Dosen Pengampuh :
Dr.H.Sahrul,M.Ag
Disusun Oleh:
Bismillahirrohmanirrohim...
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang kami
panjatkan puji syukur kami ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan juga kesempatan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul ”Dakwah Multikultural Islam Nusantara”. Dan tak lupa pula
kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa ummat ini dari alam
kejahiliyahan ke alam yang penuh ilmu seperti sekarang ini.
Makalah ini di tulis untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “Dakwah Multikultural”,
dengan dosen pengampuh : Dr.H.Sahrul,M.Ag Dan tak lupa pemakalah mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
kami juga memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini,
penulis sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang bersifat membangun demi
bahan perbaikan penulisan makalah kedepannya.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................................................6
Kesimpulan................................................................................................................................10
Saran..........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Nahdatul Ulama disingkat NU, Didiri kan di Surabaya pada tanggal 31 Januari
1926 M / 16 Rajab 1344 H. Pendirinya adalah para ulama pengasuh pondok pesantren.
Organisasi ini merupa kan salah satu organisasi terbesar di Indonesia. NU mempersatu
kan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu
dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama Mazhab Syafi’i.
Nahdlatul Ulama memiliki arti kebangkitan para ulama. Istilah “kebangkitan” itu
sendiri pada dasarnya mengandung arti yang lebih aktif jika dibandingkan dengan kata
“perkumpulan” atau “perhimpunan”. Seperti kita ketahui, para ulama merupakan
panutan umat dimana umat akan mengikutinya. Oleh karena itu, dengan kepemimpinan
para ulama, diharapkan arah kebangkitan dan kejayaan umat islam serta kaum muslimin
akan lebih terlihat jelas dan nyata.
Selain itu, di era informasi sekarang, misi berat yang ditanggung NU adalah
mengantisipasi gerakan radikal dari dalam Islam itu sendiri. Maka pada 2012, NU
membentuk Laskar Aswaja sebagai tanggapan atas radikalisme yang marak terjadi.
Aswaja berarti aliran yang dianut oleh siapapun umat Islam yang berpegang teguh pada
Al Quran dan As-sunnah. Saat ini ketua Nahdlatul Ulama adalah KH Ma'ruf Amin sejak
2015. Ia juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.
Martin van Brulnessen dalam buku berjudul NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa,
Pencarian Wacana Baru (1994) menyebut bahwa, boleh dibilang, Nahdlatul Wathan
merupakan sebuah lembaga pendidikan agama bercorak nasionalis moderat pertama di
Nusantara.Sebagai catatan, Nahdlatul Wathan versi Kiai Wahab dan Kiai Mas Mansur
berbeda dengan lembaga bernama serupa yang didirikan Tuan Guru Kiai Haji (TGKH)
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Lombok, Nusa Tenggara Timur, pada 1953.
3. Dalam bidang Tasawwuf mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-
Ghozali, serta imam-imam lain.
Bahkan dalam anggaran dasar yang pertama tahun 1927 dinyatakan bahwa
organisasi NU bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu
madzhab empat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kala itu antara lain :
Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud empiris Islam
yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil interaksi,
kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-
nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia. Istilah
ini secara perdana resmi diperkenalkan dan digalakkan oleh organisasi Islam Nahdlatul
Ulama pada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang
selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah misalnya Wahabisme
dari Saudi.1
1. Islam Nusantara
Kaum Muslimin Nusantara mengikuti mazhab dan aliran tertentu yang kemudian
menjadi ortodoksinya yang bisa berbeda dengan umat islam di bagian lain Dunia Islam.
Sekali lagi, ortodoksi Islam Nusantara adalah; kalam (teologi) Asy’ariyah, fiqh Syafi’I,
dan tasawuf al-ghazali.
1
Nahdatul Ulama.22 April 2015
2
Azis Anwar Fachryddin (24 July 2015). The face of islam Nusantara.
Kaum Muslim Nusantara tidak hanya memiliki ortodoksi islam yang bersumber
dari para ulama otoritatif, tetapi Wilayah Muslim Nusantara sebdiri terbentuk menjadi
ranah budaya Islam (Islamic cultural spheres) distingtif. Wilayah Muslim Nusantara
adalah salah satu dari delapan ranah budaya islam yang memiliki distingsi masing-
masing.
2. Islam Di Nusantara
Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di seluruh
dunia. Pada saat ini diperkirakan bahwa jumlah umat Muslim mencapai 207 juta orang,
sebagian besar menganut Islam aliran Suni. Jumlah yang besar ini mengimplikasikan
bahwa sekitar 13% dari umat Muslim di seluruh dunia tinggal di Indonesia dan juga
mengimplikasikan bahwa mayoritas populasi penduduk di Indonesia memeluk agama
Islam (hampir 90% dari populasi Indonesia). Namun, kendati mayoritas penduduk
beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam yang berdasarkan pada hukum-
hukum Islam.
Justru, Indonesia adalah sebuah negara sekuler demokratik tetapi dengan
pengaruh Islam yang kuat. Sejak awal berdirinya negara ini, sudah ada banyak
perdebatan politik mengenai dasar ideologi negara Indonesia. Sejumlah kelompok Islam
konservatif (termasuk sejumlah partai politik) berpendapat bahwa Indonesia seharusnya
menjadi sebuah negara Islam. Namun, karena ada puluhan juta penduduk non-Muslim -
apalagi banyak penduduk yang menganut Islam di Indonesia bukan orang Muslim yang
mempraktekkannya dengan sangat ketat (nominal Muslim) -, berdirinya sebuah negara
Islam (sekaligus penerapan hukum syariah) selalu dianggap sebagai pemicu perpecahan
dan separatisme.
Proses Islamisasi di Indonesia (atau tepatnya di wilayah yang sekarang dikenal
sebagai Indonesia) telah berlangsung selama berabad-abad dan terus berlanjut hingga
saat ini. Islam menjadi sebuah kekuatan yang berpengaruh melalui serangkaian
gelombang dalam berjalannya sejarah (gelombang-gelombang ini yaitu perdagangan
internasional, pendirian berbagai kesultanan Islam yang berpengaruh, dan gerakan-
gerakan sosial) yang akan dijelaskan lebih lanjut dengan detail di bawah ini.
Namun, juga benar bahwa penerapan agama Islam di Indonesia pada saat ini
memiliki karakter yang beragam karena setiap wilayah memiliki sejarah tersendiri yang
dipengaruhi oleh sebab-sebab yang unik dan berbeda-beda. Mulai dari akhir abad ke-19
sampai saat ini, Indonesia - secara keseluruhan - memiliki sejarah umum yang lebih
seragam karena para penjajah (dan dilanjutkan oleh para pemimpin nasionalis
Indonesia) menetapkan dasar-dasar nasional di wilayahnya. Proses unifikasi ini juga
membuat agama Islam di Indonesia - dalam proses yang lambat - semakin kehilangan
keanekaragamannya. Namun, hal ini bisa dipandang sebagai perkembangan yang logis
dalam proses Islamisasi di Indonesia.
Mengingat penduduk Muslim setara dengan hampir 90% dari jumlah total
penduduk Indonesia, mereka dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan ini (yaitu
peningkatan konsumsi dan urbanisasi). Di kota-kota besar (terutama di pulau Jawa yang
merupakan pulau paling padat penduduk di Indonesia) kelompok masyarakat ini
menunjukkan gaya hidup yang semakin konsumtif. Hal ini terutama berlaku untuk
komponen kelompok Muslim moderat yang berjumlah sangat besar. Mereka semakin
menerapkan gaya hidup perkotaan yang modern, yang didukung dengan alat-alat
elektronik dan gaya busana terbaru. Walaupun peminat fashion Islam sedang meningkat
cukup cepat di Indonesia, permintaan untuk perbankan syariah dan pelancongan halal
masih tetap rendah (bahkan pelancongan halal justru dikembangkan sebagai strategi
untuk menarik wisatawan Muslim asing untuk menghabiskan liburan di Indonesia).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai gerakan dan gerbong besar Islam moderat yang bertekad meneguhkan
Islam Nusantara dan menginspirasi dunia, Nahdlatul Ulama (NU) terus memperkuat
sistem kaderisasinya. Penguatan terutama menyangkut penyamaan visi dan persepsi
tentang NU dan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di semua tingkatan kepengurusan.
“Kalau memimpin itu menanam, maka kaderisasi itu pembibitannya. NU serius dengan
kaderisasi. Tujuannya antara lain adalah bagaimana menyamakan visi dan persepsi
tentang NU dan Aswaja,” jelas Ketua PBNU Robikin Emhas di Jakarta, Kamis (29/8).
Ketua Tim Konsolidasi Organisasi Menuju Satu Abad NU ini menjelaskan, upaya
penguatan sistem kaderisasi, secara khusus dituangkan dalam amanat Muktamar ke-33
NU di Jombang 2015. Amanat ini memuat lima jenis dan model pendidikan kader.
“Ada kaderisasi struktural, kaderisasi keulamaan, kaderisasi penggerak NU, kaderisasi
fungsional, dan kaderisasi profesional,” urainya.
DAFTAR PUSTAKA