk menegakkan ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah S.A.W. tanpa tambahan
dan perubahan dari manusia
d) Mu’amalah dunyawiyat; untuk terlaksananya mu’amalah dunyawiyat (pengolahan dunia dan
pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam
bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah SWT.

12
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN TAJDID
Tajdid yang dimaksud dalam gerakan Muhammadiyah adalah memperbarui cara berpikir
sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Bukan pembaruan ajaran Islam, tetapi cara
berpikir umat Islam yang perlu diperbarui. 
Sasaran gerakan tajdid adalah manusia. Perubahan zaman jangan sampai merusak dasar-dasar
ajaran Islam. Demikian juga tidak membuat umat Islam ketinggalan zaman. Sehingga tidak leluasa
menjalankan amal ibadah. Bahkan zaman yang terus berkembang hendaknya memberi kesempatan
kepada umat Islam yang teguh pada jabatan agamanya, bertambah mendapatkan peluang baru
mengamalkan seluruh ajaran agamanya.
Tajdid juga berarti membersihkan ajaran Islam dari campur aduknya dengan ajaran-ajaran
yang bukan Islam. Mengembalikan ajaran Islam kepada sumbernya yang asli yaitu Al-Quran dan
Al-Hadits (As-Sunnah As-Shahihah Al-Maqbullah). Membersihkan dari penyakit TBC (Takhayul,
Bid’ah dan Churafat). Penyakit ini sangat berbahaya bagi perkembangan ajaran Islam yang murni
dan merusak aqidah Islam. Sebagai contoh dalam realita keumatan kita seperti meramal,
perdukunan, sesaji, kenduri, dan ritual atau tata cara ibadah yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an
dan hadis.

Oleh sebab itu Muhammadiyah selalu berorientasi kepada pembaharuan dalam segala bidang sesuai
dengan kemajuan zaman dengan tidak meninggalkan prinsip Islam. Allah berfirman:

‫ِإنَّاللَّهَاَل يُ َغيِّ ُر َمابِقَ ْو ٍم َحتَّ ٰىيُ َغيِّرُوا َمابَِأ ْنفُ ِس ِه ْم‬

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat yang Statis, semua pasti
mengalami perubahan dan perkembangan.salah stu faktor penting yang mendorong
perubahan dan perkembangan itu adalah adanya kontak pergaulan dengan masyarakat yang
lebih maju sehingga terangsang untuk mengejar ketertigalannya atau bisa sejajar dengan
mitra pergaulannya. Pada permulaan abad ke-20 banyak orang Islam di Indonesia mulai
menyadari bahwa mereka tidak akan dapat menyaingi kekuatan kolonialisme penjajahan
Belanda dan mengejar ketertinggalan dari Barat, apabila mereka melanjutkan cara-cara yang
bersifat trdisional dalam menegakkan ajaran Islam golongan ini merintis cara-cara baru
dalam memahami dan mengembangkan ajaran-ajaran Islam ditengah-tengah masyarakat oleh
sebab itu, mereka disebut kaum pembaharu.
Para pembaharu did Indonesia mengikuti jejak kaum pembaharu di Timur Tengah,
terutama yang berpusat di Mesir.. Mereka berkenalam dengan gagasan tajdid melalui bacaan
dan pertemuan langsung dengan tokohtokohnya sewaktu mereka menuntut ilmu di Timur
Tengah. Terutama di Al-Haramain atau dua tanah suci yaitu Mekkah dan Madinah.
Menurut kami disimpulkan pembaharuan yang dilakukan Jami’atul Khoir dan Al-Irsyad
secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)      Menyegarkan pemahaman ajaran Islam dengan membuka kembali pintu Ijtihad.
2)      Mengembangkan pemikiran rasional.
3)      Memurnikan Aqidah umat Islam.

B. Saran
Kami menyadari bahwa Makalah kami bukanlah makalah yang sempurna maka dari itu kami
mengharapkan Kritik serta saran yang bermanfaat serta membangun agar kelak dikemudian hari
kami dapat membuat makalah yang lebih baik.

14
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah Hanun, 1992. SejarahPendidikan Islam Cet : 1;  Logos Wacana Ilmu, Jakarta.
.........................., Sejarah Pendidikan Islam (Cet : 2; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1992).
Azra, Azyumardi,1999. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam Cet. 1.,  Logos Wacana
Ilmu, Jakarta.
Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Cet. 1: Jakarta, Logos
Wacana Ilmu, 1999).
Maksum, 1999., Madrasah Sejarah dan Perkembangannya Cet I : Logos Wacana Ilmu, Jakarta.
Mughi, Syafiq A dan Hasan Bandung., 1994.  Pemikiran Islam Radikal Cet II., Bina Ilmu,
Surabaya.
Noer, Delian., 1991., Gerakan Modern Islam di Indonesia., LP3ES., jakarta.
Stembrink, Karel A., 1986., Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan  Islam dalam Dunia
Modern., LP3ES, Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai