Anda di halaman 1dari 17

DAKWAH MULTIKULTURAL ISLAM NUSANTARA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dakwah Multikultural

Dosen Pengampuh :
Dr.H.Sahrul,M.Ag

Disusun Oleh:

Randi Tuah Prayuda


Diki Tarigan
Muhammad Angga
Muhammad firdaus
Aqbil Rizkur Rahman
Muhammad Siddiq
Elda Pitaloka
Siti Trizuwani (0104193167)
Yuni Azzahro
Miftahul Kahairiah
Muhammad Al Dyra (0104193164)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH
2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim...
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang kami
panjatkan puji syukur kami ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan juga kesempatan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul ”Dakwah Multikultural Islam Nusantara”. Dan tak lupa pula
kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa ummat ini dari alam
kejahiliyahan ke alam yang penuh ilmu seperti sekarang ini.
Makalah ini di tulis untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “Dakwah Multikultural”,
dengan dosen pengampuh : Dr.H.Sahrul,M.Ag Dan tak lupa pemakalah mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
kami juga memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini,
penulis sangat mengharapkan kritikan maupun saran yang bersifat membangun demi
bahan perbaikan penulisan makalah kedepannya.

Medan, Juni 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................................................4

Latar Belakang Masalah.............................................................................................................4


Rumusan Masalah.......................................................................................................................4

BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................................................6

Tahapan pelaksanaan pelatihan dakwah ....................................................................................5


Pengertian ndhatul ulama..............
Metode Pelatihan Dakwah nadhatul ulama.................................................................................8
BAB III : PENUTUP.....................................................................................................................10

Kesimpulan................................................................................................................................10
Saran..........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti


petunjuk agama, yaitu menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari
perbuatan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, Nahdlatul
Ulama merupakan salah satu dari sebuah oraganisasi yang terkenal dengan islam
tradisionalnya, yaitu dengan mempertahankan tradisi yang ada di masyarakat dengan
memodifikasi dengan kegiatan keberagaman, LDNU merupakan lembaga di bawah
nahdlatul ulama yang bertugas untuk melaksanakan dan mengembangkan dakwahnya
guna mempertahankan faham keberagamaan warganya,

pada saat ini banyak amaliah-amaliah nahdiyyin yang dipertanyakan dasar


hukumnya, tentu saja warga nahdiyyin banyak yang merasa risau karena banyak
kegiatan tau tradisi yang tidak ada dasar secara ekplisit dalam al qur'an dan sunnah
walau kegiatan tersebut tidak bertentangan denga faham keagamaan, selain itu juga
maraknya aliran-aliran keberagamaan yang melenceng dari prinsip-prinsip dan substansi
ajaran islam dan adanya misionaris khususnya pasca gempa untuk menyebarkan
agamanya dengan berbagai kekuatan dan dana yang cukup besar merupakan tantangan
tersendiri dalam dakwah LDNU yang tugas pokoknya adalah mnyebarluaskan ajaran
keagamaan ala ahlus sunnah wal jamaah. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif
kualitatif, yaitu menggambarkan kegiatan dan proses yang dlaksanakan oleh LDNU
sebagai langkah untuk melaksanakan tugasnya yaitu sebagai pelaksana tugas dakwah
dari PWNU, dalam pengambilan data penyusun mencoba melaksanakan wawancar
dengan petnggi LDNU dan PWNU agar dapat mendapatkan sesuatu yang dapat
mendukung penelitian ini, selain itu penyusun juga melakukan pengkajian terhadap
buku-buku yang mendukung penelitian ini dan juga dokumen yang ada di LDNU.
LDNU merupakan lembaga di bawah PWNU yang melaksanakan tuganya sebagai juru
dakwah yaitu pelaksana tugas dakwah bil lisan, dalam menghadapi tantangan yang
muncul LDNU memilih strategi bertahan, yaitu lebih kearah revitalitas dakwah NU
sendiri yaitu dengan menjawab apa yang dituduhkan kepada NU, menunjukan dasar
keagamaan yang menjadi dasar pelaksanaan ibadah selama ini, adapun langkah-
lamgkah yang ditempuh untuk melaksanakan strategi dakwahnya LDNU melaksanakan
pelatihan-pelatihan untuk para juru dakwahnya, mengadakan kunjungan dan
silaturrahim ke PCNU yang menjadi ujung tombak kegiatan dakwah serta
mengembangkan dan menghidupkan kembali amaliah-amaliah khas Nahdlatul Ulama
diantaranya solawatan, tahlilan, dan lainnya.

B. Rumusan Masalah

1. Sejarah Nahdatul ulama?

2. Bagaimana visi misi Nahdatul Ulama?

3. Metode atau model dakwah membangun kerukunan umat beribadah beragama


atau toleransi

4. Pemahaman dakwah Nahdatul Ulama

5. Apa pengertian islam di Nusantara ?

6. Perbandingan islam di nusantara dengan islam Nusantara


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Nahdatul Ulama

Nahdatul Ulama disingkat NU, Didiri kan di Surabaya pada tanggal 31 Januari
1926 M / 16 Rajab 1344 H. Pendirinya adalah para ulama pengasuh pondok pesantren.
Organisasi ini merupa kan salah satu organisasi terbesar di Indonesia. NU mempersatu
kan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu
dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama Mazhab Syafi’i.

Didirikannnya NU bertujuan untuk tidak serta mengamalkan ajaran Ahlussunah


Waljamaah yang menganut salah satu dari empat Imam Besar (Hambali, Syafi'I, Maliki,
dan Hanafi). Pada dasarnya, Ahlusssunah Wal Jamaah merupakan sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara rasionalis (ekstrem aqli) dan skripturalis (ekstrem
naqli). Oleh karenaya, sumber hukum bagi warga NU tidak hanya Al Quran dan As
sunnah, tetapi juga kemampuan akal dan realitas empiris.

Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi NU, KH Hasyim Asy'ari merumuskan


kitab Qanun Asasi dan kitab I'tiqad Ahlussunah Wal Jamaah. Kedua khitab tersebut
menjadi pedoman kitab dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam
bidang sosial, poltik dan agama.Nahdlatul 'Ulama sebagai jam'iyah diniyah adalah
wadah para Ulama' dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara,
mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal
Jama'ah dan menganut salah satu dari madzhab empat masing-masing adalah :

1. Imam Abu Hanifah an-Nu'man

2. Imam Malik bin Anas

3. Imam Muhammad Idris As-Syafi'i

4. Imam Ahmad bin Hanbal.


Nahdlatul 'Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan
untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa
kepada Alloh Swt, cerdas, trampil, ber-akhlaq mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU
mewujudkan cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai melalui ikhtiar yang didasari oleh
dasar-dasar faham keagamaan, yang kepribadian khas Nahdlatul Ulama.

Nahdlatul Ulama memiliki arti kebangkitan para ulama. Istilah “kebangkitan” itu
sendiri pada dasarnya mengandung arti yang lebih aktif jika dibandingkan dengan kata
“perkumpulan” atau “perhimpunan”. Seperti kita ketahui, para ulama merupakan
panutan umat dimana umat akan mengikutinya. Oleh karena itu, dengan kepemimpinan
para ulama, diharapkan arah kebangkitan dan kejayaan umat islam serta kaum muslimin
akan lebih terlihat jelas dan nyata.

NU telah benar-benar kembali ke khittahnya sebagai organisasi sosial keagamaan


pada masa sekarang ini. Dengan sudah tidak menjadi parpol, NU seharusnya bisa lebih
mudah menjalankan fungsi-fungsi yang khittahnya. Organisasi –organisasi otonom NU
berusaha menjangkau warga-warga NU yang mengalami kesulitan, yang banyak terjadi
di daerah-daerah. Beberapa pemuda NU semakin banyak menjadi intelektual dalam
berbagai bidang. Bahkan di acara unjuk gigi di kancah internasional maupun nasional.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya (Lakpesdam) NU punya andil dalam
hal tersebut.

Selain itu, di era informasi sekarang, misi berat yang ditanggung NU adalah
mengantisipasi gerakan radikal dari dalam Islam itu sendiri. Maka pada 2012, NU
membentuk Laskar Aswaja sebagai tanggapan atas radikalisme yang marak terjadi.
Aswaja berarti aliran yang dianut oleh siapapun umat Islam yang berpegang teguh pada
Al Quran dan As-sunnah. Saat ini ketua Nahdlatul Ulama adalah KH Ma'ruf Amin sejak
2015. Ia juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia.

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sejarah


hari lahir NU terjadi 93 tahun silam, tepatnya tanggal 31 Januari 1926. Pendirian NU
digagas para kiai ternama dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat,
yang menggelar pertemuan di kediaman K.H. Wahab Chasbullah di Surabaya. Selain
K.H. Wahab Chasbullah, pertemuan para kiai itu juga merupakan prakarsa dari K.H.
Hasyim Asy’ari. Yang dibahas pada waktu itu adalah upaya agar Islam tradisional di
Indonesia dapat dipertahankan. Maka, dirasa perlu dibentuk sebuah wadah
khusus.Sebenarnya, upaya semacam itu sudah dirintis Kiai Wahab jauh sebelumnya.
Bersama K.H. Mas Mansur, seperti ditulis Ahmad Zahro dalam buku Tradisi Intelektual
NU: Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (2004), Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul
Wathan yang artinya “kebangkitan tanah air" pada 1914.

Martin van Brulnessen dalam buku berjudul NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa,
Pencarian Wacana Baru (1994) menyebut bahwa, boleh dibilang, Nahdlatul Wathan
merupakan sebuah lembaga pendidikan agama bercorak nasionalis moderat pertama di
Nusantara.Sebagai catatan, Nahdlatul Wathan versi Kiai Wahab dan Kiai Mas Mansur
berbeda dengan lembaga bernama serupa yang didirikan Tuan Guru Kiai Haji (TGKH)
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Lombok, Nusa Tenggara Timur, pada 1953.

B. Visi Misi Nahdatul Ulama

Visi Nahdlatul Ulama

o Menjadi Jam’iyah diniyah Islamiyah ijtima’iyah yang memperjuangkan


tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal - - - Jamaah an Nahdliyyah

o -Mewujudkan kemaslahan masyarakat, kemajuan bangsa, kesejahteraan,


keadilan, dan kemandirian khususnya warga NU serta terciptanya rahmat bagi
semesta dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan
Pancasila

Misi Nahdlatul Ulama

o Mengembangkan gerakan penyebaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah’ah an


Nadliyyah untuk mewujudkan ummat yang memiliki karakter Tawassuth
(moderat), Tawazun (seimbang), I’tidal (tegak lurus), dan Tasamuh (toleran)
o Mengembangkan beragam khidmah bagi jama’ah NU guna meningkatkan
kualitas SDM NU dan kesejahteraannya serta untuk kemandirian jam’iyah NU

o Mempengaruhi para pemutus kebijakan maupun undang-undang agar produk


kebijakan maupun UU yang dihasilkan berpihak kepada kepentingan masyarakat
dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan rasa keadilan.

Garis-Garis Besar Pemikiran dan Visi Misi NU

Organisasi Nahdlatul ‘Ulama didirikan dengan tujuan untuk melestarikan,


mengembangkan dn mengamalkan ajaran Islam, dengan paham keagamaannya kepada
sumber ajaran Islam : Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ (kesepakatan ulama’), dan Al-
Qiyas (analogi), dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya di atas, NU
mengikuti paham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan
madzhab :

1. Dalam bidang akidah, NU mengikuti paham Ahlussunnah Wal Jama’ah yang di


pelopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.

2. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan (madzhab) Imam Abu


Hanifah an-Nu’man (Imam Hanafi), Imam Malik Bin Annas (Imam Maliki),
Imam Muhammad Bin Idris as-Syafi’i (Imam Syafi’i), dan Imam Ahmad Bin
Hanbal (Imam Hanbali)

3. Dalam bidang Tasawwuf mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-
Ghozali, serta imam-imam lain.

Bahkan dalam anggaran dasar yang pertama tahun 1927 dinyatakan bahwa
organisasi NU bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu
madzhab empat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kala itu antara lain :

1. Memperkuat persatuan ulama’ yang masih setia kepada madzhab

2. Memberikan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada lembaga-


lembaga pendidikan Islam
3. Penyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan tuntunan madzhab empat

4. Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya

5. Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar/musholla, dan pondok


pesantren.

6. Membantu anak-anak yatim-piatu dan fakir-miskin.

Dalam perkembangannya, NU dalam keputusan Muktamar di Donohudan,


Boyolali tahun 2004 di sebutkan :

Tujuan Nahdlatul ‘Ulama didirikan adalah berlakunya ajaran Islam yang


menganut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menurut salah satu madzhab empat
untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi
kemaslahatan dan kesejahteraan umat.

C. Metode atau Model Dakwah Membangun Kerukunan Umat Beribadah Beragama


atau Toleransi

Dalam dakwahnya Nahdlatul ‘Ulamâ menggunakan metode dakwah


Cultural, seperti halnya dakwah yang dipraktikkan Wali Songo.
Nahdlatul al-‘Ulamâ memperkuat pendekatan budaya sebagai salah satu
elemen penting dakwah Islam ditanah air. Adapun macam-macam metode
dakwah Nahdlatul ‘Ulamâ diantaranya adalah berceramah, propaganda,
pendidikan, kelembagaan, keteladanan, kesenian, diskusi, tanya jawab,
bimbingan konseling, karya tulis, korespondensi, silaturahmi. Adapun
Strategi dakwah Nahdlatul al-‘Ulamâ yaitu melalui pembudayaan nilai-
nilai Islam dengan menggunakan perangkat budaya lokal sebagai
instrumen dakwahnya. Dalam pandangan kaum Nahdliyin kehadiran Islam
yang dibawa oleh Rosulullah SAW. Bukanlah untuk menolak tradisi yang
telah berlaku dan mengakar menjadi kultur kebudayaan masyarakat,
melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan dan pelurusan terhadap
tradisi dan budaya yang tidak sesuai dengan risalah Rosulullah.
Dalam aktivitas dakwahnya Nahdlatul al-‘Ulamâ tidak terlepas dari
sebuah metode berdakwah. “Nahdlatul al-‘Ulamâ dalam dakwahnya
menggunkan metode yang digunakan Walisongo. Nahdlatul al-‘Ulamâ
berkomitmen memperkuat pendekatan budaya sebagai salah satu elemen
penting dakwah Islam di Tanah Air.” Pendekatan budaya sebagai salah
satu metode dakwah merupakan cara yang efektif, dimana dengan
budayalah agama Islam dapat di terima baik oleh penduduk pribumi awal
kedatangan Islam.

Adapun macam-macam metode dakwah Nahdlatul 'Ulamâ diantaranya


adalah berceramah, propaganda, pendidikan, kelembagaan, keteladanan,
kesenian, diskusi, tanya jawab, bimbingan konseling, karya tulis,
korespondensi, silaturahmi.

Adapun aktivitas atau realisasi program dasar pengembangan


Nahdlatul al-‘Ulamâ yaitu :

a. Kegiatan dakwah Islamiyah yang meliputi peningkatan


silahturahmi antara para ulama, pelestarian majelis-
majelis pengajian, dan pengkajian pada berbagai
permasalahan keagamaan yang sedang berkembang. Juga
aktivitas perluasan kiprah dakwah, pembaruan, metode
dakwah, penerbitan literatur dan media dakwah serta
melakukan koordinasi kepada para mubaligh atau da'i.
b. Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang meliputi berbagai
aspek kegiatan pendidikan. Baik dalam bentuk pindidikan
formal maupun pendidikan informal. Baik pendidikan di
bidang keagamaan, maupun pendidikan non keagamaan, serta
pendidikan ketrampilan. Selain mendirikan pesantren dan
madrasah, dalam menggelar pendidikan Nahdlatul al-‘Ulamâ
juga telah mendirikan berbagai macam sekolah lanjutan
pertama, sekolah lanjutan atas serta unversitas kesemua
sekolah ini dikelolah oleh lembaga Ma'arif Nahdlatul
al-‘Ulamâ.
c. Kegiatan peningkatan mabarrat atau sosial ekonomi dengan
tujuan untuk meningkatkan taraf hidup warga Nahdlatul
al-‘Ulamâ serta meningkatkan taraf hidup Bangsa Indonesia
secara makro. Aktivaitas yang dilakukan diantaranya
menangani berbagai problem sosial, seperti memberi bantuan
kepada kaum fakir miskin serta anak yatim piatu. (Fathoni
& zen,1992).
Kehadiran Nahdlatul al-‘Ulamâ dimaksudkan untuk mengembangkan dan
mempertahankan ortodoksi Islam yang dipegang teguh oleh mayoritas
ulama’ Indonesia. Ortodoksi yang dimaksud adalah Ahlussunnah.
Mempertahankan ortodoksi ini perlu digarisbawahi karena kelahiran
Nahdlatul al-‘Ulamâ adalah respon terhadap upaya-upaya penggusuran
terhadap tradisi ahlussunnah wal jama’ah yang dilakukan oleh
penguasa. Saudi Arabia yang berpaham Wahabi.Dalam pandangan kaum
Nahdliyin kehadiran Islam yang dibawa oleh Rosulullah SAW. Bukanlah
untuk menolak tradisi yang telah berlaku dan mengakar menjadi kultur
kebudayaan masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan
dan pelurusan terhadap tradisi dan budaya yang tidak sesuai dengan
risalah Rosulullah. Budaya lokal yang mapan menjadi nilainormatif
masyarakat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka Islam akan
mengakulturasikanya bahkan mengakuinya sebagai bagian dari budaya dan
tradisi Islam itu sendiri.

D. pemahaman Dakwah Nahdatul Ulama

E. Pengertian Islam di Nusantara

Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud empiris Islam
yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil interaksi,
kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-
nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia. Istilah
ini secara perdana resmi diperkenalkan dan digalakkan oleh organisasi Islam Nahdlatul
Ulama pada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang
selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah misalnya Wahabisme
dari Saudi.1

Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang mempertimbangkan


budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam merumuskan fikihnya. Pada Juni
2015, Presiden Joko Widodo telah secara terbuka memberikan dukungan kepada Islam
Nusantara, yang merupakan bentuk Islam yang moderat dan dianggap cocok dengan
nilai budaya Indonesia.2

F. Perbandingan Islam di Nusantara dengan Islam Nusantara

1. Islam Nusantara

Kaum Muslimin Nusantara mengikuti mazhab dan aliran tertentu yang kemudian
menjadi ortodoksinya yang bisa berbeda dengan umat islam di bagian lain Dunia Islam.
Sekali lagi, ortodoksi Islam Nusantara adalah; kalam (teologi) Asy’ariyah, fiqh Syafi’I,
dan tasawuf al-ghazali.

Pembentukan ortodoksi Islam Nusantara terkait dengan perbedaan-perbedaan


(khilafiyah atau furu’iyah) di kalangan ulama otoritatif sesuai mazhab dan alirannya.
Selanjutnya juga terkait dengan dinamika dan perkembangan historis kaum Muslim
Nusantara sendiri. Sejak abad ke-17 misalnya, para ‘ulama jaw ( Nusantara) yang
kembali dari makkah dan madinah pusat jaringan ulama cosmopolitan di mana mereka
termasuk di dalamnya; mereka mengkonsilidasi doktrin dan praksis ortodoksi Islam
Nusantara. Ortodoksi islam seperti itu diwarisi dan dipegangi setia kaum Muslimin
Nusantara sampai hari ini.

1
Nahdatul Ulama.22 April 2015
2
Azis Anwar Fachryddin (24 July 2015). The face of islam Nusantara.
Kaum Muslim Nusantara tidak hanya memiliki ortodoksi islam yang bersumber
dari para ulama otoritatif, tetapi Wilayah Muslim Nusantara sebdiri terbentuk menjadi
ranah budaya Islam (Islamic cultural spheres) distingtif. Wilayah Muslim Nusantara
adalah salah satu dari delapan ranah budaya islam yang memiliki distingsi masing-
masing.

2. Islam Di Nusantara
Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di seluruh
dunia. Pada saat ini diperkirakan bahwa jumlah umat Muslim mencapai 207 juta orang,
sebagian besar menganut Islam aliran Suni. Jumlah yang besar ini mengimplikasikan
bahwa sekitar 13% dari umat Muslim di seluruh dunia tinggal di Indonesia dan juga
mengimplikasikan bahwa mayoritas populasi penduduk di Indonesia memeluk agama
Islam (hampir 90% dari populasi Indonesia). Namun, kendati mayoritas penduduk
beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam yang berdasarkan pada hukum-
hukum Islam.
Justru, Indonesia adalah sebuah negara sekuler demokratik tetapi dengan
pengaruh Islam yang kuat. Sejak awal berdirinya negara ini, sudah ada banyak
perdebatan politik mengenai dasar ideologi negara Indonesia. Sejumlah kelompok Islam
konservatif (termasuk sejumlah partai politik) berpendapat bahwa Indonesia seharusnya
menjadi sebuah negara Islam. Namun, karena ada puluhan juta penduduk non-Muslim -
apalagi banyak penduduk yang menganut Islam di Indonesia bukan orang Muslim yang
mempraktekkannya dengan sangat ketat (nominal Muslim) -, berdirinya sebuah negara
Islam (sekaligus penerapan hukum syariah) selalu dianggap sebagai pemicu perpecahan
dan separatisme.
Proses Islamisasi di Indonesia (atau tepatnya di wilayah yang sekarang dikenal
sebagai Indonesia) telah berlangsung selama berabad-abad dan terus berlanjut hingga
saat ini. Islam menjadi sebuah kekuatan yang berpengaruh melalui serangkaian
gelombang dalam berjalannya sejarah (gelombang-gelombang ini yaitu perdagangan
internasional, pendirian berbagai kesultanan Islam yang berpengaruh, dan gerakan-
gerakan sosial) yang akan dijelaskan lebih lanjut dengan detail di bawah ini.
Namun, juga benar bahwa penerapan agama Islam di Indonesia pada saat ini
memiliki karakter yang beragam karena setiap wilayah memiliki sejarah tersendiri yang
dipengaruhi oleh sebab-sebab yang unik dan berbeda-beda. Mulai dari akhir abad ke-19
sampai saat ini, Indonesia - secara keseluruhan - memiliki sejarah umum yang lebih
seragam karena para penjajah (dan dilanjutkan oleh para pemimpin nasionalis
Indonesia) menetapkan dasar-dasar nasional di wilayahnya. Proses unifikasi ini juga
membuat agama Islam di Indonesia - dalam proses yang lambat - semakin kehilangan
keanekaragamannya. Namun, hal ini bisa dipandang sebagai perkembangan yang logis
dalam proses Islamisasi di Indonesia.

Wilayah barat Indonesia yang padat penduduknya pada umumnya memiliki


jumlah penduduk Muslim yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah timur
Indonesia. Karena perdagangan memiliki peran yang signifikan dalam proses Islamisasi
di Indonesia, pulau-pulau yang lebih dekat dengan rute-rute perdagangan utama
menerima lebih banyak pengaruh Islam. Wilayah barat Indonesia, yang telah menjadi
bagian dari jalur perdagangan global sejak sejarah awal manusia, lebih banyak
menerima pengaruh-pengaruh Islam yang disebarkan melalui proses perdagangan, dan
karena itu mengalami proses kebangkitan dan kejatuhan kesultanan-kesultanan Islam
sejak abad ke-13. Hal ini terutama terjadi di wilayah sekitar Selat Malaka (yang terletak
di antara Malaysia dan Indonesia) yang dari dulu (sampai sekarang) adalah salah satu
jalur perdagangan laut tersibuk di dunia.

Mengingat penduduk Muslim setara dengan hampir 90% dari jumlah total
penduduk Indonesia, mereka dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan ini (yaitu
peningkatan konsumsi dan urbanisasi). Di kota-kota besar (terutama di pulau Jawa yang
merupakan pulau paling padat penduduk di Indonesia) kelompok masyarakat ini
menunjukkan gaya hidup yang semakin konsumtif. Hal ini terutama berlaku untuk
komponen kelompok Muslim moderat yang berjumlah sangat besar. Mereka semakin
menerapkan gaya hidup perkotaan yang modern, yang didukung dengan alat-alat
elektronik dan gaya busana terbaru. Walaupun peminat fashion Islam sedang meningkat
cukup cepat di Indonesia, permintaan untuk perbankan syariah dan pelancongan halal
masih tetap rendah (bahkan pelancongan halal justru dikembangkan sebagai strategi
untuk menarik wisatawan Muslim asing untuk menghabiskan liburan di Indonesia).

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai gerakan dan gerbong besar Islam moderat yang bertekad meneguhkan
Islam Nusantara dan menginspirasi dunia, Nahdlatul Ulama (NU) terus memperkuat
sistem kaderisasinya. Penguatan terutama menyangkut penyamaan visi dan persepsi
tentang NU dan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di semua tingkatan kepengurusan.
“Kalau memimpin itu menanam, maka kaderisasi itu pembibitannya. NU serius dengan
kaderisasi. Tujuannya antara lain adalah bagaimana menyamakan visi dan persepsi
tentang NU dan Aswaja,” jelas Ketua PBNU Robikin Emhas di Jakarta, Kamis (29/8).
Ketua Tim Konsolidasi Organisasi Menuju Satu Abad NU ini menjelaskan, upaya
penguatan sistem kaderisasi, secara khusus dituangkan dalam amanat Muktamar ke-33
NU di Jombang 2015. Amanat ini memuat lima jenis dan model pendidikan kader.
“Ada kaderisasi struktural, kaderisasi keulamaan, kaderisasi penggerak NU, kaderisasi
fungsional, dan kaderisasi profesional,” urainya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai