Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SELAMAT SRI KENDAL
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya
kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “Filantropi
Islam”. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami dalam rangka
pengembangan dasar ilmu Pengantar Studi Islam yang berkaitan dengan Filantropi Islam .
Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang
pengetahuan Islam secara meluas. Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan
dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca.
Akhirnya saya menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati saya menerima kritik dan saran agar penyusunan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik . Semoga laporan ini memberi manfaat bagi banyak
pihak. Amiin.
Penulis
DAFTAR ISI
Rumusan Masalah……………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN…………………………….…………………………...........2
2.1. Pendahuluan
Filantropi (bahasa Yunani: philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia) adalah
tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia, sehingga menyumbangkan waktu,
uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya diberikan pada
orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal. Biasanya, filantropi seorang kaya
raya yang sering menyumbang untuk kaum miskin.
Filantropi berasal dari dunia Barat yang berarti kedermawanan . Filantropi Islam
dapat diartikan sebagai pemberian karitas (charity) yang berdasarkan pada pandangan
untuk mempromosikan keadilan social dan maslahat bagi masyarakat umum . Dalam
ajaran Islam , wacana filantropi sesungguhnya sudah ada dan melekat dalam system
teologi yang dimilikinya dan telah dipraktekan sejak dahulu dalam bentuk zakat , wakaf ,
dan sebagainya . Khusus di Indonesia , praktik-praktik tersebut masih berlangsung secara
konvensional , yaitu melalui hubungan perseorangna yang disalurkan secara langsung ,
sehingga kegiatan karitas lebih banyak bersifat konsumtif ketimbang produktif . Pada
gilirannya , hal itu tidak mampu mencapai keadilan social sebagaimana tujuan akhir dari
Filantropi Islam itu sendiri .
Secara factual, selama ini usaha-usaha Filantropis yang dilakukan oleh pemerintah ,
organisasi social Islam, LSM dan sebagainya , seperti Domper Dhu’afa , LAZIZ
Muhammadiyah , Yayasan Dana Sosial , Yayasan Daarut Tauhid , Yayasan Sosial Ummul
Quro’ , Baitul Mal , Rumah Zakat , Bank Mu’amalat , dll. Terbukti telah berhasil
menghasilkan dana sebesar 31.7 milliar dalam setahun . Maka , apabila segi-segi dan mutu
organisasional praktik filantropi islam ditingkatkan , maka bukan mustahil upaya ini dapat
menjadi kekuatan potensial untuk membangun masyarakat Indonesia yang potensial untuk
membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera.
C.Historisitas Filantropi
Kita juga dapat belajar tentang filantropi Islam ini dari Universitas Al-Azhar, Mesir.
Al-Azhar adalah sebuah lembaga pendidikan yang amat kaya. Hal itu dapat dilihat dari
harta wakafnya dan juga hasil-hasil usaha lainnya. Aset Al-Azhar amat melimpah, hal itu
belum termasuk ZIS (zakat, infak, sedekah), yang terjadi sampai tahun 1961. Pemerintah
Mesir kala itu juga amat segan dengan eksistensi Al-Azhar. Namun demikian, Presiden
Mesir saat itu, Gamal Abdul Nasser, tampaknya sangat menyadari kekuatan baru yang
tersembunyi di Al-Azhar. Ia kemudian melakukan nasionalisasi secara paksa atas seluruh
harta wakaf Al-Azhar. Selanjutnya Al-Azhar dijadikan bagian dari struktur negara; Syaikh
Al-Azhar diangkat sebagai pejabat setingkat perdana menteri dan digaji oleh negara.
Akhirnya masyarakat menilai bahwa Al-Azhar tidak lagi menjadi lembaga independen
atau menjadi kekuatan penyeimbang kekuasaan. Sampai sekarang, dibawah pemerintahan
Husni Mubarak, Al-Azhar dikooptasi dan menjadi bagian negara. Di Indonesia sendiri,
filantropi ini mulai menguat dalam pelbagai bentuknya kira-kira pada abad ke-19 M. Hal
itu ditandai oleh pertumbuhan madrasah-madrasah, termasuk dengan pertumbuhan
pesantren-pesantren. Pada abad ke-20 M., sekolah-sekolah Islam, Muhammadiyah,
Nahdatul Ulama (NU), dan sejenisnya, sangat terkait dengan philantrophism tersebut
kolonial.
Karenanya, pelbagai bentuk terobosan baru di dalam filantropi Islam dalam rangka
merealisir keadilan sosial perlu ditingkatkan. Filantropi itu diharapkan tidak saja
memberikan terobosan-terobosan baru dalam bentuk kelembagaannya, tetapi dalam ranah
interpretasi doktrinalnya. Hal itu tentu saja akan menjadi sebuah landasan normatif baru
yang mengarah pada kemakmuran secara luas. Akibatnya seorang penderma merasa
senang dan nyaman, sementara pihak-pihak yang layak dibantu mendapatkan hak-haknya.
Karena itu, eksistensi filantropi Islam ini sangat menantang, kaitannya tidak hanya pada
kemakmuran material, tapi juga pencerdasan masyarakat melalui beragam beasiswa bagi
para peserta didik di setiap level pendidikan. Allahu a’lam.
D. Kelembagaan Filantropi
Menurut Khalid mas’ud, tidak tersedia data yang memadai mengenai sejarah
penghimpunan dan distribusi zakat pada masa awal islam. Beberapa informasi dapat di
telusuri dalam kitab-kitab fikih, namun secara keseluruhan tidak ada data terperinci
mengenai pengadministrasian zakat tersebut. Ada pandangan umum bahwa zakat mulai di
perintahkan untuk di tunaikan di kota madinah tahun ke dua pasca hijriah. Beberapa ahli
hukum islam menegaskan bahwwa ayat-ayat zakat yang di wahyukan di mekah sebagai
asal muasal zakat.
Filantropi islam telah mengakar dalam praktik masyarakat islam di Indonesia sejak
lama. Zakat, yang menjadi focus utama kajian di sini, adalah suatu kegiatan keagamaan
yang nilai dan praktiknya setua masuknya islam di nusantara. Secara sepesifik, masyarakat
muslim telah mempraktikan zakat sejak abad ke 13 masehi ( Amelia fauzia dan Ari
hermawan, 2003 ; 159-162) bahkan menurut Daud ali masyarakat islam di nusantara telah
menggunakan zakat sebagai sumber dana untuk menggembangkan ajaran islam, dan juga
melawan penjajah.
Adalah K.H Ahmad dahlan pada awal abad ke 20 yang mengusulkan perlunya di
bentuk pengelolaan zakat secara terlembaga. Karenanya, fenomena kelembagaan
filantropi islam melalui organisasi modern di Indonesia adalah fenomena baru.
Ruang lingkup mengandung arti luasnya subjek yang tercakup. Ruang lingkup
filantropi yang di kenal luas mencakup kegiatan Zakat, Infaq, Shadaqoh, dan Wakaf.
1. Zakat
2. Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariah infaq berarti mengeluarkan sebagian
dari harta atau pendap[atan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang di perintahkan
ajaran islam. Orang yang mengeluarkan infaq adalah munfiq.
3. Sedekah
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar.orang yang suka bersedekah
adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut etimologi sedekah = infaq,
termasuk juga ketentuan dan hukumnya.
4. Wakaf
Wakaf dikatakan sebagai jenis ibadah maliyah yang spesifik. Asal katanya dari kata
wa-ka-fa yang artinya tetap atau diam. Maksudnya bahwa seseorang menyerahkan harta
yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu
tanpa kehilangan benda aslinya.
Filantropi Islam
Melakukan tindakan amal untuk kepentingan orang lain adalah suatu bentuk
perbuatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua tradisi
agama,tindakan memberikan bantuan materidan non materi pada orang lainadalah suatu
kewajiban sekaligus suatu bentuk ketaatan kepada tuhan. Filantropi sebenarnya merupakan
sebuah istilah untuk menunjukkan ragam bantuan tersebut. Kata itu dipilih,mengingat
tidak ada istilah yang lebih tepat digunakan untuk “pemberian” dalam konteks keagamaan
maupun sekuler (non keagamaan).
Menurut survey PBB UIN Jakarta, terdapat tiga strategi yang di lakukan OFI untuk
meraih donor : pertama mempertahankan kejujuran dalam distribusi dalam keluarga
penerima, kedua mempertahankan citra yang baik dari anggota pengurus harian ketiga
mempertahankan prosedur-prosedur yang transparan. Dalam aspek penggalangan dana,
kreatifitas mutlak di butuhakan oleh OFI, mereka hanya mengandalkan sumber-sumber
pendanaan yang konvensional. Organisasi filantropi (LAZIS) akan gagal kalau tidak bias
mandiri atau hanya bergantung kepada bantuan pemerintah.
Aspek distribusi penting dalam kehadiran OFI. Bahkan, ia berperan sebagai satu
tolak ukur dalam menentukan apakah OFI berorientasi keadilan social atau karitas.
Distribusi dana filantropi terdapat dua pola penyaluran zakat yaitu pola tradisional
(konsumtif/karitas) dan pola penyaluran produktif ( pemberdayaan ekonomi/ social).
Tabel 13.1
kemauan waqif
Sedekah Merupakan harta yang secara sukarela diserahkan
kepemilikannya oleh seorang muslim untuk digunakan
kemashlahatan umat Islam
Tidak ada ketentuan mengenai besarannya, tergantung
kemauan pemberi sedekah
Dari uraian pada tabel 13.1 dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai prinsip –prinsip yang
diterapkan dalam penerimaan publik Islam yaitu:
a.
kemauan waqif
Sedekah Merupakan harta yang secara sukarela diserahkan
kepemilikannya oleh seorang muslim untuk digunakan
kemashlahatan umat Islam
Tidak ada ketentuan mengenai besarannya, tergantung
kemauan pemberi sedekah
System pungutan wajib (dharibah) harus menjamin bahwa hanya golongan kaya
dan mempunyai kelebihanlah yang memikul beban utama dharibah
b. Berbagai pungutam dharibah tidak dipungut atas dasar besarnya input/ sumberdaya
yang digunakan, melainkan atas hasil usaha ataupun tabungan yang terkumpul
e. Islam telah menentukan sektor – sektor penerimaan negara menjadi empat jenis:
1. Zakat, yaitu pungutan wajib atas Muslim yang ketentuaannya sudah diatur
oleh Allah. Pemerintah tidak memiliki hak untuk mengubah hal itu semua, tetapi dapat
mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada
nash – nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern
2. Asset dan kekayaan non keuangan, yang diperoleh dari ghanimah, fai‟,
ataupun amwal fadhila. Aset ini memungkinkan negara untuk memilki perusahaan dan
menciptakan penerimaan sendiri dengan mengelola sumberdaya yang dikuasakan kepada
pemerintah
Dalam hal pengenaan pungutan wajib, dharibah terdapat beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1) Volume dan nilai produksi, bukan nilai input atau modal yang digunakan
2) Peran SDM dalam pengelolaan sumberdaya. Semakin tinggi peran SDM,
semakin rendah tariff dharibah yang dikenakan
a. Pemberdayaan fakir miskin dan muallaf. Dana ini pada umumnya diambil dari
zakat dan ushr.
b. Biaya rutin pemerintahan. Dana ini pada umumnya diambilkan dari kharaj, fai,
jizya, dan ushr.
Dengan empat jenis alokasi keuangan publik diatas, besaran dan skala prioritas
alokasi tidaklah selalu sama di setiap negara ataupun waktu. Secara garis besar, prinsip
yang harus diterapkan dalam pengeluaran publik adalah:
a. Alokasi zakat merupakan kewenangan Allah, bukan kewenangan amil atau
pemerintah. Amil hanya berfungsi menjalankan manajeman zakat sehingga dapat
dicapai pendistribusian yang sesuai ajaran Islam.
Meskipun Rasulullah Saw, tidak melakukan estimasi tahanan mengenai berapa besar
belanja yang dibutuhkan dan sumber – sumber penerimaannya, namun beliau telah
melakukan penyeimbangan antar tujuan dalam instrument publik pemerintah, dalam arti
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Konsep anggaran yang merupakan suatu
rancangan kegiatan dan pendekatan terhadap pengeluaran pemerintah pada setiap segmen
adalah merupakan hal yang relative baru dalam sejarah Islam. Dengan demikian,
tidaklah diperolah informasi normative mengenai bagaimana proses penyusunan anggaran
maupun besarnya dalam perspektif Islam.
diperkenankan menurut Islam. Oleh karena itu, terdapat beberapa instrument yang
biasa digunakan sebagai instrumen pembiayaan publik, yaitu sebagai berikut:
1. Zakat
Zakat itu hanyalah untuk orang – orang fakir, orang – orang yang mengurusnya,
orang – orang yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakakn budak, untuk orang – orang
yang berutang, untuk jalan Allah dan orang – orang yang dalam perjalanan; merupakan
suatu ketentuan dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS At- Taubah:
60)
Katakanlah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang
(ghanimah), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat Rasul, anak –
anak yatim, orang – orang miskin, dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari (Furqan), yaitu
hari bertemunya dua pasukan. (QS Al-Anfal [8]: 41)
Dalam konteks kehidupan modern ini, dimana peperangan fisik sudah tidak lagi
dilakukan atau para pasukan merupakan pasukan professional yang digaji, maka ghanimah
tidak dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan. Pemerintah hanya mengambil 20% dari
ghanimah untuk pengentasan kefakiran – kemiskinan, anak yatim, dan ibnu sabil. Dari sini
bias diterik kesimpulan bahwa fai‟ diatur Rasulullah Saw sebagai harta negara dan
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum, seperti fungsi kelima
dari penggunaan ghanimah. Alokasi dari pembagiannya berbeda – beda dari satu
pemerintah kepada yang lainnya, tergantung pada kebijaksanaan masing – masing kepada
negara dan lembaga musyawarah yang dipimpinnya.
3. Kharaj
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak tanah. Dalam pelaksanaanya kharaj
dibedakan menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap. Secara proporsional artinya
dikenakan sebagai bagian total dari
Kharaj diperkenalkan pertama kali setelah perang Khaibar, ketika Rasullulah Saw
membolehkan orang – orang Yahudi Khaibar kembali ke tanah milik mereka dengan
syarat mau membayar separuh dari hasil panennya kepada pemerintah Islam, yang disebut
kharaj.
Di dalam hukum Islam kharaj dikenakan atas seluruh tanah di daerah yang
ditaklukkan dan tidak dibagikan kepada anggota pasukan perang, olh negara dibiarkan
dimiliki oleh pemilik awal atau dialokasikan kepada petani non – Muslim dari mana saja.
Selama masa pemerintahan Islam, kaharaj menjadi sumber penerimaan utama dari
negara Islam, dana itu dikuasai oleh komunitas dan bukan kelompok – kelompok
tertentu.
4. Jizyah
Meskipun jizyah merupakan hal wajib, namun dalam ajaran Islam ada ketentuan,
yaiyu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non –
Muslim dewasa, laki – laki, yang mampu membayarnya. Sedang bagi perempuan ,
anak- anak, orangtua dan pendeta dikecualikan sebagai kelompok yang tidak wajib ikut
bertempur dan tidak diharapkan mapu ikut bertempur. Orang – orang miskin,
penganggur, pengemis, tidak dikenakan pajak. Jumlah jizyah yang harus dibayar, sangat
bervariasi antara 12 dan 48 dirham setahun, sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Jika
seseorang memeluk agama Islam, kewajiban membayar jizyah itu ikut gugur.
5. Wakaf
Dalam hukum islam waqaf berarti menyerahkan suatu hak milikm yang tahan lama
zatnya kepada seseorang atau nadzir (penjaga waqaf) baik berupa perorangan maupun
lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan syariat Islam. Harta
yang telah diwakafkan keluar dari hak milik yang mewakafkan (wakif), an bukan pula hak
milik nadzir/ lembaga pengelola wakaf, tetapi menjadi hak milik Allah yang harus
dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Filsafat yang terkandung dalam amalan
wakaf menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil yang
dapat dinikmati oleh mawquf – alaih (pihak yang berhak menerima hasil wakaf). Makin
banyak hasil harta wakaf yang dapat dinikmati oleh yang berhak, makin besar pula pahala
yang akan mengalir kepada wakif.
2001: 13 dari Hasan Langgulung, 1991: 173). Tempat peribadatan dan pendidikan
memang ada, namun hanya sebagian kecil dari jenis – jenis asset yang diwakafkan.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Filantropi (bahasa Yunani: philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia) adalah
tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia, sehingga menyumbangkan waktu, uang,
dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang
yang memberikan banyak dana untuk amal.
Filantropi berasal dari dunia Barat yang berarti kedermawanan . Filantropi Islam dapat
diartikan sebagai pemberian karitas (charity) yang berdasarkan pada pandangan untuk
mempromosikan keadilan social dan maslahat bagi masyarakat umum .Ruang Lingkup
Filantropi Islam di Indonesia. Ruang lingkup mengandung arti luasnya subjek yang tercakup.
Ruang lingkup filantropi yang di kenal luas mencakup kegiatan Zakat, Infaq, Shadaqoh, dan
Wakaf.
1.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
https://ekonomimikroislam.blogspot.com/2013/07/makalah-ekonomi-mikro-islam.html
http://repositori.iain-bone.ac.id/110/1/Ilmu%20Ekonomi%20Mikro%20Islam.pdf